Jawaban:
Allah swt. menyebut al-Qur’an sebagai kitab yang menerangi:
قَد جَائَکُم مِنَ اللهِ نُورٌ وَ کَِتَابٌ مُبِینٌ / المائدة: 15
Artinya: “Sungguh telah datang kepada kalian cahaya dan kitab yang menerangi”. (QS. 5: 15).
Begitu pula di ayat-ayat yang lain Allah swt. menyebut apa yang disampaikan oleh para nabi dengan kitab yang bercahaya dan menerangi:
جَاءُوا بِالبَیِّنَاتِ وَ الزُّبُرِ وَ الکِتَابِ المُنِیرِ / آل عمران: 184
Artinya: “Mereka datang dengan keterangan-keterangan yang nyata dan lembaran-lembaran (yang berisikan wahyu) dan kitab yang bercahaya”. (QS. 3: 184).
لَا رَطبٍ وَ لَا یَابِسٍ اِلَّا فِي کِتَابٍ مُبِینٍ / الانعام: 59
Artinya: “Tidak ada sesuatu yang basah dan yang kering melainkan tertulis dalam Kitab yang menerangi”. (QS. 6: 59).
Dan yang dimaksud dengan yang basah dan yang kering –berdasarkan konteks ayat sebelum dan sesudahnya– adalah pengetahuan atas segala sesuatu, hal ini didukung oleh ayat yang lain:
مَا فَرَّطنَا فِي الکِتَابِ مِن شَیئٍ / الانعام: 38
Artinya: “Tidaklah Kami meluputkan di dalam kitab (al-Qur’an) sedikit pun”. (QS. 6: 38) melainkan Kami telah menejlaskan segala sesuatu yang punya pengaruh dalam merealisasikan kebahagiaan manusia.
Mengenai permasalahan ini ada beberapa kemungkinan makna dan pandangan:
1. Yang dimaksud dengan kitab mubin di dalam ayat 59 surat al-An’am adalah ilmu Allah swt. atau lauh mahfudz, dan yang dimaksud dengan kitab di dalam ayat 38 surat yang sama adalah ajal kematian dan bukan al-Qur’an. Di sebagian hadis juga kitab mubin diartikan dengan imam yang terang dan menerangkan. [1]
2. Yang dimaksud dengan kitab adalah al-Qur’an, hal itu karena melihat batin al-Qur’an yang mulia dan yang disebut dengan ummul kitab, alasannya adalah semua hakikat terdapat di sana dan bisa dicapai oleh insan kamil atau manusia yang sempurna.
3. Yang dimaksud dengan kitab adalah al-Qur’an, karena segala urusan agama dan dunia ada di dalam tingkatan-tingkatan al-Qur’an yang beragam.
4. Yang dimaksud dengan kitab adalah al-Qur’an dengan segala tingkatannya, tapi yang dimaksud dengan segala sesuatu di sini adalah pokok-pokok yang menjadi asas semua ilmu dan makrifat serta membuat postulat-postulatnya.
5. Yang dimaksud dengan kitab adalah al-Qur’an dengan segala tingkatannya, tapi yang dimaksud dengan segala sesuatu adalah komprehensifitas al-Qur’an meliputi segala ajaran dan bimbingan yang memberi petunjuk kepada manusia untuk mencapai kebahagiaannya. Himpunan ini mencakup keyakinan, pandangan dunia, bimbingan-bimbingan normatif, dan tuntunan-tuntunan praktis manusia dalam hubungannya yang empat (hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan sesama, hubungan dengan diri sendiri, dan hubungan dengan alam).
Menurut pandangan terakhir, tujuan utama al-Qur’an adalah menjelaskan hakikat-hakikat agama yang memberi hidayah kepada manusia untuk mencapai kesempurnaan dan kebahagiaannya. Tentunya hal ini tidak berarti menegasikan adanya hakikat-hakikat ilmiah atau ketelitian yang bersifat mukjizat di dalam al-Qur’an, hanya saja penjelasan hakikat ilmiah yang teliti ini bukan merupakan tujuan asli al-Qur’an dan juga bukan dalam rangka mengklaim diri sebagai kitab yang mencakup semua ilmu empiris.
Keberadaan hakikat ilmiah di dalam ayat-ayat al-Qur’an mengandung berbagai keuntungan, di antaranya adalah:
a. Memperlihatkan tanda-tanda kebesaran ciptaan Tuhan dan mengantarkan manusia kepada keyakinan tentang ketuhanan;
b. Membuktikan kemukjizatan al-Qur’an dari aspek keilmuan dan kenyataan bahwa al-Qur’an adalah kitab samawi dari Tuhan;
c. Membangkitkan rasa ingin tahu dan penalaran;
d. Menginspirasikan hal-hal penting di bidang pengetahuan manusia dan pengembangan ilmu-ilmu mereka;
e. Membuktikan sebagian hakikat-hakikat agama seperti hari kebangkitan dan lain sebagainya melalui proposisi-proposisi ilmiah.
Pandangan yang terakhir ini tampak lebih kuat dan benar, selain itu juga tidak bertentangan dengan pandangan-pandangan yang sebelumnya.
Allamah Thaba’ Thaba’i adalah salah seorang ulama yang mendukung pandangan ini, dia menjelaskan ayat:
"وَ نَزَّلنَا عَلَیکَ الکِتَابَ تِبیَانًا لِکُلِّ شَیئٍ" [2]
(artinya: “Kami turunkan kepadamu kitab yang menjelaskan segala sesuatu”) sebagai berikut:
“Maksud dari segala sesuatu di sini adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan hidayah atau petunjuk manusia ke arah kesempurnaannya. Apa saja yang diperlukan oleh manusia sehubungan dengan awal penciptaan, hari kebangkitan, budi pekerti yang mulia, syari’at, kisah-kisah, dan nasihat telah ditunjukkan dan dijelaskan oleh al-Qur’an.
Inilah makna yang bisa dimengerti dari ayat ini apabila dengan memperhatikan tujuan-tujuan al-Qur’an itu sendiri. Namun demikian, di dalam sebagian hadis disebutkan bahwa al-Qur’an memuat semua ilmu yang lampau dan akan datang sampai Hari Kiamat. Jika hadis-hadis ini sahih maka yang dimaksud dengan tibyan adalah lebih luas dari makna literalnya. Mungkin maksudnya adalah al-Qur’an mempunyai petunjuk-petunjuk di luar jalur makna yang literal dan mengungkap rahasia-rahasia di luar pemahaman yang konvensional”. [3]
Penerjemah: Nasir Dimyati
Referensi:
1. Zarkasyi, Badruddin Muhammad bin Abdullah, Tafsirul Burhan fi Ulumil Qur’an, Kairo, Daru Ihya’il Kutubil Arobiyah, jilid 1, hal. 529.
2. QS. 16 (an-Nahl): 89.
3. Al-Mizanu fi Tafsiril Qur’an, jilid 14, hal. 325.
Untuk lebih jelasnya Anda bisa merujuk pada buku karya Muhammad Ali Ridha’i Isfahani yang berjudul, Pazhuhesy dar I’joze Ilmie Qur’on, Qom, Intisyorote Kitobe Mubin, cetakan ketiga, tahun 1381 hs.
(Sadeqin/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email