Presiden Bethlehem Bible College (BBC) Jack Y. Sara menegaskan kepada para jemaat GBI Glow Fellowship Centre di Thamrin Residence, Jakarta, bahwa ekstremisme tidak terbatas pada satu agama tertentu saja atau terjadi dan lahir dari belahan dunia tertentu.
Fenomena ini juga jadi penderitaan, bukan saja bagi umat Kristen, tetapi seluruh umat beragama di seantero dunia.
Pernyataan ini datang dari Jack Sara, seorang pendeta yang juga doktor teologi Kristen dari Palestina, negara yang mayoritas penduduknya adalah umat Muslim, yang selama lebih dari enam dekade terakhir, telah menerima perlakuan buruk agresi militer Israel, yang mayoritas adalah Kristen dan Yahudi.
Namun dalan kesempatan ini, Dr. Sara ingin meluruskan bahwa persoalan utama yang perlu direspons dunia bukan soal agama, tetapi kelompok radikal dan ekstremisme yang tengah merajalela.
"Ada satu fakta yang saya lihat, ekstremisme berbahaya bagi dunia. Bukan untuk satu agama tertentu, bukan cuma untuk kita saja orang Kristen, tetapi semua umat beragama," tegasnya saat menjadi pembicara dalam Kuliah Umum di GBI bertema ‘Injil dalam Menghadapi Radikalis dan Ekstremis Agama’ di Jakarta, Sabtu (28/5/2016).
Gereja menurutnya, juga mengikuti pemberitaan soal teror di Paris pada 13 November 2015 silam yang diklaim merupakan serangan militan teroris ISIS.
Mereka menyatakan diri sebagai kelompok ekstremis Muslim yang justru membuat orang Islam dipersalahkan.
Akan tetapi, sebenarnya dalam sejarah Kristen di Eropa, Amerika dan belahan dunia lain juga ada ekstremisme yang bertamengkan agama Kristen.
"Kita tidak boleh lupakan soal Mahatma Ghandi. Dia orang Hindu saleh di India yang memperjuangkan kemanusiaan, tetapi dibunuh oleh ekstremis Hindu. PM (Perdana Menteri) Israel, Yitzhak Rabin juga dibunuh oleh orang Yahudi dan Indira Gandhi dibunuh oleh ekstemis Sikh," paparnya.
Terkait terorisme dan ekstremisme yang berkembang di dunia sekarang, ia berharap umat Kristen tidak menyalahkan agama atau pemuka agamanya. Mereka membunuh atas nama Tuhan, tetapi Tuhan sejatinya adalah kasih.
"Pemuka agama dan agamanya tidak bersalah, tetapi interpretasi itu yang menjadi penting, bisa jadi masalah, jadi kendaraan politik," tandas Sara.
(Oke-Zone/Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email