Pesan Rahbar

Home » » Peristiwa Saqifah Yang Penuh Keributan

Peristiwa Saqifah Yang Penuh Keributan

Written By Unknown on Sunday, 4 September 2016 | 07:43:00


Tanya:

Yang jelas Ali hanya duduk di rumah… Pertamanya, Anshar menentang Abu Bakar dan bersikeras untuk membai’at Sa’ad bin ‘Ubadah namun akhirnya semuanya membai’at Abu Bakar. Bai’at mereka mungkin memiliki salah satu dari beberapa alasan ini:
1. Mereka dipaksa membai’at.
2. Akhirnya mereka sadar bahwa Abu Bakar layak untuk menjadi khalifah.
3. Mereka asal membai’at begitu saja, tanpa ada tujuan.

Karena yang pertama dan ketiga tidak mungkin, dan tidak ada kemungkinan keempat; jadi yang benar adalah yang kedua. Betul bukan?


Jawab: 

Padahal sebelumnya penanya pernah menyatakan bahwa semua sahabat telah membai’at Abu Bakar, namun di sini ia berkata bahwa Anshar tidak membai’atnya, namun akhirnya mereka pun membai’at Abu Bakar.
Sejarah mencatat bahwa dalam peristwia Saqifah, hanya pemimpin kaum Aus yang membai’at Abu Bakar; karena kaum Aus berkeyakinan bahwa kalau sampai orang-orang Khazraj memilih seorang pemimpin untuk mereka, mereka pasti akan membanggakan itu dan kaum Aus tidak akan mendapatkan apa-apa, oleh karenanya pemimpin Kaum Aus bangkit membai’at Abu Bakar.[1]

Kalau begini kenyataannya, bagaimana bisa dikatakan semua kaum Anshar membai’at Abu Bakar?
Sepertinya penanya mengira peristiwa Saqifah berjalan lancar dan dengan tanpa ada perdebatan dan percekcokan. Jika ia membaca sejarah Saqifah dengan benar, pasti ia akan fahami bagaimana kenyataannya.
Baiklah, di sini saya akan menggambarkan peristiwa Saqifah untuk para pembaca secara singkat:
Hanya ada tiga orang dari kaum Muhajirin saat itu, mereka adalah Abu Bakar, Umar dan Abi ‘Ubaidah Jarrah.

Thabari menulis: Kaum Muhajirin sedang bersiap untuk memandikan dan mengkafani jenazah Rasulullah Saw. Sedangkan kaum Anshar berkumpul di Saqifah membentuk satu kelompok. Mereka sengaja mengadakan suatu perundingan guna menentukan khalifah tanpa dihadiri kaum Muhajirin. Tiba-tiba datang dua orang penentang Sa’ad bin ‘Ubadah yang bernama Mu’an bin ‘Uday dan ‘Uwaiyam bin Sa’idah datang[2] dan berkata kepada Abu Bakar: “Bibit fitnah telah tertanam! Anshar berkumpul di Saqifah Bani Sa’idah untuk membai’at Sa’ad bin ‘Ubadah menjadi khalifah.” Abu Bakar tanpa memberitahukan orang-orang Muhajirin yang lainnya bergegas menuju Saqifah bersama Umar dan Abu Ubaidah. Dengan demikian mereka meninggalkan upacara pemandian dan pemakaman jenazah Nabi.
Mereka sampai di Saqifah sedang Sa’ad bin ‘Ubadah berpidato yang isinya:
“Wahai kaum Anshar, kalian telah memeluk Islam lebih dahulu. Oleh karena itu kalian memiliki keutamaan dibanding yang lainnya. Bangkitlah dan genggamlah tali kendali urusan ini.”
Abu Bakar berkata: “Tuhan telah mengutus Muhammad saw sebagai Nabi dan kaum Muhajirin lah yang telah mengimaninya terlebih dahulu.”
Lalu Abu Bakar menyinggung masalah pertikaian antara dua kabilah dalam Anshar, yakni Uais dan Khazraj; yang mana jika Uais berkuasa, pasti Khazraj tidak terima, begitu juga sebaliknya.
Ketika pembicaraan Abu Bakar telah usai, Habbab bin Mundzir, seorang sahabat dari Anshar bangkit dan berkata, “Hai Anshar, bangkitlah, rebutlah kekuasaan ini! Banyak penentang kalian yang hidup di bawah bayangan kalian, namun mereka sama sekali tidak akan berani menentang kalian.” Lalu ia menghadap ke arah Abu Bakar seraya berkata, “Sumpah demi Tuhan, tidak ada yang bisa menentang perkataanku kecuali aku akan menghantam hidungnya dengan pangkal pedang ini!”
Umar berkata kepadanya, “Semoga Tuhan membinasakanmu!”
Ia menjawab, “Engkau yang akan dibinasakan Tuhan!”
Akhirnya semua orang bangkit merampas pedangnya dan menenangkannya.

Tak lama kemudian Umar berpidato. Nada bicaranya begitu keras dalam menentang perkataan Habbab bin Mundzir. Ia berkata: “Arab tidak akan pernah tunduk di hadapan kalian dan mustahil menerima kalian sebagai khalifah. Sungguh Nabi dari pihak selain Anshar.”

Sejenak suasana menjadi sepi. Lalu berdirilah Basyir bin Sa’ad, dari kabilah Khazraj. Ia adalah sepupu Sa’ad bin ‘Ubadah yang begitu membencinya. Ia memecah keheningan dengan berteriak, “Nabi dari Quraisy, dan keluarga Nabi lebih layak untuk memimpin setelahnya.”

Abu Bakar menggunakan kesempatan ini lalu berkata, “Bai’atlah salah satu di antara Umar atau Abu Ubaidah.” Ucapannya itu sebenarnya tidak terlalu serius, hanya pembukaan agar kedua orang tersebut membawa Abu Bakar maju ke depan lalu keduanya membai’at Abu Bakar. Tanpa basa basi, Abu Bakar menjulurkan tangannya untuk dibai’at. Basyir bin Sa’ad pun juga senang dan membai’atnya.

Habbab bin Mundzir dari Anshar berkata, “Engkau adalah anak durhaka Khazraj yang penuh kedengkian!” Dengan demikian, pimpinan Aus yang sempat senang dengan pengunduran diri kaum Khazraj berbincang-bincang dengan anggota kabilah lalu berkata kepada mereka, “Jika Khazraj mencuri kekhilafahan ini, artinya mereka akan mendapatkan keutamaan yang spesial, jadi lebih baik kita membai’at Abu Bakar saja.”

Setelah para pembesar Aus membai’at Abu Bakar, mulailah percekcokan terjadi, dan Sa’ad bin ‘Ubadah yang sedang sakit hampir saja terbunuh.

Umar berteriak, “Bunuhlah Sa’ad! Semoga Tuhan membunuhnya. Ia adalah orang munafik dan penebar fitnah.” Anak Sa’ad yang bernama Qais bin Sa’ad marah atas kelancangan Umar dan menggenggam jenggotnya seraya berkata, “Kalau sampai ada satu helaipun rambut ayahku yang tercabut, aku tidak akan membiarkan ada satupun gigimu yang tersisa.”

Muhajirin yang hadir di Saqifah tidak merasa cukup hanya dengan bai’at itu saja. Mereka pergi keluar Saqifah dan mendatangi masjid. Secara bertahap mereka mengambil bai’at dari setiap orang. Namun mereka terhambat dengan keberadaan 18 orang dari Bani Hasyim di rumah Fathimah Azzahra as. Mereka tidak mau membai’at Abu Bakar, bagi mereka pemimpin yang sebenarnya adalah Ali as. Mereka memaksa 18 orang tersebut sedemikian rupa yang mana apa yang seharusnya tak terjadi akhirnya terjadi juga dan sejarah telah mencatatnya, saya tidak ingin menyinggungnya di sini.[3]

Dengan ulasan di atas, ada beberapa poin yang menjadi jelas:
1. Apa yang terjadi di Saqifah, semuanya berada di luar kemaslahatan Islam dan umatnya. Yang ada hanyalah pertikaian antar kelompok yang saling berebut kekuasaan. Anshar membanggakan pertolongannya terhadap Nabi saat berhijrah, Muhajirin membanggakan kebersamaan mereka dengan Nabi. Mereka saling membanggakan diri dan melupakan perintah Tuhan dan pesan Nabi-Nya.
2. Pada dasarnya, dari sekumpulan orang yang hadir di Saqifah, hanya ada empat orang yang membai’at Abu Bakar; dua orang dari Muhajirin, yakni Umar dan Abu ‘Ubaidah, dan dua orang lagi dari Anshar, yang bernama Basyir bin Sa’ad dari Khazraj dan Usaid bin Khadhir dari Uais. Selebihnya sama sekali tidak dijelaskan bagaimana pendapat mereka, karena mereka dianggap telah terwakili oleh pemimpin mereka.
3. Peristiwa Saqifah berlangsung dengan penuh pertikaian dan kekerasan yang tak patut.
Akhirnya bai’at pun terjadi dan Sa’ad bin ‘Ubadah pimpinan kaum Khazraj terbunuh di tengah gurun dan dikira jin adalah pembunuhnya, lalu dikenal dengan sebutan “orang yang dibunuh jin”.
Thabari menukil dari Umar bin Khattab mengenai Saqifah: “Sungguh peristiwa yang tak terorganisir dan tidak jelas, sama seperti yang sering terjadi di masa Jahiliah.”[4] Bahkan setelah itu Umar sendiri berkata dengan jelas, “Sungguh bai’at Abu Bakar adalah keputusan yang terburu-buru dan tak dilandasi oleh pemikiran. Semoga Tuhan menjauhkan kita dari keburukannya.”[5]


Referensi:

[1] Tarikh Thabari, jld. 2, hlm. 458.
[2] Ibid
[3] Silahkan merujuk Tarikh Thabari, jld. 2, peristiwa tahun 11 Hijriah, hlm. 456; Tarikh Ibnu Atsir, jld. 2, hlm. 137; ‘Aqdul Farid, jld. 2, hlm. 249; dan masih banyak lagi…
[4] Tarikh Thabari, jili d2, hlm. 459.
[5] Ibid, jld. 2, hlm. 446.

(Hauzah-Maya/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: