Saudi protesters during a procession in the coastal town of Qatif, 400 kilometers east of the capital Riyadh, on May 25, 2015 (Foto: AFP)
Ribuan Orang Gelar Unjuk Rasa Anti-Rezim Arab Saudi
Ribuan orang menggelar unjuk rasa di Arab Saudi, untuk menunjukkan solidaritas atas sikap semena-mena rezim yang menahan Ayatullah Nimr Baqir al-Nimr. Aksi ini bertepatan dengan haul Nabi Muhammad Saw yang diperingati pada hari Jumat, (11/12/2015) oleh kaum Muslimin di kota Qatif.
Ayatullah Nimr, ulama yang sangat dihormati oleh Muslim Syiah Arab Saudi, ditangkap pada bulan Juli 2012. Ia didakwa menganggu keamanan kerajaan, berpidato dengan materi anti-rezim dan menyebabkan kerusuhan. Namun semua tuduhan itu dibantah oleh Nimr.
Lalu pada tanggal 25 Oktober, pengadilan Arab Saudi menjatuhi hukuman mati atas Nimr, dan memberikan mandat kepada Kementrian Dalam Negeri Arab Saudi untuk melaksanakan hukuman tersebut. Namun surat perintah tersebut harus dengan persetujuan Raja Arab Saudi.
Selain Nimr, ada tahanan politik lainnya, seperti keponakan Nimr yaitu Ali Mohammad yang telah dihukum mati. Aktivis setempat telah memperingatkan rezim Arab Saudi untuk mengeksekusi mereka berbarengan dengan eksekusi atas narapidana terorisme.
Sejak tahun 2011, rakyat Arab Saudi di Provinsi Timur telah aktif melakukan unjuk rasa anti-rezim. Mereka menuntut reformasi, kebebasan berekspresi, pembebasan tahanan politik dan mengakhiri diskriminasi atas penduduk di wilayah yang kaya minyak.
Sepanjang demonstrasi, banyak yang luka-luka maupun tewas, dan lainnya ditangkap. Namun kejadian serupa ini sepi dari pemberitaan. Amnesty International telah mengecam Arab Saudi atas buruknya catatan hak asasi manusia di negara monarki tersebut.
Universitas Indonesia, Wahabi-Saudi, dan Integritas yang Tergadaikan
Oleh: Moch Boerhan
“Hari ini IQ Universitas Indonesia (UI) turun 100 poin ke batas peradaban,” tulis Rocky Gerung, dosen UI beberapa wakatu yang lalu.
Kejengkelan Rocky rupanya dipicu oleh pemberian gelar Doktor Honoris Causa Bidang Kemanusiaan dan Ilmu Pengetahuan Teknologi oleh UI kepada Raja Arab Saudi, Abdullah bin Abdul Azis.
Bukan hanya Rocky yang marah. Guru Besar UI yang juga mantan Menteri Lingkungan Hidup, Prof. Dr. Emil Salim, bersama para akademisi lain juga ikut murka. Hal ini karena sebelumnya Arab Saudi telah memancung Tenaga Kerja Indonesia. Rupanya hal ini tidak membuat UI bergeming meski hibah 5 M dari Arab Saudi bukanlah fakta yang bisa langsung dikaitkan.
Saya tidak bisa membayangkan apa yang ada dalam benak para akademisi UI, jika besok Sabtu, 12 Desember, UI jadi menghadirkan kelompok radikal yang gemar membasmi kelompok yang berbeda, yang direpresentasikan oleh Fathi Yazid Attamimi. Ia datang untuk memberi ‘pencerahan’ bagi UI. (Baca juga: Jawaban untuk Fathi Yazid Attamimi)
Yazid adalah pendukung kelompok bughot/ pemberontak Free Syrian Army (FSA), mempunyai kedekatan dengan Barat dan Israel. Di Indonesia, kelompok ini didukung oleh kader-kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan menyebutnya sebagai ‘mujahidin’.
Setidaknya peta kelompok radikalis pejuang “negara Islam” (menurut tafsirnya sendiri) terbagi menjadi: 1) Koalisi pendukung “Khilafah” ala Hizbut Tahrir mendukung Jabhat Al Nusrah, 2) FSA yang berafiliasi dengn Ikhwanul Muslimin, 3) ISIS. Sepertinya agak rumit, tapi akar ideloginya tetap sama, yakni Salafi Wahabi yang berpusat di Arab Saudi dengan dukungan penuh dari Amerika dan sekutunya negara-negara Barat.
Di Timur Tengah mereka saling bertikai berebut kekuasaan atas nama Daulah Islamiyah dan Khilafah. Kasus terakhir adalah dibunuhnya tokoh senior Hizbut Tahrir Suriah Abu Bakar Mustafa Khayal oleh ISIS.
Maka tema kajian di UI yaitu “ISIS dan Syiah, Islamkah mereka?” sudah diketahui jawabannya sekarang. Konstelasi perpecahan kelompok radikal Salafi Wahabi bukankah dimaksudkan untuk kita dalami saat ini.
Yang menarik adalah, bagaimana sebuah universitas sekaliber UI dapat terkontaminasi aliran radikal dengan keangkuhan inteleketual dan ideologi yang melekat pada Fathi Yazid Attamimi?
Jika diberitakan tanggal 3 Nop 2007 Arab Saudi menghibahkan dana lebih dari 5 M untuk pembangunan masjid UI, tentu tidak bisa langsung dikaitkan dengan acara tersebut.
Meski dari bocoran Wikileaks menyebutkan, “Pemerintah Arab Saudi juga dikenal sangat murah hati menyalurkan uang untuk mempengaruhi kelompok-kelompok strategis. Kedutaan Arab Saudi diketahui membiayai renovasi masjid Universitas Indonesia di Salemba, Jakarta sehingga nampak megah. Namun di sisi lain, kerajaan Arab Saudi mensyaratkan agar setiap penceramah yang akan tampil bicara di masjid tersebut – termasuk dalam shalat Jumat – harus memperoleh persetujuan Kedutaan Arab Saudi terlebih dahulu. Untuk kemurahan hati itu, Raja Abdullah (almarhum) memperoleh gelar Doktor Honoris Causa dari UI.
Seorang almamaternya bahkan menulis, “Lantas kenapa Rektor UI, berangkat ke Arab Saudi, repot benar datang sendiri, membungkuk takzim penuh penghormatan, menyerahkan piagam pengangkatan Doktor Honoris Causa kepada Raja Abdullah, Raja Arab Saudi. Sungguh di luar kelaziman, karena setahu saya, bahkan presiden, perdana menteri (kalau sehat walafiat) datang sendiri untuk menjemput piagam penghargaan sejenis itu…”
Menjadi mahasiswa tentu menjadi impian sebagian besar pemuda, apalagi di kampus ternama seperti UI. Dari rahimnya lahir para intelektual muda, agen perubahan, yang saling mencerahkan, memberi ruang pada setiap tafsir terhadap kebenaran. Seperti lazimnya rahim kebaikan, kadangkala darinya terlahir pula anak jaddah, berupa ‘kesombongan intelektual’. Merasa sebagai pemilik tafsir satu-satunya terhadap kebenaran yang pada titik ekstrim akan menjadi radikal dengan menistakan setiap yang berbeda.
Moga bukan menjadi penanda metamorfosis UI, dari agen perubahan menjadi agen kemapanan kelompok radikal opportunis. Sungguh pertaruhan besar bagi UI jika menggadaikan tradisi intelektualnya, veritas – probitas – iustitias.
Jawaban untuk Fathi Yazid Attamimi
Oleh: Dina Y. Sulaeman
UI diberitakan akan menjadi tempat terselenggaranya kajian berjudul “ISIS dan Syiah, Islamkah Mereka?” dengan pembicara bernama Fathi Yazid Attamimi. Fathi dikenal aktif menggalang dana untuk Suriah dan pernah ke Suriah untuk menyampaikan dana tersebut, sambil secara aktif mengabarkan perkembangan jihad di sana.
Pertanyaan “ISIS dan Syiah, Islamkah Mereka?” sebenarnya pertanyaan retoris, Sudah bisa ditebak, isi ceramah Fathi akan menyebut Syiah bukan Islam, dan ISIS juga bukan Islam. Fathi memang bukan pendukung ISIS, tapi pendukung Free Syrian Army, jadi pantas saja bila dia menghujat ISIS. ISIS dan FSA saling berperang di Suriah, padahal sama-sama mengaku berjihad. Berikut ini penjelasan singkatnya, supaya tidak salah kaprah. (Untuk Syiah, karena masalah teologis bukan bidang kajian saya, silahkan merujuk pada Deklarasi Amman yang ditandatangani lebih 500 ulama terkemuka dunia atau baca wawancara saya dengan ustadz Sunni dan ustadz Syiah)
Terkait ISIS. Jawaban saya:
Pertama, ISIS bukan ISLAM? Hallloooowww… coba lihat foto-foto di bawah ini.
Bagaimana mungkin Anda mengelak dan menyebut ISIS bukan Islam? Mereka yang mengibar-ngibarkan bendera ISIS jelas muslim, dan ustad-ustadnya pun kita kenal (antara lain Abu Jibril dan M. Fachry). Meskipun ada yang berargumen: pengibar bendera itu belum tentu ISIS, jawabannya: bendera itulah yang dikibarkan oleh ISIS. Bila mereka bukan pendukung ISIS mengapa menggunakan bendera dengan model huruf yang sama persis? Web-web pendukung ISIS pun sangat menunjukkan identitas kemusliman: almustaqbal.net, voa-islam.id, shoutussalam.co, panjimas.com. Makanya saya pernah tulis, tak perlu mengelak dan cuci tangan. Jelaskan saja duduk persoalannya: mereka Muslim, tapi memiliki ideologi/pemahaman yang salah, yang berbeda dengan Islam yang sejati.
Kedua, bagaimana dengan mujahidin lainnya? Apakah bila bukan ISIS, tetapi dari golongan yang lain, artinya mereka “bersih”?
Secara singkat, penjelasannya begini. Ada banyak kelompok ‘jihad’ di Suriah, dengan banyak nama. Pada tanggal 20 November 2012, mereka mendeklarasikan Brigade Koalisi Pendukung Khilafah (beranggotakan Jabhah Al Nusrah, Ahrar Al Sham Kataeb, Liwaa al tawhiid, dll). Yang paling ‘besar’ adalah Jabhah Al Nusra (JN), yang berafiliasi dengan Hizbut Tahrir. Ini bisa dilihat dari tulisan-tulisan pro JN di web-web HT. Jubir HTI Ismail Yusanto pun mengakui Hizbut Tahrir pernah mengikuti sumpah setia dengan banyak kelompok mujahidin yang ada di Suriah termasuk JN.
Sementara itu, pihak-pihak yang berafiliasi dengan Ikhwanul Muslimin mengambil posisi sebagai pendukung Free Syrian Army (bisa cek media-media pendukungnya: pkspiyungan, fimadani, dakwatuna, islampos). Para komandan tinggi FSA bermarkas di Turki dan dari sanalah mereka berusaha mengendalikan pemberontakan bersenjata melawan pemerintah Suriah. Mau tahu siapa tokoh FSA legendaris? Namanya Abu Sakkar, dia terkenal karena memakan jantung mayat tentara Suriah dan divideokan.
Kedua pihak ini (IM dan HT) seolah berbeda, tapi sebenarnya akar ideologinya sama:takfirisme/wahabisme. Bisa dipastikan, bilapun Assad tumbang, mereka sulit disatukan. HT dan afiliasinya mendambakan berdirinya khilafah di Suriah yang secara tegas menolak demokrasi, sementara IM seolah lebih ‘moderat’, antara lain terlihat dari kesediaannya bergabung dalam koalisi bentukan Barat (SNC). Sekarang pun, di antara kelompok-kelompok jihadis sudah saling mengkafirkan dan saling bantai. Di dunia maya, mereka juga sudah saling serang, antara lain baca di sini. Arrahmah awalnya dukung FSA dan Al Nusra, lalu berpihak pada Al Nusra dan ISIS, lalu setelah ISIS membantai Al Nusra, Arrahmah mengecam ISIS. Web shoutussalam dan muqawwama juga saling ‘serang’ karena beda jagoan.
JN berafiliasi dengan Al Qaida. Banyak jihadis JN yang berasal dari jaringan Al Qaida pimpinan Abu Mus’ab al-Zarqawi, yang dibangun tahun 2002, menyusul kepulangan Zarqawi dari Afganistan. Pejuang jihad Suriah yang bertempur bersama Al-Zarqawi di Herat (Afghanistan) pada tahun 2000 membangun cabang jaringan ini di Suriah dan Lebanon; Al-Zarqawi yang mengontrolnya dari Irak. Pasukan jihad Suriah ini membangun semacam tempat persinggahan bagi para jihadis dari berbagai negara yang akan masuk ke Irak. Selama masa ini pula, mereka menjadi saluran utama distribusi dana bantuan yang digalang para jihadis di negara-negara Arab dan Teluk.*
Salah satu anggota jaringan ini bernama Abu Mohammad al-Julani yang kemudian mendirikan Jabhah Al Nusrah. Ketika ‘revolusi’ Suriah dimulai, jihadis dari Irak juga diperbantukan ke Suriah. Koneksi antara JN dan Al Qaeda semakin terlihat nyata ketika pada tanggal 7 April 2013 pemimpin al-Qaeda, Ayman al-Zawahiri, merilis video berisi seruannya agar para mujahidin bersatu untuk berjihad mendirikan sebuah negara Islam di Irak dan Suriah. Dua hari kemudian, Abu Bakr al-Baghdadi merilis pengumuman dibentuknya satu pemerintahan Islam yang meliputi wilayah Suriah dan Irak (ISIS). Al-Julani kemudian menjawab pengumuman ini dengan merilis video berisi rekaman suaranya, yang intinya, menolak bergabung dengan ISIS.*
Bagaimana dengan FSA? Mustafa al-Sheikh (Ketua Dewan Tinggi Militer FSA) saat diwawancarai The Guardian (2012) mengatakan, “Mereka (Al Qaida) adalah kelompok garis keras yang berbeda. Kami tidak berhubungan dengan mereka tetapi kami tidak berkeberatan dengan aksi mereka di manapun di Suriah.”* Namun akhirnya, FSA berbaik-baik dengan Al Nusra. Ada juga video yang memperlihatkan FSA mengibarkan bendera Al Qaida setelah memenggal kepala 7 warga sipil. Pada November 2015, JN merilis video ucapan terimakasih kepada Free Syrian Army (FSA), karena FSA telah menghadiahkan misil anti-tank TOW buatan AS kepada al-Nusra.
Semoga jadi jelas. Berkali-kali saya tulis di blog ini: jangan dibingungkan oleh nama. Lihat ideologinya. Mau dinamai ISIS, Al Qaida, Al Nusra, FSA, Jamaah Ansaru-Tauhid, atau apapun, selama mereka menggunakan “gaya” yang sama: mengkafirkan siapapun kecuali kelompok mereka sendiri (di Indonesia: menolak nasionalisme/NKRI, menganggap pemerintah Taghut, menolak Pancasila, dll) dan menghalalkan pembunuhan brutal kepada rakyat sipil dengan alasan ingin mendirikan khilafah dan menegakkan syariah, maka sejatinya mereka sama saja. Hanya rebutan pemimpin, rebutan jamaah, dan rebutan dana sumbangan.
Arab Saudi bukan “Negara Islam”, Tapi “Penjual Islam”
Salah satu kehebatan negara Saudi adalah keberhasilannya dalam menipu kaum Muslim, seakan-akan negaranya merupakan cerminan dari negara Islam yang menerapkan al-Quran dan Sunnah. Keluarga Kerajaan juga menampilkan diri mereka sebagai pelayan umat hanya karena di negeri mereka ada Makkah dan Madinah yang banyak dikunjungi oleh kaum Muslim dari penjuru dunia.
Saudi juga terkesan banyak memberikan bantuan kepada kelompok Islam maupun negeri-negeri Islam untuk mencitrakan mereka sebagai pelayan umat dan penjaga dua masjid suci (Khadim al-Haramain). Akan tetapi, citra seperti ini semakin pudar mengingat sepak terjang keluarga Kerajaan selama ini, terutama persahabatannya dengan AS yang mengorbankan (nyawa, harta dan negara) kaum Muslim.
Orang-orang awam selama ini menjadi korban dari berita-berita penipuan yang sengaja disebarkan oleh para pemuja Kerajaan Arab Saudi. Kaum Muslimin lupa, bahwa yang menjadi penguasa Makkah dan Madinah saat ini adalah Keluarga Kerajaan (Aly Saud) yang mengusung paham Khawarij dan Mujasim, bukan Ahlussunnah.
Karena paham Ahlussunnah wal jama’ah tidak pernah menghalalkan pengkafiran, pembid’ahan, pemusyrikan dan penghalalan darah serta harta kaum muslimin. Hal ini justru menjadi ciri khas kaum Wahabi Takfiri atau yang di zaman ini sebagai perwujudan kaum Khawarij dan Mujasim modern. Jargon mereka yang terkenal adalah “Kembali kepada Quran dan Sunnah“ maksudnya adalah kembali kepada pemahaman Quran dan Sunnah ala mereka, bukan ala Nabi Saw, para sahabatnya yang mulia dan para ulama salafus shalih.
Siapa pun yang menguasai Makkah dan Madinah sudah pasti mereka akan memelihara dan menjaga dua kota suci tersebut. Sudah sedari dulu, siapa pun penguasanya mereka pasti akan selalu membantu negara-negara Muslim lainnya. Tetapi yang sangat aneh, mengapa Kerajaan Arab Saudi tidak pernah memberi bantuan kepada Palestina? Bahkan mereka malah bermanis-ria dengan Zionis dalam pertemuan-pertemua rahasia, Apakah ini yang dikatakan negara Islam yang menjalankan al-Quran dan as-Sunnah?
Setelah kekalahan telak yang dialami pasukan Muhammad ibn Sa’ud oleh pasukan Islam dari kekhalifahan Turki Utsmani pada tahun 1815. Muhammad ibn Sa’ud beserta beberapa anggota kelurganya di tawan dan di bawa ke kota Kairo dan kemudian dipindahkan ke Konstantinopel ibukota kekhalifahan Turki Utsmani. Muhammad ibn Sa’ud dan anggota keluarganya di arak untuk dipertontonkan kepada kaum muslimin bahwa ia adalah otak dari pemberontakan sekaligus Dajjal yang telah membunuhi ribuan kaum muslimin yang tidak berdosa di jazirah Arab. Kemudian kepalanya dipenggal dan tubuhnya dipertontonkan kepada kerumunan kaum muslimin yang marah karena ulahnya. Sedangkan sisa-sisa keluarganya di penjara di kota Kairo.
Kurang lebih 87 tahun kemudian, pada tahun 1902 cucunya Muhammad ibn Sa’ud yang bernama Abdul Aziz bin Abdurrahman ibn Sa’ud yang kabur ke Turki memulai kembali usaha untuk mengembalikan kejayaan Klan Sa’ud yang pernah dirintis oleh kakeknya. Dengan bantuan Klan As-Sabah di Kuwait dan campur tangan Inggris akhirnya mereka mulai melakukan invasi berdarahnya kembali. Pada tahun 1953 Ibnu Sa’ud mati dan digantikan oleh Raja Sa’ud dan kemudian Raja Faisal.
Rajutan cinta yang dahulu terputus dengan kerajaan Inggris akhirnya bersemi kembali. Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa perjanjian atau traktat dengan pihak kerajaan Inggris melalui beberapa surat yang dikirimkan oleh pemimpin Salafi Wahabi pada tanggal 13 Juni 1913 kepada wakil Inggris Percy Cox sebagai berikut :
وبالنظر إلى مشاعرى الودية تجاهكم أودّ أن تكن علاقاتى معكم كالعلاقات الّتى كانت قائمة بينكم وبين اسلافى كما أودّ أن تكون قائمة بينى وبينكم
“Dan dengan melihat perasaan cintaku kepada kalian, aku sangat berharap hubunganku dengan kalian seperti hubungan-hubungan yang telah lama terjalin antara kalian dengan para leluhurku, sebagaimana aku sangat berharap hubungan itu tetap terjalin (baik) antara aku dengan kalian “
Dalam Muktamar al-Aqir tahun 1927 M / 1341 H di distrik Ahsaa telah ditanda tangani sebuah perjanjian resmi antara pihak Wahabi dengan pemerintah Inggris. Tertulis dalam kesepakatan itu kalimat-kalimat yang ditorehkan oleh pimpinan Wahabi yang berbunyi :
… أقرّ وأعترف ألف مرة للسّير برسى كوسى مندوب بريطانيا العظمى لامانع عندى من إعطاء فلسطين لليهود أو غيرهم كما تراه بريطانيا التى لا أخرج عن رأيها حتى تصيح الساعة
“ Aku berikrar dan mengakui 1000 kali kepada Sir Percy Cox wakil Britania Raya, tidak ada halangan bagiku (sama sekali) untuk memberikan Palestina kepada Yahudi atau yang lainnya sesuai dengan keinginan Inggris, yang mana aku tidak akan keluar dari keiginan Inggris sampai hari kiamat “
Bahkan ketika pecah perang yang dilancarkan Israel pada bulan Juni 1967 kepada sebagian negara-negara Arab dengan dukungan Amerika dan Eropa barat, pemimpin Wahabi baru datang dari negara-negara Barat itu menyampaikan pidato pada tanggal 6 Juni sebagai berikut :
ايها الإ خوان لقد جئتكم من عند إخوان لكم فى أمريكا وبريطانيا وأو روبا تحبونهم ويحبوننا
“Wahai saudara-saudaraku, aku (baru saja) datang dari saudara-saudara kalian di Amerika, Britania, dan Eropa. Kalian mencintai mereka, dan mereka pun mencintai kalian “
Kemudian pada tahun 1969, saat diwawancarai koran Washington Post, pimpinan Wahabi mengakui adanya kedekatan khusus dengan kaum Zionis Israel, lalu berkata :
إننا واليهود إبناء عم خلص, ولن ترضى بقذفهم فى البحر كما يقول البعض, بل نريد التعايش معهم بسلام
“Sesungguhnya kami dengan bangsa Yahudi adalah sepupu. Kami tidak akan rela melemparkan mereka ke laut sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian orang, melainkan kami ingin hidup bersama mereka dengan penuh kedamaian “
Para peneliti sejarah aliran Wahabiyah telah membuktikan bahwa untuk memurnikan tauhid hanyalah sebuah slogan yang dibentuk atas perintah langsung kementrian Urusan Penjajahan Kerajaan Inggris. Setelah mendapatkan kaum muslimin yang dapat dijadikan sebagai boneka-boneka bodohnya, kemudian konspirasi penjajah Eropa Yahudi mengirimkan berbagai keperluan operasional, logistik, tentara bayaran dan istruktur-instruktur tentara bayaran yang disupport sepenuhnya oleh kekuatan sekutu untuk mendukung gerakan Wahabi yang dimotori oleh Muhammad Ibnu Sa’ud dan Muhammad ibnu Abdil Wahhab dalam melakukan pemberontakan terhadap kekhalifahan Turki Ottoman yang sah dengan impian tingginya untuk mendirikan Haikal Sulaiman di tanah al-Haramain.
Gilanya lagi, setelah tertangkap basah dan terekam secara sah oleh sejarah dan zaman, mereka masih membela diri dengan berkata : “Kami memberontak karena kekhalifahan Turki Ottoman sudah korup, banyak kemaksiatan yang terjadi, negara sudah tidak stabil” dan banyak ucapan lainnya yang mereka buat untuk menghalalkan sesuatu yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Dan logika sederhananya adalah, apabila dikarenakan kekhalifahan Turki Ottoman sedemikian carut marutnya sehingga halal memberontak, maka lebih halal pula memberontak di kerajaan Saudi Arabia sekarang. Karena keadaan negara mereka yang dipenuhi dengan sejarah pembunuhan, pembantaian, siksaan terhadap para ulama, bayi dan ibunya disembelih ketika digendong, sebagaimana yang terekam dengan baik dalam kitab-kitab sejarah Islam.
Gerakan Wahabi yang didanai oleh Inggris dan Yahudi ini banyak memaksa kaum muslimin untuk menjadi tentara mereka. Ada sebuah camp tempat pelatihan yang dinamakan dengan Hajar al-Arkawiyah di mana para intruktur militer dari negara Inggris melatih daya tempur mereka dan menancapkan doktrin pada para pengikutnya, bahwa siapa pun orang Islam yang tidak bermazhab Wahabi adalah kafir dan halal darahnya.
Padahal orang-orang Inggris ini pun tidak semazhab dengan mereka, tidak se-tauhid dengan mereka, bahkan mereka benar-benar kafir mutlak tetapi mana berani para Wahabi menganggapnya kafir dan menghalalkan darah mereka? Mereka lebih mencintai orang-orang Inggris yang memperbudak mereka, dan lebih membenci kaum musimin yang berbeda dengan mereka. Padahal Iblis saja tidak pernah menaruh rasa benci sebesar ini terhadap umatnya Nabi Saw.
Mereka yang sudah digembleng menjadi tentara pembunuh menjadi hilang rasa kemanusiaannya, dan berubah total menjadi mesin pembunuh yang sadis dan paling biadab, mirip dengan tentara Hulagu Khan atau yang menghabisi kekhalifah Dinasti Abbasiyah secara keji dan biadab atau mirip dengan tentara Serbia yang membantai ratusan ribu warga muslim di Bosnia Herzegovina.
Untuk mengelabui kaum muslimin di masa yang akan datang mereka memberikan identitas kepada para pembunuh dan tentara bayarannya sebagai berikut :
1. Mereka menamakan mesin perangnya dengan sebutan al-Ikhwan
2. Mereka menamakan peperangannya dengan sebutan Jihad
3. Mereka menamakan penyerbuannya dengan sebutan Ghazawat
4. Mereka menamakan kemenangannya dengan sebutan Futuhat
5. Mereka menamakan prajuritnya yang mati dengan sebutan Syuhada
6. Menamakan musuhnya dari kaum muslimin dengan nama kaum kafir
Lihatlah pengelabuan dan pemutarbalikkan fakta yang mereka lakukan terhadap syariat dan kaum muslimin saat ini. Benar-benar sempurna kelicikan dan tipu daya mereka ini. Semoga laknat Rasul-Nya abadi bagi mereka. Sekte terlicik di muka bumi ini kemudian menutupi kebejatan serta kebiadaban mereka dengan menisbatkan mazhabnya kepada Imam Ahmad bin Hanbal, sehingga sebagian para kyai dan ulama yang tidak menyelami mazhab Imam Ahmad pun mengamini dan mengimaninya. Terlebih masyarakat awam yang pengetahuannya sangat dangkal.
Padahal dakwah yang dijalankan oleh Wahabi dan pengikutnya ini merupakan kedok untuk menutupi jaringan konspirasi dan kerja sama busuk mereka dengan kaum penjajah Eropa yang membawa sekalian dendam kesumat atas kekalahan mereka di perang Salib lalu. Karena untuk membantai kaum muslimin secara langsung dengan tangan mereka tidak mungkin, maka mereka menggunakan boneka-bonekanya yang bodoh dan dungu ini dengan dalil “Ijtihad“, yang benar ijtihadnya mendapatkan pahala dua, dan yang salah mendapatkan pahala satu. Jadi bagi kaum Salafi Wahabi ini, membunuh kaum muslimin akan mendapatkan pahala karena berdasarkan ijtihad ulama mereka katanya.
Lebih ekstremnya lagi, ketika mereka sudah merasa kuat (dengan dukungan pemerintah dan sebagian partai politik), maka propaganda mereka jalankan dengan terang-terangan, bahkan tak jarang sampai pada perebutan atau penguasaan lahan dakwah seperti mesjid, mushalla, majlis ta’lim di kantor-kantor, atau minimal merintis kumpulan pengajian tandingan baik di tempat-tempat tersebut maupun di rumah-rumah.
Akibatnya, tanpa disadari mereka sudah menguasai berbagai sarana kegiatan dakwah di beberapa komplek perumahan, dan telah merebut anggota jama’ah pengajian para ustad di wilayah setempat, yang berbuntut pada terganggunya hubungan silaturrahmi antara anggota jama’ah tersebut.
Tidak sampai di sana saja, bahkan mereka pun membuat gerakan pengajian ibu-ibu yang dinamakan “ Liqa “. Yang menurut sumber yang paling shahih berada dalam garis manajemen Partai Keadilan Sosial (PKS). Mereka mendakwahkan kepada para ibu-ibu untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang berbasis khilafah, bukan UUD dan Pancasila. Kemudian lambat-laun mereka mulai memasuki ranah khilafiyah seperti Yasinan, Tahlilan, Ziarah Kubur, Istighatsah, Shalawatan, Maulid Nabi dan hal-hal yang selama ini mereka anggap pelakunya adalah ahli neraka.
Jadi bagaimana kita bisa mengatakan gerakan ini adalah gerakan pemersatu umat dan bangsa ? Mereka adalah gerakan aktif yang akan melumatkan apa pun yang mereka anggap tidak sejalan dengan batok kepala mereka. Mereka adalah pemecah belah umat berdasarkan kajian historis dan analisis hadits.
Secara resmi negara Saudi ini memperingati kemerdekaannya pada tanggal 23 September 1932. Pada saat itulah, tahun 1932 Kerajaan Saudi Arabia (al-Mamlakah al’Arabiyah as-Su’udiyah). Abdul Aziz pada saat itu berhasil menyatukan dinastinya, menguasai Riyadh, Nejd, Hasa, Asir, dan Hijaz. Abdul Aziz juga berhasil mempolitisasi pemahaman Wahabi untuk mendukung kekuatan politiknya.
Sejak awal, Dinasti Sa’ud secara terbuka telah mengumumkan dukungannya dan mengadopsi penuh ide Wahabi yang dicetuskan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang kemudian dikenal dengan gerakan Wahabi. Dukungan ini kemudian menjadi kekuatan baru bagi dinasti Sa’ud untuk melakukan perlawanan terhadap Khilafah Utsmaniyah. (Jadi jelaslah, bahwa Kerajaan Saudi Arabia yang dirajai oleh Abdul Aziz dan keturunannya sampai sekarang tidak pernah mengadopsi paham Ahlussunah wal jama’ah yang dibawa oleh para imam mazhab, bahkan mereka mengkafirkan seluruh imam mazhab dan penganutnya).
Hanya saja, keberhasilan Dinasti Sa’ud ini tidak lepas dari bantuan Inggris. Mereka bekerjasama untuk memerangi pemerintahan Khilafah Islamiyah. Sekitar tahun 1792-1810, dengan bantuan Inggris mereka berhasil menguasai beberapa wilayah di Damaskus. Hal ini membuat Khilafah Islamiyah harus mengirim pasukannya untuk memadamkan pemberontakan ini.
Fase pertama, pemberontakan Dinasti Sa’ud berhasil diredam setelah pasukan Khilafah Islamiyah berhasil merebut kota ad-Diriyah. Pada tahun 1902, ketika kekuatan Khalifah Islamiyah melemah, Abdul Aziz menyerang dan merebut kota Riyadh dengan bantuan Inggris.
Pada tahun 1916, Abdul Aziz menerima 1300 senjata dan 20.000 keping emas dari Inggris. Mereka juga berunding untuk menentukan perbatasan negerinya, yang ditentukan oleh Percy Cox, utusan Inggris. Percy Cox mengambil pensil dan kertas kemudian menentukan (baca : memecah belah) perbatasan negeri tersebut.
Tidak hanya itu, Inggris pun membantu Ibnu Sa’ud saat terjadi perlawanan dari Duwaish (salah satu suku dari Nejd). Suku ini menyalahkan Ibnu Sa’ud yang dianggap terlalu menerima inovasi Barat. Sekitar tahun 1927-1928, angkatan Udara Inggris dan pasukan Ibnu Sa’ud mengebom suku tersebut. Mengingat kerja sama mereka yang sangat erat, Inggris memberi gelar kebangsawanaan “Sir“ untuk Abdul Aziz bin Abdurrahman.
Adapun persahabatan Saudi dengan AS diawali dengan ditemukannya ladang minyak di negara itu. Pada 29 Mei 1933, Standart Oil Company dari California memperoleh konsesi selama 60 tahun. Perusahaan ini kemudian berubah nama menjadi Arabian Oil Company pada tahun 1934. Pada mulanya, pemerintah AS tidak begitu peduli dengan Saudi. Namun, setelah melihat potensi besar minyak negara tersebut, AS dengan agresif berusaha merangkul Saudi. Pada tahun 1944, Deplu AS menggambarkan daerah tersebut sebagai “Sumber yang menakjubkan dari kekuatan strategi dan hadiah yang terbesar dalam sejarah duni”.
Untuk kepentingan minyak, secara khusus wakil perusahaan Aramco, James A. Moffet, menjumpai Presiden Roosevelt (April 1941) untuk mendorong pemerintah AS memberikan pinjaman utang kepada Saudi. Utang inilah yang kemudian semakin menjerat negara tersebut menjadi “budak“ AS. Pada tahun 1946, Bank Ekspor-Impor AS memberikan pinjaman kepada Saudi sebesar $100 juta dolar. Tidak hanya itu, AS juga terlibat langsung dalam “membangun“ Saudi menjadi negara modern, antara lain dengan memberikan pinjaman sebesar $100 juta dolar untuk pembangunan jalan kereta api yang menghubungkan ibukota dengan pantai timur dan barat. Tentu saja, utang ini kemudian semakin menjerat Saudi sampai sekarang.
Konsesi lain dari persahabatan Saudi-AS adalah penggunaan pangkalan udara selama tiga tahun oleh AS pada tahun 1943 yang hebatnya hingga saat ini terus dilanjutkan. Pangkalan Udara Dhahran menjadi pangkalan militer AS yang paling besar dan lengkap di Timur Tengah. Hingga saat ini, pangkalan ini menjadi basis strategi AS, terutama saat menyerang negeri Muslim Irak dalam Perang Teluk II. Penguasa Kerajaan Saudi dengan “ sukarela “ membiarkan wilayahnya dijadikan basis AS untuk membunuhi sesama Muslim. AS pun kemudian sangat senang dengan kondisi ini.
Kerajaan Arab Saudi sebagai trah Zionis Yahudi menjadi pendukung penuh AS baik secara politis maupun ekonomis dalam Perang Teluk II. Saudi juga mendukung serangan AS ke Afganistan dan berada di sisi Amerika untuk memerangi teroris. Untuk membuktikan kesetiaannya itu, Saudi pada tanggal 17 Juni 2002 mengumumkan bahwa aparat keamanan- nya telah menahan enam orang warga negaranya dan seorang warga Sudan yang di dakwa menjadi angota al-Qaeda. Tujuh orang itu didakwa berencana untuk menyerang pangkalan militer Amerika dengan rudal SAM-7.
Masih dalam rangka kampanye AS ini, Saudi menghabiskan jutaan dolar untuk membuat opini umum, antara lain lewat iklan bahwa Saudi adalah mitra AS dalam “perang anti terorisme “ (K.Com, Newsweek, 03/05/2002). (Padahal seluruh dalang penjajahan dan teror di tanah Arab seperti di Iraq, Libya, Mesir dan Suriah adalah Arab Saudi dan AS).
Penguasa Saudi juga dikenal kejam terhadap kelompok-kelompok Islam yang meng- kritisi kekuasaannya. Banyak ulama berani dan salih yang dipenjarakan hanya karena mengkritik keluarga Kerajaan dan pengurusannya terhadap umat. Tidak hanya itu, tingkah polah keluarga kerajaan dengan gaya hidup kapitalisme sangat menyakitkan hati umat. Mereka hidup bermewah-mewah, sementara pada saat yang sama mereka membiarkan rakyat Irak dan Palestina hidup menderita akibat tindakan AS yang terus menerus dijadikan Saudi sebagai mitra dekat.
Benarkah Saudi merupakan negara Islam? Jawabannya “Tidak sama sekali“ Apa yang dilakukan oleh negara ini justru banyak yang menyimpang dari syariat Islam. Beberapa bukti antara lain :
Pertama, berkaitan dengan sistem pemerintahan, dalam pasal 5.a Konstitusi Saudi ditulis : Pemerintah yang berkuasa di Kerajaan Saudi adalah Kerajaan. Dalam sistem Kerajaan berarti kedaulatan mutlak ada di tangan raja. Rajalah yang berhak membuat hukum. Meskipun Saudi menyatakan bahwa negaranya berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah, dalam praktiknya, dekrit rajalah yang paling berkuasa dalam hukum (bukan al-Quran dan as-Sunnah). Sementara itu, dalam Islam bentuk negara adalah Khilafah Islamiyah, dengan kedaulatan ada di tangan Allah Swt, rasul-Nya dan orang-orang yang berilmu (para ulama).
Kedua, dalam sistem Kerajaan, rajalah yang juga menentukan siapa penggantinya, biasanya adalah anaknya atau dari keluarga dekat, sebagaimana tercantum dalam pasal 5.c : Raja memilih penggantinya dan diberhentikan lewat dekrit kerajaan. Siapa pun mengetahui, siapa yang menjadi raja di Saudi haruslah orang yang sejalan dengan kibijakan AS. Sementara itu, dalam Islam, Khalifah di pilih oleh rakyat secara sukarela dan penuh keridhaan.
Ketiga, dalam bidang ekonomi, dalam praktiknya, Arab Saudi menerapkan sistem ekonomi kapitalis. Ini tampak nyata dari diperbolehkannya riba (bunga) dalam transaksi nasional maupun internasional di negara itu. Hal ini tampak dari beroperasinya banyak bank “ribawi“ di Saudi seperti “ The British-Saudi Bank, American-Saudi Bank, dan Arab-National Bank. Hal ini dibenarkan berdasarkan bagian b pasal 1 undang-undang Saudi yang dikeluar- kan oleh Raja (no.M/5 1386 H).
Keempat, demi alasan keamanan keluarga kerajaan, pihak kerajaan Saudi Arabia telah menghabiskan 72 miliar dolar dalam kontrak kerjasama militer dengan AS. Saat ini lebih dari 5000 personel militer AS tinggal di Saudi. Sungguh sangat berakal dan beradab membiarkan musuh-musuh Islam berkonspirasi di negaranya, sedangkan banyak hal yang dapat dilakukan untuk Palestina, Irak, Suriah, Libya, Afganistan dengan 72 miliar dollar, hal ini dilakukan oleh Kerajaan Saudi karena lebih mencintai Amerika dan musuh-musuh Islam daripada mencintai negara muslim.
Apa yang terjadi di Saudi ini hanyalah salah satu contoh di antara sekian banyak contoh para penguasa Muslim-Yahudi yang melakukan pengkhianatan kepada umat. Tidak jarang para pengkhianat umat ini menamakan rezim mereka dengan sebutan negara Islam, negara yang berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah, meskipun pada praktiknya jauh dari Islam.
Begitu juga para partai pendukungnya akan melakukan iklan agamis yang sama : partai yang bersih walaupun tidak bersih, partai yang jujur walaupun isinya para penipu dan koruptor, partai yang agamis walaupun sebenarnya tidak paham agama, dan banyak lagi slogan-slogan yang mencitrakan kebaikan itu hanya berada pada partai mereka. Kenalilah bahwa sesungguhnya partai-partai seperti ini justru menjadi partai pembohong dan pendu- kung abadi musuh-musuh Islam.
Sesungguhnya kebenaran itu tidak datang dalam seketika, tetapi ketika kebenaran itu datang sikapilah dengan kesadaran, kedinamisan akal sehat anda, dan tanyalah kepada hati nurani terdalam, apakah pantas partai yang mengatasnamakan Islam mendukung musuh-musuh abadi Islam?
Tidaklah akal seseorang itu tercerahkan setelah datangnya cahaya hidayah. Sedangkan penolakan terhadap cahaya hidayah merupakan pengingkaran terhadap pemberi hidayah itu sendiri. Tidak ada pilihan lain bagi kita, kecuali menghadapi dan menghancur- kan musuh-musuh Islam, baik yang tersurat ataupun yang tersirat dengan segala bentuk potensi yang diberikan Allah Swt kepada kita semua.
Jelas sekali bahwa gerakan Zionisme Internasional mengerahkan segenap daya dan kekuatannya begitu juga pendukungnya untuk menumpas umat Islam, pemilik bumi yang kaya dengan sumber alam. Dengan segala cara, Zionisme berusaha mengeksploitasi kekayaan alam negara Islam. Mereka menyebarkan pemikirannya yang dapat memalingkan umat muslim dari pilar-pilar kekuatannya. Mereka pun menimbulkan perpecahan dalam barisan umat Islam.
Musuh-musuh Islam melakukan berbagai tindakan batil dalam seluruh aspek kehidupan. Telah beredar mata uang Zionis yang dicetak dengan gambar menara Israel dan peta Israel Raya. Peta itu meliputi Lebanon, Yordania, dua pertiga wilayah Suriah, tiga perempat wilayah Irak, dan seperempat wilayah Saudi Arabia, bahkan sampai ke Madinah dan Makkah. Kalaulah kita sedikit cermat mengamatinya, bukankah daerah-daerah tersebut yang sekarang sedang diperebutkan dan berusaha dikuasai oleh ISIS?
Semua dunia mengetahuinya, bahwa ISIS adalah teroris yang berkedok agamis dengan akidah Wahabi dibelakangnya. PBB pula yang menyerukan kepada kerajaan Saudi Arabia untuk menarik mundur 20.000 tentara bayarannya dari Suriah dan Irak. Jadi jelaslah, bahwa ISIS yang berakidah Wahabi adalah kaki tangan Zionis Israel yang dibiayai oleh kerajaan Saudi Arabia.
Kaum Zionis harus menyadari bahwa mereka sedang mengemis untuk mendapatkan bumi yang telah dijaga kaum muslimin selama 14 abad. Kaum muslimin tidak akan pernah berhenti untuk merebutnya kembali meskipun pihak yahudi melancarkan serangan demi serangan dengan hebatnya.
Zionis menulis kalimat Lailaaha illallah di celana dalam, menulis- kan lafdzul Jalalah di alas kaki, dan mencetak surat awal Maryam di kertas pembungkus barang-barang belanjaan. Hal ini bukanlah kebodohan baru yang dilakukan Yahudi sepanjang sejarahnya. Semua itu karena dorongan dendam terhadap kaum muslimin dan bangsa Arab yang dalam kurun waktu sejarah lalu justru telah melindungi mereka dan memperlakukan mereka dengan baik.
Di Palestina dewasa ini orang-orang Israel menghancurkan bangunan-bangunan bersejarah, berbagai peninggalan kehidupan masa silam, dan warisan kebudayaan yang tidak ternilai. Sebagaimana ISIS pun melakukan penghancuran terhadap kota-kota kuno, bangunan dan artefak bersejarah yang berasal dari ribuan tahun yang lalu atas perintah Yahudi. Mereka pun menghancurkan pusat-pusat informasi dan membakar kepustakaan langka.
Hal yang sama pula dilakukan oleh kerajaan Saudi Arabia pada tahun 1924 untuk membakar perpustakaan terutama perpustakaan Maktabah Arabiyah di Makkah al-Mukarramah di mana mereka membakar kurang lebih 60.000 kitab-kitab langka dan sekitar 40.000 yang masih berupa manuskrip yang sebagiannya merupakan hasil diktean sahabat dari baginda Nabi Saw.
Di antara buku-buku itu masih ada yang berupa kulit kijang, tulang belulang, pelepah kurma, pahatan dan lempengan-lempengan tanah. Tidak berhenti sampai di situ, mereka pun menyerang perpustakaan yang berada di Hadramaut Yaman dan mem- bakar seluruh kitab yang berada di perpustakaan itu.
Tindakan ini dilakukan karena merasa tersudut oleh sejarah dan tidak berkutik oleh fakta-fakta yang terdapat di dalam buku-buku sejarah. Bangsa Yahudi terdorong melakukan semuanya itu semata-mata karena kedengkian terhadap Islam, kemurkaan terhadap segenap pemeluknya, dan berkeingnan melukai tubuh dan perasaan mereka.
HTI, ISIS, Wahabi Meretas NKRI
Ada beberapa golongan yang keukeuh bahwa Indonesia harus menjadi negara yang bersyariat atau berideologi Islam secara total. Sebut saja orang-orang dari kalangan HTI dan sekutunya. Mereka mengatakan bahwa hukum di negara Indonesia adalah hukum thagut. Tetapi yang aneh dan terasa bodoh, walaupun mereka orang-orang yang berpendidikan adalah, kalaulah Indonesia berhukum kepada thagut mengapa mereka masih menggunakan jasa bank, menggunakan mesin ATM untuk mengambil uang, masih menggunakan jasa para pengacara, masih senang menonton televisi dan konser-konser musik dangdut atau musik rock, dan hal lainnya ?
Mereka menggunakan tafsiran Barat dalam mengartikan kata “Nasionalisme“ itu, padahal kalau mereka cerdas sudah barangtentu tidak perlu menggunakan penafsiran kaum Barat yang notabene produk kafir. Ambil saja penafsiran berdasarkan al-Quran dan al-Hadits yang selama ini mereka jargonkan, atau mungkin saja para ulama mereka belum mendapat- kan ayat dan haditsnya ? Yang lebih menariknya, produk yang mereka (HTI) bawa adalah produk yang gagal di Jazirah Arab sana. Jadi apa dalilnya wajib membawa produk gagal ke bumi Indonesia ? ApaKata Kyai NU Tentang Nasionalisme dan Wahabisme
Nabi Saw itu diperintahkan oleh Allah untuk menyeru dan mengajak manusia masuk ke dalam agama Islam, bukan untuk mendirikan negara Islam. Jadi bagaimana mungkin mendirikan negara Islam bisa menjadi sesuatu yang diwajibkan oleh HTI sedangkan Allah dan Nabi-Nya sendiri tidak mewajibkan bagi seluruh umatnya ?
Tidak ada gagasan yang lebih Khilaf selain mengusung gagasan penegakan Khilafah, ada 2 kubu pegiat Khilafah, yaitu Hizbut Tahrir dan ISIS dan semuanya berafiliasi ke madzhab Wahabi Saudi. Kepanjangan tangan Hizbut Tahrir di Indonesia yaitu HTI.
Bedanya, Khilafah versi Hizbut Tahrir belum berdiri, sedangkan ISIS sudah mendeklarasikan Khilafah yang ber ibukota di Raqqah Suriah dan kemudian dikenal dengan IS (Islamic State). Tapi keduanya baik HTI ataupun IS sama-sama berpandangan bahwa pemerintahan Turki Utsmani yang runtuh pada tahun 1924 adalah sebuah Kekhalifahan, padahal jelas-jelas itu adalah Kerajaan. Kalaupun Turki Utsmani itu sebuah Khilafah, justru itu adalah bukti sejarah betapa Khilafah itu rapuh dan punah.
Sungguh konyol ada yang berusaha menghidupkan Kembali “sistem” pemerintahan yang telah terbukti gagal itu. Mereka ngotot bahwa Khilafah adalah satu-satunya sistem atau bentuk pemerintahan yang Islami. Selainnya itu Kufur.
Mereka berpandangan akibat sistem sekuler negara bangsa, umat Islam terpecah belah dan terpisah karena batas-batas negara. Intinya mereka bercita-cita menyatukan semua umat Islam di seluruh dunia dalam satu naungan yang namanya Khilafah dan dipimpin oleh seorang yang disebut Khalifah, konsekuensinya adalah menghapus negara bangsa seperti Indonesia, Malaysia, Mesir dan seterusnya.
Mereka terbius oleh doktrin “Islam adalah agama sekaligus negara”. Sejatinya Khilafah adalah produk ijtihad politik yang terjadi di masa lalu, masa ‘Khulafaur Rasyidin’ ; Sayyidina Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, (plus Sayyidina Hasan bin Ali bin Abi Thalib yg menjabat singkat). Dan dunia Islam juga tahu bahwa para Khalifah itu pun akhirnya terbunuh secara mengenaskan, Umar bin Khattab ditikam, Utsman bin Affan disembelih, Sayyidina Ali bin Abi Thalib dibacok, sedangkan Sayyidina Hasan (sekalipun sudah tidak menjabat Khalifah) beliau meninggal karena diracun. Gagasan Khilaf Khilafah Hizbut Tahrir
Dalam kaidah ushul fiqh lainnya dikatakan “ al-Ijtihadu laa yunqadhu bil ijtihadi “ yang berarti : “ Ijtihad seseorang tidak bisa dibatalkan oleh ijtihad orang lain “. Perumusan Pancasila dan UUD 1945 adalah hasil ijtihad dari para pendiri bangsa dan para ulama. Dan juga harus dipahami bahwa “Hasil ijtihad seorang fuqaha mungkin tidak pas pada ruang dan waktu tertentu, tetapi sesuai dengan ruang dan waktu yang berbeda“. Begitu pula dengan hasil ijtihad para ulama NU dan para pendiri bangsa ini sesuai dengan ruang dan waktunya, sedangkan ijtihad para ulama HTI tidak sesuai dengan ruang dan waktunya untuk Indonesia pada saat ini. Bisa saja ijtihad para ulama HTI ini sesuai dengan ruang dan waktunya bagi Indonesia apakah itu 10.000 atau 20.000 tahun lagi, kita lihat saja nanti.
Menurut NU Ormas tak berasaskan pancasila dan ingin mengganti NKRI menjadi khilafah, layak di bubarkan. Saat ini makin marak ormas yang terang-terangan mengajarkan khilafah dan tidak mengakui Pancasila karena menganggap Pancasila tidat tegas dalam menyikapi masalah yang bermunculan. NU Minta Ormas yang Sebarkan Khilafah Dibubarkan
Seharusnya HTI, ISIS, dan Wahabi ini harus segera disikapi serius oleh pemerintah, Gus Solah pun angkat bicara masalah HTI ini, beliau menyesalkan gerakan dakwah Islam itu menuntut pendirian negara Islam. Menurut dia, hal tersebut sangat bertentangan dengan Pancasila.
“Saya ingin melihat, sejauh mana mereka buat khilafah Islamiyah. Enggak mungkin juga (terbentuk). Nanti yang jadi khalifahnya, siapa? Pancasila sudah baik,” ujar dia. Gus Sholah; HTI Itu Siapa?
Mungkin ini bisa jadi rujukan pemikiran tentang sejumlah cacat pikir sistem Khilafah yang ditawarkan HT.
Pertama, HT memutlakkan konsep Khilafah sebagai satu-satunya model pemerintahan dalam Islam. Dalam konsep ini, HT tidak percaya bahwa Indonesia boleh berdiri independen sebagai sebuah negara bangsa. HT percaya bahwa kaum muslim Indonesia harus tunduk pada pemerintahan Khilafah dunia Islam di bawah seorang Khalifah yang mungkin saja berada di negara lain (misalnya di Arab Saudi atau di Iraq atau di tempat lain). Pemimpin pemerintahan di Indonesia harus tunduk pada Khalifah itu.
Kedua, sebagai konsekuensi dari pandangan pertama, HT tidak percaya pada konsep Negara Kesatuan RI yang berdaulat. Indonesia adalah bagian dari Khilafah Islam. Indonesia adalah semacam ‘negara bagian’ dari Khilafah. Bila Indonesia menolak keputusan Khalifah, pemimpin di Indonesia bisa diganti. Lebih buruk lagi, bila Indonesia tetap menolak setelah ada ancaman sanksi oleh Khalifah, Indonesia bisa diperangi.
Ketiga, HT tidak percaya pada Pancasila, pada UUD 45 dan segenap rujukan konstitusi negara Indonesia. HT tidak percaya pada demokrasi, tidak percaya pada pemilu. Bila saat ini HT menerimanya, itu hanya untuk sementara. Dalam bayangan HT, suatu saat nanti Indonesia harus diubah menjadi menjadi bagian dari Khilafah Islam.
Keempat, HT menomorduakan warga non-Islam. Dengan kata lain, HT diskriminatif. Dalam konsep Khilafah Islam yang dibayangkan HT, kaum, non-Islam adalah warga kelas dua. Melalui jargon izzul Islam wal muslimin (kejayaan Islam dan orang-orang Islam), HT menganakemaskan kelompok Muslim seraya menganaktirikan kelompok yang lain. Ini tidak berarti warga non-Islam tidak mendapat pelayanan pendidikan, sosial, ekonomi, dan sebagainya. Tapi kaum non-muslim tidak memiliki hak politik yang sama, misalnya dalam hal memilih pemimpin.
Kelima, dalam Khilafah yang dibayangkan HT, kalaulah ada partai politik, maka partai politik itu haruslah berupa partai politik Islam. Kalaulah ada pemilu, pemilu tersebut hanya boleh diikuti umat Islam.
Keenam, pemilu pada dasarnya hanyalah pilihan terakhir. Yang ideal dalam pola pemilihan pemimpin adalah pemilihan melalui keputusan organisasi semacam majelis alim-ulama yang mempersatukan para ulama dan cerdik pandai. Dalam hal ini setiap negara yang menjadi bagian dari Khilafah (misalnya saja Indonesia, Malaysia, Brunei. Iraq dan seterusnya) akan mengajukan nama para calonnya yang akan ditetapkan semacam Majelis Sentral Alim Ulama di pusat Khilafah.
Ketujuh, HT tidak percaya pada parlemen yang mengendalikan Khalifah dan pemerintah. Dalam konsep HT, begitu seorang pemimpin terpilih dan dibaiat (disumpah), seluruh rakyat dalam Khilafah harus tunduk dan percaya padanya. Si pemimpin kemudian harus menjalankan kepemimpinan dengan senantiasa merujuk pada Syariah. Ia lah yang menunjuk para pembantunya, termasuk menunjuk pemimpin di setiap daerah yang menjadi bagian dari Khilafah.
Kedelapan, dalam konsep ini seorang Khalifah tidak memiliki batas waktu kepemimpinan. Dia baru diganti kalau wafat, tidak lagi melandaskan kepemimpinannya pada Syariah atau memimpin dengan cara yang zalim. Bila ia melanggar Syariah, ia boleh ditumbangkan dengan kekerasan.
Kesembilan, selama ia masih memimpin berdasarkan Syariah, keputusan Khalifah tidak boleh tidak dituruti. Rakyat dan para alim ulama, kaum cerdik pandai, bisa saja memberi masukan, namun keputusan terakhir da di tangan Khalifah. Mereka yang berani tidak taat akan dianggap sebagai melakukan pembangkangan. Dan mereka yang membangkang bisa dihukum mati.
Kesepuluh, HT anti-keragaman hukum. HT menganggap tidak perlu ada UU yang dibuat oleh para wakil rakyat. HT percaya Syariah saja sudah cukup. Namun bila memang ada kebutuhan untuk mengeluarkan peraturan, Khalifah dan pembantu-pembantunya dapat saja membuat peraturan yang mengikat seluruh warga. Itulah setidaknya sepuluh persoalan serius dalam tawaran konsep Khilafah menurut HT yang jelas-jelas bertentangan dengan gagasan NKRI dan demokrasi. Masih ada yang tertarik? 10 Sesat Pikir Hizbut Tahrir
Mari kita pahami sekali lagi, bahwa gerakan yang mengatasnakan dakwah Islam dan kembali kepada al-Quran dan as-Sunnah atau yang mengajak untuk kembali kepada ke-khilafahan merupakan sebuah usaha pengelabuan terhadap kaum muslimin yang awam untuk mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan yang sah. Sehingga gerakan ekstrem yang mengatasnamakan agama ini (Wahabi Takfiri dan Wahabi Khawarij) serta gerakan politik dengan mengerahkan massa seperti HTI ataupun PKS dan bentukannya yang berusaha menguasai lembaga tinggi negara dan keagamaan seperti MUI, hadir sebagai gerakan politik yang ingin mempengaruhi kebijakan negara dan pemerintahan Indonesia serta menghacurkan tradisi dan budaya keagamaan ala NU.
Berita Nyeleneh Republika Tentang Jual Beli Sapi NTT
Entah apa motifnya, namun sejak Pilpres 2014, Republika Online kerap melakukan penyesatan informasi dengan merilis berita-berita yang nyeleneh. Mengutip dari akun palsu, membuat judul-judul provokatif dan tendensius hingga sempat menuai protes dari organisasi masyarakat.
Dan untuk sekian kalinya, Republika berulah lagi.
Masyarakat menyambut gembira program ‘tol laut’ yang merupakan salah satu program pemerintah yang dipimpin Presiden Jokowi. Sederhananya, tol laut ini adalah program untuk memudahkan transportasi di wilayah Indonesia dengan menyiapkan atau membangun armada (seperti kapal laut dan pelabuhan). Jokowi sempat blusukan, dan tercengang karena harga barang-barang tidak merata. Dan penyebabnya adalah mahalnya biaya transportasi.
Akhirnya, untuk pertama kalinya setelah 70 tahun Indonesia merdeka, Indonesia punya kapal ternak untuk mengangkut sapi-sapi asal NTT.
Dari akun resmi Presiden, “Kapal ternak Camara Nusantara I yang mengangkut 352 ekor sapi asal NTT berlabuh di Pelabuhan Tanjung Priok. Inilah kapal ternak pertama yang merapat. Masih ada enam kapal ternak lainnya yang sedang diproduksi.”
“Tadi saya melihat kapal langsung loading dan diangkut truk milik Bulog. Biaya angkut sapi dengan kapal hanya 320.000 per ekor, lebih efisien dari biaya angkut selama ini yang mencapai Rp 1,5-1,8 Juta per ekor. Harga jual daging sapi rata-rata bisa ditekan antara 72 ribu sampai 76 ribu rupiah per kilogram, di bawah harga rata-rata harga daging di pasaran saat ini.”
“Setiap 20 hari sekali dari NTT bisa dikapalkan ke Jakarta sebanyak 500 ekor sapi. Ini akan berpengaruh terhadap harga daging sapi yang 70 persen lebih diserap di Jabodetabek.”
Kesepakatan tersebut telah diwujudkan dengan pengiriman perdana, dan peternak sapi menyambut gembira karena semua prosedur dipermudah sesuai kesepakatan. Peternak bisa menjual sapi langsung dengan harga yang masuk akal. Pemda NTT berjanji akan memenuhi kebutuhan daging sapi, dan jika semuanya lancar, niscaya kita tidak perlu lagi impor sapi yang menjadi lahan baru bagi mafia untuk melakukan korupsi.
Sementara Republika, merilis berita dengan sentimen berbeda. Menurutnya, peternak sapi NTT “menangis” karena pemerintah memaksa mereka menjual sapinya dengan harga yang murah, yaitu seharga 25.000-30.000 rupiah per killogram.
Yang menjadi narasumber adalah Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perhimpunan Peternak Sapi Kerbau Indonesia (Sekjen PPSKI) Rochadi Tawaf, bukan peternaknya langsung.
Logikanya sangat sederhana. Pemilik sapi berkuasa penuh atas ternak yang mereka miliki. Mereka punya hak menjual ataupun tidak menjualnya. Kalau harga tidak pas, ya tidak usah dijual tho? Peternak juga berhak menjualnya ke pihak yang berani membeli dengan harga lebih tinggi.
Kalau katanya ada pemaksaan, siapa yang oknum yang melakukan pemaksaan tersebut? Dimana kejadiannya? Bagaimana detailnya? Apakah para peternak tidak melawan intimidasi tersebut? Mengapa tidak ada media lain yang melaporkan? Mengapa laporan serupa tidak ada yang berasal dari peternaknya langsung?
Ingatkah Anda peristiwa saat HMI ke Pekanbaru dan singgah di warung nasi tapi tidak membayar lunas? Apakah pemilik warung tinggal diam saja? Mereka bicara pada media, sehingga menjadi topik panas, HMI dihujat, dan akhirnya si pemilik warung mendapatkan haknya.
Please deh, jangankan peternak sapi yang jumlahnya banyak, laporan dari seorang pemilik warung pun akan direspon oleh media-media. Jika media luput, ada media sosial tempat berkeluh kesah yang dalam sekejap bisa menjadi viral.
“Logika ndablek, mana mungkin terjadi pemaksaan dalam menjual, ini strategi dari korporasi-korporasi mafia untuk bikin kisruh dengan memakai tangan asosiasi yang memang tidak ingin pemerintah mengambil alih jalur distribusi. Ini jaman keterbukakaan informasi, positifnya semua bisa bebas membuat opini publik, tetapi negatifnya kalo masyarakat belum cerdas dalam analisa informasi akan menjadi santapan para mafia dan genk koruptor untuk membuat gaduh,” kritik netizen pada Republika.
“Harga Rp 30rb per kilogram sudah tinggi di tingkat peternak, kalau berat hidup 350-400 kg (berat sapi Bali jantan), maka harganya 10,5-12 juta per ekor. Mereka harusnya senang, karena baru sekarang sapi-sapi mereka bisa dihargai diatas 10 juta, biasanya maksimal 7 juta per ekor di Indonesia Timur…”
“Sayang yang protes dan diwawancara masih persatuan pedagang sapi, bukan langsung peternaknya, jelas mereka protes soalnya belinya nggak melalui persatuan pedagang yang biasa main harga…”
Baca juga:
Dua Dosa Republika Online
Propaganda Republika dan Antaranews atas Krisis Irak
Surat Terbuka untuk Ustadz Arifin Ilham dan Kegalauan Republika
Stempel Syiah Cara Wahabi, Teroris Serta Kelompok Radikal Padamkan Cahaya Qur’an dan Sunnah yang Cinta Persatuan
Siapa saja yang kritik Wahabi, gerakan radikal dan teroris mereka akan memberikan label Syiah, maka ‘Syiah’ adalah senjata ampuh kaum Wahabi untuk mengadu domba umat Islam guna untuk menutupi kejahatannya. (Baca Wahabi Semakin Berani, Menjawab Tuduhan Jonru Wahabi Atas Qurais Shihab)
Waspada Dengan Teroris di Sekitar Anda
Musuh orang-orang Wahabi sejak dahulu sampai sekarang adalah orang Islam yang faqih dan ‘Aalim tentang Al-Quran dan As-Sunnah.
Merekalah yang mampu berhujjah sempurna untuk mendebat, menundukkan kebohongan dan kelicikan mereka terhadap pemalsuan ayat ayat dan hadis Rasulullah shallalahu alaihi wa salam. (Baca Wahabi, Radikalisme Diantara ISIS dan ATHEIS)
Kelompok Wahabi, Radikal dan Teroris Anti Nasionalisme
Orang-orang Wahabi bertekuk lutut dan takluk dalam menghadapi kehebatan dan kecerdasan hujjah-hujjah mereka, yaitu para ulama Aswaja.
Dari sinilah mereka mencari cari cara bagaimana mengadakan serangan dan membalas kekalahan hujjah keji mereka.
Merekapun mendapatkan senjata ampuh dengan memberi label bahwa siapa saja yang mengkritik mereka berarti dia adalah ‘Syiah’. Lalu mereka menyebut satu persatu tokoh Aswaja seperti: KH Aqil Siradj (Ketum PBNU), KH Muhyidin MUI (Anggota MUI), Prof Quraish Shihab, Dr. Umar Syahab, Mentri Agama Lukman Hakim Syaifuddin. Mereka men-Syiahkan ulama-ulama Aswaja sehingga gerakan para ulama itu terhambat. (Baca Kau Syiah kan Ulama Sunni, Kau Sunni kan Ulama Wahabi)
Kemudian kelompok Wahabi, radikal dan teroris mulai mengadu domba antara umat Islam yang mereka sebut berfahaman Aswaja dan Syiah. Aswaja adalah umat Islam yang berqunut, tidak melarang tahlilan, shalawatan dan Mauludan. (Baca Jangan Suntikkan Racun “JONRU” Wahabi Ke Islam Nusantaraku)
Sedangkan ciri Wahabi adalah golongan yang anti tahlilan dan kenduri, anti qunut dan zikir keras ba’da sholat wajib, anti barzanji dan sholawatan, anti rajaban. Orang wahabi adalah orang yang memakai celana cingkrang, jenggotan, dan lain lain. (Baca Islam Nusantara Islam Yang Menyatu Dengan Budaya dan Tradisi)
Rakyat Aceh Tolak wahabi
Tidak berhenti di situ, kelompok Wahabi, radikal dan teroris melakukan gerakan nasional dan membentuk sistemKhilafah, mereka berdalih apa yang mereka perjuangkan adalah sebuah bentuk Jihad dan menegakkan agama Islam, namun pada hakikatnya mereka adalah kelompok manusia yang tak mengerti agama, mereka adalah kelompok yang suka mencaci-maki dan suka mengkafirkan orang lain, mereka bersembunyi dibalik Islam hanya untuk menutupi kekurangannya, mereka menganggap jihad sebagai amalan wajib padahal mereka berjuang hanya untuk meraup upah dan pundi-pundi harta, Wahabi adalah sebuah gerombolan kelompok sekte Neo-Khawarij dan pemuja Nabi Palsu Musailamah al-Kadzhab. (Baca Menelisik Orientasi Beragama di Indonesia)
Keyakinan adalah hak pribadi seseorang, surga-neraka, amal ibadah adalah urusan pribadi bukan urusan komunal. Kenapa mereka getol sekali bak satpam ‘Tuhan’ membawakan Qur’an dan Sunnah sebagai senjata dakwah mereka dengan cara yang keluar dari Islam, padahal Tuhan tidak butuh pencitraan, Tuhan tidak butuh semuanya, lalu mereka ini menyuarakan suara siapa?
Itulah kelicikan Wahabi, mereka ingin memadamkan cahaya Quran dan Sunnah dengan melabelkan orang lain Syiah, dan menutup kekafiran Wahabi. (Baca Mantan Wasekjen PBNU: Parade Tauhid Bentuk Propaganda Soft Gerakan Radikal dirikan Negara Khilafah)
Ulama Aswaja berkata: Kita ahlisunnah wal jamaah jangan sampe dipecah belah oleh isu sektarian oleh Wahabi, Aswaja harus berhati-hati dengan Wahabi karena Wahabi lebih berbahaya dari teroris. (Baca Wahabi Adalah ISIS, ISIS Bukan Aswaja)
Dampak negatifnya ulama Islam dan para ustad kita disibukkan oleh isu pertikaian Sektarian dan melupakan persatuan, akhirnya mereka melupakan untuk mempereteli Wahabi yang merupakan ancaman Islam sepanjang masa.
Wahai para ulama Islam janganlah terus tertipu dan ditipu oleh kaum Wahabi dan kelompok radikal yang mengadu domba sesama umat Islam, tanpa kita sadari.
Umat Islam oleh kelompok Wahabi, radikal dan teroris ini dijauhkan dari kebudayaan dan peradaban Islam, bahkan mereka menganggap Walisongo adalah sebuah cerita fiksi, makam-makam para wali adalah kuburan dan batu nisan yang tak ada nilai sejarahnya, mereka juga anggap semua hal yang tidak ada dalam zaman Nabi adalah bid’ah, padahal dalam ajaran Aswaja ada ijtihad yang menjelaskan rincian realitas kehidupan, dan kita hanya disibukkan dengan urusan sektarian saja. (Baca Aliran Sesat Wahabi Bantai Muslimin dan Madzhab Islam Yang Sah)
Umat Islam ditipu oleh kelompok Wahabi, radikal dan teroris dengan mengangkat isu sektarian. Kelompok Wahabi, teroros dan radikallah yang mempopulerkan isu ini dan membenturkan sesama kaum muslimin. Kemudian mereka berkata Syiah membunuh Sunni atau sebaliknya. Dan meraka menganggap dirinya adalah bagian dari Aswaja padahal mereka adalah tidak dapat pengakuan dari Islam atau agama manapun.
Ideologi Khilafah Akar dari Terorisme di Dunia
Aksi terorisme yang mencekam, menakutkan dan menciptakan rasa tidak aman bagi masyarakat serta merusak dan memporak-porandakan lingkungan harus ditanggulangi bersama, tidak boleh dibiarkan berlangsung terus menerus. Seluruh komponen bangsa, terutama aparat keamanan dan badan penanggulangan terorisme (BNPT), wajib mengkoordinasikan upaya pencegahan dengan meningkatkan upaya early warning system atas menyebarnya paham radikal atas nama agama. Masyarakat harus semakin mengerti bahwa terorisme adalah kejahatan yang luar biasa, kejahatan yang mereka lakukan melintasi batas negara dan batas-batas kewajaran kemanusiaan. (Baca Negara Khilafah Bukan Ide dari Qur’an dan Nabi Muhammad Saw)
Ideologi Khilafah Akar Masalah Terorisme
Di satu sisi pemerintah Indonesia mendapat pujian dunia atas keberhasilan melakukan konter terhadap berbagai paham dan gerakan terorisme, bahkan banyak negara yang menjadikan Indonesia sebagai contoh dalam penanggulangan terorisme. Tidak sedikit dari negara-negara itu yang mengirim langsung beberapa utusannya untuk belajar langsung penanganan terorisme dari Indonesia. Di negeri ini, semua pelaku aksi teror ditangani secara professional oleh aparat penegak hukum; polisi melakukan penangkapan atas dasar bukti yang kuat, jaksa menuntut dan hakim menyidangkan lalu memutuskan sanksi hukum bagi terduga pelaku aksi terror. Direkturat Jenderal Pemasyarakatan lantas mengurus mulai penahanan, pembinaan dan proses administrasi selanjutnya. (Baca Negara Khilafah Ala Nabi atau HTI Wahabi?)
Di sisi lain, upaya penanggulangan terorisme masih terus menghadapi berbagai tantangan, baik dari luar maupun dalam negeri, yang terus berkembang. Hal ini ditandai dengan berkembangnya ajakan-ajakan kebencian dan penyebaran permusuhan melalui proses cuci otak yang belakangan mulai cukup masif dilakukan di dunia maya. Sasaran utama dari proses radikalisasi di atas adalah usia remaja yang memiliki semangat militansi keagamaan yang kuat, hanya saja militansi tersebut tidak dibarengi dengan semangat pemahaman keagamaan yang komprehensif.
Meskipun negara Indonesia, dalam hal ini aparat penegak hukum (Polri, Kejaksaan dan Kehakiman serta Kumham), diakui berhasil melakukan penanggulangan terorisme, namun akan lebih tepat jika semua aparat penegak hukum dapat menyingkap tabir terselubung dibalik ideologi terorisme yang merasuk tajam kedalam hati, pikiran dan prilaku mereka. Ideologi ini menjadikan mereka rela berkorban mulai materi hingga jiwa, karena monopoli pemahaman dan pengetahuan yang dangkal, serta penerimaan yang ekstrem tentang aplikasi konsep jihad, hijrah, takfirisme, khilafah, dll, membuat mereka mengira bahwa pengorbanan yang mereka miliki adalah bagian dari usaha menuju syahid.
Dipahami bersama bahwa akar ideologi para teroris adalah cita-cita hampa dan angan kosong untuk mewujudkan khilafah; mendirikan negara Islam dan formalisasi syariat Islam dalam segala lini kehidupan. Hal tersebut membentuk watak dan cara berpikir kelompok teroris yang selanjutnya melakukan aksi brutal atas nama pemahaman yang dangkal dan kaku tentang syariat Islam.
Strategi mengungkap ideologi terorisme dapat dilakukan dengan jalan membentuk majelis hakim yang terdiri dari hakim pengadilan negeri dan hakim dari pengadilan agama. hakim yang terakhir ini harus berlatar belakang ilmu syariah, mengetahui dan memahami konsepsi syariat Islam dengan sangat baik.
Wacana menambah majelis hakim dari kalangan hakim agama muncul saat saya mewakili kepala BNPT menyajikan materi Radikalisme dan Terorisme di Diklat Mahkamah Agung, Mega Mendung. Namun wacana tersebut tentu tidak mendapat respon positif dari semua peserta, di antara peserta yang hadir ada yang menyampaikan alasan bahwa majelis hakim tidak mungkin dicampur dengan jenis hakim yang lain. Namun di sisi lain para peserta yang terdiri dari hakim pengadilan negeri tertarik dengan pengetahuan tentang ilmu syariah yang menjadi akar ideologi para teroris, dengan memahami ilmu syariah, majelis hakim dapat menggali dan menyingkap tabir akar ideologi para teroris di pengadilan.
Solusi lain yang dapat ditempuh bila majelis hakim tidak dapat dicampur dengan mengikutkan hakim agama adalah dengan menghadirkan saksi ahli dari pakar ilmu syariah yang memudahkan majelis hakim untuk mengetahui secara komprehensif penyebab seseorang bertindak anarkis dan ekstrem atas nama syariat Islam. Atau mewajibkan para hakim yang mengadili terduga teroris untutk terlebih dahulu memperdalam ilmu syariah melalui pelatihan khusus yang dilaksanakan oleh Mahkamah Agung, sebab eksistensi hakim pengadilan agama berada di bawah Mahkamah Agung.
Demikianlah di antara strategi yang dapat ditempuh dalam mengungkap tabir ideologi dibalik terorisme. Tentu masih banyak strategi lain yang dapat ditempuh dan dijalankan oleh negara dalam mengungkap ideologi para teroris, karena tujuan utama dari semua strategi yang dijalankan oleh Negara ini adalah mencegah penyebaran paham radikal yang mengatasnamakan agama, termausk melakukan kontra ideologi dengan menanamkan ideologi Pancasila sebagai dasar bernegara dan berbangsa.
Negara Khilafah Bukan Sistem Islam Tapi Sistem Negara Teroris
Ada beberapa golongan radikal yang keukeuh bahwa di dunia ini harus mendirikan negara yang bersyariat atau berideologi Islam secara total. Mereka mengatakan bahwa hukum yang dipakai oleh suatu negara adalah hukum ala Thagut. Tetapi yang aneh dan terasa bodoh, walaupun mereka kelompok radikal ini bukan orang yang bodoh dan tak berpendidikan, kalaulah negara-negara yang ada berhukum kepada “thagut” mengapa mereka masih menggunakan jasa bank, menggunakan mesin ATM untuk mengambil uang, masih menggunakan jasa para pengacara, masih senang menonton televisi, naik pesawat Terbang, naik sepeda motor, menggunakan fasilitas-fasilitas produk Amerika dan Israel. Kenapa? (Baca Mantan Wasekjen PBNU: Parade Tauhid Bentuk Propaganda Soft Gerakan Radikal dirikan Negara Khilafah)
Radikalisme Telah Menciderai Islam
Nabi Saw itu diperintahkan oleh Allah untuk menyeru dan mengajak manusia masuk ke dalam agama Islam, bukan untuk mendirikan negara Islam. Jadi bagaimana mungkin mendirikan negara Islam bisa menjadi sesuatu yang diwajibkan oleh kelompok radikal ini sedangkan Allah dan Nabi-Nya sendiri tidak mewajibkan begitu kepada umatnya ?
Ingat dalam sejarah, ketika Rasulullah wafat, beliau tidak mewasiatkan penggantinya. Maka berkumpullah para sahabat Muhajirin dan Anshar untuk bermusyawarah mencari pengganti Nabi. Dalam musyawarah tersebut, kaum Muhajirin mengajukan jagonya. Demikian juga kaum Anshar juga mengajukan jagonya. Dan akhirnya dalam musyawarah tersebut terpilihlah sahabat Sayyidina Abu Bakar Shiddiq sebagai khalifah pengganti Rasulullah (saw) secara demokratis. (Baca Hendropriyono Ternyata Benar Tentang Wahabi)
Demikian juga dengan terpilihnya Sayyidina Umar bin Khatab, Sayyidina Utsman bin Affan, Sayyidina Ali bin Abi Thalib, mereka diangkat menjadi khalifah melalui pilihan yang demokratis. Apakah Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali yang menyetujui adanya pilihan demokratis ini juga kafir? Naudzu billah min dzalik. Jangan-jangan kelompok pedukung “Khilafah” mereka itu mendapat warisan dari kaum Khawarij yang mengkafirkan sahabat Utsman, Ali, Abu Musa Al Asy’-ari yang akhirnya mereka membunuh sahabat Ali R.a. Mereka adalah kaum yang mudah mengkafirkan orang yang tidak sefaham.
Apakah kita rela kalau nantinya dunia dan khususnya republik Indonesia ini hilang, kemudian diganti dengan imperium tirani “Khilafah” yang mereka cita-citakan dan mereka kuasai dengan berkedok Islam? Naudzu billah min dzalik. Padahal Produk seperti ini adalah produk gagal yang dibuat oleh “Khawarij” di Jazirah Arab sana.
Ternyata yang menjalankan dan ingin membentuk negara “khilafah” ini adalah IS/ISIS, kelompok Radikal, serta kelompok pengikut aliran sesat Wahabi yang notabene mereka adalah penganut agama yang keras dan sangat kaku sekali, dan mereka berpandangan bahwa pemerintahan Turki Utsmani yang runtuh pada tahun 1924 adalah sebuah Kekhalifahan, padahal jelas-jelas itu adalah Kerajaan. Kalaupun Turki Utsmani itu sebuah Khilafah, justru itu adalah bukti sejarah betapa Khilafah itu rapuh dan punah. (Baca Ideologi Wahabi Picu Demam Atheis di Timur Tengah)
Sungguh konyol ada yang berusaha menghidupkan Kembali “sistem” pemerintahan yang telah terbukti gagal itu. Mereka ngotot bahwa Khilafah adalah satu-satunya sistem atau bentuk pemerintahan yang Islami. Selainnya itu Kufur.
Mereka berpandangan akibat sistem sekuler negara bangsa, umat Islam terpecah belah dan terpisah karena batas-batas negara. Intinya mereka bercita-cita menyatukan semua umat Islam di seluruh dunia dalam satu naungan yang namanya Khilafah dan dipimpin oleh seorang yang disebut Khalifah, konsekuensinya adalah menghapus negara bangsa seperti Indonesia, Suriah, Irak, Libya, Malaysia, Mesir, dan seterusnya. Ini adalah khayalan hampa dan angan-angan kosong mereka, nyatanya mereka banyak membunuh dan melakukan kejahatan yang amat sadis dan kekejian mereka tak sesuai dengan Agama apapun apalagi menurut Islam. Jadi agama apa yang dianut oleh kelompok “khilafah” ini? (Baca Rasul Peringatkan Gerakan Radikalisme Wahabi)
Dan yang lebih dahsyat lagi anggaran-angaran mereka dalam rangka mendirikan negara “khilafah” dari Kerajaan Arab Saudi yang notabene mereka anggap sebagai negara Khilafah dan Raja Salman dianggap sebagai Sang Khalifah mereka, ini sudah nyata dan jelas sekali bahwa mereka adalah antek-antek Saudi yang berfaham Wahabi dan Wahabi adalah hasil rekayasa Inggris untuk memuluskannya menghancurkan Islam dan umat Islam dari diri Islam sendiri dengan cara seperti ini.
Saudi dan Persekutuannya Dengan Kejahatan dan Terorisme
Diantara banyak perang yang terjadi di Timur-Tengah, ada satu yang seharusnya menarik perhatian kita sekarang. Dimana hal ini menyangkut proses bagaimana Yaman meningkatkan kekuasaannya dan mempermalukan Arab Saudi di wilayahnya sendiri. (Baca 10 Alasan Mengapa Kerajaan Saudi Wajib Ditentang)
Diserbu di dalam negerinya sendiri, Arab Saudi yang putus asa dalam mencari “saling pengertian” serta kerjasama serius dari masyarakat internasional dan berpura-pura ikut dalam mengeliminasi ISIS juga jaringan teror lain di Irak dan Suriah, justru membuat perjanjian dengan Iblis-iblis tersebut. Dan bagi mereka yang telah memperhatikan kegagalan perang di Suriah, hal ini seharusnya bukan menjadi sesuatu yang mengejutkan. (Baca Negara Khilafah Bukan Sistem Islam Tapi Sistem Negara Teroris)
Arab Saudi tidak serius mengenai eliminasi ISIS dan jaringan teroris lainnya. Mengapa? Karena kerajaan itu jelas-jelas mendukung ISIS dan Al-Qaeda di Yaman. Saudi tampaknya tidak belajar dari satupun kegagalan mereka di Suriah. Mereka justru mengulangi kesalahan konyol yang sama di Yaman. Mereka mengirim lebih banyak senjata dan uang tunai untuk pengikut teroris mereka di wilayah selatan negaranya, beserta akses lengkap untuk laporan intelijen raksasa Amerika.
Sebagaimana tujuan ISIS, yang sekarang menampilkan diri sebagai pengganti yang kredibel untuk Al-Qaeda di Semenanjung Arab, tujuan dari Arab Saudi berfaham Wahabi itu adalah sama, yaitu “untuk membalas para kaum Sunni” di Yaman. Dalam perspektif sektarian inilah, ISIS dan pasukan Arab Saudi telah melakukan aksi bombardir terhadap segala sesuatu dan kepada semua orang disana. (Baca Saudi, ISIS, dan Zionis Kerjasama Hancurkan Yaman)
Dengan pengakuannya sendiri, Riyadh menyatakan diri tergantung pada apa yang mereka sebut “pejuang selatan”. Sebuah istilah lain yang dicuri oleh Saudi untuk melarikan diri dari tuduhan keterlibatannya dengan teroris ISIS dalam melakukan operasi darat.
Hal ini dilakukan Riyadh dikarenakan pasukan Saudi telah berulang kali gagal untuk mendapatkan tujuan yang harusnya diraih. Dalam keputusasaan itu, Riyadh telah memberikan kendali kepada ISIS di beberapa wilayah selatan negaranya, meskipun jaringan teroris tersebut telah melakukan kekejaman massal dan menyatakan “jihad” melawan kerajaan itu sendiri. Dan untuk diketahui, Saudi juga berbagi kontrol atas beberapa wilayah dengan Al-Qaeda. (Baca Arab Saudi Terus Memasok Senjata Mematikan Kepada Teroris di Suriah)
Dengan melakukan semua ini, Saudi mengabaikan kenyataan bahwa perang atas Yaman sangat tidak mungkin untuk dimenangkan. Bukannya meraih kemenangan, penjahat Arab Saudi itu justru menemui jalan buntu. Saudi perlu ISIS dan al-Qaeda untuk tetap bertahan, sementara itu, perang yang panjang beresiko merusak kepemimpinan kerajaan dan menimbulkan ketidakpuasan dalam negeri. Bagaimana lagi? Mereka tidak bisa membagi-bagi Yaman seperti kue dengan seenaknya, namun juga gagal membuat negara tetangganya itu kacau dengan pergolakan sektarian dan kini harus mengandalkan ISIS serta al-Qaeda.
Parahnya, karena keputus-asaan mereka dan untuk menghindari kekalahan setelah apa yang terjadi di Suriah, Saudi bukan saja dengan kerelaan penuh mendukung teroris ekstrem dengan penuh kebencian, namun juga rela membayar sekutu-sekutunya agar mau tetap bergabung dalam perang, termasuk Mesir, dengan biaya sangat mahal. (Baca Saudi Gunakan Teroris Untuk Bantai Rakyat Yaman)
Dengan semua itu, masa depan terlihat suram bagi Saudi. Sangat sedikit orang-orang cerdas masa kini yang bisa menerima bahwa aliansi “tidak suci” Arab Saudi memiliki suatu dasar kebaikan. Keruwetan situasi dan terlibatnya banyak aktor, ditambah dengan perpecahan antara anggota koalisi, niscaya akan menguras kemampuan Saudi untuk memiliki Yaman secara utuh. (Baca Dokumen Rahasia Ungkap Saudi dan Barat Danai Milisi Teror Suriah)
Mereka kini sudah kewalahan, dan apa yang membuat kesimpulan ini begitu kuat adalah bahwa pada saat pertempuran begitu keras dilancarkan atas Yaman, rakyat negara itu tetap bersatu dalam menghadapi agresi asing dan teror.
Dalam petualangan bodoh Saudi kali ini, para “pengubah pemerintahan” itu bagai sedang membawa hidup mereka yang penuh keputus-asaan menuju liang kubur. Benar kata orang, Pria jahat membuat diri mereka sendiri kalah di medan tempur sebagaimana mereka kalah dalam kehidupannya.
Antara Mina dan Karbala
Oleh: Ismail Amin
Pada peringatan Arbain kemarin, 20 Safar (bertepatan dengan 3 Desember) kota Karbala digulung lautan manusia. Saya bersama istri dan kedua anak saya, termasuk didalam lautan manusia itu. Pemerintah Irak secara resmi menyebutkan, ada total 27 juta peziarah yang memasuki kota Karbala untuk hadir dalam peringatan Arbain di kota tempat terbantainya keluarga Nabi Saw tersebut. Lautan manusia yang memasuki kota Karbala itu, tepinya ada di Najaf, sekitar 90 kilometer dari Karbala.
Lewat kesaksian dengan mata kepala sendiri, di tengah lautan manusia di Karbala, tidak semestinya tragedi Mina terjadi tiap tahunnya dalam penyelenggaraan haji di Haramain. Sayang sekali, dalam penyelenggaraan jamaah haji, yang jumlah manusianya tidak seberapa dibanding yang berkumpul di Karbala, selalu saja ada korban jiwa karena berdesak-desakan. Dalam perjalanan menuju Karbala, saya sesekali terjebak dalam situasi saling berdesakan, tapi selalu ada penjaga keamanan yang bertubuh tinggi dan besar yang kembali menormalkan arus lautan manusia itu.
Setiap tahunnya, kita selalu dijejali informasi haji yang memberitakan daftar nama-nama jamaah haji yang meninggal dunia di Arab Saudi, penyebabnya macam-macam, ada yang sakit, karena usia lanjut, karena masih anak-anak, karena dehidrasi, karena kelaparan, karena kelelahan, karena kepanasan dan karena kehabisan nafas setelah sebelumnya terjebak dalam insiden saling berdesak-desakan. Sehingga penyelenggaraan haji menjadi momok sendiri, yang mengancam nyawa dan keselamatan jamaah haji.
Di Karbala itu tidak terjadi. Saya sempat pingsan karena kelelahan dan dilarikan ke rumah sakit. Tapi Alhamdulillah, sehabis disuntik, saya dengan segar kembali bergabung ke istri dan kedua anakku didampingi tim medis, dan kembali berada di tengah-tengah lautan manusia itu. Meski tidak melihatnya, saya bisa membayangkan, betapa heroiknya tim medis membela lautan manusia untuk menggotong saya yang tidak berdaya, dan dilarikan ke rumah sakit. Dan diantar kembali untuk bergabung dengan keluarga.
Anda tahu, lautan manusia yang memasuki kota Karbala itu, sebelumnya menempuh jarak 90 kilometer dari Najaf dengan berjalan kaki, ada yang bahkan menempuhnya dari jarak ratusan kilometer dengan menghabiskan waktu sampai 2 minggu untuk tiba di Karbala, sekali lagi, dengan berjalan kaki. Lantas apakah keterangan penyebab meninggalnya jamaah haji di Mina dan bagian lain di Arab Saudi dalam prosesi haji karena kelelahan dapat diterima?
Yang turut dalam lautan manusia ke Karbala itu, ada yang lanjut usia, masih bayi, yang cacat bahkan lemah fisik, namun semuanya balik ke kampung halamannya dengan selamat.
Di Karbala, Anda tidak perlu mengeluarkan uang sepeserpun untuk mendapatkan pelayanan ini: penginapan, makan dan minum, fasilitas untuk buang hajat, kamar mandi, kesehatan, penitipan barang, laundry, bahkan transportasi untuk kembali ke Najaf. Semuanya dipersembahkan pemerintah dan rakyat Irak secara gratis.
Apa karena mereka kaya? Tidak. Perang bertahun-tahun telah menyeret mereka dalam kesulitan ekonomi. Meski demikian, rakyat Irak punya slogan, “Berkhidmat untuk Imam Husain dan para peziarahnya adalah kebanggaan kami.”
Ah, kalau sekiranya, yang melayani tamu Allah Swt di Haramain itu orang-orang yang juga mencintai Al-Husain…
(Liputan-Islam/Damai-Indonesiaku/Salafy-News/Arrahmah/Buletin/Majelis-Pecinta-Rasul/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email