Ilustrasi Imam Husain as syahid dibunuh pasukan Yazid
Oleh: Muhammad Taufik Ali Yahya
Pada hari itu juga, Umar bin Sa’ad melalui kurirnya, Khauli bin Yazid Al-Ashbahi dan Hamid bin Muslim Al-Azdi mengirimkan kepala Al-Husain bin Ali as. kepada Ubaidillah bin Ziyad sebagai persembahannya. Tak cukup dengan itu, ia memerintahkan pasukannya untuk memenggal kepala para syuhada lainnya dan memberikannya kepada Syimr bin Dzil Jausyan, Qais bin Asy’ats dan ‘Amr bin Hajjaj. Merekapun segera menempuh perjalanan menuju Kufah dengan membawa kepala-kepala suci korban kebiadaban pasukan Ibnu Ziyad.
Ibnu Sa’ad sendiri melewatkan hari itu di Karbala. Tengah hari berikutnya, ia bersama keluarga Al-Husain as. yang masih tersisa bergerak meninggalkan tempat itu. Para wanita ia tempatkan di atas unta tanpa alas dan atap. Wajah-wajah mereka menjadi tontonan para musuh Allah. Padahal mereka adalah pusaka Nabi yang paling mulia. Mereka digiring bagai tawanan perang dari Turki atau Rumawi dengan menanggung segala duka dan nestapa.
Sungguh tepat penyair yang berkata:
Seorang Nabi bani Hasyim dilimpahi salawat Tapi cucunya ditawan, sungguh mengherankan.
Diriwayatkan bahwa kepala-kepala tentara Al-Husain yang berjumlah tujuh puluh delapan buah itu dibagi-bagikan di antara beberapa kabilah. Tujuannya adalah supaya mereka semua mendapat sedikit hadiah dari Ubaidillah bin Ziyad dan Yazid bin Mu’awiyah.
Bani Kindah datang dengan membawa tiga belas buah kepala, dipimpin oleh Qais bin Asy’ats Bani Hawazin membawa dua belas buah kepala diketuai oleh Syimr bin Dzil Jausyan.
Bani Tamim membawa tujuh belas buah kepala.
Bani Asad membawa enam belas buah kepala. Bani Midzhaj membawa tujuh buah kepala. Dan orang-orang yang lain membawa tiga belas buah kepala.
Perawi berkata: Setelah Ibnu Sa’ad meninggalkan Karbala, sekelompok orang dari Bani Asad datang dan mensalati jasad-jasad suci yang bersimbah darah tersebut lalu menguburkannya di tempat yang ada sekarang ini.
Ibnu Sa’ad berjalan dengan tawanan Karbala. Ketika sampai di dekat kota Kufah, penduduk kota berduyun-duyun datang menonton tawanan yang sebenarnya adalah keluarga nabi mereka sendiri.
Perawi berkata: Seorang wanita Kufah dari atas atap bertanya, “Tawanan dari manakah kalian?” Mereka menjawab, “Kami adalah keluarga Nabi Muhammad saw. yang menjadi tawanan.”
Mendengar itu, sang wanita langsung turun dan mengumpulkan kain, selendang dan kerudung yang ada lalu memberikannya kepada mereka. Dengan demikian, mereka kini dapat menutup badan mereka dengan sempurna.
Perawi berkata: Di antara para tawanan terdapat Ali bin Al-Husain as. yang kala itu sedang sakit sehingga kelihatan lemah. Juga Hasan bin Al-Hasan Al-Mutsanna yang dengan penuh ketabahan membela paman dan imamnya, hingga menderita cukup banyak luka di tubuhnya. Zaid dan ‘Amr, keduanya putra Al-Hasan as., juga bersama mereka.
Penduduk Kufah larut dalam ratapan dan tangisan. Ali bin Al-Husain as. berkata kepada mereka, “Kalau kalian meratapi dan menangisi kami, lalu siapa yang membantai kami?”
Basyir bin Khuzaim Al-Asadi berkata: Aku melihat Zainab binti Ali as. saat itu. Tak pernah kusaksikan seorang tawanan yang lebih piawai darinya dalam berbicara. Seakan-akan semua kata-katanya keluar dari mulut Amirul Mukminin Ali as. Beliau memberi isyarat agar semuanya diam. Nafas-nafas bergetar. Suasana menjadi hening seketika. Beliau mulai berbicara:
“Segala puji bagi Allah. Salawat dan salam atas kakekku Rasulullah Muhammad saw. dan keluarganya yang suci dan mulia.
Amma ba’du. Wahai penduduk Kufah! Wahai para pendusta dan licik. Untuk apa kalian menangis? Air mata ini tak akan berhenti mengalir. Tangisan tak akan cukup sampai di sini. Kalian ibarat wanita yang mengurai benang yang sudah dipintalnya dengan kuat hingga bercerai-berai kembali. Sumpah dan janji setia kalian hanyalah sebuah makar dan tipu daya.
Ketahuilah, wahai penduduk Kufah! Yang kalian miliki hanya omong kosong, cela dan kebencian. Kalian hanya tampak perkasa di depan wanita tapi lemah di hadapan lawan. Kalian lebih mirip dengan rumput yang tumbuh di selokan yang berbau busuk atau perak yang terpendam. Alangkah kejinya perbuatan kalian yang telah membuat Allah murka. Di neraka kelak kalian akan tinggal untuk selama-lamanya.
Untuk apa kini kalian menangis tersengguk-sengguk? Ya, demi Allah, banyaklah menangis dan sedikitlah tertawa, sebab kalian telah mencoreng diri kalian sendiri dengan aib dan cela yang tidak dapat dihapuskan selamanya. Bagaimana mungkin kalian dapat menghapuskannya sedangkan orang yang kalian bunuh adalah cucu penghulu para nabi, poros risalah, penghulu pemuda surga, tempat bergantungnya orang-orang baik, pengayom mereka yang tertimpa musibah, menara hujjah dan pusat sunnah bagi kalian.
Ketahuilah, bahwa dosa kalian adalah dosa yang sangat besar. Terkutuklah kalian! Semua usaha jadi sia-sia, tangan-tangan jadi celaka, dan jual beli membawa kerugian. Murka Allah telah Dia turunkan atas kalian. Kini hanya kehinaanlah yang selalu menyertai kalian.
Celakalah kalian wahai penduduk Kufah! Tahukah kalian, bahwa kalian telah mencabik- cabik jantung Rasulullah? Putri-putri beliau kalian gelandangkan dan pertontonkan di depan khalayak ramai? Darah beliau telah kalian tumpahkan? Kehormatan beliau kalian injak-injak? Apa yang telah kalian lakukan adalah satu kejahatan yang paling buruk dalam sejarah yang disaksikan oleh semua orang dan tak akan pernah hilang dari ingatan.
Mengapa kalian mesti keheranan menyaksikan langit yang meneteskan darah? Sungguh azab Allah di akhirat kelak sangat pedih. Di sana kalian tidak akan tertolong. Jangan kalian anggap remeh waktu yang telah Allah ulurkan ini. Sebab masa itu pasti akan datang dan pembalasan Allah tidak akan meleset. Tuhan kalian menyaksikan semua yang kalian lakukan.”
Perawi berkata: Demi Allah, aku melihat orang-orang tertegun dan larut dalam tangisan. Tangan-tangan mereka berada di mulut mereka. Aku melihat seorang lelaki tua berdiri di sampingku sambil menangis hingga janggutnya basah. Ia berkata, “Demi ayah dan ibuku, kalian adalah sebaik-baik manusia. Keturunan kalian adalah sebaik-baik keturunan. Tak ada cela dan aib pada kalian.”
Ilustrasi tragedi Karbala
Diriwayatkan dari Zaid bin Musa, dia berkata, “Ayahku menukilkan kepadaku apa yang dikatakan oleh kakekku as. Beliau berkata, Fatimah Sughra setelah memasuki ke kota Kufah, berpidato:
“Aku memuji Allah sebanyak butiran pasir dan kerikil, seberat ‘arsy sampai tanah. Aku memuji-Nya, beriman dan bertawakkal kepada-Nya. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Aku menyaksikan bahwa keluarga Nabi, pembawa rahmat itu disembelih di tepi sungai Furat dan tidak ada orang yang datang untuk menuntut darahnya.
Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari melakukan kedustaan atas nama-Mu atau mengatakan atas nama-Mu hal-hal yang berlawanan dengan apa yang Kau perintahkan untuk menjaga wasiat Ali bin Abi Thalib as. Seorang yang hak-haknya dirampas lalu dibunuh di salah satu rumah Allah tanpa adanya kesalahan darinya sedikitpun -demikian juga hal yang dialami oleh putra Ali yang kemarin baru saja terbunuh-. Padahal di sana ada sekelompok orang yang di lisannya mengatakan bahwa mereka orang muslim dengan kepala yang tertunduk. Mereka tidak melindunginya dari kezaliman di masa beliau hidup maupun setelah kepergiannya. Sampai Engkau mengangkatnya ke sisi-Mu dengan jiwa yang mulia dan ruh yang suci.
Keutamaannya dikenal dan sikapnya ramai dipergunjingkan orang. Tak pernah ia gentar dalam menghadapi cacian dan cemoohan orang, dalam mencari ridha-Mu. Engkau bimbing ia menuju Islam kala ia masih kanak-kanak. Dan ketika telah menginjak usia dewasa, Kau bekali ia dengan segala keutamaan.
Dia selalu mengharap ridha-Mu dan ridha Rasul-Mu sampai Kau panggil ia menghadap-Mu. Hidupnya penuh dengan kezuhudan dan tidak pernah berlomba untuk mencari dunia. Hanya akhiratlah yang ia harapkan. Dia selalu berjuang di jalan-Mu. Sehingga Engkau meridhainya dan memilih serta membimbingnya ke jalan-Mu yang lurus.
Ammu ba’du. Hai ahli Kufah! Hai para penipu, orang-orang yang licik dan congkak! Kami Ahlul Bait kini tengah diuji oleh Allah hingga berhadapan dengan orang-orang seperti kalian. Dan Allah pun tengah menguji kalian dengan kami. Kami berhasil melalui ujian dengan hasil yang memuaskan. Sebagai ganjarannya Allah menganugerahi kami ilmu dan hikmah-Nya. Kamilah pemegang ilmu dan hikmah-Nya. Kamilah hujjah Allah atas seluruh penduduk bumi ini. Dialah yang telah memuliakan kami dengan kemurahan-Nya dan mengutamakan kami atas semua mahluk-Nya dengan menjadikan Muhammad, Nabi dan kekasih-Nya, dari golongan kami.
Tapi kalian malah mendustakan kami dan memperlakukan kami seperti memperlakukan orang-orang kafir. Kalian menganggap darah kami halal untuk ditumpahkan dan harta kamipun layak untuk dirampas. Seakan-akan kami ini orang-orang Turki atau Kabul. Hal seperti ini sudah pernah kalian lakukan terhadap kakek kami dahulu. Pedang-pedang kalian masih basah dengan darah kami, Ahlul Bait. Perbuatan kalian itu timbul karena dendam dan kedengkian kalian terhadap kami.
Kini kalian bersuka cita dan hati kalian berbunga-bunga. Sungguh yang kalian lakukan adalah suatu kedustaan besar atas nama Allah dan tipu daya akbar. Tapi ketahuilah bahwa Allah sebaik-baik yang berbuat makar dan tipu daya.
Jangan buru-buru terbawa rasa senang oleh apa yang kalian lakukan dengan menumpahkan darah dan merampas harta kami. Sebab semua musibah dan derita yang kami alami sudah termaktub di Kitab, sebelum Allah menciptakan mahluk-Nya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Supaya kalian tidak kecewa karena hilangnya kesempatan atau bergembira atas apa yang kalian dapatkan. Allah tidak menyukai orang yang sombong dan congkak.
Celaka kalian! Tunggulah datangnya kutukan dan azab yang akan segera turun atas kalian! Bencana dari langit akan datang bertubi-tubi. Kalian akan segera ditimpa azab. Kalian akan saling berperang satu sama lain. Lalu akan masuk ke neraka dengan siksaannya yang pedih di hari kiamat kelak, sebagai balasan atas kezaliman yang kalian lakukan terhadap kami. Ingatlah bahwa kutukan Allah pasti akan jatuh pada orang-orang zalim.
Celaka kalian! Tahukah apa yang telah kalian lakukan terhadap kami? Siapakah yang kalian bunuh? Kaki manakah yang kalian gunakan untuk maju memerangi kami?
Demi Allah, hati kalian telah berubah keras bagai batu. Perasaan kalian telah pekat. Hati kalian pun terkunci. Pendengaran dan penglihatan kalian telah tertutupi. Setan telah bermain- main dengan kalian, mendikte dan menutupi pandangan kalian. Karena itu, kalian telah menjadi sangat jauh dari hidayah Ilahi.
Celaka kalian, hai Ahli Kufah! Tahukah kalian hutang apa yang mesti kalian bayar pada Rasulullah saw.? Darah siapakah yang kalian tumpahkan dengan melawan saudaranya, Ali bin Abi Thalib as., kakekku, juga anak-anaknya dan keluarga Nabi yang suci? Lalu seorang dari kalian dengan bangga mengatakan:
Kami telah bunuh Ali dan anak-anak Ali
Dengan pedang Hindun dan seperangkat tombak
Kami tawan wanita mereka bak tawanan Turki Kami bantai mereka dengan kemenangan telak
Semoga mulut itu menjadi sasaran hujan batu! Apakah kau bangga membantai mereka yang telah Allah sucikan dan bersihkan dari noda dan dosa sesuci-sucinya. Tunggu dulu! Jongkoklah kau seperti ayahmu berjongkok, karena semua orang akan mendapatkan segala ganjaran dari apa yang telah diperbuatnya.
Atau mungkin kalian iri dengan apa yang telah Allah anugerahkan kepada kami ? Celakalah kalian!
Apa dosaku jika lautku penuh air
Sedang lautmu kering, tak menutupi cacing laut
Itulah karunia Allah yang Dia berikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Allah, Zat dengan karunia ynag agung. Siapa saja yang tidak Dia beri cahaya, tak akan mendapat cahaya”.
Suara tangisan meledak. Mereka berkata, “Cukuplah wahai putri orang-orang suci! Anda telah membakar hati kami, menyesakkan dada dan mengobarkan perasaan kami.” Beliaupun diam.
Giliran Ummu Kultsum binti Ali as. berpidato di hari itu dari belakang tabir yang menutupinya. Dengan suara parau dan isak tangisnya, ia berkata,
“Hai Ahli Kufah! betapa kejinya perbuatan kalian! mengapa kalian sampai menghinakan Al- Husain dan membunuhnya, merampas harta, menawan keluarga dan menyakitinya? Celaka dan terkutuklah kalian!
Tahukah kalian siapakah orang-orang yang memperdaya kalian? Dosa apakah yang kalian pikul di pundak kalian? Darah siapakah yang kalian tumpahkan? Siapakah wanita mulia yang kalian zalimi? Siapakah putri kecil yang kalian rampok? Harta apakah yang kalian rampas? Kalian telah membunuh sebaik-baik lelaki setelah Rasulullah saw. Rasa belas kasihan telah sirna dari hati kalian. Ingatlah bahwa tentara Allah akan menang dan tentara setan akan merugi !”
Kemudian beliau melanjutkan:
“Kalian bunuh saudaraku yang tabah, celakalah kalian Neraka dengan api berkobar adalah tempat kalian Kalian tumpahkan darah yang telah Allah haramkan Al-Quranpun melarangnya, juga Muhammad Bergembiralah dengan api neraka, sebab kalian esok Akan berada di dalamnya dengan panas yang sangat Aku hidup menangisi dan meratapi saudaraku Sebaik-baik manusia setelah Nabi sampai hari akhir Air mata tak kunjung reda meski telah kuhapus Membasahi pipi terus menerus tanpa henti”
Perawi berkata: Orang-orang riuh dengan tangisan, raungan dan ratapan. Para wanita menguraikan rambut mereka, menaburkan pasir di kepala, memukuli wajah, menampar pipi dan memanjatkan kutukan dan laknat atas para durjana. Sedangkan para lelaki menangis dan menarik-narik janggut mereka. Demi Allah, aku tak pernah menyaksikan orang sebanyak itu menangis bersama-sama.
Kemudian Imam Ali bin Al-Husain Zainul Abidin as. memberi isyarat agar mereka supaya mereka diam. Suasana hening seketika. Beliau bangkit dan berdiri. Setelah memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT dan menyampaikan salawat dan salam kepada Nabi saw., beliau berkata,
Ilustrasi tragedi Karbala
Kemudian Imam Ali bin Al-Husain Zainul Abidin as. memberi isyarat agar mereka supaya mereka diam. Suasana hening seketika. Beliau bangkit dan berdiri. Setelah memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT dan menyampaikan salawat dan salam kepada Nabi saw., beliau berkata,
Wahai orang-orang sekalian! Siapa yang mengenalku berarti dia mengenalku. Dan yang tidak mengenalku, aku akan perkenalkan diriku. Aku Ali putra Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib.
Aku putra dia yang disembelih di tepi sungai Furat tanpa ada orang yang datang menuntut balas atas kematiannya.
Aku putra dia yang diinjak-injak kehormatannya, ketenangannya dirampas, hartanya dirampok, dan keluarganya ditawan.
Aku putra dia yang dibunuh dengan penuh kesabaran. Ini cukup menjadi kebanggaanku.
Wahai orang-orang Kufah! Kuingatkan kalian kepada Allah. Tahukah kalian bahwa kalianlah yang menulis surat kepada ayahku, tapi kemudian kalian tipu beliau ? Kalian telah berjanji untuk setia dan membaiatnya lalu kalian perangi dan menghinakannya.
Celakalah kalian atas apa yang kalian lakukan pada diri kalian sendiri! Betapa busuknya pikiran kalian! Dengan mata apakah kalian akan memandang Rasulullah saw. ketika beliau bersabda kepada kalian, “Kalianlah yang telah membunuh keluargaku dan menginjak-injak kehormatanku. Kalian tidak masuk dalam golongan umatku.”
Perawi berkata: Suara tangis kembali meledak dari segala penjuru. Masyarakat saling berkata satu dengan yang lain, “Tanpa kalian sadari kalian kini telah binasa.”
Beliau melanjutkan, “Semoga Allah merahmati orang yang mau menerima nasehatku dan menjaga wasiatku tentang Allah, Rasul-Nya dan Ahlul Bait. Karena Rasulullah adalah teladan yang baik bagi kita semua.”
Serempak mereka menjawab, “Wahai putra Rasulullah! Kami siap untuk mendengar, mentaati dan menjaga janji kami padamu. Tak akan kami biarkan anda seorang diri. Kami tidak akan memusuhimu. Pilihan kami adalah apa yang anda pilih. Semoga Allah merahmati anda. Kami akan perangi orang-orang yang anda perangi dan berbuat baik kepada siapa saja yang anda perlakukan dengan baik. Kalau perlu kami akan seret Yazid dan berlepas diri dari orang-orang yang menzalimi anda dan menzalimi kami.”
Beliau berkata, “Tidak mungkin kalian akan melakukan apa yang kalian katakan itu. Kalian adalah orang-orang licik dan pembuat makar. Kalian telah dihalang-halangi oleh syahwat dan hawa nafsu. Atau mungkin kalian akan memperlakukan aku seperti kalian memperlakukan ayahku kemarin? Demi Allah, hal itu tidak mungkin terjadi. Luka di hati ini belum sembuh. Baru saja ayahku dibantai bersama keluarganya. Aku belum dapat melupakan kesedihan Rasulullah, ayahku dan saudara-saudaraku. Aku belum dapat melupakan kemarahannya di tenggorokanku, kegetirannya di kerongkonganku dan kesedihannya yang merasuk menyesakkan dadaku. Aku hanya berharap kalian tidak berpihak pada kami dan tidak memerangi kami.”
Kemudian beliau as. berkata,
“Tak heran Al-Husain dibunuh karena orang tuanya yang lebih baik darinya dan lebih mulia
Jangan dulu gembira, hai ahli Kufah dengan apa yang menimpa Al-Husain, hal itu lebih besar rasanya
Dialah korban di tepi Furat, jiwaku tebusannya
Ganjaran orang yang menzaliminya adalah neraka”
“Kami hanya akan puas dengan kalian bila kepala dibalas dengan kepala. Tak ada hari yang bersahabat dengan kami atau memusuhi kami” kata beliau lagi.
Perawi berkata: Ibnu Ziyad duduk di atas singgasana di istananya yang megah. Sesuai dengan perintahnya, izin masuk ke istana untuk menghadiri pertemuan yang ia adakan diberikan untuk umum. Kepala suci Al-Husain as. di bawa ke hadapannya bersama dengan para wanita keluarga Al-Husain as. dan anak-anaknya.
Zainab binti Ali as. duduk dengan wajah yang sulit dikenali. Ibnu Ziyad bertanya, “Siapakah dia ?” Terdengar jawaban, “Dia Zainab binti Ali.”
Ibnu Ziyad berpaling kepadanya dan berkata, “Puji syukur kepada Allah yang telah mempermalukan kalian dan membuka kedok kebohongan kalian.”
Zainab menjawab, “Yang sebenarnya dipermalukan adalah orang fasik dan yang mempunyai kebohongan adalah para pendosa, bukan kami.”
Ibnu Ziyad menyahut, “Bagaimana pendapatmu tentang apa yang telah Allah lakukan terhadap saudara dan keluargamu ?”
“Aku tidak melihat ketentuan Allah kecuali indah. Mereka adalah sekelompok orang yang telah ditakdirkan oleh Allah untuk mati terbunuh. Merekapun bergegas menuju kematian itu. Allah kelak akan mempertemukanmu dengan mereka. Kelak kau akan dihujani pertanyaan dan disudutkan. Lihatlah, siapa pemenang di hari itu! Semoga ibumu memakimu, hai anak Marjanah!”
Perawi berkata: Ibnu Ziyad marah bukan kepalang. Hampir saja ia mengambil keputusan membunuh Zainab.
‘Amr bin Huraits segera menegurnya, “Tuan, dia hanya seorang wanita. Seorang wanita tidak akan dihukum karena kata-katanya.”
Kepada Zainab, Ibnu Ziyad berkata, “Allah telah menyembuhkan luka hatiku dari Al-Husain, si durjana, juga para pendosa dan pembangkang dari keluargamu.”
Zainab menyahut, “Sungguh kau telah membunuh pemimpinku, memotong rantingku dan mencabut pokokku. Jika kesembuhanmu adalah hal itu, berarti engkau telah sembuh.”
Ibnu Ziyad berkata lagi, “Wanita ini memang ahli dalam bersajak. Dulu ayahnya juga seorang penyair.”
“Hai Ibnu Ziyad! Untuk apa wanita bersajak,” sergah Zainab.
Ubaidillah menoleh ke arah Ali bin Al-Husain as. dan bertanya, “Siapa dia ?”
Ada yang menjawab, “Dia adalah Ali bin Al-Husain.”
“Bukankah Allah telah membinasakan Ali bin Al-Husain ?” tanyanya.
Ali bin Al-Husain as. mejawab, “Aku mempunyai saudara yang juga bernama Ali bin Al- Husain. Dialah yang dibantai oleh orang-orangmu.”
“Allahlah yang telah membunuhnya,” bantah Ibnu Ziyad. Beliau menjawab,
“Allahlah yang mematikan jiwa-jiwa ketika ajalnya telah tiba.”
“Lancang benar mulutmu berani membantah kata-kataku,” hardik Ibnu Ziyad. “Seret dan penggal kepalanya!”
Zainab, bibi Ali bin Al-Husain, ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Ibnu Ziyad, berseru, “Hai Ibnu Ziyad! Kau tak mau menyisakan seorangpun untuk kami? Jika kau mau membunuhnya bunuh aku sekalian !”
Imam Ali bin Al-Husain as. berkata kepada bibinya, “Bibi, diamlah! Biar aku yang berbicara dengannya.” Beliau berpaling kepada Ibnu Ziyad dan berkata, “Hai Ibnu Ziyad! Jangan kau takut-takuti aku dengan kematian! Tahukah kau bahwa kematian adalah hal yang biasa bagi kami. Bahkan kebahagian kami akan terasa lebih sempurna dengan kematian sebagai syahid.”
Ibnu Ziyad memerintahkan para pengawalnya untuk memindahkan Ali bin Al-Husain as. dan tawanan yang lain ke suatu tempat di sebelah mesjid raya kota.
Zainab binti Ali berkata, “Jangan sampai ada seorang pun wanita Arab yang masuk ke tempat kami kecuali hamba sahaya. Karena mereka juga pernah ditawan seperti kami sekarang keturunan suci Rasulullah saw. yang telah Allah bersihkan dari segala noda dan dosa kau masih mengaku sebagai muslim ?
Oh, di manakah gerangan anak-anak kaum Muhajirin dan Anshar yang akan membalas perbuatanmu dan pemimpinmu si laknat anak orang terlaknat itu ?”
(Mahdi-News/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email