Kepolisian RI mengandeng Pegurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk mencegah konflik sosial di masyarakat. Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, alasan digandenganya NU karena ormas ini memiliki jaringan yang cukup luas.
Dikatakan oleh Tito, NU memiliki anggota sebanyak 90 juta lebih dan menjadi ormas Islam terbesar di dunia. Menurutnya NU adalah kekuatan utama Islam moderat di Indonesia dan dunia. Di samping itu, NU merupakan salah satu dari pendiri bangsa, bersama kaum pergerakan nasionalis, kaum pejuang TNI/Polri.
“NU merupakan salah satu pendiri bangsa. Sama juga dengan Polri dan TNI. Oleh karena itu, sesama pendiri bangsa harus mempertahankan NKRI,” kata Tito usai acara penandatangan nota kesepahaman dan seminar di Mapolda Jatim, Jalan Ahmad Yani, Surabaya, Kamis 1 September 2016.
MoU ini sebagai rangkaian acara seminar nasional bertajuk “Penanganan Konflik Sosial dan Ujaran Kebencian (Hate Speech)”. Seminar ini diselenggarakan oleh PWNU Jatim dan Polisi Daerah Jatim.
Dalam pernyataannya, Kapolri juga menyinggung bahwa secara pribadi sangat dekat dengan NU. ”Di media disebutkan saya orang Palembang, mbah saya dari Pasar Turi dan sekolahnya di Pesantren Tebu Ireng, jadi saya tidak perlu dibuatkan kartu NU karena sudah warga NU,” ujarnya disambut tepuk tangan riuh dari tamu undangan.
Keduabelah pihak pun menandatangani nota kesepahaman (MoU) di gedung Mahameru Markas Polisi Daerah Jawa Timur, Surabaya, Kamis 1 September 2016. Prosesi penandatanganan dilakukan Kapolri Jendral Tito Karnavian dan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj.
Momentum penandatangan MoU dengan PBNU ini merupakan kunjungan kerja pertama kali ke Surabaya selama menjabat sebagai Kapolri. Bahkan, rencanaya Kapolri akan membuat jadwal tersendiri untuk berkunjung ke kampung halamannya di Kawasan Wonorejo, Surabaya.
Setelah penandatangan MoU antara Kapolri dan Ketum PBNU, acara dilanjutkan seminar nasional bertajuk “Penanganan Konflik Sosial dan Ujaran Kebencian (Hate Speech)”. Seminar ini diselenggarakan oleh PWNU Jatim dan Polisi Daerah Jatim.
Sementara itu Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj pada kesempatan itu menyampaikan penilainnya soal radikalisme. Ia menyebutkan sebanyak 20 pesantren di Indonesia disebut menjadi penyebar paham radikalisme. Ia pun meminta kepada pihak kepolisian untuk memantau 20 pesantren tersebut.
“Wahabi memang bukan teroris, tapi ajarannya ekstrem, selangkah lagi menjadi teroris. Saya minta kepada Pak Kapolri untuk memantau 20 pesantren yang menyebarkan paham wahabi,” kata Said.
Said Aqil menjelaskan, hal yang dimaksud paham ekstrem adalah menyebut golongan lain di luar golongan tersebut bid’ah bahkan musyrik. “Mereka menyebut Maulid Nabi bid’ah, ziarah kubur syirik, perayaan haul syirik, semuanya masuk neraka. Kalau sudah begini boleh membunuh orang NU kan kerjanya syirik semua,” tambahnya.
Ia menyebut beberapa fakta bahwa paham tersebut memicu terjadinya tindakan terorisme. Hal ini terungkap dari beberapa pelaku bom bunuh diri berasal dari pesantren paham wahabi. Contohnya, pelaku bom bunuh diri di Polresta Cirebon pelakunya adalah Saifuddin alumni dari Pesantren Assunnah di Desa Kali Tanjung, Kecamatan Graksan, Cirebon Selatan. Direktur pesantren itu bernama Salim Bajri Yusuf Ba’itsa. Syarifufin dari Desa Manis Kidul, Kecamatan Jalaksana, Kuningan, Jawa barat juga pelaku bom Hotell Ritz Carlton.
“Kemudian Ahmad Yusuf dari Cirebon Timur pelaku bom Gereja Bethel di Solo adalah keluaran pesantren wahabi,” katanya.
Said Aqil juga menjelaskan, semua pelaku bom di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, beberapa waktu adalah alumni dari pesantren beraliran wahabi seperti Afifi dari Subang, Dian Ali dari Tegal, Muazzam dari Desa Kedung Wungu, Kecamatan Karang Ampel, Indramayu. Ada lagi Abu Wardah, Santoso, Ali Gufron, dan Umar Patek yang mertuanya bernama Hisyam Bawazir, pemilik salah satu pom bensin di Pemalang, Jawa Tengah.
Di hadapan Kapolri Jenderal Tito Karnavian, ia menyebut sejumlah pesantren yang beraliran wahabi dan penyebar paham radikalisme. “Selain Pesantren Assunnah, juga ada Pesantren Al Faruq di Jalan Danau Toba, Jember, Jawa Timur, yang Ketuanya bernama Amin Rojab, Pesantren Al Fitroh di Jalan Arif Rahman Hakim, Surabaya, yang direkturnya bernama Ainul Harist,” ungkapnya.
Selain itu ada Pesantren Umar bin Khattab di Mataram; Pesantren Assoffah di Lenteng Agung, Jakarta, yang diketuai oleh Maman Abdurahman dan pernah terlibat dalam pengeboman Hotel Atrium, akibatnya pernah dipenjara 1 tahun. Kemudian ada lagi Pesantren Ulil Albab di Bandar Lampung.
“Kami minta kepolisian mengawasi pesantren-pesantren itu karena menyebarkan paham wahabi di Indonesia,” pungkasnya.
(PWNU/Satu-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email