Mengingat sejarah Imam Ali maka kita akan mengenang sebuah perjalanan sejarah seorang manusia yang penuh dengan hal-hal yang mencengangkan. Bayangkan ketika Imam Ali berumur lima tahun, ia dengan begitu gagah berani untuk membela Rasulullah saw dalam menegakkan syiar Islam. Padahal pada saat itu banyak sekali orang-orang yang menentang kenabian Muhammad saw.
Peristiwa lain yang cukup menggetarkan hati manusia adalah keberaniannya menggantikan Nabi Muhammad saw ketika akan berangkat hijrah. Peristiwa ini menjadi bukti bahwa ia lebih mencintai Rasulullah saw dibandingkan dirinya. Keberanian Imam Ali untuk menggantikan Nabi saw merupakan contoh jihad dan usaha memajukan agama yang dipraktikkan oleh Imam Ali, dan juga menunjukkan sifat bebas dari kepentingan dunia. Dia begitu taat dan tulus dan lebih mencintai orang lain dari dirinya. Catatan sejarah juga menunjukkan bahwa ia adalah seorang prajurit sejati yang setia kepada pemimpinnya, Nabi Muhammad saw.
Imam Ali telah menjadikan hidup sepenuhnya untuk pengabdian kepada Allah dan Rasulnya. Rasulullah saw dalam sebuah hadis menyatakan bagaimana kedekatan beliau dengan Imam Ali. Kata Nabi saw seperti dikutip Sa’ad bin Waqas berkata, “Barangsiapa menyakiti Ali berarti menyakitiku.” Begitupula banyak riwayat yang menceritakan bagaimana keutamaan Imam Ali dari segi ibadah. Sebuah riwayat menceritakan bagaimana ketika dalam keadaan shalat, ia tetap menginfakkan cincinnya kepada orang miskin. Bahkan sebuah hadis dari Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa Nabi saw pernah berkata, “Memandang wajah Ali adalah termasuk ibadah.”
Kepribadian Imam Ali dalam realitas sejarah, menurut Murtadha Muthahhari yang menulis dalam Polarization Around The Character of Ali bin Abi Thalib, mempunyai daya tarik dan daya tolak. Pribadi Imam Ali begitu memikat sahabat- sahabat seperti Abu Dzar dan Salman al-Farisi yang begitu setia mendampinginya ketika terjadi ‘bencana’ politik pasca kepemimpinan Nabi saw. Kepribadiannya juga mempunyai daya tolak dari orang-orang seperti Muawiyah, yang begitu memusuhinya.
Begitulah kepribadian Imam dalam sejarah realitas politik. Namun begitu ia juga mumpuni dalam hal sastra, di samping pemahamannya yang sempurna terhadap al-Quran. Dalam kitab Nahj al-Balâghah terkandung ucapan dan pikiran Imam Ali yang dikemas dengan bahasa yang begitu memikat. Bahkan Nahj al-Balâghah merupakan standar untuk melihat kemampuan seseorang dalam bahasa Arab. Isi yang terkandung dalam kitab itu juga tak lekang oleh waktu.
Ali bin Abi Thalib: Sang Putra Ka’bah ini merupakan sebuah buku yang menjelaskan tentang hadis-hadis tentang keutamaan Imam Ali. Berbeda dengan periwayatan tokoh- tokoh dunia yang umumnya berupa biografi atau autobiografi. Periwayatan keshahihan sejarah hidup Imam Ali menggunakan syarat-syarat seperti layaknya sebuah hadis Nabi saw. Dalam tradisi Syi’ah (Imam Ali merupakan Imam pertama pengganti Nabi saw), menjadikan seluruh perkataan, tindakan dan keputusan Imam Ali layaknya Nabi saw yang patut diteladani. Sedangkan dalam tradisi Sunni, Imam Ali juga merupakan tokoh yang amat diteladani. Dalam tradisi Sunni Imam Ali merupakan Khalifah keempat yang mempunyai kemampuan sempuma dalam ilmu agama, sastra, tasawuf dan lain-lain
Isi buku ini merupakan cuplikan dari sebuah karya besar ulama Syi’ah, Syaikh Abdul Husain Ahmad al-Amini an-Najafi, al-Ghadir. Hal yang paling penting dalam memandang Imam Ali bukanlah sekadar membaca riwayat-riwayat tentangnya, namun meneladaninya.
Rudhy S
(Sadeqin/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email