Pesan Rahbar

Home » » Menggali Rahasia Do'a Nabi khidir; Sekapur Sirih

Menggali Rahasia Do'a Nabi khidir; Sekapur Sirih

Written By Unknown on Thursday, 20 October 2016 | 22:43:00


Adakalanya, kita tak tahu apa yang harus kita ucapkan kata berdoa. Minimnya kosakata, banyaknya hal yang harus diminta, khayalan yang terbang tak tentu arah, tak terumuskannya keinginan dan harapan, serta ketidakmengertian kita akan diri kita sendiri―apalagi Tuhan―menjadikan lidah kita kelu ketika kita “harus” berdoa. Jadilah kemudian doa kita seperti ucapan seorang dukun yang sedang membaca mantra, yang mengejar target selesainya pembacaan jampi-jampi agar tepat memperoleh uang.

Padahal, kalau kita pikir, berdoa adalah kebutuhan keseharian kita. Dengan berdoa, kita percaya akan mampu mengbadapi kehidupan ini dengan hati lapang dan pikiran benderang. Kita yakin bahwa dibalik keruwetan hidup yang menghimpit, masih ada kekuatan lain yang mampu mengurai kusutnya benang kehidupan kita. Dengan berdoa, kita percaya kekuatan tersebut akan menjelma dalam diri kita, sehingga kita berani menghadapi apapun dengan kepala tegak. Dengan demikian, gagalnya kita dalam berdoa (tepatnya, sedikit atau hampanya pengaruh doa bagi kehidupan kita), menjadikan kita loyo, muram, pesimis, dan tega menyerahkan hidup kita kepada altar ketentuan “nasib”.

Dalam pada itu, kalau ditilik lebih jauh, berdoa memerlukan pemahaman akan apa sebenarnya yang baik bagi hidup dan kehidupan kita. Jadi, bukan apa yang menyenangkan kita. Sebab, adakalanya, minum obat, operasi, bahkan boleh jadi amputasi sebagian anggota tubuh adalah baik bagi kita, meskipun sudah pasti itu tidak menyenangkan. Karena itu, yang terbaik―bahkan merupakan puncak ketinggian makna dalam berdoa―adalah menyerahkan sepenuhnya kepada Yang Mahakuasa akan apa yang terbaik bagi kita. Dengan begitu, kita mengandalkan Yang Mahamampu atas apa saja yang terjadi di dunia ini, bukan mengandalkan diri kita.

Tentu saja, untuk sampai pada titik “penyerahan” total seperti itu diperlukan pengenalan yang puma dan cinta yang suci kepada Yang Mendengarkan doa, bahkan harus “lebur” bersama-Nya. Pada titik ini, menjadi mustahil bagi kita untuk berdoa. Sebab, hanya kekasih-kekasih-Nya (seperti Rasulullah saww, Ahlul Bait, dan orang-orang terpilih saja) yang mampu berdoa secara demikian. Bagi kita paling tidak, kita dapat mengambil “berkah” dari kata-kata yang mereka ucapkan. Sebab, Zat yang Mahamengabulkan doa telah memerintahkan dan mengajari kita untuk senantiasa berdoa kepada-Nya.

Benar, al-Quran, Rasulullah saww dan keluarga pilihannya, seperti yang mengajarkan doa ini, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, telah mendidik kita―melalui murid pilihannya, pengemban amanat doa ini, Kumayl Ibn Ziyad―tentang bagi mana cara yang tepat dalam berdoa. Juga, penu1is buku ini Allamah Husain Mazhahiri, seorang guru akhlak terkemuka, dengan penuh ketekunan telah berusaha mengupas doa yang diajarkan Imam Ali kepada muridnya ini. Semuanya beliau lakukan, tentunya, agar kita mampu menggali rahasia yang terkandung dalam gunung hikmah doa nan kemilau ini.

Bogor, Pebruari 2003
Penerbit Cahaya


Judul : MENGGALI RAHASIA DOA NABI KHIDIR
Pengarang : Mazhahiri, Husain
Penerjemah : M.J. Bafaqih
Penerbit : Cahaya
Tahun Penerbitan : Zulhijjah 1423 H/Februari 2003 M

(Sadeqin/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita:

Index »

KULINER

Index »

LIFESTYLE

Index »

KELUARGA

Index »

AL QURAN

Index »

SENI

Index »

SAINS - FILSAFAT DAN TEKNOLOGI

Index »

SEPUTAR AGAMA

Index »

OPINI

Index »

OPINI

Index »

MAKAM SUCI

Index »

PANDUAN BLOG

Index »

SENI