Telah berlalu bersama kita penjelasan bahwa jalinan keluarga dan saudara yang hakiki adalah jalinan iman. Pertemanan dan persahabatan sejati diikat dengan tali iman. Perkawanan atau perlawanan, persatuan atau permusuhan tolok ukurnya adalah iman. Itulah hakekat pertemanan, itulah hakekat persaudaraan, itulah hakekat kekeluargaan.
Ketika berbeda keimanannya, tidak sama akidahnya dan bertentangan keyakinannya, maka bukanlah saudara yang sejati, bukanlah keluarga yang sesungguhnya. Meskipun satu darah, meskipun satu warna kulit dan bahasa, meskipun satu suku dan ras, jika yang satu mukmin yang lain kafir maka bukan saudara. Jika yang satu bertauhid dan yang lain syirik maka bukan keluarga pula.
Jadi ukurannya adalah keimanan yang ada di dalam hatinya, bukan nasab dan keturunan. Yang menjadikan manusia bersaudara adalah keimanannya kepada Allah ‘Azza wa Jalla, bukan suku bangsa, warna kulit dan bahasa yang sama.
Jadi, kesimpulannya orang Islam bukan saudara orang kafir. Orang Islam bukan saudara orang musyrik. Orang muslim bukan saudara Nasrani, orang muslim bukan saudara Yahudi.
Kenapa demikian?
Jawabannya adalah orang muslim beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mentauhidkan-Nya, sementara Nasrani dan Yahudi menyekutukan Allah ‘Azza wa Jalla dan Allah telah memvonis kafir keduanya.
Saudaraku kaum muslimin …
Bukankah kita mengingat vonis kafir dari Allah Rabb yang Maha Adil dalam firman-Nya yang mulia:
وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللَّهِ ذَلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِئُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ (٣٠)
“Dan orang-orang Yahudi berkata, “Uzair putra Allah,” dan orang-orang Nashara berkata, “Al Masih putra Allah.” Itulah ucapan yang keluar dari lisan-lisan mereka, mereka meniru ucapan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah memerangi mereka, bagaimana mereka berpaling.” (at-Taubah: 30)
Allah ta’ala juga berfirman:
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ (٧٢)
“Sungguh telah kafir orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah itu adalah Isa putra Maryam,” padahal al Masih berkata, “Wahai Bani Israil beribadahlah kalian kepada Allah, Rabbku dan Rabb kalian.” (al-Maidah: 72)
Firman Allah ta’ala :
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلا إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (٧٣
“Sungguh telah kafir orang-orang yang mengatakan bahwa Allah itu adalah salah satu dari yang tiga, padahal tidak ada yang diibadahi melainkan sesembahan yang Esa (satu) …” (al Maidah: 73)
Uswah hasanah manusia dan panutan seluruh makhluk dalam beragama menegaskan dalam sabdanya:
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ، وَلَا نَصْرَانِيٌّ، ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ، إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّار
“Demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, tidaklah seorangpun dari umat ini yang mendengar tentangku, baik Yahudi maupun Nasrani, kemudian ia mati dalam keadaan tidak beriman kepada yang aku diutus dengannya, kecuali ia termasuk dari penduduk neraka. (HR. Muslim dari sahabat Abu Hurairah)
Adakah keraguan dan kebimbangan hati terhadap keputusan Allah dan rasul-Nya?
Apakah rasa berat dalam hati masih mendominasi dalam menerima keputusan Allah dan Rasul-Nya?
Ketahuilah, wahai saudaraku …
Tidak ada seorangpun yang ragu dan berat hati ketika mendengar keputusan Allah dan rasul-Nya, melainkan orang yang patut kita ragukan keimanannya. Yakin, lapang dada dan tunduk kepada keputusan Allah dan rasul-Nya hanya akan terlahir dari hati yang bersih dan terang cemerlang dengan cahaya iman, sementara keraguan dan berat hati tidak akan terlahir, kecuali dari pengingkaran dan pembangkangan semata.
Bukankah Allah ta’ala telah menegaskan dalam firman-Nya:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا مُبِينًا (٣٦)
“Dan tidaklah pantas bagi mukmin laki-laki maupun perempuan, jika Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu perkara, akan ada baginya pilihan lain dalam perkara mereka, dan siapa yang berbuat maksiat kepada Allah dan rasul-Nya, sungguh ia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.” (al-Ahzaab: 36)
Allah ta’ala juga berfirman:
فَلا وَرَبِّكَ لا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (٦٥)
“Maka demi Rabbmu, tidaklah mereka beriman sampai mereka menjadikanmu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan diantara mereka kemudiantidak adarasa berat dalam hati mereka terhadap keputusanmu dan menerima dengan sepenuhnya.” (an-Nisaa’: 65)
Kesimpulannya jelas lagi tegas; orang Yahudi dan Nasrani adalah kafir. Keduanya bukan saudara umat Islam. Yang ragu dan berat hati terhadap keputusan ini hanyalah pengekor hawa nafsu yang diragukan keimanannya.
Sungguh adil dan bijaksana ketetapan Allah dan rasul-Nya. Sungguh indah dan mempesona akibat yang akan diraih oleh siapa saja yang yang tunduk dan menerima keputusan Allah dan Rasul-Nya. Namun sebaliknya, alangkah hina dan sengsaranya orang yang membuang ketetapan Allah dan rasul-Nya dan mengambil pilihan selainnya.
Alangkah dahsyat dan mengerikan hukuman siksa yang akan dirasakan oleh orang yang membangkang kepada Allah dan rasul-Nya.
Saudaraku kaum muslimin di manapun Anda berada …
Vonis kafir kepada Yahudi dan Nasrani berlaku sepanjang waktu. Tidak akan berubah dengan panjangnya perjalanan dan luasnya pengembaraan. Selagi keduanya kukuh dan bersi keras pada keyakinan kufurnya, maka selama itu pula vonis kafir tetap melekat erat pada dirinya.
Vonis itu tidak akan berubah hukumnya meskipun para pakar cendekia bersatu padu, bulat pendapat dan melantangkan teriakan bahwa keduanya tidak kafir. Apalagi pendapat itu hanya bersumber dari seorang lemah yang aniaya lagi jahil terhadap agamanya. Meski tepuk tangan riuh gemuruh memenuhi angkasa, pertanda hadirin setuju dan mengamini pendapat sesatnya, tetap tidak merubah vonis kafir kepada keduanya.
Bukankah anda masih ingat igauan seorang SAS yang berbicara di hadapan manusia, menebarkan racun hendak mematikan cahaya iman pada hati saudaranya. Dengan wajah tanpa berdosa, lisannya tega melesatkan kata-kata dusta:
“Jadi sesungguhnya … terutama para romo para pendeta, umat Islam dengan umat Kristiani dan Yahudi dulur misan .. ya basa jawanya dulur misan ya .. sepupu lah, gak layak kalo bertengkar, malah bila perlu bagi-bagi. Jadi kalo ada pesantren dibantu gitu kan … (disambut dengan tertawanya hadirin) nanti .. nanti Banser kalo hari Natal jaga Gereja gitu aja udah … nanti kalo pesantren Yudarta ya dibantu gitu … NU dibantu … wong anak dulur kok … misanan, tidak layak bertengkar dan tidak layak bermusuhan …”
Allahu Akbar, Allah Maha Besar …
Subhanallah, Maha Suci Allah …
Coba kita ajukan pertanyaan kepadanya:
Mengapa Anda tega meracuni akidah saudara-saudara Anda?
Apa yang Anda inginkan dengan melancarkan makar dan tipu daya kepada mereka?
Apa yang telah dan akan dapatkan Anda dari itu semuanya?
Wahai saudaraku …
Kata-kata dusta dan racun berbisa itu hanya terlahir dari kotornya hati seorang hamba. Klaim dusta itu sebagai rangkaian bukti rusaknya dan sesatnya akidah yang bercokol dalam hatinya. Kata yang melesat dari lisannya itu sebagai dalil yang menunjukkan loyalitasnya kepada non muslim dan permusuhannya kepada saudaranya.
(Yuk/Kenal-NU/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email