Untuk dapat memahami signifikansi dan falsafah berduka untuk Imam Husain As maka kiranya kita harus memperhatikan beberapa poin penting berikut ini:
Memperhatikan pelbagai keutamaan dan sifat-sifat menjulang manusia-manusia pilihan dan unggul.
Salah satu fokus dan tema pokok yang mendapatkan penegasan al-Qur’an pada beberapa ayat adalah menghidupkan dan memperingati kenangan yang ditinggalkan oleh manusia-manusia Ilahi, pribadi-pribadi unggul sejarah dan kejadian-kejadian yang sarat dengan pelajaran dari sejarah kehidupan mereka. Dalam surah al-Maryam, Allah Swt berfirman, “Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam al-Kitab (Al-Qur’an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat jujur lagi seorang nabi.” (Qs. Maryam [19]:41) Kemudian menjelaskan perlakuan epik Nabi Ibrahim dalam menghadapi berhala-berhala dan para penyembah berhala.
Pada ayat lainnya, Allah Swt berfirman, “Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka kisah) Idris di dalam Al-Qur’an ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat jujur dan seorang nabi. Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.” (Qs. Maryam [19]:56-57) setelah itu menyinggung para nabi yang memperoleh pelbagai anugerah dan kenikmatan Ilahi. Pada ayat lainnya, Allah Swt berfirman, “Dan ingatlah akan hamba Kami Ayub ketika ia menyeru Tuhannya, “Sesungguhnya aku diganggu setan dengan kepayahan dan siksaan.” (Allah berfirman), “Hantamkanlah kakimu (ke atas tanah); inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.” Dan Kami anugerahkan kepadanya (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan peringatan bagi orang-orang yang mempunyai pikiran.” (Qs. Shad [38]:41-43)
Jelas bahwa pada ayat-ayat ini dan semisalnya, tidak menekankan pada sisi-sisi kepribadian, kekeluargaan, pekerjaan-pekerjaan biasa dalam kehidupan para pembesar ini, melainkan membicarakan ihwal pelbagai kelayakan, keutamaan moral dan program-program konstruktif mereka. Hal ini menjelaskan bahwa kenangan dan memori pribadi-pribadi unggul dan orang-orang pilihan sejarah harus diperingati dan dihidupkan serta pelbagai sifat-sifat terpuji mereka harus diperhatikan dan diteladani. Karena itu, kita saksikan bahwa para Imam Maksum As menggunakan ragam cara dan metode dalam menghidupkan dan memperingati kenangan dan memori para syahid Karbala, khususnya Penghulu Para Syahid (Sayyid al-Syuhada) Imam Husain As.
Para Imam Syiah dan Ragam Metode Penyelenggaran Acara Duka Imam Husain As:
Pengadaan majelis-majelis duka:
Salah satu cara para Imam Maksum untuk menghidupkan gerakan kebangkitan Imam Husain adalah mengadakan majelis-majelis duka, menangis dan membuat orang-orang menangis atas pelbagai musibah memilukan Karbala dan mengingatkan orang-orang atas perstiwa tragis tersebut pada setiap masa.
Imam Sajjad As pada periode imamahnya (kepemimpinan) tidak henti-hentinya berduka atas kisah malang Asyura sedemikian Imam Sajjad menangis sehingga ia mendapat gelar “Bakâiin” (Orang yang sangat sering menangis).[1]
Alqamah Hadhrami meriwayatkan bahwa Imam Baqir As pada hari Asyura dan mengadakan majelis duka di rumahnya. Imam Baqir As menangis atas (tragedi yang menimpa) datuknya dan tidak melakukan taqiyyah. Beliau bersabda kepada orang-orang yang di rumahnya, “Hendaklah kalian berduka atas Imam Husain As dan ucapkan bela sungkawa sesama kalian atas musibah yang menimpa Imam Husain As.”[2]
Imam Shadiq As bersabda kepada Daud Riqqi: “Aku tidak pernah meneguk air dingin kecuali aku mengingat Imam Husain As.”[3]
Imam Ridha As bersabda, “Yang senantiasa menjadi metode ayahku (Imam Musa bin Ja’far As) setiap kali bulan Muharam tiba merupakan hari menangis dan musibah baginya dan tidak terlihat tawa dari wajahnya hingga lewat hari kesepuluh (Asyura), hari kesepuluh (Asyura) adalah hari tangisan, musibah dan duka baginya.” Dan bersabda, “Hari ini adalah hari ketika Imam Husain As syahid.”[4]
Para Imam Maksum As tidak hanya menangis atas duka Imam Husain As bahkan senantiasa memotivasi masyarakat untuk menangis untuk Imam Husain As. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa, “Barang siapa yang menangis untuk Imam Husain As atau (bahkan) membuat seseorang menangis maka ganjarannya adalah surga. Dan barang siapa yang menampakkan kesedihan dan berusaha menangis maka ganjarannya adalah surga.”[5]
Di samping itu, mereka memotivasi para penyair untuk menggubah elegi dan narasi duka. Para penyair yang menggubah syair dan menyampaikan kidung sedih pada majelis-majelis duka senantiasa mendapatkan perhatian ekstra dari para Imam Maksum As. Orang-orang seperti, Kumait Asadi, Da’bal Khuzai, Sayid Humair dan sebagainya adalah orang-orang yang mendapatkan perhatian ekstra dari para Imam Maksum atas gubahan syair dan kidung sedihnya atas musibah yang menimpa Imam Husain As.
Motivasi dan Dorongan untuk Berziarah ke Imam Husain As
Memperingati para pembesar dan ziarah pusara para pahlawan merupakan sebuah tradisi yang terpuji. Hal ini memiliki latar sejarah yang panjang pada bangsa-bangsa dan umat di seluruh dunia dan hingga kini masih tetap lestari. Di antara para pembesar dan pahlawan ini adalah tuan dan penghulu para syahid dan pemimpin orang-orang merdeka, Imam Husain As yang merupakan mentari dan pembesar terbaik yang harus senantiasa dikenang dengan baik. Ucapan para pemimpin suci dan Imam Maksum As terkait dengan keutamaan ziarah Karbala Imam Husain sangat banyak yang disebutkan dalam literatur hadis yang memotivasi masyarakat untuk berziarah ke pusara Imam Husain As. Mereka menganjurkan orang-orang untuk melakukan hal ini dan bersikap konsekuen terhadap ziarah Imam Husain As. Amalan ini di samping menyebabkan terjalinnya rajutan spiritual dan pemikiran kaum Muslimin dengan Imam Husain As, ia juga merupakan sejenis perlawanan, bahkan sebaik-baik perlawanan menentang kaum tiran dan durjana. Sebagaimana hal ini senantiasa demikian adanya. Dalam bab ziarah Imam Husain As terdapat banyak hadis yang menandaskan keutamana ziarah kepada Imam Husain As. Di antaranya adalah hadis yang diriwayatkan dari Imam Shadiq As yang bersabda, “Barang siapa yang ingin duduk di atas permadani cahaya pada hari Kiamat maka hendaknya ia pergi berziarah ke (pusara) Imam Husain As.”[6]
Tipologi bulan Muharram, Bulan Kemenangan Darah atas Pedang
Bulan Muharram merupakan sebuah kitab yang sangat berharga, hari-hari dan malam-malamnya, jam-jam dan detik-detiknya merupakan lembaran-lembaran pelajaran makrifatuLlah, kemanusiaan, kemuliaan, kehormatan dan kemerdekaan. Demikian juga bagaimana hidup yang diajarkan kepada umat manusia dan juga bagaimana menjemput kematian. Imam Husain As dengan ungkapannya yang sangat berharga, “Haiat Minna al-Dzillah” (Pantang bagi kami Kehinaan) menghembuskan nafas perlawanan kepada seluruh generasi, masa, zaman dan seantero bumi. Imam Husain memproklamirkan bahwa wahai anak-anak Adam!! Wahai penuntut kebenaran dan keadilan! Bangkitlah dan jangan pernah tunduk menyerah di hadapan pemerintahan tiran dan durjana.”
Di samping itu, Husain pada detik-detik akhir kehidupannya sendiri di hadapan ribuan lasykar bersenjata lengkap berseru, “Hal min Nashir Yanshuruna..” (Adakah penolong yang siap menolong kami) mengharapkan bantuan dan pertolongan, seolah-olah beliau meminta pertolongan dari seluruh manusia yang terjaga dari setiap generasi pada setiap zaman. Beliau yang beberapa saat dan detik sebelumnya, kehilangan sahabat dan orang-orang yang dicintainya satu demi satu. Beliau yang dengan tertatih-tatih menarik jenazah putra kinasihnya Hadhrat Ali Akbar ke kemah. Atau beberapa detik sebelumnya, Imam Husain menyaksikan Qamar Bani Hasyim (Purnama Bani Hasyim), Abal Fadhl Abbas, saudaranya yang setia dan pemegang panji perjuangannya, bersimbah darah. Kini tiada seorang pun yang dimiliki oleh Imam Husain As. Dan tiada tersisa lagi harapan untuk hidup. Imam Husain As mengetahui bahwa segera ia akan menyusul datuknya, Rasulullah Saw dengan bibir dahaga. Imam Husain As berseru, “Hal min Nashir Yanshuruna..” (Adakah penolong yang siap menolong kami). Untuk apa Imam Husain As meminta pertolongan? Dan kepada siapa Imam Husain As meminta pertolongan? Imam Husain tidak berseru “Hal min Nashir Yanshuruna” untuk mencari selamat dari kematian melainkan meminta pertolongan kepada generasi-generasi mendatang untuk tidak melupakan pohon tauhid yang sedang dicerabut akarnya oleh Yazid yang terdapat pada setiap zaman. Dan darah yang telah tumpah dari Imam Husain As dan para sahabatnya digunakan untuk menyirami pohon tauhid tersebut sehingga gerakan Asyura tetap lestari dan kenangan epik para syahid Karbala dan menjamin keabadian Islam.
Berduka adalah Faktor Pemersatu dan Kunci Kesuksesan
Setiap umat memerlukan faktor pemersatu dan penghimpun untuk tetap dapat lestari dan meraih kesuksesan. Dan tanpa ragu faktor pemersatu yang paling penting di antara para pengikut Ahlulbait Rasulullah Saw dengan biaya dan usaha sedikit, yang dapat mendudukkan komunitas jutaan juta dalam satu poros dan majelis. Majelis-majelis duka seperti ini diperuntukkan untuk Imam Husain As dan para sahabatnya yang setia. Faktor ini dapat menjadi pembebas manusia dari cengkeraman penindasan dan penjajahan. Sepanjang sejarah majelis-majelis duka Imam Husain As, telah menjadi kesempatan emas pelbagi kebangkitan dan revolusi baik dalam skala besar atau pun kecil, seperti kebangkitan Tawwabin (qiyâm al-Tawwâbin) yang angkat senjata melawan Yazid dan antek-anteknya dan kebangkitan Mukhtar yang telah menuntut balas darah dari banyak orang yang menumpahkan darah di Karbala dan mengalahkan pasukan Bani Umayyah dan seterusnya.
Secara umum sesuai dengan ucapan sebagian pemikir, kebanyakan revolusi-revolusi dunia meletus karena memperhatikan kisah epik dan revolusi Karbala. Salah satu contoh nyata adalah pembebasan anak benua India dari cengkeraman penjajahan Inggris. Gandhi pemimpin revolusi ini berkata, “Aku tidak membawa sesuatu yang baru bagi bangsa India. Apa yang aku bawa bagi mereka adalah hasil dari telaah-telaah dan riset-riset tentang sejarah kehidupan para pahlawan Karbala yang aku lakukan dan aku jadikan sebagai cita-cita ideal masyarakat India. Apabila kita ingin menyelamatkan bangsa India maka kita harus melintasi apa yang dilalui oleh Husain bin Ali As.[7]
Contoh lainnya, peran agung tragedi Karbala dan Asyura dalam menciptakan revolusi agung Islam di bawah kepemimpinan Imam Khomeini Ra yang telah menggoyang dunia. Dan contoh terakhir adalah kelompok resistensi dan perlawanan Hizbullah Libanon yang karena maktab Husain As meraih kemenangan gemilang di hadapan rezim penjajah Israel. Mereka dengan kekuatan iman dan pengorbanan Hizbullah berhasil mengalahkan Israel yang bersenjata lengkap secara memalukan.
Semoga kita adalah orang-orang yang termasuk pengikut sejati Aba Abdillah Husain As dan para pengikutnya.
Referensi:
[1]. Wasâil al-Syiah, Syaikh Hurr Amili, jil. 2, hal. 922.
[2]. Wasâil al-Syiah, Syaikh Hurr Amili, jil. 10, hal. 398.
[3]. Âmali Shadûq, Syaikh Shaduq, hal. 142.
[4]. Mafâtih al-Jinân, Syaikh Abbas Qummi, bab pembahasan yang terkait dengan bulan Muharrama.
[5]. Bihâr al-Anwâr, jil. 24, hal. 284.
[6]. “Man sarrah an yakuna ‘ala mawaid al-nur yaum al-qiyamah fal yakun zuwwar al-Husain bin Ali As.” Kâmil al-Ziyârat, hal. 135.
[7]. Silahkan lihat, Zendegi Imâm Husain As, Muhammad Muhammadi Isytihardi, hal. 109.
(Islam-Quest/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email