Sebelum saya diserbu pertanyaan tentang agama dan nama, mungkin penting untuk saya awali dengah perkenalan, supaya tak ditanya dan dicurigai. Saya muslim sejak lahir, sempat nyantri 7 tahun, ngajar di pesantren 1 tahun. Kalau setelah membaca judul atau tulisan ini masih ada yang tanya saya islam apa? berarti dia bodoh yang MK, maksudnya bodoh yang final dan mengikat.
Keberadaan FPI di Indonesia ini semakin hari semakin merusak keberagamaan dan citra agama Islam. Agama yang saya anut sangat bertentangan dengan FPI yang doyan ribut.
Di Indonesia hanya ada 2 ormas Islam yang sesuai dengan ajaran agama yang pernah saya pelajari. Yakni NU dan Muhammadiyah. Selain itu, baik berupa partai, ormas atau apapun, semuanya tidak sesuai karena cenderung mengimpor budaya arab lalu fokus pada aksesoris. Misal pakai daster, jenggot panjang dan sebagainya. Selanjutnya ormas-ormas tersebut saya singkat jadi “ormas onta.”
Sebenarnya saya tidak masalah dengan daster atau jenggot mirip sarang tawon, biarlah itu gaya mereka, bagian dari kebebasan berekspresi dan gaya. Yang menjadi masalah dari ormas onta ini adalah sikap dan ego mereka yang juga impor dari Arab. Buruknya mereka tidak mengimpor penuh budaya panas ala padang pasir, hanya setengahnya. Jadi kalau di negara-negara arab sana ada orang marah-marah, cukup ucap shollu alannabi langsung luluh hatinya. Tapi di sini, ormas onta ini hanya tau marahnya.
Sehingga yang nampak dari ormas onta, salah satunya FPI, hanya marah-marah, demo dan rusuh. Mereka jadikan satu dua ayat suci atau hadits sebagai alasan untuk rusuh dan demo. Mereka datang membuat keributan atas nama Tuhan.
Padahal ayat dalam kitab suci itu banyak. Hadits Nabi juga tidak hanya satu dua. Jika dalam bahasa pemograman PHP ada teori if else, dalam ajaran Islam pun sudah ada. Contoh, jika dalam perjalanan, shalat bisa dijama’. Tapi jika tidak dalam perjalanan, wajib 5 waktu. Gerakan shalat normalnya dari berdiri, rukuk sampai sujud, namun jika sakit dan tidak bisa berdiri dapat melaksanalan shalat sambil duduk atau bebaring.
Semua jenis ibadah bisa begitu. Jika A tidak bisa maka B. Untuk memenuhi B maka syarat-syaratnya adalah bla bla bla.
Pada intinya agama Islam itu tidak kaku, tidak pernah memaksa. Islam adalah agama yang tidak memberatkan ummatnya. Tidak bisa sedekah karena kurang mampu? Tidak usah sedekah. Malah diberi sedekah. Perjalanan panjang melelahkan? Tidak perlu shalat tepat waktu, direkomendasikan jama’.
Ajarannya seperti itu. Bahkan Allah yang maha segalanya tidak memaksa manusia untuk menyembah atau masuk agama Islam. Kita mau ibadah ya silahkan, mau absen juga tidak merugikan Tuhan sama sekali.
Tapi FPI yang mengaku ormas Islam sama sekali tidak seperti Islam yang saya pahami selama ini. Mirip ISIS, suka memaksa. Kalau tidak sepaham maka salah. Jika tidak Gubernurnya non muslim, demo pakai kotoran kuda. Tak setuju dengan aktifitas Bu Sinta Nuriyah, demo dan batalkan acaranya. Lalu kemarin, FPI menutut agar rumah makan babi panggang Karo ditutup. Alasannya? Sama seperti alasan-alasan pada aksi onta sebelumnya: “hargai kami ummat muslim.” Padahal Islam tidak menuntut dihargai dalam arti yang seperti itu. Malah kita harus menghargai hak non muslim untuk beribadah ataupun makan babi.
Persis seperti yang saya bahas pada paragraf sebelumnya, mereka menggunakan satu ayat sebagai alasan lakukan demo atau rusuh. Pemimpin non muslim? Haram, rusuh pakai kotoran kuda. Babi? Haram, demo. Buka puasa lintas agama di gereja dengan Bu Sinta? Haram, demo. Eh yang terakhir tidak haram, tapi tetap mereka demo dan ancam rusuh kalau tidak dibatalkan
Mereka hanya mengambil satu ayat untuk lakukan aksi, berdalih demi agama Islam. Padahal salah kaprah. Babi memang haram, tapi bagi ummar muslim. Kalau dimakan non muslim ya tidak apa-apa. Bahkan orang muslim pun boleh makan babi jika tersesat di hutan, kelaparan, dan hanya ada babi. Makan lah daripada mati. Nah FPI hanya fokus pada babi haram, satu ayat, namun melupakan ayat dan fakor lain.
Ahok Gubernur non-muslim, kafir, haram? Iya kalau yan dibaca ayat itu-itu saja dengan konteks jaman yang sama. Pemimpin jaman dulu tugasnya melindungi, sistemnya masih kabilah. Sekarang sistemnya sudah demokrasi, ada hukumnya, polisi, jaksa dan undang-undang. Pemimpin hanya jadi pelaksana amanat undang-undang, bukan lagi melindungi warga dari pelecehan ummat Yahudi.
Kalau pemimpin dalam arti Gubernur di Indonesia, dia tak harus bisa baca alquran, tidak perlu jadi imam dan ragam ritual ibadah. Itu bukan tugas Gubernur. Jadi kalaupun Gubernur non muslim ya tidak masalah, asal paham cara memimpin daerah, lakukan perbaikan infrastruktur demi kenyamanan warga secara adil, gunakan APBD tepat sasaran dan tidak korup.
Nah, ormas onta seperti FPI turup mata dengan kajian-kajian seperti ini. Bahkan seperti yang saya bilang sebelumnya, hanya ambil satu ayat, lalu tutup mata dengan ayat yang lain.
Membenci Islam karena FPI
Secara tidak sadar FPI sudah menjelek-jelekkan agama Islam. Orang non muslim pasti ada yang berpikir bahwa Islam itu kaku dan kasar seperti FPI. Jika dulu FPI rusuh karena gubernur, buka puasa dan hal-hal yang tidak bersentuhan langsung dengan ummat non muslim akar rumput, sekarang tambah berani dengan melarang rumah makan babi panggang. Padahal babi adalah salah satu daging favorit non muslim. Kalau sekarang FPI mau melarang karena alasan “minta dihargai” ini jadi mirip orang Madura dilarang makan sate. Aromanya sama menyengatnya. Atau orang betawi dilarang makan jengkol.
Sikap yang seperti ini menurut saya sangat mengganggu. Selain menjelek-jelekkan Islam, FPI juga sudah memancing ribut antar ummat. Beberapa non muslim konsumen babi mungkin ada yang kalem, tapi pasti ada juga yang emosian. Apalagi orang Batak, semangat mereka sama tingginya dengan intonasi suara. Keras.
Mereka non muslim pasti tidak suka. Jangankan mereka, saya saja tidak suka dengan FPI. Lama-lama akan banyak orang benci dengan Islam karena FPI.
Enggan umumkan pembubaran FPI
Daripada kita selalu diprovokasi, sebaiknya FPI segera dibubarkan. Mendagri yang sejak beberapa bulan lalu katanya sudah membubarkan ormas anti pancasila, kemungkinan besar yang dimaksud adalah FPI, sampai sekarang belum juga diumumkan.
Sepertinya pemerintah enggan segera membubarkan. Sebab nanti akan muncul opini bahwa pemerintah melarang kebebasan berekspresi, anti demokrasi dan sebagainya. Sangat beresiko ditunggangi kepentingan politik dan rusuh.
Pemerintah lebih memilih mengawal agar tidak terjadi kerusuhan, dibanding membubarkan FPI. Entah sampai kapan.
Namun saya jadi sadar bahwa saat ada sikap anti pancasila dan keberagaman seperti yang dilakukan FPI, maka kita harus bereaksi. Salah satu reaksi saya dengan menulis artikel ini. Kalian bisa ikut menyebarkannya jika sependapat.
Begitulah kura-kura.
(Seword/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email