Pesan Rahbar

Home » » Gerakan Takfiri, Alat Kepentingan Barat

Gerakan Takfiri, Alat Kepentingan Barat

Written By Unknown on Saturday, 28 May 2016 | 20:06:00


Tiada hari tanpa ledakan bom dan operasi "mati syahid" di Suriah, Irak, Pakistan, dan beberapa negara Islam lainnya. Suriah dan Irak menduduki posisi pertama target teror oleh kelompok teroris. Warga sipil khususnya perempuan, anak-anak, dan orang tua menjadi sasaran utama operasi teror. Teroris di Suriah beberapa waktu lalu melakukan kejahatan mengerikan dan 120 anak serta lebih dari 300 perempuan dan lanjut usia dibantai secara sadis. Bersamaan dengan tersiarnya berita pembantaian massal 420 perempuan dan anak-anak Kurdi Suriah oleh teroris Takfiri, sebuah video mengerikan juga tersebar di internet, di mana anggota Front al-Nusra sedang menyiram bahan bakar ke tubuh tiga laki-laki. Mereka kemudian membakar ketiga lelaki yang tampaknya adalah para pejuang Kurdi.

Sejumlah kejahatan mengerikan dan sadis seperti ini semakin meningkat dalam setahun terakhir. Kekejaman itu kembali dilakukan di saat opini publik belum melupakan peristiwa pembantaian 51 warga sipil di wilayah Khan al-Asal di Kota Aleppo pada tanggal 27 Juli lalu oleh para teroris Front al-Nusra. Menariknya, negara-negara Barat memilih bungkam dalam hal ini dan bantuan dana serta persenjataan mereka kepada teroris di Suriah terus berlanjut.

Operasi teror kelompok Takfiri di Irak juga meningkat dalam beberapa pekan terakhir. Kejahatan-kejahatan tersebut tentu saja tidak lepas dari perkembangan di Suriah. Kegagalan beberapa negara regional dan transregional untuk menggulingkan pemerintah Damaskus, mendorong mereka untuk mendestabilisasi Irak dan memperluas krisis ke wilayah tetangganya itu. Rakyat Irak dalam beberapa pekan terakhir menyaksikan hari-hari paling berdarah sejak pendudukan negara itu oleh Amerika Serikat pada 2003.

Sejak Juli 2013 hingga sekarang, lebih dari 700 warga Irak tewas dalam sejumlah serangan teroris, di mana bulan lalu disebut sebagai periode paling berdarah di Negeri Kisah 1001 Malam. Serangan itu terjadi di berbagai kota seperti, Baghdad, Kirkuk, dan Mosul, pengikut Syiah dan Sunni menjadi korban keganasan teroris. Tujuan utama aksi-aksi itu ingin menciptakan perpecahan dan konflik sektarian di Irak.

Poin penting dari drama pembantaian itu adalah reaksi negara-negara Barat yang mengaku sebagai pembela HAM dan sekutu regional mereka terhadap kelompok teroris di Irak dan Suriah. Barat memilih menutup mata dan terus memberikan dukungan finansial dan senjata kepada teroris di Suriah. Menteri Dalam Negeri Suriah Fahd Jasem Al-Freij, ketika berkunjung ke Kota Homs dan wilayah al-Khalidiya yang baru saja dibersihkan dari keberadaan teroris mengatakan, "Saat ini, teroris di Suriah dikirim dari lebih dari 80 negara dunia."

Kehadiran Salafi Takfiri telah menciptakan petaka di Suriah dan ledakan-ledakan di Irak dan Pakistan serta pembunuhan di sejumlah negara Muslim. Mereka melancarkan operasi teror di bawah payung Al Qaeda atau jaringan-jaringan lain. Al Qaeda dikenal sebagai dalang utama Peristiwa 11 September dan Amerika Serikat juga menyebut tujuan mereka mengerahkan pasukan ke kawasan Timur Tengah adalah untuk memerangi teroris dan menumpas Al Qaeda. Akan tetapi, jaringan teroris itu kini telah menjadi pion AS untuk mengejar tujuan-tujuan Washington dan sekutunya. Saat ini, Barat memanfaatkan kelompok Takfiri dan Al Qaeda untuk mengacaukan Suriah.

Barat sangat menikmati kegiatan-kegiatan kelompok Takfiri dan mengarahkan mereka untuk menyerang target tertentu. Dengan begitu, Barat tidak perlu mengeluarkan biaya besar untuk mencapai tujuan-tujuannya di negara-negara Muslim. Sementara bagi dunia Islam, gerakan Takfiri merupakan sebuah musibah. Kelompok ini ingin menciptakan perpecahan di tengah masyarakat Islam dengan mendistorsi ajaran-ajaran murni Islam dan penafsiran literal atau tekstual. Kelompok Takfiri tak ragu-ragu untuk menggunakan teks-teks agama demi membenarkan aksi kekerasan yang mereka lakukan.

Kelompok Takfiri akan menjatuhkan vonis kafir dan keluar dari Islam terhadap orang-orang yang tidak seakidah dengan mereka. Perilaku kelompok Takfiri telah menyulut fanatisme buta dan ekstrimisme di tengah masyarakat Sunni. Sikap yang mengelabui opini publik ini membuat gerak langkah ulama-ulama moderat dan toleran semakin sempit. Pemikiran Salafi Takfiri ini sejalan dengan kebijakan-kebijakan Barat dan rezim Zionis Israel di wilayah Timur Tengah. Ancaman lain bagi dunia Islam adalah kebijakan Barat untuk menciptakan perpecahan di negara-negara Muslim dan memecah negara-negara di Timur Tengah.

Aktivitas kelompok Salafi Takfiri meningkat setelah meluasnya gerakan Kebangkitan Islam di negara-negara Timur Tengah. Kebangkitan dan kesadaran warga sepertinya bertentangan dengan pemikiran kolot dan sempit kelompok Salafi. Mereka bangkit untuk melawan gerakan Kebangkitan Islam yang ingin memberi pencerahan kepada umat. Beberapa negara regional, terutama Arab Saudi dan Qatar dengan dukungan dinas-dinas intelijen AS, Inggris, dan Israel, memainkan peran kunci dalam mengaktifkan kegiatan kelompok Takfiri.

Kekerasan, teror, dan konflik sektarian akan mewarnai setiap negara Muslim yang memberi ruang untuk aktivitas gerakan Salafi dan ekstremis. Hingga sekarang, ribuan Muslim tewas akibat aksi-aksi teror dan kekerasan yang dikobarkan oleh kelompok Salafi. Al Qaeda, Taliban, dan semua kelompok Salafi serupa di Irak, Yaman, Mesir, Tunisia, Pakistan, Suriah dan di banyak negara lain, telah menjadi algojo AS di negara-negara Muslim. Mereka dengan fanatisme buta telah mencoreng wajah Islam di tengah opini publik dunia.

Pemerintah AS dan sekutunya di Eropa memperkenalkan aksi teror dan kekerasan Salafi sebagai bukti-bukti ekstremisme agama Islam kepada publik dunia. Mereka memanfaatkan semua perbuatan konyol kelompok Takfiri untuk membenarkan kebijakan-kebijakan Islamophobia Barat. Setelah AS menginvasi Irak, Salafi di sana bukannya membebaskan negara itu dari tangan pasukan pendudukan, tapi malah menyerang komunitas Syiah. Arab Saudi sebagai harapan banyak Muslim, justru mengadopsi kebijakan standar ganda dalam menangani isu terorisme dan konflik di Suriah, Bahrain, Yaman, Irak, dan Lebanon.

Bantuan Saudi kepada PBB untuk memerangi terorisme internasional merupakan sebuah paradoks yang harus dijawab oleh para pejabat Riyadh sendiri. Dalam kekerasan di Irak, bantuan finansial Saudi mengalir deras ke negara itu untuk merusak stabilitas keamanan dan menyulut konflik horizontal. Mantan Duta Besar AS untuk Baghdad, Christopher Hill mengatakan Arab Saudi mensponsori kekerasan di Irak dan merupakan tantangan terbesar bagi pemerintah Baghdad. Dalam kabel rahasia AS tahun 2009 mengenai hubungan Irak dengan tetangganya, Hill menuturkan, "Saudi merupakan tantangan terbesar dan masalah yang kompleks dalam kaitannya dengan para politisi Irak yang berusaha untuk membentuk pemerintah yang stabil dan mandiri."

Tak heran jika kebanyakan pengamat politik menganggap Arab Saudi sebagai pendukung utama terorisme dan eksekutor kebijakan Amerika Serikat dan Barat di wilayah Timur Tengah. Dalam beberapa dekade terakhir, Saudi memainkan peran sebagai penyokong dana terbesar untuk kegiatan Al Qaeda dan beberapa kelompok militan lain. Analis Geneive Abdo pada Stimson Center di Washington mengatakan, "Perpecahan antara Sunni dan Syiah telah menggantikan konflik yang lebih besar antara Muslim dan Barat, dan mungkin juga akan menggantikan isu pendudukan Palestina sebagai faktor utama mobilisasi dalam kehidupan politik dunia Arab."

(IRIB-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita:

Index »

KULINER

Index »

LIFESTYLE

Index »

KELUARGA

Index »

AL QURAN

Index »

SENI

Index »

SAINS - FILSAFAT DAN TEKNOLOGI

Index »

SEPUTAR AGAMA

Index »

OPINI

Index »

OPINI

Index »

MAKAM SUCI

Index »

PANDUAN BLOG

Index »

SENI