Pesan Rahbar

Home » » Fatimah Az-Zahra’ (sa) Penghulu semua Perempuan

Fatimah Az-Zahra’ (sa) Penghulu semua Perempuan

Written By Unknown on Wednesday, 27 April 2016 | 04:14:00


Dalam Shahih Bukhari, kitab Awal penciptaan, bab tanda-tanda kenabian dalam Islam:
Aisyah berkata: Fatimah (sa) datang kepada Nabi saw dengan berjalan seperti jalannya Nabi saw. Kemudian Nabi saw mengucapkan: “Selamat datang duhai puteriku.” Kemudian beliau mempersilahkan duduk di sebelah kanan atau kirinya kemudian beliau berbisik kepadanya lalu Fatimah menangis. Kemudian Nabi saw bersabda kepadanya: “Mengapa kamu menangis?” Kemudian Nabi saw berbisik lagi kepadanya. Lalu ia tertawa dan berkata: Aku tidak pernah merasakan bahagia yang paling dekat dengan kesedihan seperti hari ini. Lalu aku (Aisyah) bertanya kepada Fatimah tentang apa yang dikatakan oleh Nabi saw. Fatimah menjawab: Aku tidak akan menceritakan rahasia Rasulullah saw sehingga beliau wafat. Aku bertanya lagi kepadanya, lalu ia berkata: (Nabi saw berbisik kepadaku): “Jibril berbisik kepadaku, Al-Qur’an akan menampakkan padaku setiap setahun sekali, dan ia akan menampakkan padaku tahun ini dua kali, aku tidak melihatnya kecuali datangnya ajalku, dan engkau adalah orang pertama dari Ahlul baitku yang menyusulku.” Lalu Fatimah menangis. Kemudian Rasulullah saw bersabda: “Tidakkah kamu ridha menjadi penghulu semua perempuan ahli surga atau penghulu semua isteri orang-orang yang beriman? Kemudian Fatimah tertawa.

Hadis ini, dan perkataan Fatimah dan Aisyah tersebut serta yang semakna dengannya terdapat dalam kitab:
1. Musnad Ahmad bin Hambal, jilid 6 halaman 282, hadis ke 25874. Dalam hadis ini Rasulullah saw bersabda: “Sayyidatu nisâi hadzihil ummah aw nisâil mu’minîn” (Penghulu semua perempuan ummat ini, atau penghulu semua isteri orang-orang yang beriman). Juga dalam jilid 5 halaman 391, hadis 22818.
2. Ath-Thabaqat, Ibnu Sa’d, jilid 2 halaman 40. dalam hadis ini Rasulullah saw bersabda: “Sayyidatu nisâi hadzihil ummah aw nisâil ‘alamin (penghulu semua perempuan alam semesta).
3. Usdul Ghabah, Ibnu Atsir, jilid 5 halaman 522, hadis ke 7175.
4. Al-Khashaish An-Nasa’i, halaman 34.
5. Hilyatul Awliya’, Abu Na’im, jilid 1 halaman 29.
6. Shahih At-Tirmidzi, jilid 2 halaman 306, hadis ke 3781.
7. Mustadrak Shahihayn, Al-hakim, jilid 3 halaman 151.
8. Kanzul Ummal, jilid 6 halaman 221, hadis ke 37732. Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dan Ibnu Nujjar dari Abu Hurairah.
9. Dzakair Al-Uqba, halaman 44.
10. Ad-Durrul Mantsur, tentang tafsir surat Ali-Imran: 42.
11. Usdul Ghabah, jilid 5 halaman 437, hadis ke 6867.
12. Al-Ishabah, Ibnu hajar, jilid 8 halaman 158, hadis ke 830.
13. Majma’ Az-Zawaid, jilid 9 halaman 223.
14. Fathul Bari, jilid 7 halaman 258, bersumber dari Abu Hurairah. Halaman 282 bersumber dari Abu Said Al-Khudri. Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw bersabda: “Perempuan ahli surga yang paling utama adalah Khadijah, Fatimah, Maryam dan Asiyah.”
15. Al-Ist’ab, Ibnu Abd Al-Birr, jilid 2 halaman 720 dan 750 (catatan pinggir Al-Ishabah: kitab An-Nisa’).
16. Tarikh Al-Khathib Al-baghdadi, jilid 4 halaman 391, hadis ke 3636 dan 5008.
17. Faidh Al-Qadhir Al-Mannawi, jilid 3 halaman 432, hadis ke 3883.
18. Tafsir Ath-Thabari, jilid 3 halaman 180.
________________________________________

Fatimah az Zahra Wanita Surga Yang Tak Ada Duanya

Fatimah az Zahra adalah putri Nabi Muhammad saw dan Khadijah al Kubra. Beliau adalah anak perempuan keempat Rasulullah saw. Beliau memiliki banyak nama panggilan, di antaranya ialah: Az Zahra (yang bersinar cemerlang), Shiddiqah (yang membenarkan), Thahirah (yang suci), Mubarakah (yang diberkati), Radhiyah (yang ridha), Mardhiyah (yang diridhai), Muhadatsah (yang berbicara dengan malaikat di masa kecil), dan Batul.

Sebagian besar sejarawan Syiah dan Ahlussunah meyakini bahwa Fatimah az Zahra dilahirkan pada 20 Jumadil Tsani, tahun kelima diutusnya Nabi saw di Mekkah al Mukarramah. Sebagian sejarawan bahwa beliau lahir pada tahun ketiga atau kedua diutusnya Nabi saw. Seorang sejarawan dan ahli hadis Sunni berpendapat bahwa Fatimah lahir pada tahun pertama diutusnya Nabi saw. Jelas sekali bahwa menyingkap fakta seputar hari lahir dan hari wafat tokoh-tokoh besar dalam sejarah—meskipun dari sudut pandang sejarah dan penelitian berharga dan patut dijadikan bahan kajian—namun dari sisi analisa kepribadian tidaklah begitu penting. Yang penting dan utama adalah peran mereka dalam menentukan nasib manusia dan sejarah. Patut direnungkan bahwa Fatimah az Zahra terdidik di madrasah ayahnya, Rasul saw yang notabene adalah rumah kenabian. Sebuah rumah yang disitu wahyu dan ayat-ayat Al Qur’an diturunkan.
Fatimah termasuk kelompok pertama dari kaum Muslimin yang beriman kepada Allah Swt dan ia begitu tegar dan kukuh dalam keimanannya. Saat itu rumah yang dihuni Fatimah adalah satu-satunya rumah di kawasan Jazirah Arab dan dunia yang meneriakkan suara tauhid: “Allahu Akbar”. Az Zahra adalah satu-satunya perempuan belia di Mekkah yang mencium dan merasakan aroma tauhid di sekitarnya. Ia berada di rumahnya sendirian. Ia melalui masa kanak-kanaknya sendirian. Dua saudara perempuannya, yaitu Ruqayyah dan Kultsum berusia lebih tua beberapa tahun darinya. Barangkali rahasia di balik kesendirian ini adalah bahwa Fatimah sejak kecil harus memfokuskan perhatiannya pada latihan fisik dan pendidikan spiritual. Setelah menikah dengan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, Fatimah tampil sebagai wanita teladan sepanjang masa. Putri Nabi saw ini bukan hanya teladan bagi kehidupan suami-istri dan menjadi potret keluarga Muslimah ideal, melainkan ia pun menjadi teladan dalam masalah ketaatan dan ibadah kepada Allah Swt.

Setelah selesai mengerjakan tugas rumah, Fatimah sibuk beribadah. Ia menunaikan shalat, berdoa, dan bermunajat di hadapan Sang Maha Esa serta mendoakan orang lain. Imam as Shadiq as meriwayatkan hadis yang sanad-nya (mata raktai perawi) bersambung ke Imam Hasan bin Ali as yang berkata: Aku melihat ibuku Fatimah as yang sedang menunaikan shalat di mihrabnya pada malam Jum`at dimana ia rukuk dan sujud sampai fajar Shubuh menyingsing. Dan aku mendengarnya berdoa untuk kaum mukminin dan kaum mukminat dan ia menyebut nama-nama mereka serta memperbanyak doa untuk mereka, bahkan ia tidak berdoa untuk dirinya sendiri sedikit pun. Lalu aku bertanya kepadanya: Wahai ibu, mengapa engkau tidak berdoa untuk dirimu sendiri sebagaimana engkau berdoa untuk orang lain? Ia menjawab: Wahai anakku, sebaiknya (mendoakan) tetangga dulu lalu (penghuni) rumah (diri kita dan orang-orang yang dekat dengan kita).[1]


TASBIH AZ ZAHRA DAN KEUTAMAANNYA

Fatimah berkata kepada ayahnya: Wahai ayahku, aku tidak tahan lagi mengurusi rumah. Carikanlah pembantu untukku yang dapat meringankan pekerjaan rumahku. Rasul berkata kepadanya: Wahai Fatimah, apakah kamu tidak menginginkan sesuatu yang lebih baik dari pembantu? Ali berkata: Katakanlah, iya. Fatimah berkata: Wahai ayahku, apa yang lebih baik dari pembantu? Rasul saw menjawab: Engkau bertasbih kepada Allah SWT pada setiap hari sebanyak 33 kali dan engkau bertahmid sebanyak 33 kali dan bertakbir sebanyak 34 kali. Semuanya berjumlah 100 dan memiliki kebaikan dalam timbangan. Wahai Fatimah, bila engkau mengamalkannya pada setiap pagi hari maka Allah akan memudahkan urusan dunia dan akhiratmu.[2] Berkenaan dengan firman Allah, "Dan kaum pria dan kaum wanita yang banyak berzikir kepada Allah," Imam ash Shadiq berkata: Barangsiapa terbiasa membaca tasbih Fatimah as maka ia termasuk kaum pria dan kaum wanita yang banyak berzikir.[3] Diriwayatkan dari Imam Baqir as yang berkata: Rasulullah saw berkata kepada Fatimah, Wahai Fatimah, bila kamu hendak tidur di waktu malam maka bertasbihlah kepada Allah sebanyak 33 kali dan bertahmidlah sebanyak 33 kali dan bertakbirlah sebanyak 34 kali. Semuanya berjumlah seratus. Dan pahalanya lebih berat dari gunung emas Uhud dalam timbangan akhirat.[4] Diriwayatkan dari Abi Abdillah ash Shadiq yang berkata: Tasbih Fatimah as setiap hari usai shalat lebih aku sukai daripada shalat seribu rakaat dalam setiap hari.[5] Imam Shadiq as berkata: Barangsiapa bertasbih dengan tasbih Fatimah as sebelum ia membentangkan kakinya dalam shalat fardhu maka Allah akan mengampuninya. Dan hendaklah ia memulai dengan takbir.[6] Diriwayatkan oleh Abi Ja`far al Baqir yang berkata: Tiada pengagungan bagi Allah yang lebih utama daripada tasbih Fatimah.[7] Imam Baqir as berkata: Barangsiapa bertasbih dengan tasbih az Zahra kemudian ia beristigfar maka ia akan diampuni. Ia (tasbih itu) berjumlah seratus namun bernilai seribu dalam timbangan dan ia mampu mengusir setan dan membuat Tuhan Yang Maha Pengasih ridha.[8] Imam ash Shadiq as berkata: Barangsiapa bertasbih dengan tasbih Fatimah as usai shalat fardhu sebelum ia membentangkan kedua kakinya maka Allah akan menyediakan surga baginya.[9] Imam ash Shadiq as berkata: Barangsiapa bertasbih dengan tasbih Fatimah as yang berjumlah seratus usai shalat fardhu sebelum ia membentangkan kedua kakinya lalu diikutinya dengan membaca "lailaha illallah" sebanyak satu kali maka ia akan diampuni.[10] "Tasbih Az Zahra" ini terdapat juga dalam kitab-kitab muktabar Ahlussunah dan cukup populer di kalangan kaum Muslimin.


Ilmu Fatimah az Zahra

Segala rahasia ilmu yang didapatkannya dari ayahnya dicatat oleh Ali bin Abi Thalib lalu Fatimah mengumpulkannya sehingga jadilah kitab yang bernama Mushaf Fatimah.


Mengajari Orang Lain

Abu Muhammad al Askari berkata: Seorang wanita datang ke Fatimah az Zahra dan berkata: Sesungguhnya saya mempunyai seorang ibu yang lemah dan ia memakai sesuatu saat mengerjakan shalatnya, dan ia mengutusku untuk menemuimu dan bertanya padamu. Lalu Fatimah menjawab pertanyaannya. Wanita tersebut berkata: Aku tidak ingin merepotkanmu wahai putri Rasulullah saw. Fatimah menjawab: Datanglah kemari dan tanyalah apa yang tidak jelas bagimu. Apakah engkau mengira seseorang yang sehari disewa untuk mendaki tanah dengan membawa muatan yang berat dimana upahnya seratus ribu Dinar, lalu ia keberatan melakukan itu? Wanita tersebut menjawab: Tidak! Ketahuilah bahwa aku—dalam setiap masalah (pertanyaan) yang aku selesaikan—diupah lebih besar dari permata yang ada di antara bumi dan arasy. Sehingga karena itu, aku tidak merasa berat sama sekali.[11] Fatimah berusaha memperkenalkan tugas dan kewajiban para wanita dengan cara mengajari mereka hukum dan pengetahuan Islam. Keberhasilan pendidikan Fatimah ini bias kita lihat pada sosok anak didiknya yang sekaligus pembantunya yang bernama, Fidhah. Fatimah berhasil menyulap Fidhah menjadi wanita istimewa dimana selama dua puluh tahun ia hanya berbicara dengan Al Quran. Setiap kali Fidhah menginginkan sesuatu atau menjelaskan sesuatu maka ia mengutip ayat Al Qur'an yang sesuai dengan keinginan dan maksudnya, sehingga dimengerti oleh lawan bicaranya. Fatimah bukan hanya tidak pernah mengenal lelah dalam mempelajari ilmu, bahkan dalam menjelaskan masalah-masalah agama ke orang lain pun ia selalu bersemangat dan sabar melayani pertanyaan orang-orang yang merujuk kepadanya. Suatu hari seorang wanita dating padanya sembari berkata: Aku memiliki ibu yang sudah lanjut usia. Ibuku salah mengerjakan shalatnya lalu ia mengutus aku untuk bertanya kepadamu. Az Zahra pun menjawab pertanyaannya. Wanita itu pun datang kembali dan menyampaikan pertanyaan kedua. Fatimah pun menjawabnya. Hal ini terus berulang sampai sepuluh kali. Setiap kali wanita itu datang, ia merasa malu karena lagi-lagi datang ke Fatimah dan menganggunya. Lalu wanita itu berkata kepada Fatimah: Aku tidak akan pernah merepotkanmu kembali. Fatimah menjawab: Tidak menjadi masalah bagiku, datanglah kemari lagi dan lontarkanlah pertanyaanmu. Aku tidak akan pernah marah atau capek melayani pertanyaanmu. Sebab, aku mendengar ayahku bersabda: Pada hari kiamat para ulama pengikut kami akan dikumpulkan dan akan diberikan pakaian (sebagai hadiah) yang berharga kepada mereka. Kualitas pakaian tersebut disesuaikan dengan kadar usaha mereka di bidang pengarahan dan pemberian bimbingan kepada hamba-hamba Allah.


Ibadah Fatimah az Zahra

Hasan Basri (wafat tahun 110 H), salah seorang abid (ahli ibadah) dan seorang sufi terkenal mengatakan bahwa Fatimah az Zahra begitu luar biasa dalam beribadah sehingga [seperti ayahnya Rasulullah saw] kedua kakinya bengkak. Hasan Basri juga menegaskan bahwa tidak ada seorang pun di tengah umat yang mampu menandingi zuhud, ibadah dan ketakwaan Fatimah.


Kalung Yang Penuh Berkah

Pada suatu hari Rasulullah saw melakukan perjalanan. Saat itu Ali mendapatkan sedikit ganimah lalu ia menyerahkannya kepada Fatimah. Putri Nabi saw ini memakai dua gelang dari perak dan ia menggantung kain di atas pintunya. Ketika Rasulullah saw datang maka ia memasuki masjid lalu ia menuju rumah Fatimah sebagaimana yang biasa dilakukannya. Fatimah berdiri gembira menyambut ayahnya. Rasul saw melihat dua gelang yang terbuat dari perak yang ada di tangannya, juga kain yang tergantung di atas pintunya. Lalu beliau duduk sambil memandanginya. Fatimah pun menangis dan sedih. Kemudian ia memanggil kedua putranya dan mencabut kain penutup yang dipasangnya dan kedua gelangnya sambil berkata kepada mereka: Sampaikan salam kepada ayahku dan katakan kepadanya, kami tidak membuat sesuatu yang baru selain ini. Serangkan benda ini kepadanya sehingga ia dapat menginfakkannya di jalan Allah. Kemudian Rasul saw berkata: Semoga Allah SWT merahmati Fatimah dan memberinya pakaian dari pakaian surga dan memberinya kalung dari surga.[12]

Seorang Arab Baduwi datang kepada Nabi saw dan berkata: Wahai Nabi Allah, aku sedang lapar maka berilah aku makanan dan aku telanjang maka berilah aku pakaian dan aku adalah orang fakir maka bantulah aku. Lalu Nabi saw berkata kepadanya: Aku tidak memiliki sesuatu yang dapat aku berikan padamu, namun orang yang menjadi pembimbing atas kebaikan sama dengan pelaku kebaikan tersebut. Pergilah kami ke rumah orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya dan Allah dan Rasul-Nya pun mencintainya. Saat itu Ali, Fatimah dan Rasulullah saw belum makan selama tiga hari. Kemudian orang Arab Baduwi tersebut datang kepada Fatimah dan meminta bantuan padanya. Fatimah memberinya kalung yang tergantung di lehernya dimana kalung tersebut merupakan hadiah dari putri pamannya Fatimah binti Hamzah bin Abdul Muthhalib. Fatimah berkata kepada orang tersebut: Ambillah ini dan juallah. Semoga Allah menggantimu dengan apa yang terbaik darinya. Orang fakir itu datang kepada Nabi saw sambil membawa apa yang didapatinya dari Fatimah lalu beliau menangis. Kemudian Ammar bin Yasir membeli kalung itu seharga dua puluh Dinar dan dua ratus Dirham dan ia menggenyangkan orang fakir itu dengan roti dan daging. Ammar melipat kalung itu di bawah kain dan berkata kepada budaknya, Saham: Ambillah kalung ini dan serahkanlah kepada Nabi saw dan engkau pun menjadi miliknya. Budak itu mengambil kalung tersebut dan menyerahkannya kepada Nabi saw serta memberitahukan perkataan Ammar tersebut pada beliau. Beliau berkata: Pergilah ke rumah Fatimah dan serahkanlah kepadanya serta kau pun aku serahkan padanya. Lalu budak itu datang ke Fatimah dan memberitahukan perkataan Nabi saw padanya. Fatimah mengambil kalung tersebut dan membebaskan budak itu. Kemudian budak itu tertawa. Fatimah bertanya kepadanya: Apa yang membuatmu tertawa? Ia menjawab: Aku tertawa melihat betapa besarnya keberkahan kalung ini: Ia menggenyangkan orang yang lapar, menutupi orang yang telanjang, memampukan orang yang miskin dan memerdekakan budak dan kembali lagi ke empunya.[13]


Peran Fatimah dalam Peperangan di Masa Awal Islam

Selama 10 tahun pemerintahan Nabi saw di Madinah, terjadi 27 atau 28 peperangan (ghazwah) dan 35 sampai 90 Sariyah. Ghazwah ialah peperangan yang langsung dipimpin oleh Nabi saw dan beliau melihat dari dekat proses terjadinya peperangan dan segala taktik dan strategi perang berada dalam control beliau langsung. Sedangkan Sariyah adalah peperangan yang tidak langsung dipimpin oleh Nabi saw, namun beliau menunjuk sahabatnya untuk memimpin peperangan. Terkadang Sariyah ini menyita waktu cukup lama (sekitar dua atau tiga bulan) karena jauhnya gelanggang peperangan dari Madinah. Dapat dipastikan bahwa Ali bin Abi Thalib selama menikah dengan Fatimah banyak menghabiskan waktunya di medan peperangan atau diutus sebagai juru dakwah. Selama ketidakhadiran suaminya, Fatimah dengan baik mampu memerankan sebagai ibu yang ideal bagi anak-anaknya dan ia berhasil mendidik mereka sebaik mungkin, sehingga Ali begitu tenang meninggalkan keluarganya dan tidak pernah memikirkan urusan pendidikan anaknya dan konsentrasinya benar-benar terfokus hanya pada jihad. Selama masa ini, Fatimah juga membantu keluarga syuhada dan berbelasungkawa kepada mereka, dan terkadang ia memotifasi para wanita yang menjadi sukarelawan yang mengobati dan menangani korban perang dan tak jarang Fatimah terjun langsung menolong para korban luka-luka akibat perang. Dalam perang Uhud, misalnya, Rasulullah saw mengalami luka parah. Fatimah beserta Ali, suaminya cukup bekerja keras untuk menghentikan pendarahan yang dialami ayahnya dimana sejarah menceritakan bahwa Fatimah membakar semacam jerami lalu menebarkan abunya ke luka ayahnya sehingga darahnya terhenti.


Fatimah dan Kepergian Nabi saw

Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dalam Musnad-nya dari Aisyah yang berkata: Ketika Rasulullah saw sakit, maka beliau memanggil putrinya Fatimah. Lalu beliau menghiburnya tapi Fatimah malah menangis kemudian beliau menghiburnya kembali lalu ia tertawa. Lalu aku bertanya kepada Fatimah perihal hal itu. Fatimah menjawab: Aku menangis karena ia memberitahuku bahwa ia akan meninggal dunia sehingga aku menangis, kemudian dia memberitahuku bahwa aku yang pertama kali menyusulnya di antara keluargaku sehingga aku tertawa. Pengarang kitab Kasyful Ghummah pada juz dua dalam kitabnya mengatakan: Karakter manusia biasanya membenci kematian dan berusaha lari darinya. Yang demikian ini karena manusia cinta dan cenderung kepada dunia—kami tidak dapat menyebutkan semua riwayat ini karena begitu panjang—sedangkan Fatimah as adalah wanita muda yang masih mempunyai anak kecil dan suami yang mulia. Ironisnya, ketika ayahnya memberitahunya bahwa ia yang tercepat di antara keluarganya yang akan menyusul Nabi maka ia merasa sedih terhadap kematian ayahnya dan justru tertawa dan bahagia karena ia pun akan meninggalkan dunia dan berpisah dengan kedua anaknya dan suaminya. Fatimah justru bergembira ketika akan menjemput mati.

Ini adalah masalah yang besar dimana manusia tidak akan mampu mengenali sifatnya dan hati tidak terbimbing untuk mengetahuinya. Hal yang demikian adalah suatu masalah yang Allah SWT mengajarkannnya kepada keluarga yang mulia ini dan suatu rahasia dimana Allah memberikan kepada mereka keutamaan dan mengkhususkan mereka dengan mukjizat-Nya dan tanda-tanda kebesaran-Nya.[14]

Diriwayatkan dari Imam Baqir as yang berkata: Sepeninggal Rasulullah saw, Fatimah tidak pernah terlihat dalam keadaan tertawa sehingga ia meninggal dunia.[15]

Diriwayatkan dari Imam as Shadiq yang berkata: Ada lima orang yang suka menangis: Adam, Ya`qub, Yusuf, Fatimah binti Muhammad dan Ali bin Husain as. Adapun Adam, ia menangis karena harus meninggalkan surga dimana ia diletakkan di suatu lembah, sedangkan Ya`qub, ia menagisi Yusuf hingga matanya buta, sedangkan Yusuf menangisi perpisahannya dengan Ya`qub hingga terganggu karenanya para penghuni penjara, adapun Fatimah, ia menangis karena kepergian Nabi saw sehingga karenanya penduduk Madinah terganggu. Bahkan mereka berkata kepadanya, banyaknya tangisanmu membuat kami terganggu. Lalu Fatimah pergi ke makam syuhada dan menangis di sana sampai puas lalu ia pulang. Sedangkan Ali bin Husein menangis karena kesyahidan ayahnya selama dua puluh tahun atau empat puluh tahun.[16]

Diriwayatkan bahwa Ali berkata: Ketika aku mencuci baju Nabi saw maka Fatimah berkata, perlihatkanlah kepadaku baju itu. Lalu Fatimah menciumnya dan pingsan. Takkala aku mengetahui hal itu maka aku menyembunyikan pakaian itu (hingga kejadian ini tidak terulang kembali).[17]

Takkala Nabi saw meninggal, Bilal tidak mau mengumandangkan azan dimana ia berkata: Aku tidak mau mengumandangkan azan untuk seseorang setelah meninggalnya Nabi saw. Kemudian pada suatu hari Fatimah berkata: Aku ingin mendengar suara muazin ayahku yang mengumandangkan azan. Lalu hal tersebut sampai ke telinga Bilal sehingga ia mengumandangkan azan dan memulainya dengan takbir "Allahu Akbar". Fatimah mulai mengingat-ingat kebersamaannya dengan ayahnya sehingga ia tidak mampu membendung air matanya. Dan ketika Bilal sampai ke kalimat "Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah", Fatimah tidak kuasa menahan dirinya dan ia pun terjatuh pingsan. Kemudian mereka mengira bahwa ia telah mati dan Bilal pun tidak melanjutkan azannya. Takkala Fatimah sadar, ia meminta Bilal untuk melanjutkan azannya namun Bilal dengan berat hati menolak sambil berkata: Wahai penghulu para wanita, aku khawatir terjadi sesuatu pada dirimu. Dan Fatimah pun mengerti kecemasan Bilal dan memaafkannya.[18]

Diriwayatkan bahwa Fiddah, pembantu wanita Fatimah berkata kepada Waraqah bin Abdullah al Azdi: Ketahuilah bahwa ketika Rasulullah saw meninggal dunia, maka orang tua dan muda sangat terguncang dengan kematiannya dimana mereka semua larut dalam tangisan. Musibah ini sangat berat dipikul oleh kaum kerabat beliau dan para sahabatnya. Dan tak seorang pun yang lebih bersedih dan lebih banyak menangis daripada tuanku, Fatimah dimana selama tujuh hari Fatimah mengadakan mejelis ratapan. Selama hari-hari itu Fatimah tidak pernah berhenti menangis dan merintih, bahkan setiap hari tangisannya lebih banyak dari hari sebelumnya. Dan ketika memasuki hari kedelapan, Fatimah meluapkan kesedihannya yang terpendam dimana ia meratapi ayahnya: Oh ayahku, oh pilihan Allah, oh Muhammad, oh Abu Qasim, duhai pelindung para janda dan yatim, siapa lagi yang mendirikan shalat, siapa lagi yang melindungi putrimu yang kehilangan orang tuanya! Bahkan dikatakan bahwa Fatimah kehabisan suara saat meratapi ayahnya dan sempat mengalami pingsan. Lebih jauh lagi, ia berkata: Duhai ayah, sepeninggalmu aku bak orang yang hidup sendirian. Kehidupanku dipenuhi dengan duri-duri bencana dan petaka. Sepeninggalmu banyak peristiwa besar terjadi yang membuat kami menderita dan semua jalan tertutup buat kami hingga kami tak dapat meloloskan diri. Sepeniggalmu aku kecewa melihat dunia ini dan aku senantiasa menangis. Kemudian Fatimah membacakan syair:
Tiap hari aku memperbaharui kesedihanku atasmu
Demi Allah, luka hatiku semakin besar dan berat
Tiap hari deritaku semakin menjadi-jadi
Beratnya perpisahnku denganmu tak dapat dipungkiri
Adalah benar di dalam hati ada kesabaran
Namun sunguh berat mempertahankannya saat berkenaan denganmu

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib bahkan membangun rumah untuk Fatimah di Baqi yang terkenal dengan sebutan "Baitul Ahzan" (rumah kesedihan). Saat pagi hari, Fatimah membawa Hasan dan Husein ke Baqi dan menangis di sana.[19]


Akhir Hayat Fatimah 

Diriwayatkan bahwa Abi Abdillah ash Shadiq as berkata: Fatimah meninggal pada bulan Jumadil Akhir, hari Selasa, tahun sebelas Hijrah.
Diriwayatkan dari Ummu Salma, istri Abi Rafi` yang berkata: Fatimah sakit. Di hari menjelang kematiannya, ia berkata: Datangkanlah untukku air! Lalu aku menuangkan air untuknya hingga ia mandi dengan air tersebut dengan cara yang terbaik. Kemudian ia berkata: Bawalah untukku pakaian yang baru hingga aku dapat memakainya. Lalu Fatimah berbaring dan menghadap kiblat dan ia meletakkan tangannya di bawah pipinya dan berkata: Sebentar lagi aku akan meninggal...[20]

Diriwayatkan dari Jabir al Anshari yang berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah saw berkata kepada Ali bin Abi Thalib as—tiga hari sebelum beliau meninggal: Salam kepadamu wahai ayah dua sekuntum bunga. Aku berwasiat kepadamu tentang dua sekuntum bungaku di dunia. Demi Allah wahai khalifahku, sebentar lagi dua sandaranmu akan roboh. Ketika Rasulullah saw meninggal, Ali as berkata: Inilah salah satu sandaran yang dikatakan Rasul saw padaku dan takkala Fatimah meninggal, Ali berkata: inilah sandaranku yang kedua.[21]

Fatimah as lahir lima tahun setelah tahun pengutusan Nabi saw dan ia meninggal dunia saat berusia delapan belas tahun lima puluh tujuh hari, dan sepeninggal ayahnya ia hidup selama tujuh puluh lima hari.[22]
Imam ar Ridha pernah ditanya tentang kuburan Fatimah as lalu beliau menjawab: Ia dimakamkan di rumahnya, namun ketika Bani Umayyah banyak datang ke Masjid, ia berada di Masjid.[23] Ada yang mengatakan bahwa ia disemayamkan di Baqi.[24]

Fatimah mengalami sakit keras dan ia bertahan selama empat puluh hari atas sakitnya hingga ia meninggal. Saat menjelang ajalnya, ia memanggil Ummu Aiman dan Asma` binti Umais dan sambil memandang suaminya Ali, ia berkata: Wahai putra pamanku, engkau tidak pernah mendapatiku dalam keadaan berbohong dan berkhianat, dan selama aku menjadi istrimu, aku tidak pernah menentangmu. Ali menjawab: Aku berlindung kepada Allah, engkau lebih tahu tentang Allah dan lebih baik dan lebih takwa di sisi-Nya serta lebih takut kepada-Nya. Sungguh musibahmu di sisiku sama dengan musibah Rasulullah saw. Sungguh besar kematianmu. Dan kita adalah milik Allah dan kepada-Nya kita akan kembali.


Referensi:
[1] Kasyful Ghummah, juz 2, hal. 468.
[2] Bihar al Anwar, juz 43, hal. 134.
[3] Majma` al Bayan, juz 8, hal. 358.
[4] A`lam an Nisa' al Mu'minat, hal. 552.
[5] Kasyful Ghummah, juz 2, hal. 471.
[6] Tsawabul A`mal, hal 164.
[7] Al Bihar, juz 43, hal. 64.
[8] Tsawabul A`mal, hal 163.
[9] Falahu as Sa'il, karya Ibn Thawus, hal. 152.
[10] Al Mahasin, juz 1, hal 30.
[11] Al Bihar, juz 2, hal. 3.
[12] Al Bihar, juz 43, hal. 83-84. 
[13] Al Bihar, juz 43, hal. 56-58. 
[14] Kasyful Ghummah, juz 2, hal. 454-455.
[15] Kasyful Ghummah, juz 2, hal. 498.
[16] Ibid.
[17] Al Bihar, juz 43, hal. 107.
[18] Ibid.
[19] Al Bihar, juz 43, hal. 175-176.
[20] Al Bihar, juz, 43, hal. 172, dan al Ishabah, juz 4, hal. 379.
[21] Al Bihar, juz, 43, hal. 173.
[22] Al Kafi, ju 1, hal. 458.
[23] Al Kafi, juz 1, hal. 461.
[24] Al Bihar, juz, 43, hal. 187.
________________________________________

Fatimah adalah wanita penghulu syurga

Apabila kita mengenal siapa puteri tercinta Rasulullah saww yakni Fatimah Azzahra as, maka kita tidak akan boleh melukiskan sosok peribadi yang sempurna ini. Kerana Sayyidah Fatimah Azzahra as adalah wanita teragung dan termulia yang tak pernah ada sebelum dan sesudahnya, oleh kerana itu Sayyidah Fatimah Azzahra as di juluki sebagai penghulu wanita semesta alam.

Tidak hanya itu, kitapun harus mencintai dan berwilayah kepadanya. begitu juga kepada Ahlulbaytnya yang suci dan di sucikan oleh Allah SWT, karena meraka semua adalah manusia maksum dan terpilih di sisi Allah SWT. Sayyidah Fatimah Azzahra as adalah manusia suci, sehingga apabila beliau marah dan tidak rela maka itu merupakan kemarahan dan ketidak relaan Allah SWT dan Rasul-Nya. Oleh karena itu kita wajib mengenalnya sehingga kita boleh mencintai dan mendapatkan keredhaan dari beliau. Namun, untuk kita boleh mengenalnya melalui para imam maksum as, keranaa banyak hadis seputar keutamaan-keutamaan Sayyidah Fatimah Azzahra as yang disampaikan melalui lisan suci mereka.

Sebagaimana Rasulullah saww dan para Imam maksum as menyebutkan banyak hadis tentang kedudukan dan keutamaan Sayyidah Fatimah Azzahra as sebagai berikut:
1. “malaikat yang turun kebumi meyampaikan kabar gembira kepadaku, bahwa Al-Hasan dan Al-Husain merupakan dua sosok pemuda penghulu surga, dan Fatimah Azzahra adalah penghulu wanita di surga”
2. “sebaik-baik wanita di alam ini ada empat wanita yakni, Maryam binti Imran,Khadijah binti Khawailid, Fatimah binti Muhammad dan Aisah bintiMuzahim (istri Firaun)”
3. “surga selalu merindukan empat sosok wanita, Maryam binti Imran, Khadijah binti Khawailid (istri Rasulullah Saww di dunia dan akhirat), Fatimah binti Muhammad dan Aisah bintiMuzahim (istri Firaun) yang akan menjadi istri Rasulullah Saw disurga”
4. “sesungguhnya Allah akan marah lantaran marahnya Fatimah Azzahra as dan akan rela dengan relanya Fatimah”

hadis-hadis di atas, memberitahukan kepada kita tentang kedudukan empat wanita mulia yang akan menjadi penghulu wanita surga, dan salah satu di antara wanita tersebut adalah fatimah binti Muhammad, yang tidak boleh kita pungkiri lagi tentang kemuliaan dan keutamaanya.

Dalam hadis lain, Imam Ali Ridha as juga meriwayatkan bahwa Rasu;lullah saww bersabda: “Al-Hasan dan Al-Husain merupakan sebaik-baik penduduk bumi setelahku dan setelah ayah mereka (Imam Ali bin Abhi Thalib as), dan ibu mereka menjadi wanita terbaik penduduk bumi”

ketahuilah bahwa, kedudukan fatimah azzahra as yang merupakan sebagai penghulu wanita penduduk surga tidak hanya di yakini oleh kalangan orang syiah saja tetapi di kalangan Ahlussunah pun bersepakat dan meyakini bahwa Fatimah Azzahra as putri Rasulullah adalah penghulu wanita surga.

Sebagaimana disebutkan dalam sahih Bukhari dan Sahih Muslim, yang menjadi rujukan kitab paling di akui di kalangan ahlussunah, sekaligus keduanya menjadi ulama terbesar dan tersohor di kalangan tersebut, menukil sebuah riwayat dari Rasulullah Saww yang bersabda, ”Fatimah adalah pengulu wanita surga”

Pada suatu hari ada sahabat yang bertanya pada Rasulullah saww, tentang sayyidah Fatimah Azzahra as, sahabat: “ wahai Rasulullah, apakah Fatimah adalah penghulu wanita di zamanya??” sepontan saja Rasulullah saww bersabda “itu adalah Maryam binti Imran, adapun putriku, Fatimah, merupakan penghulu kaum wanita di alam semesta, sejak awal sampai akhir”

Disisi lain Rasulullah saww sangat mencintai dan menyayangi Sayidah FatimahAzzahra as.

Kehidupan sayidah FatimahAzzahra as bersinar terang dan semakin berharga bagaikan sinar matahari yang menyinari semesta alam. Beliau sangat terhormat, ini dikerana ada hubungan erat antara Sayidah FatimahAzzahra as dan Rasulullah saww. Kita mengetahui bahwa Rasulullah adalah manusia yang terhormat dan termulia di antara manusi-mannusia lainya, bahkan di antara Rasul-Rasul sebelum beliau, maka Sayidah FatimahAzzahra as tidak jauh beda dengan ayahanda beliau, yang dimana beliau beliau menjadi wanita terhormat dan termulia pula di bandingkan dengan manusia-manusia lainya.
_________________________________________

Tolong Anda jelaskan pelbagai dimensi kepribadian Sayidah Zahra?


Pertanyaan:

Tolong Anda jelaskan pelbagai dimensi kemuliaan dan kepribadian perempuan teragung di alam semesta Hadhrat Zahra As?


Jawaban Global:

Dimens-dimensi kepribadian agung Hadhrat Zahra As sangat luas dan menjuntai yang hanya dapat dipahami dengan kontemplasi dan perenungan terhadap pelbagai sisi kepribadian yang luas itu. Telaah dan riset dengan fokus terhadap sisi maknawi dan Ilahi, ilmu dan pengetahuan, perlawanan politik-sosial Hadhrat Zahra akan sangat membantu kita untuk memahami pelbagai dimensi kepribadian perempuan agung tersebut.

Sebagian dari tipologi nyata moral dan kemanusiaan penghulu perempuan sedunia ini – sesuai dengan kesaksian kitab-kitab Syiah dan Sunni – sebagaimana berikut ini:
1. Keluasan hati dan qanaah terhadap kekayaan yang sedikit dan pelbagai fasilitas yang tak berharga (duniawi), sementara memiliki peluang untuk memanfaatkan pelbagai fasilitas tersebut.
2. Infak dan itsar yang tak terkira terkait dengan segala yang dicintai dan dibutuhkan.
3. Banyak ibadah dengan penuh ketulusan dan bermunajat di haribaan Tuhan.
4. Kristalisasi hayâ (sifat malu) dan iffah (menjaga kemuliaan).
5. Teladan sempurna pakaian dan hijab Islami.
6. Ilmu dan pengetahuan yang luas penguhulu perempuan sedunia yang sebagian dari pengetahuan itu tertuang dalam kitab “Mushaf Fathimah.”
7. Perlawanan politik, sosialnya pascawafatnya Rasulullah Saw – dalam menjaga makam wilayah Baginda Ali As.


Jawaban Detil:

Kepribadian wujud dan makam spiritual Fatimah Zahra As terkristalisasi pada kitab-kitab yang ditulis dan orasi-orasi yang disampaikan. Akan tetapi apabila ribuan kitab yang ditulis dan orasi yang disampaikan toh masih berada di luar domain pemikiran dan benak manusia dan dinyatakan dalam ucapan dan tulisan, maka semua itu laksana setetes air di hadapan samudera tak-terbatas seluruh keutamaan Sayidah Zahra (Salamullah ‘alaiha).[1]

Pada kesempatan kami ini dengan pengakuan terhadap kelemahan kami dalam perkara ini, hanya mencukupkan diri dengan menyebut setetes air dari samudera tak terbatas itu. Sebagaimana ungkapan syair:
Âb daryâ ra agar natawânad kisyid
Ham be qadr-e tesynegi bâyad cisyid
Apabila air sesamudera tidak mampu ditelan
Maka sekadar untuk melepas dahaga (air itu) harus ditelan

Sebaik-baik pemikiran manusia, akan merasa heran dan setajam-tajam akal manusia akan tumpul di bawah langit makrifat Hadhrat Zahra Sa. Untuk sampai pada dermaga makrifatnya, maka kita harus menggunakan bahtera hadis-hadis para imam maksum tentang keutamaan Hadhrat Zahra Sa.

Sesuai sejumlah riwayat dan muktabar yang dinukil dari para Imam Maksum As, hakikat malam Qadar (lailatul qadar) ditafsirkan sebagai wujud suci Hadrat Fatimah Zahra Sa. Karena lailatul qadar merupakan wadah diturunkannya Al-Quran shamit (diam) dan Fatimah Sa adalah wadah diturunkannya 11 Qur’an natiq (berbicara) dan manusia-manusia sempurna yaitu para Imam Maksum As.[2]

Makam Hadrat Shiddiqah Kubra Sa (salah satu gelar Sayidah Fatimah) sedemikian tinggi sehingga kerelaan dan amarahnya menjadi kriteria kerelaan dan amarah Rasulullah Saw. Dan kerelaan dan amarah Rasulullah Saw menjadi kerelaan dan murka Allah Swt. Sebagaimana Nabi Saw bersabda dalam sebuah hadis, “Fatimah adalah belahan jiwaku. Barangsiapa yang membahagiakannya maka ia telah membahagiakanku. Dan barangsiapa yang membahagiakanku, maka ia telah membahagiakan Allah Swt. Barangsiapa yang menyakitinya ia telah menyakitiku dan barangsiapa yang menyakitiku maka ia telah menyakiti Allah Swt.” Dan juga riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Fatimah adalah orang yang paling terkasih di sisiku.” [3]

Demikian juga Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadis, “Maryam adalah penghulu perempuan di masanya. Akan tetapi putriku Fatimah adalah penghulu perempuan sedunia semenjak awal hingga akhir.”[4]

Dalam sebuah hadis yang lain, Rasulullah Saw bersabda, “Seorang malaikat telah turun kepadaku dan memberikan berita gembira bahwa Fatimah Sa merupakan penghulu perempuan di surga dan penghulu seluruh perempuan.”[5]

Dengan demikian, keutamaan dan kepemimpinan Fatimah Sa atas Maryam dan perempuan saleh seperti Asiyah telah ditetapkan. Iya, makam dan kedudukan Zahra Mardhiya Sa (salah satu gelar Sayidah Fatimah), tidak hanya lebih tinggi dari makam Asiyah dan Maryam dimana puncak kebanggaan mereka berdua adalah mendapatkan taufik untuk menjadi pelayan proses persalinan Hadhrat Khadijah Kubrah Sa tatkala ingin melahirkan Fatimah Zahra Sa.[6]

Dari dimensi-dimensi kemuliaan Hadhrat Zahra yang dapat dijadikan disebutkan di sini adalah qanâ’ah dan keluasan jiwa terhadap kekayaan duniawi dan fasilitas sedikit selagi beliau memiliki kekuasaan untuk memanfaatkan seluas-luasnya fasilitas dan kekayaan; lantaran beliau adalah putri Nabi Muhammad Saw dan di samping itu, beliau memiliki ladang persawahan yang sangat berharga seperti “Fadak” yang dihadiahkan kepadanya yang memiliki penghasilan yang baik.[7]

Demikian juga, suaminya, Baginda Ali As dari tempat kerja dan usahanya banyak menghasilkan uang dan beliau dapat memiliki kehidupan sejahtera untuknya dan istrinya berikut anak-anaknya. Akan tetapi seluruh gajinya dihabiskan untuk menghidupi orang-orang yang membutuhkan dan mencukupkan dirinya dengan kehidupan yang sederhana dan penuh penderitaan.

Dimensi lainnya, kepribadian Hadhrat Zahra Sa, dimensi infak dan itsâr (lebih mengutamakan orang lain). Kisah ketika beliau menyerahkan pakaian pengantinnya, itu pun pada malam pengantin adalah sebuah kisah yang sangat masyhur. Dan kisah itsâr ketika beliau memberikan makanan orang miskin dan anak yatim selama tiga hari berturut-turut selagi beliau membutuhkannya, sebagaimana hal ini dikisahkan dengan indah dalam Al-Quran surah al-Insân (76).

Satu lagi dimensi kemuliaan Hadhrat Zahra Sa adalah ibadah-ibadah yang dilakukan. Ibadah-ibadah Hadhrat Zahra Sa dari sisi kuantitas sedemikian luas sehingga ibadah-ibadah tersebut hadir dan nampak pada detik-detik kehidupannya. Perbuatan, ucapan, pandangan, usaha, desah nafasnya pada setiap detik, siang dan malam adalah ibadah.[8] Beliau setiap malam usai menidurkan anak-anak dan lepas dari kesibukan urusan rumah tangga yang lainnya, beliau berdiri di atas sajadah untuk menunaikan shalat, sedemikian sehingga kakinya bengkak.[9]

Ibadah-ibadah yang dilakukan Hadhrat Fatimah Sa sedemikian tak terkira sehingga kecerlangan cahayanya membuat para malaikat muqarrab Ilahi terheran-heran dan turut menikmati ibadah-ibadah tersebut. Sehingga tujuh puluh ribu malaikat dari malaikat-malaikat muqarrab Ilahi seluruhnya menyampaikan salam dan penghormatan kepadanya.[10]

Salah satu kebanggaan Syiah adalah Shahifah Fatimiyah. Mazhab Syiah meyakini bahwa kitab mulia ini merupakan ilham yang disampaikan Allah Swt kepada Zahra Mardhiyah Sa.[11]


Hayâ, iffah dan hijab Hadhrat Zahra Sa

Jelmaan-jelmaan sangat indah dan menawan dari perbuatan dan ucapan Hadhrat Zahra terkait masalah hijab dan ifâf yang harus menjadi teladan para putri dan kaum perempuan dalam kehidupannya di setiap masa, khususnya di masa kita.

Suatu hari Nabi Saw bertanya kepada kaum Muslimin yang hadir di masjid: “Metode dan cara apakah yang terbaik yang harus diterapkan oleh kaum perempuan dalam kehidupannya? Hadhrat Zahra Sa – melalui perantara Salman Parsi – yang memandang dirinya tidak mampu menjawab pertanyaan ini dan karena itu ia pergi ke rumah Hadhrat Zahra Sa. Hadhrat Zahra Sa bersabda, “Lebih baik bagi perempuan jika tidak melihat laki-laki non-mahram dan laki-laki non-mahram tidak melihatnya.”[12]

Akhir kata, salah satu dimensi yang harus diteladani dari Hadhrat Zahra Sa adalah pembelaannya terhadap masalah wilayah dan imamah. Karena, pada masa singkat kehidupannya setelah wafatnya Rasulullah Saw, Fatimah Zahra Sa mempertontonkan dengan baik bagaimana menjaga wilayah dan imamah.[13] Sayidah Zahra mengetahui dengan baik bahwa orang-orang pada masanya tidak memiliki kelayakan untuk mengambil pelajaran dari ucapan-ucapannya yang sarat dengan pelajaran dan keberanian untuk bangkit (berontak) bersamanya, namun beliau ingin bagi orang-orang di masa mendatang, menunjukkan kesesatan, menampilkan hakikat dan menuntaskan hujjah bagi semua orang. Sebagiamana sabdanya, “Namun saya tahu bahwa kalian adalah orang-orang rendah dan hina. Tidak menolong memenuhi seluruh wujud kalian dan awan ketidaksetiaan telah menyelimuti hati-hati kalian. Apa yang harus aku lakukan hatiku berdarah dan lidahku kelu untuk mengeluh.”[14]

Fatimah Zahra Sa, dalam revolusi kebudayaannya, sedetik pun tidak pernah surut dalam membongkar dan pencerahannya memberi tahu seluruh kaum Muslimin sepanjang perjalanan sejarah bahwa diam di hadapan para penyerang kebudayaan tidak dapat diterima. Hadhrat Zahra Sa tidak tinggal diam di hadapan pelbagai bid’ah dan penyimpangan dalam Islam. Ia bangkit, membongkar dan membuat pencerahan; karena dengan ilham Ilahi dan dari percakapannya dengan Jibril beliau mengetahui bahwa suatu hari di masa depan pencerahan ini pada akhirnya akan menerangi hati-hati yang layak mendapat cahayanya dan memainkan peran yang sangat vital dalam menjaga pos imamah dan mewujudkan tujuan penciptaan.[15]

Untuk telaah lebih jauh silahkan lihat beberapa literatur di bawah ini:
1. Jâmi az Zalâl-e Kautsar, Muhammad Taqi Misbah Yazdi.
2. Fâtimah Zahra az Wilâdat ta Syahâdat, Sayid Muhammad Kazhim Qazwini.
3. Hamâse Kautsar be Syarh Mubârazat Yegâne Dukht Payâmbar-e Girâmi Islâm, Hadhrat Fâtimah Zahra Sa, Majid Zujaji Kasyani.

Referensi:
[1] Muhammad Taqi Misbah Yazdi, Jâmi az Zalâl-e Kautsar, hal. 21.
[2] Ibid, hal. 17.
[3] Syaikh Thusi, Âmali, jil. 1, hal. 24.
[4] Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 43, hal. 24, riwayat 20.
[5] Âmali, jil. 1, hal. 457; Dalâil al-Imâmah, hal. 8; Ghâyat al-Marâm, hal. 177; Bihâr al-Anwâr, jil. 43, hal. 2.
[6] Ibid.
[7] Al-Kâfi, jil. 1, hal. 538, Bab al-Fai wa al-Anfal wa Tafsir al-Khums wa hududihi wa ma yajibu fihi.”
[8] Ihqâq al-Haq, jil. 4, hal. 481.
[9] Bihâr al-Anwâr, jil. 42, hal. 117.
[10] Ibid, jil. 43, hal. 12, riwayat 6.
[11] Wasiat Nâme Siyâsi Ilahi Imâm Khomeini, Shahifeh-ye Nur, jil. 21, hal. 171. Kita merasa bangga bahwa doa-doa yang memberikan kehidupan yang menyebutnya sebagai “Qur’an Sha’id” dinukil dari para Imam Maksum kita. Kita merasa bangga bahwa “Munajat Sya’baniyah”, “Doa Arafat” Husain bin Ali As dan Shahifah Sajjadiyah yang merupakan Taurat Âli Muhammad (Keluarga Muhammad) dan Shahifah Fathimiyyah yang merupakan kitab yang diilhamkan Allah Swt kepada Zahra Mardhiyah adalah milik kita.
[12] Wasâil al-Syiah, jil. 14, hal. 43 dan 172; Bihâr al-Anwâr, jil. 43, hal. 54.
[13] Jâmi az Zalâl-e Kautsar, hal. 145.
[14] Kasyful al-Ghummah, jil. 1, hal. 491; al-Ihtijâj, hal. 102; Dalâil al-Imâmah, hal. 37.
[15] Jâmi az Zalâl-e Kautsar, hal. 149.
_____________________________________________

FATHIMAH AZ-ZAHRA AS, CAHAYA MATA NABI SAWW


Pada hari jumat, tanggal 20 Jumadits tsani, lima tahun setelah bi’tsah Rasulullah Saww, dikawasan Hijaz dan ditengah pegunungan tandus kota Makkah, dalam rumah wahyu yang pekarangannya diterngi kemilau cahaya ilahi yang memancar dari sosok Rasulullah Saww dengan bacaan Al-Quran dan didalam rumah teduh kenabian Rasul Saww dan Sayyidah Khadijah, terlahirlah putri kecintaan keduanya kealam kedunia ini.

Ya, dialah Fathimah Az-Zahra sang pengharum risalah, pilihan kemaksuman umat manusia dikalangan wanita, beliau adalah istri kalimatullah dimuka bumi, penghulu kaum wanita semesta alam, namanya berasal dari sisi Allah SWT, beliau menjelmakan diri dalam wujud fisik yang begitu indah dan melampaui keelokan seluruh bidadari surgawi dan kelahirannya kedunia ini menjadikan aura kasih sayang yang menyelimuti rumah suci Rasulullah Saww.

Fathimah mungil ini bagaikan angin sepoi-sepoi yang menunjukan dan menebar kelembutan siang dan malam, demi menyapu kelelahan di wajah kedua orangtuanya, sekaligus pelipur lara mereka yang harus mengarungi detik-detik kehidupan yang berat dan menyakiti demi mengusung risalah. Sungguh, betapa mulianya beliau karena telah menghembuskan ketenangan dan ketentraman dalam lubuk hati penghulu para makhluk yaitu Rasulullah Saww. Beliau pun bersabda tentang putrinya yang mulia itu: “Fathimah adalah bagian dariku dan dia adalah jiwaku dan ruhku yang berada diantara kedua sisiku.” Ini tidaklah mengherankan. Sebab, beliau termasuk sosok agung yang disebutkan dalam firman Allah dalam kitabnya yang mulia: ” Sesungguhnya aku hendak menghilangkan dosa dari kalian wahai Ahlul Bait dan mensucikan kalian sesuci-sucinya.”

Jelas, dalam diri sayyidah Fathimah, mewujud keberadaan Rasulullah saww yang agung. Karenanya kehidupan beliau senantiasa diliputi cahaya dan kasih sayang yang menjadikannya layak untuk menerima kemuliaan dari Allah SWT, dan Allah memilih beliau diantara seluruh wanita sepanjang sejarah, sebagai Jelmaan nilai dan kehormatan bagi kaum wanita. Keberadaan sayyidah Fathimah sendiri juga merupakan bukti paling nyata bagi keniscayaan kaum wanita untuk menggapai puncak maknawinya yang tertingi, yang tak mampu diraih kecuali oleh insan pilihan Allah SWT.

Sudah umum diketahui bahwa sosok hakiki ayahanda Fathimah, Rasulullah Saww. Tak dapat dikenali. Beliau adalah Figur ayah yang disebut Tuhan sekalian alam dengan pemilik akhlak yang agung.” sementara Al-Quran menyebut :” dan Muhammad tidak berbicara atas hawa nafsunya, namun ia berbicara tak lain dari wahyu yang di wahyukan.” Dengan demikian, sayidah Fathimah hidup ditengah lingkungan yang bercahaya, dibawah naungan wahyu, dan dipangkuan ayah teladan yang ditugaskan Allah Swt membina dan membimbing umat manusia di jalannya. Beliau hidup bersama ayahandanya selama dua tahun di tengah embargo ekonomi yang di lancarkan kaum kafir Quraisy, dan sekitar tiga tahun lamanya terkurung dilembah Abu Thalib bersama kedua orang tuanya dan segelintir muslimin, saat itu beliau juga mengalami kondisi yang sama, kelaparan dan terjepit perekonomian.

Pada tahun kesepuluh kenabian, tak lama lolos dari ujian, sayyidah Fathimah harus mengalami kedukaan yang sangat dalam. Kali ini, ibunda beliau yang mulia dipanggil pulang kepangkuan ilahi setelah sebelumnya menghadap serangkaian tekanan hidup yang begitu panjang. Maka sejak saat itu beliau hidup tanpa didampingi seorang ibu. Walaupun sangat mengejutkan dan menyakitkan, namun kejadian itu justru menyebabkan beliau semakin dekat dan mendapat perhatian yang lebih dari Rasulullah Saww.

Kecintaan dan hubungan yang sangat erat antara Rasulullah Saww dengan Sayyidah Fathimah, menjadikan hidup Sayyidah Fathimah bersinar terang dan semakin berharga dan terhormat. Kecintaan dan hubungan ini sangatlah erat, sampai-sampai melampaui batas pada umumnya. Karenanya boleh bilang hal ini termasuk kehidupan Rasulullah Saww yang sangat luar biasa. Bila ditinjau lebih mendalam lagi, maka akan diketahui bahwa sesungguhnya Rasulullah Saww yang mulia merupakan manusia terbaik dan paling dekat dengan Allah Swt. Karenanya beliau menjadi tolok ukur kebenaran dan keadilan dalam segala aspeknya.

Dan sebagaimana sunnah beliau Saww yang berupa ucapan, perbuatan dan ketetapan -ketetapan sumber syariat islam, serta sudah menjadi kelaziman bahwa Ahlul Bait dan Al-Quran adalah rujukan bagi semua umat hingga hari kiamat, sementara beliau tidak pernah berbicara berdasarkan hawa nafsunya, maka kita akan sampai pada pemahaman bahwa segenap apa yang dimiliki Sayyidah Fathimah. Termasuk kedudukan maknawi, maka tak dapat dipungkiri lagi bahwa beliau termasuk diantara kalangan maksumin dan termasuk lisan ilahi sebagaimana ayahandanya.

Selain Sayyidah Fathimah, Rasulullah Saww juga memiliki anak-anak perempuan yang lain. Dalam hal itu Rasulullah Saww selalu memperhatikan sikap kasih sayang dan penghargaan yang luar biasa kepada mereka. Termasuk terhadap sanak saudara dan bahkan orang lain. Kendaki demikian, kecintaan beliau terhadap Sayyidah Fathimah sangat jauh berbeda dan teramat istimewa. Sikap ini sangat tampak dalam perlakuan beliau sehari-hari terhadap Sayyidah Fathimah. Bahkan Rasulullah Saww acapkali menunjukkan kecintaan dan kedekatan hubungannya itu dalam berbagai kesempatan, sehingga sering disaksikan banyak orang. Ini merupakan bukti kedekatan yang erat antara kehidupan Sayyidah Fathimah dengan Rasulullah Saww sepanjang perjalanan agama islam. Karenanya, hubungan antara Sayyidah Fathimah dengan Rasulullah Saww bukan hanya hubungan antara ayah dengan putri mulianya. Melainkan juga terkait dengan masalah-masalah sosial dalam masyarakat maupun masa depan umatnya. Selain pula berhubungan dengan perkara-kara Tuhan yang menjadi basis bagi prinsip kepemimpinan kaum muslimin.

Kalau kita berbicara tentang kepribadian Fathimah az-zahra as, penghulu kaum wanita, mustahil dibayangkan sehingga kita tidak akan pernah mampu melukiskannya. Beliau termasuk salah satu Figur maksumin. Selain itu, kecintaan dan berwilayah kepadanya. Juga kepada Ahlul baitnya, menjadi salah satu kewajiban agama. Beliau adalah sosok wanita yang kemarahan dan ketidak relawannya merupakan kemarahan dan ketidak relaan Allah swt. Lantas, bagaimana kita melukiskan dimensi-dimensi maknawi kepribadiannya yang luar biasa melalui kata-kata kita sebagai penduduk bumi maha kecil dan serba terbatas ini?

Oleh karena itu, kita wajib mengenal sayyidah Fathimah melalui ucapan para imam maksum as.

Diriwayatkan dari Al-mufadhal yang berkata kepada imam Ja’far Ash-Shadiq as:” sampaikanlah kepadaku sabda Rasulullah saww yang berkenaan dengan Fathimah, bahwa beliau merupakan pengulu kaum wanita disemesta alam. Apakah beliau menjadi penghulu kaum wanita di zamannya?

Lalu imam berkata” itu adalah Maryam yang menjadi penghulu kaum wanita di zamannya. Adapun Fatimah merupakan penghulu kaum wanita di alam semesta, sejak awal hinga kelak .”

Imam Ridho as juga meriwayatkan bahwa Rasulullah saww bersabdah:” Al-Hasan dan Al-Husain merupakan sebaik-baik penduduk bumi setelahku dan setelah ayah mereka dan ibu mereka menjadi wanita terbaik penduduk bumi. Bahkan shahih bukhari dan shahih muslim menukil sebuah riwayat dari Rasulullah saww yang bersabdah:” Fathimah adalah penghulu wanita penduduk syurga.” dan masih banyak lagi riwayat-riwayat yang berkaitan dengan kepribadian sayyidah Fathimah Az-zahra as yang agung ini.

Samudra kecintaan dan kasih sayang Rasulullah saww terhadap sayyidah Fathimah as begitu luar biasa. Salah satu contoh, mana kala Rasulullah saww hendak bepergian, niscaya orang terakhir yang beliau temui adalah Fathimah, dan saat beliau kembali dari perjalanannya, maka orang pertama yang di temui beliau adalah sayyidah Fathimah.

Diriwayatkan dari imam muhammad Al-Baqir as, bahwa Rasulullah Saww tidak akan tidur hingga mencium wajah Fathimah, lalu beliau menyadarkan wajah kedada Sayyidah Fathimah dan mendoakannya.

Dan Rasulullah Saww bersabda: ”Fathimah adalah bagian dariku barangsiapa yang membuatnya gembira, berarti telah membuatku gembira, dan barangsiapa yang menyakitinya berarti telah menyakitiku. Sesungguhnya bagiku, Fathimah adalah manusia paling mulia. “

Namun kita lihat, manakala Rasulullah saww wafat. Sayyidah Fathimah acapkali menghadapi berbagai musibah dan ujian berat yang menyedihkan, sehingga kehidupan ini tanpak gelap dan terasa getir. Disatu sisi, ayahanda tercinta telah meninggalkannya. Sungguh beliau tak mampu menanggung beratnya beban perpisahan tersebut. Sementara disisi lain, tubuh dan jiwa beliau harus merasakan sakit yang luar biasa akibat perlakuan keji para pembangkang yang telah merebut hak imam ‘Ali as. Dan hal ini merupakan hasil dari semua musibah, ujian dan rintangan yang beliau hadapi, sejarah pun mengukir kenyataan bahwa sayyidah Fathimah sepeninggal ayahnya terus menangis. Adakalanya beliau menziarai kubur ayahandanya seraya menangis keras. Hari demi hari bahkan menit demi menit beliau lewati dengan menangis dan merintih.

Kesedihan dan ujian yang di alami beliau telah menggerogoti kesehatan beliau. Akibatnya beliau pun jatuh sakit dan terbujur lemah di peraduannya. Akhirnya penghulu kaum wanita sepanjang masa ini wafat dengan menanggung semua musibah besar, tepat pada 13 jumadil awwal atau 3 jumadil tsani pada tahun ke-9 hijriyah. Persisnya, 75 atau 95 hari sejak wafatnya Rasulullah Saww.

Semoga setiap kalbu pengikut dan pecintanya selalu bersedih atas kesyahidan beliau. Dan mensyafaati kita semua. Amin Ya Rabb…..

“Salam atasmu wahai Fathimah Az-Zahra, penghulu wanita seluruh alam…

Kami berduka, kami terluka…

Isyfa’i lana ‘indallah…”


Referensi:
1. Wanita suci putri nabi saww, karya M.Taufik Ali Yahya.
2. Imam Ali dan Fathimah Az-Zahra, karya Lajnah At-Harir li Thoriq Al-Haq
_______________________________________

Empat Puluh Hadits Tentang Keutamaan Ummu Abiha Sayidah Fatimah Az Zahra AS


Berikut ini kami tuliskan empat puluh hadits tentang Ummu Abiha. Hadis-hadis ini datang dari lisan Ummul Mu’minin berdasarkan sumber-sumber kitab dua mazhab besar dalam Islam. Saya terjemahkan dari www.imamreza.net/arb/imamreza.php?id=2907. Semoga memperkuat barisan persatuan Kaum Muslimin.
1. Berkata ‘Aisyah: “Sesungguhnya Nabi Saw jika kembali dari bepergian, beliau akan mencium leher Fathimah dan berkata, ‘darinya aku mencium wewangian surgawi.” (Yanabi’ al-Mawaddah, 2:60, hadits 46, dan halaman 322, hadits 934; Syaikh Sulaiman al-Qanduzi al-Hanafi).
2. Berkata ‘Aisyah: “Nabi Saw banyak sekali mencium Fathimah.” (Al-Jami’ al-Shaghir 2:294, Imam al-Suyuthi al-Syafi’i dan; Al-Fath al-Kabir, 2:368, Al-Nabhani).
3. Diriwayatkan dari ‘Aisyah bahwa jika Fathimah mendatangi (majelis) Rasulullah Saw, beliau akan berdiri dari tempat duduknya, mencium kepala Fathimah dan (mempersilakan) mendudukan Fathimah di tempat duduk Nabi. Begitu pula bila Nabi Saw datang menemui Fathimah. Fathimah akan berdiri, mencium Nabi dan mempersilakan Nabi di tempat duduknya. (Manaqib Ali abi Thalib, Ibn Syahr Asub 3:113)
4. Berkata ‘Aisyah: “Rasulullah Saw berkata kepadaku, ‘Ya ‘Aisyah, sesungguhnya ketika aku diperjalankan ke langit pada malam isra, malaikat Jibrail as memasukkan aku ke surga. Ia memberikan bagiku satu buah. Aku pun memakannya. Jadilah ia benih dalam sulbiku. Dan ketika aku turun (ke bumi) aku menemui Khadijah sa. Sesungguhnya Fathimah dari buah surgawi itu. Ialah bidadari dalam rupa manusia. Setiap kali aku merindukan surga, aku mencium Fathimah. (Tarikh Baghdad, 5:87, Al-Khatib al-Baghdadi).
5. Diriwayatkan pula dari ‘Aisyah, ketika Nabi Saw menjawab pertanyaannya mengapa ia sering mencium Fathimah, “…sesungguhnya bila aku merindukan wewangian surgawi aku mencium wewangian itu dari Fathimah. Ya Humaira! Sesungguhnya Fathimah tidak seperti perempuan lainnya.” (Maqtal al-Husain as, 1:63-64, Al-Khawarizmi al-Hanafi).
6. Dari Ibnu ‘Abbas ia berkata, “’Aisyah menemui Nabi Saw dan ia melihat beliau mencium kening Fathimah. ‘Aisyah bertanya, “Engkau mencintainya ya Rasulallah?” Kemudian Nabi Saw menjawabnya. Di akhir kalimatnya Nabi bersabda, “…Jibrail membawa aku ke surga, dan aku berada di depan sebuah pohon dari cahaya. Aku bertanya kepadanya, “Kekasihku Jibrail, bagi siapakah pohon ini?” Ia menjawab, “Bagi saudaramu, Ali.” Kemudian aku berjalan hingga sebuah pohon kurma, yang sangat lembut, lebih harum dari wewangian misk, lebih manis dari madu. Aku ambil satu dan memakannya. Maka jadilah buah itu dalam sulbiku. Dan ketika aku turun, aku menemui Khadijah. Ia pun mengandungkan Fathimah. Maka, Fathimah adalah bidadari dalam rupa manusia (al-hawra al-insiyyah). Kalau aku merindukan surga, aku mencium harumnya Fathimah. (‘Ilal al-Syara’i, 2:184, bab 147, Syaikh Al-Shaduq).
7. Dari Masruq, dari ‘Aisyah, ia berkata: “Fathimah berjalan kaki. Seakan-akan langkah kakinya seperti langkah kaki Rasulullah Saw.” Shahih al-Muslim, 4:1905, hadits nomor 99).
8. Berkata ‘Aisyah, “Kalau Fathimah berjalan, ia menyerupai Rasulullah Saw.” (Akhbar al-Duwal wa Atsaar al-Uwal, 87, Al-Qirmani).
9. Dari Masruq, dari ‘Aisyah, ia berkata: “Fathimah berjalan kaki. Demi Allah yang tiada tuhan selain Dia. Tidaklah Fathimah berjalan kecuali seperti Rasulullah Saw. Kalau beliau melihatnya, Nabi Saw akan berkata: ‘Marhaban ya bintii, selamat datang wahai putriku.” Beliau sebut itu dua kali. Kemudian Nabi Saw berkata, “Tidakkah engkau ridha, datang pada hari Kiamat sebagai Sayyidah (penghulu perempuan) kaum Mu’minin, dan perempuan umat ini?” (Amaali al-Thusi, 9:496 bab 12; Bihar al-Anwar, 23:43, hadits nomor 19, Allamah al-Syaikh al-Majlisi).
10. Seperti riwayat di atas, kecuali pada bagian akhirnya Nabi Saw bersabda pada Fathimah, “Sesungguhnya engkaulah Ahlul Baitku yang pertama menyusulku. Sebaik-baiknya kebahagiaan bagiku adalah kedatanganmu.” Fathimah menangis setelah itu kemudian Nabi bersabda tentang Fathimah sebagai penghulu perempuan umat ini dan kaum Mukminin. (Musnad Imam Ahmad bin Hanbal 6:286).
11. Dari ‘Aisyah binti Thalhah dari ‘Aisyah, ia berkata, “Tidaklah aku melihat seseorang yang sangat menyerupai Nabi Saw dalam pembicaraan dalam perkataan selain Fathimah. Dan kalau ia datang menemui Nabi Saw, Nabi Saw akan menyambutnya. Beliau berdiri, mengambil tangan Fathimah dan menciumnya kemudian mendudukannya di tempat duduk Nabi Saw.” (Al-Mustadrak ‘ala al-Shahihain, 3:154, al-Hakim al-Nisyaburi al-Syafi’i).
12. Dari Minhal bin ‘Amr, dari ‘Aisyah dalam sebuah hadis yang panjang awalnya, ia berkata, “Tidaklah aku melihat orang yang paling mirip Nabi Saw dari sosok lahiriahnya, dari santun dan pekertinya, dari berdiri dan duduknya selain Fathimah putri Rasulullah Saw.” (al-Jami’ al-Shahih, 5:700, hadits 3872, Al-Turmudzi).
13. Dari ‘Aisyah, “Aku tidak melihat orang yang paling menyerupai Nabi Saw dalam ucap dan tutur kata seperti Fathimah…” (Basyarat al-Mushtafa li Syi’at al-Murtadha li Abi Ja’far Muhammad ibn Ali al-Thabari al-Imami:311)
14. Dari Shafiyyah binti Syaibah, ia berkata, “Berkata ‘Aisyah: satu hari Nabi Saw membawa selimut jubah yang tebal dan besar (mirthun murajjal) lalu datang al-Hasan, dan Nabi memasukkan al-Hasan ke dalam selimut itu bersamanya. Lalu datang al-Husain, dan Nabi menggabungkannya bersamanya. Lalu datang Fathimah, dan Nabi menggabungkannya bersamanya. Lalu datang Ali, dan Nabi menggabungkannya bersamanya. Kemudian Nabi Saw membaca ayat, “Sesungguhnya Allah berkehendak untuk menghilangkan segala nista dari kalian wahai Ahlul Bait dan mensucikan kalian sesuci-sucinya.” (Shahih Muslim, kitab Fadhail Shahabah. Diriwayatkan pula oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak 3:147, menurut Al-Hakim sesuai sanad dua Syaikh Bukhari dan Muslim; Al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubra 2:149; Ibn Jarir al-Thabari dalam Jami’ al-Bayan 22:5; dan Jalaluddin al-Suyuthi dalam al-Durr al-Mantsur; dan al-Zamakhsyari dalam al-Kasyaaf).
15. Dari ‘Aisyah, Nabi Saw bersabda, “Wahai Fathimah, berbahagialah. Sesungguhnya Allah telah memilihmu di antara perempuan semesta, di antara perempuan Islam, dan Islamlah sebaik-baik agama.” (Manaqib Ali Abi Thalib 3:104-105; Bihar al-Anwar 43:36, hadits nomor 39).
16. Dari ‘Aisyah, ia berkata pada Fathimah, “Maukah kau kuberi kabar gembira? Sungguh aku mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Sayyidah, penghulu perempuan di surga ada empat: Maryam binti Imran, Fathimah binti Rasulillah, Khadijah binti Khuwailid, dan Asiyah.” (Ibn Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, 2:61; Jalaluddin al-Suyuthi, al-Durr al-Mantsur, 2:23; al-Ardabily, Kasyf al-Ghummah, 1:45).
16. Bertanya Mu’adz bin Jabal pada ‘Aisyah, “Bagaimana kaulihat Nabi Saw pada saat sakit hingga wafat beliau?” Ia menjawab, “Ya Mu’adz, aku tidak melihatnya pada wafatnya. Tapi di dekatmu ada Fathimah putrinya. Tanyalah dia.” (Ibn Hajar al-‘Asqalani, al-Ishabah 4:360).
17. Dari ‘Aisyah, “Rasulullah Saw meminta Fathimah agar mendekat. Nabi berbisik kepadanya, dan Fathimah menangis. Kemudian Nabi menyampaikan lagi, dan Fathimah tersenyum. Aku bertanya pada Fathimah, ‘apa yang disampaikan Rasulullah Saw hingga kau menangis? Lalu apa yang disampaikannya hingga kau tertawa?’ Fathimah menjawab, “Nabi Saw mengabarkan kepadaku saat wafatnya, maka aku menangis. Kemudian Nabi sampaikan padaku akulah yang pertama menyusulnya. Maka aku tersenyum.” (Shahih Muslim 4:1904 hadits nomor 97).
18. Seperti hadits sebelumnya, dengan penjelasan yang lebih rinci. Tentang pembicaraan ‘Aisyah dengan Fathimah putri al-Husain. (Al-Baihaqi, Dalail al-Nubuwwah 7:165-166).
19. Diriwayatkan oleh al-Bazzar (dalam musnadnya) melalui ‘Aisyah bahwa Nabi Saw berdabda tentang Fathimah, “Ia sebaik-baiknya putriku. Ia diuji karenaku.” (Al-Suhaili, al-Raudh al-Anif 1:280).
20. Dari ‘Aisyah, Nabi Saw berkata pada Fathimah, “Sesungguhnya Jibrail mengabarkan kepadaku bahwa tidak ada perempuan kaum Muslimin yang penderitaannya lebih besar darimu.” (Ibn-Hajar al-Asqalani, Fath al-Baari 8:111).
21. Dari ‘Aisyah, “Aku tidak melihat seorang pun yang lebih utama dari Fathimah kecuali ayahnya.” (Al-Ishabah 4:378, Majma’ al-Zawaaid dari Al-Haitsami al-Syafi’I 9:201, al-Sirah al-Nabawiyyah dari Ibn Hisyam 2:107).
22. Dari ‘Amr bin Dinar, berkata ‘Aisyah, “Aku tidak melihat orang yang lebih shidq (tulus, benar, jujur) dari Fathimah selain ayahnya. “ (Abu Nu’aim al-Isfahani, Hilyat al-Awliya 2:41).
23. Dari Yahya bin ‘Ubadah dari ayahnya dari ‘Aisyah, “Aku tidak melihat orang yang paling tulus tutur katanya dari Fathimah melainkan ayahnya. Tentu saja, karena darinya ia lahir ke dunia.” (Yusuf Abdullah bin Abdullah, yang lebih dikenal dengan Abdul Barr, al-Isti’ab 4:377).
23. Masih dengan nash yang sama, dalam Manaqib Ali Abi Thalib 3:119.
24. Dari Jami’ bin ‘Umair bahwa ‘Aisyah gelisah ketika bibinya bertanya kepadanya (pada hari perang Jamal), “(katakan padaku) dalam Allah…engkau berangkat menghadapi Ali. Apa perkaranya?” ‘Aisyah menjawab, “…sesungguhnya tiada lelaki yang sangat dicintai Rasulullah Saw seperti Ali dan tiada perempuan yang dicintainya melebihi Fathimah.” (Amaali al-Thusi 383, bab 9, hadits 31).
25. Dalam riwayat lain dengan nash yang sama, “Aku tidak melihat laki-laki yang lebih dicintai oleh Rasulullah selain Ali. Dan tidak perempuan kecuali perempuannya (isteri Ali).” (Ibn ‘Asakir al-Syafi’i, Tarikh Dimasyq 2:164).
26. ‘Aisyah ditanya, “Siapakah yang paling dicintai Rasulullah Saw?” Ia menjawab “Fathimah.” Orang bertanya lagi kepadanya, “Dari kaum lelaki?” Ia menjawab, “Suaminya. Sungguh, aku tahu puasanya dan shalatnya.” (Al-Isti’ab 2:751, Al-Shawaiq al-Muhriqah 72).
27. ‘Aisyah berkata, “Aku sedang bersama Nabi Saw lalu aku sebut nama Ali. Nabi Saw bersanda, “Ya ‘Aisyah, tak seorang pun di dunia lebih Allah (dan aku) cintai daripada Ali dan istrinya Fathimah putriku dan kedua putranya Al-Hasan dan Al-Husain. Tahukah kau ya ‘Aisyah apa yang kulihat dari putriku Fathimah dan suaminya?” ‘Aisyah berkata, “aku berkata: kabari aku ya Rasulallah” Nabi Saw bersabda, “Ya ‘Aisyah, sesungguhnya putriku adalah penghulu perempuan di surga. Sesunguhnya suaminya tiada bandingannya dari manusia. Sesungguhnya kedua putranya adalah wewangian surgawiku di dunia dan akhirat. Ya ‘Aisyah, aku dan Fathimah, dan putra pamanku Ali, dan Al-Hasan dan Al-Husain berada disebuah ruangan putih yang dasarnya adalah rahmat Allah Ta’ala, sekitarnya adalah keridhoanNya, dan ia berada di bawah ‘Arasy Allah Ta’ala.” (Ibn Sadzan, Al-Fadhail 169; Al-Kulayni, Al-Kafi 8:156).
28. Dari ‘Aisyah dan Ummu Salamah, mereka berdua berkata, “Rasulullah Saw memerintahkan kami untuk membantu mempersiapkan Fathimah hingga ia diantarkan ke rumah Ali…sungguh kami tidak melihat pengantin seindah pengantin Fathimah.” (Sunan Ibn Majah 1:616, hadits 1911).
29. Ibn Syahr Asub dalam Manaqib Ali Abi Thalib 3:130 bahwa ‘Aisyah menyenandungkan beberapa bait pada malam pengantin Fathimah.
30. Dari ‘Aisyah, ia berkata sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda, “Fathimah bagian diriku. Siapa saja menyakitinya, ia menyakitiku.” (Al-Hamadani, Mawaddah al-Qurba: 103).
31. Dari ‘Aisyah sesungguhnya Fathimah mengutus seseorang pada Abu Bakar untuk mempertanyakan warisan yang diperolehnya dari Rasulullah Saw yang diperintahkan Allah Ta’ala (sebagai fa`i) dari tanah di Madinah dan Fadak, dan apa yang tersisa dari khumus Khaibar. Abu Bakar menolaknya. Fathimah menolak untuk bicara dengan Abu Bakar hingga wafatnya. Ketika Fathimah meninggal, Ali suaminya mengebumikannya di malam hari dan tidak memberi kabar pada Abu Bakar (tentang wafatnya). (Shahih al-Bukhari 5:177).
32. Dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah bahwa Fathimah dan ‘Abbas keduanya datang pada Abu Bakar meminta warisan Rasulullah Saw. Mereka meminta hak dari Fadak dan Khaibar… Fathimah mendiamkannya dan tidak berbicara dengannya hingga Ali memakamkannya pada malam hari dan Abu Bakar tidak diberitahu. (Tarikh Thabari 3:208; Al-Baihaqi, Sunan al-Kubra 6:300; Al-Sayyid al-Murtadha, Al-Syaafi 3:131).
33. Dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah, dalam kabar yang seperti hadits di atas kecuali di dalamnya ada khutbah Fadakiyyah Fathimah dalam Syarh Nahj al-Balaghah dari Ibn Abi al-Hadid 6:210, 249, dan 252).
34. Dari ‘Aisyah bahwa Ali mengebumikan Fathimah malam hari dan Fathimah tidak mengizinkan Abu Bakar diberitahu. (Al-Shan’ani, Al-Mushannaf 3:251).
35. Berkata ‘Aisyah, “Fathimah hidup enam bulan setelah Rasulullah Saw. Ketika ia wafat, Ali yang menshalatkan dan mengebumikannya.” (Manaqib Ali Abi Thalib 3:173).
36. Dari ‘Aisyah, Rasulullah Saw bersabda, “Kelak di hari kiamat, seorang akan menyeru: Wahai makhluk seluruhnya. Rendahkan kepala kalian, akan berlalu di hadapan kalian, Fathimah putri Rasulullah Saw.” (Al-Hafiz al-Suyuthi al-Syafi’i, Musnad Fathimah halaman 51, hadits nomor 109).
37. Berkata ‘Aisyah, “Berkata Rasulullah Saw: Kelak di hari kiamat, terdengar seruan dari ‘Arasy, ‘Wahai manusia. Tutuplah pandanganmu hingga Fathimah masuk ke surga.” (Musnad Fathimah 48, hadits nomor 91).
38. Dari Utsman bin Basyir ia berkata, “Abu Bakar meminta izin untuk bertemu Rasulullah Saw ketika ia mendengar ‘Aisyah dengan suara tinggi berkata, “Demi Allah, aku sudah tahu Ali dan Fathimah lebih kaucintai dariku dan ayahku!” Ia mengulangnya dua atau tiga kali. Kemudian Abu Bakar menemui Nabi Saw. Ia menghadap ke arah ‘Aisyah dan berkata, “Wahai putri… tidakkah aku dengar engkau meninggikan suara di hadapan Rasulullah Saw?!” (Al-Nasa’i, Khashais Amirul Mu’minin Ali 108).

Demikianlah hadits-hadits dan riwayat tentang Sayyidah Fathimah salaamullah ‘alaiha. Ia penghulu perempuan di surga. Ia penghulu perempuan kaum Mu’minin. Dan ia penghulu perempuan semesta. Selayaknyalah kita memanggilnya “Sayyidah” sebagaimana ia diberi gelar oleh Nabi Saw. Orang-orang Indonesia kemudian menyederhanakannya menjadi Siti, kependekan dari Sayyidati, junjunganku.

(Taghrib/Hana-Zaka/Tafsir-Tematis/ABNA/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: