Pesan Rahbar

Home » » Makna Al-‘Afwu dan Al-Maghfirah dalam Al-Qur’an

Makna Al-‘Afwu dan Al-Maghfirah dalam Al-Qur’an

Written By Unknown on Friday 10 June 2016 | 16:08:00


Secara bahasa Ar-Raghib menyebutkan: Al-‘Afwu (maaf) artinya keinginan mendapatkan sesuatu. Jika kata ini dinisbatkan kepada Allah, maka artinya Allah memperhatikan hamba-Nya lalu mengambil dosanya.

Dengan makna ini maka jelaslah kaitan makna “Maghfirah” (pengampunan): menutupi. Juga kaitannya dengan makna “Al-‘Afwu”, yakni mengambil lalu menutupi. Makna inilah yang nampak dalam firman Allah swt:

وَاعْف عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا

“Maafkan kami dan ampuni kami.” (Al-Baqarah: 286). Yakni, ambillah dosa kami dan tutupi dosa kami.

Dengan makna ini juga menjadi jelas, walaupun nampak berbeda makna keduanya secara konsep, bahwa keduanya memiliki makna yang sama secara ekstensial (mishdaq) dari sisi Allah dan dari sisi hamba-Nya. Seperti yang dinyatakan oleh Allah swt dalam firman-Nya;

إِلا أَن يَعْفُونَ أَوْ يَعْفُوَا الَّذِى بِيَدِهِ عُقْدَةُ النِّكاح

“Kecuali jika isteri-isterimu itu mema’afkan atau dima’afkan oleh orang yang memegang ikatan nikah.” (Al-Baqarah: 237)

قُل لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا يَغْفِرُوا لِلَّذِينَ لا يَرْجُونَ أَيَّامَ اللَّهِ لِيَجْزِى قَوْمَا بِمَا كانُوا يَكْسِبُونَ

“Katakanlah kepada orang-orang yang beriman hendaklah mereka memaafkan orang-orang yang tiada takut hari-hari Allah karena Dia akan membalas sesuatu kaum terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (Al-Jatsiyah: 14)

فَاعْف عَنهُمْ وَ استَغْفِرْ لَهُمْ وَ شاوِرْهُمْ فى الأَمْرِ

“Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkan ampunan untuk mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.” (Ali-Imran: 159)

Kemudian Rasulullah saw memerintahkan agar memaafkan mereka sehingga hilanglah bekas-bekas dosanya, dan selamatlah dari siksaan; beliau juga memerintahkan agar memohon ampunan Allah untuk mereka agar Allah mengampuni dosanya.

Selain makna itu Al-‘afwu dan maghfirah memiliki makna yang berkaitan sekaligus antara dosa takwini dan dosa tasyri’i, dosa duniawi dan dosa ukhrawi, seperti yang dinyatakan oleh Allah swt dalam firman-Nya:

وَمَا أَصبَكم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسبَت أَيْدِيكمْ وَ يَعْفُوا عَن كَثِيرٍ

“Tidak ada satu pu musibah yang menimpa kamu kecuali disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Asy-Syura: 30)

وَالْمَلَئكَةُ يُسبِّحُونَ بحَمْدِ رَبهِمْ وَ يَستَغْفِرُونَ لِمَن فى الأَرْضِ

“Para malaikat bertasbih dengan memuji Tuhannya dan memohonkan ampunan bagi orang-orang yang ada di bumi.” (Asy-Syura: 5)

رَبَّنَا ظلَمْنَا أَنفُسنَا وَ إِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَ تَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَسرِينَ

“Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (Al-A’raf: 23).

Kezaliman nabi Adam (as) dan isterinya, maksudnya adalah mereka melanggar larangan Allah yang bersifat bimbingan bukan yang bersifat tasyri’i.

Banyak ayat Al-Qur’an yang menunjukan bahwa orang-orang yang dekat dengan Allah dan memperoleh nikmat surga karena sebelumnya dosa-dosanya diampuni oleh Allah, noda-noda kemusyrikannya dilangkan, dan bertaubat kepada-Nya dengan taubat nashuha. Allah swt berfirman:

كلا بَلْ رَانَ عَلى قُلُوبهِم مَّا كانُوا يَكْسِبُونَ

“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (Al-Muthaffifin: 14)

مَا أَصاب مِن مُّصِيبَةٍ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَن يُؤْمِن بِاللَّهِ يهْدِ قَلْبَهُ

“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.” (At-Taghabun: 11)

Kesimpulannya, Allah menyatakan bahwa keimanan dan kampung akhirat sebagai kehidupan, pengaruh-pengaruh keimanan dan perbutan-perbuatan ahli akhirat serta perjalanan hidup mereka sebagai cahaya. Ini dinyatakan oleh Allah swt dalam firman-Nya:

أَ وَمَن كانَ مَيْتاً فَأَحْيَيْنَهُ وَ جَعَلْنَا لَهُ نُوراً يَمْشى بِهِ فى النَّاسِ كَمَن مَّثَلُهُ فى الظلُمَتِ لَيْس بخَارِجٍ مِّنهَا

“Apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya.” (Al-An’am: 122).

وَ إِنَّ الدَّارَ الاَخِرَةَ لَهِىَ الْحَيَوَانُ

“Sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan.”(Al-‘Ankabut: 64)

أَوْ كَظلُمَتٍ فى بحْرٍ لُّجِّىّ‏ٍ يَغْشاهُ مَوْجٌ مِّن فَوْقِهِ مَوْجٌ مِّن فَوْقِهِ سحَابٌ ظلُمَت بَعْضهَا فَوْقَ بَعْضٍ إِذَا أَخْرَجَ يَدَهُ لَمْ يَكَدْ يَرَاهَا وَمَن لَّمْ يجْعَلِ اللَّهُ لَهُ نُوراً فَمَا لَهُ مِن نُّورٍ

“Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun.”(An-Nur: 40)

Dengan kandungan makna ayat-ayat tersebut, maka “maghfirah” bermakna menghilangkan kematian dan kegelapan dengan kehidupan yaitu keimanan dan cahaya sebagai rahmat Allah swt.

Orang kafir tidak mempunyai kehidupan dan cahaya, orang mukmin yang diampuni dosanya memiliki kehidupan dan cahaya. Adapun seorang mukmin masih memiliki keburukan, ia memiliki kehidupan tapi cahayanya tidak sempurna. Untuk menyempurnakan cahanya tidak ada cara lain kecuali dengan maghfirah. Inilah yang dimaksudkan oleh firman Allah swt:

نُورُهُمْ يَسعَى بَينَ أَيْدِيهِمْ وَ بِأَيْمَنهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَ اغْفِرْ لَنَا

“Cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka berkata: “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami.” (At-Tahrim: 8)

Dari penjelasan-penjelasan tersebut jelaslah bahwa ekstensi (mishdaq) “Al-‘Afwu” dan “Al-Maghfirah” jika dinisbatkan kepada Allah swt dalam perkara-perkara takwiniyah bermakna menghilangkan penghalang dengan keinginan terhadap suatu penyebab yang dapat menghilangkannya. Adapun dalam perkara-perara tasyri’iyah bermakna menghilangkan penyebab yang menghalangi datangnya rahmat dan kasih sayang Allah swt. Dalam hal kebahagiaan dan kesengsaraan bermakna menghilangkan penghalang datangnya kebahagiaan.

(Disarikan dari tafsir Al-Mizan, Allamah Thabathaba’I, jilid 4: 54-55)

(Tafsir-Tematis/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: