Dengan kondisi tubuh yang lemah dan terluka Putri Cahaya terbaring lemah di pembaringan di temani Sang Suami Tercinta, 2 pemuda suci buah Hati Kesayangan Nabi Suci SAWW dan para Putri putri Suci Imam Ali As.
Lepas seminggu lalu Beliau AS menemui “sang Khalifah Musyawarah” di masjid Madinah dan mengingatkan kembali kepadanya bahwa Hak Keluarga Muhammad (SAWW) harus di kembalikan kepada Pemiliknya..Kala itu beliau menyampaikan sebuah Khutbah Panjang yang amat Indah dan menyentuh nurani.
Khutbah yang tak urung membuat hadirin dan sang khalifah Saqifah tersedu-sedu...
Namun ternyata bisikan Raja Laknatullah telah mempengaruhinya hingga tak membuat nya berkenan mengembalikan Hak Keluarga Nabi Kepada Pemiliknya..Al Mardhiyyah pun kembali ke rumah dengan jiwa terluka…
dengan Perasaan kecewa haqnya telah dirampas.
Hal yang justru membuat keadaan Beliau semakin lemah.
Beban yang tidak layak dibayangkan namun nyata dialami Sang Putri Cahaya AS.
Sudah beberapa hari ini beliau tidak siuman karena menanggung luka dan kerinduan membuncah pada Ayahanda Tercinta Saww.
Kehadiran Jibril yang kerap mengunjunginya dan menyampaikan salam dari Manusia Agung SAWW sedikit menjadi penghibur lara walau tak mengobatinya.
Lepas dari siumannya datanglah 2 orang yang telah menyakiti beliau seraya ingin memperoleh maaf dan ridho atas perlakuan mereka kepada Putri Cahaya As, karena mereka ingat dan faham Pesan Suci Nabi bahwa ‘ siapa yang menyakiti Fatimah ia menyakitiku…’ (hadis bukhari) . Namun sayang, kehadiran mereka telah terlambat, Kehadiran mereka tidak lagi membuat segalanya akan baik. Singkat cerita, mereka pun akhirnya diterima Sang Bidadari -setelah Imam Ali As membantu membujuk istrinya tuk menerima mereka.
Dihadapan Az Zahra As mereka menyampaikan permohonan maaf dan memohon keridhoan atas tindakan mereka. Dengan Wajah berpaling dan sepanjang pertemuan Beliau tidak memandang mereka, Al Radhiyyah berkata bahwa saat ia kembali kepada Tuhan akan diadukannya segala perbuatan Mereka kepada Ayahanda Tercinta SAWW dan agar ALLAH menurunkan segala keburukan pada mereka.
Keridhoan Fatimah adalah Keridhoan Rasulullah Saww, Keridhoan Fatimah adalah Keridhoan ALLAH..
Mereka pun kembali dengan hati hancur dan harapan sia sia, Demi ALLAH, Mereka tidak mendapat Ridho Fatimah…
Lepas Hari itu Beliau menyampaikan sebuah wasiat kepada Suami Tercinta, Saudara Rasul, Jawara Langit, Singa ALLAH, Pelindung Nabi ALLAH, Amirul Mukminin Imam Ali bin Abi Thalib AS...
Dihadapan suami dan para Putra Mulia AS, serta disaksikan airmata Suci washi Nabi, Belahan jiwa… Cahaya Nabi menyampaikan wasiat sucinya.
“Hai Abu Hasan, jiwaku telah membisikiku bahwa tak lama lagi aku akan berpisah denganmu,
Aku mempunyai wasiat yang telah kupendam dalam dadaku yang ingin aku wasiatkan padamu”
Imam Ali as menjawab: “Wasiatkanlah apa saja yang kau sukai, niscaya kau dapati aku sebagai orang yang menepati dan melaksanakan semua yang kau perintahkan padaku,
Dan aku dahulukan urusanmu atas urusanku”
Sayyidah Fatimah as mulai berkata: “Abu Hasan,engkau tidak pernah mendapatiku berdusta dan berkhianat,
Dan aku tidak pernah menentangmu sejak engkau menikah denganku”
Imam Ali as menjawab: “Aku berlindung kepada Allah, engkau orang yang paling baik disisi Allah, paling ‘alim dan paling takwa, Tidak wahai Fatimah, engkau begitu mulia dan tidak pernah membantahku, Sungguh berat bagiku berpisah dan meninggalkanmu, Tetapi ini adalah hal yang harus terjadi”.
“Demi Allah engkau mengulangi musibah Rasulullah saww atasku, Sungguh besar musibah kematianmu dan kepergian atasku, Kita milik Allah dan kepada-Nya kita kembali, Atas musibah yang sangat besar, sangat menyakitkan dan sangat menyedihkan”.
Kemudian Imam Ali as mengusap kepala Fatimah sambil menangis.
Lalu Sayyidah Fatimah As melanjutkan wasiatnya:
“Abu Hasan, jika aku telah meninggal, Mandikanlah aku, hunuthlah tubuhku dengan sisa hunuth yang telah dipakai oleh ayahku Rasulullah saww, lalu kafanilah aku, Shalatilah aku dan jangan biarkan orang-orang yang memperlakukan aku secara kejam menghadiri jenazahku, Baik dari kalangan mereka maupun dari pengikut mereka”.
Kemudian Sayyidah Fatimah As meneruskan: “Kuburlah aku diwaktu malam saat keheningan menyelimuti bumi dan mata terlelap dalam tidur, Dan sembunyikanlah letak kuburanku”.
“Abu Hasan, aku berwasiat kepadamu agar menjaga Zainab, juga Hasan as dan Husien as,
Jangan kau bentak mereka, Karena mereka akan menjadi anak-anak yatim yang penuh derita, Baru saja kemarin mereka ditinggal oleh kakek mereka Rasulullah saw,
Dan hari ini mereka akan kehilangan ibu mereka, Fatimah as”.
Kemudian Imam as keluar menuju mesjid.
Fatimah as berdiri dan memandikan Hasan as dan Husein as,
Ia mengganti pakaian Hasan as dan Husein as setelah menyiapkan makanan bagi mereka.
Fatimah as berkata kepada mereka: “Keluarlah kalian dan pergilah ke Mesjid”.
Sebagaimana biasa, Fatimah as menitipkan Zainab kerumah ummu Salamah.
Hingga tak seorangpun dari anaknya yang ada dirumah.
Asma’ binti Umais berkata bahwa ia melihat Fatimah as dan ia berkata kepadaku:
“Wahai Asma’, aku akan masuk kedalam kamarku ini untuk mengerjakan shalat-shalat sunahku, Dan membaca wirid-wiridku dan Al-Quran”.
“Bila suaraku terhenti, maka panggillah aku bila aku masih bisa menjawab,
Kalau tidak, berarti aku telah menyusul ayahku Rasulullah saww”.
Asma’ berkata: “ Lalu, Fatimah as masuk ke dalam kamar”.
Tatkala aku sedang asyik mendengar suaranya yang membaca Al-Qur’an,
Tiba-tiba suara Fatimah as berhenti.
Aku memanggilnya: “Ya Zahra… ia tak menjawab, hai ibunya Hasan…iapun tak menjawab,
Aku masuk kekamar dan Fatimah as telah terbentang kaku menghadap kiblat,
Sambil meletakkan telapak tangannya dibawah pipi kanannya.
Fatimah as menemui ajalnya dalam keadaan dianiaya, syahid dan sabar.
Asma’ berkata: “Aku menciuminya dan berkata kepadanya: “Wahai Tuanku/Pemimpinku”,
“Sampaikan salamku kepada Ayahmu Rasulullah saw”.
Saat aku dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu.
Hasan as dan Husein as yang masih kanak-kanak itu, pulang dari Masjid,
Saat mereka masuk, Husein as yang pertama kali bertanya kepadaku:
“Asma’, dimana ibu kami Fatimah as ?”
Aku menjawab: “Kedua pemimpinku, ibu kalian sedang tidur”
Husein as berkata: “Apa yang membuat ibu kami tertidur disaat ini , saat waktu shalatnya?
Tidak biasanya ia tertidur disaat ini”.
Aku berkata: “Wahai Dua Pemimpinku, duduklah hingga aku bawakan makanan untuk kalian”.
Asma’ berkata: “Aku letakkan makanan dihadapan Hasan as dan Husein as”.
Mereka memanggut-manggut, kepala mereka kearah bawah.
“Sekarang… ini makanannya, duhai Hasan, Cahaya Mata, duhai Husein as”.
Husein as berkata: “Wahai Asma’, sejak kapan kami makan tanpa ditemani ibu kami Fatimah as?
Setiap hari kami makan bersama Ibu kami Fatimah as, mengapa hari ini tidak?”
Perasaan Husein as tidak enak, ia berlari kekamar…
Kemudian ia duduk didepan kepala Fatimah as dan menciuminya,
Lalu berkata: “Oh ibu, berbicaralah kepadaku, aku putra tercintamu…Husein,
Ibu…, berbicaralah padaku sebelum rohku keluar dari badanku”.
Husein berteriak: “Hai Hasan as…, semoga Allah melipat gandakan pahala padamu atas kematian Ibu kita Fatimah as”.
Imam Hasan as datang dan merangkul Ibunya dan menciuminya.
Asma’ berkata: “Aku masuk kamar… Demi Allah, Husein as telah merobek-robek hatiku”.
Aku melihatnya menciumi kaki ibunya Fatimah as
Dan dia berkata: “Ibu…, Berbicaralah padaku sebelum jiwa berpisah dari badanku”.
Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun….
Sebuah riwayat mengatakan :
Saat Imam Ali As dan Putra Putri Suci menangisi jenazah agung Putri Nabi dengan menautkannya dikaki, tangan dan sambil memeluk beliau alaihassalam..
Terdengar suara tanpa wujud…
“Ya Abal Hasan Hentikan tangisan putra putri Fatimah, sungguh langit dan isinya berguncang menyaksikan ratapan kalian…”
Sungguh inilah Duka terbesar setelah kami kehilangan Panutan Agung Ayahandamu tercinta Al musthofa Saww…
Salam rindu kami padamu Ya ummu Aimmah…
Salam rindu kamu wahai sirrullah..
(Dinukil dari kajian lama)
(Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email