Pesan Rahbar

Home » » Rahasia Rahasia Ibadah; Bab: Pertemuan 3

Rahasia Rahasia Ibadah; Bab: Pertemuan 3

Written By Unknown on Wednesday 26 October 2016 | 19:20:00


Kebersihan hati merupakan rahasia ibadah yang paling afdhal. Sebabnya, tak ada sesuatu apapun dalam hati manusia selain Allah Swt. Ketika al-Quran menyebutkan masjid dan rahasianya, “Di dalamnya terdapat orang-orang yang ingin membersihkan diri, dan Allah menyukai orang-orang yang bersih.”(at-Taubah: 108)

Allah Swt menyebutkan masjid sebagai tempat menyucikan diri. Manusia yang suci dicintai Allah Swt, dan orang semacam ini akan menampakan tanda-tandanya. Allah Swt tak akan meninggalkan orang yang mencintai-Nya.

Apabila Allah Swt menyebutkan ibadah lahiriah dalam firman-Nya, Dia juga akan menyebutkan rahasia darinya. Di sini Allah menyebutkan bahwa orang-orang yang dicintai-Nya adalah mereka yang membersihkan diri. Karena itu, Allah menjadikan masjid sebagai tempat untuk beribadah dan membersihkan hati serta jiwa. Saat manusia sudah dicintai-Nya, tanda-tanda kecintaan itu akan tampak pada dirinya, berupa penjagaan dari segala bentuk keburukan dan bencana. Itu dikarenakan seluruh yang ada di semesta alam ini adalah pasukan Allah Swt: “Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi.”(al-Fath: 4, 7) Dengan demikian, jagat alam ini akan senantiasa berada di bawah penjagaan dan pengawasan Allah Swt. Saat itulah, tak ada sesuatu pun yang mampu membelokkannya dari melakukan kebajikan.

Al-Quran menyebut dan menyifati shalat sebagai ibadah demi menghidupkan perintah Allah Swt: “Dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.”(Thaha: 14) Shalat merupakan peringatan sekaligus perintah Allah Swt. Dengan menunaikan ibadah shalat karena Allah Swt, hati kita pasti akan menjadi tenang .

Mengingat Allah Swt dapat menenteramkan hati: “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.”(al-Ra'ad: 28) Hati orang yang shalat akan menjadi tenang, tidak takut dan tidak merasa lemah terhadap apapun selain kepada Allah Swt. Musuh yang ada di dalam maupun di luar tidak akan membuatnya takut, sebab orang yang shalat adalah orang yang selalu ingat (kepada Allah). Ingat merupakan penyebab seseorang menjadi tenang. Jika hati tenang, maka tak ada satu pun yang sanggup membuatnya gelisah atau takut.

Ketika menyebutkan seluruh syariat-Nya dalam firman-Nya, baik dalam bentuk ibadah maupun amali (ibadah dalam dua keadaan), Allah juga akan mengungkapkan bersamanya seluruh rahasia yang terkandung di dalamnya. Salah satu rahasia thaharah adalah kebersihan jiwa. Keberadaan masjid yang dibangun di atas prinsip ketakwaan, pantas dijadikan sebagai tempat untuk mengingat, serta melakukan berbagai ibadah, terrnasuk sha]at. Di dalamnya terdapat orang-orang yang gemar membersihkan diri. Bagi mereka, thaharah bukanlah sebuah beban, melainkan perintah yang sangat mereka cintai. Mereka menyukai penyucian diri, karena Allah mencintai orang-orang yang suci: “Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar taqwa (masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut bagi kamu untuk bersembahyang di dalamnya. Di dalamnnya terdapat orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih.”(al- Taubah: 108)

Mereka yang senantiasa berusaha mencari keridhaan Allah dengan bersuci, niscaya akan dicintai Allah Swt. Allah akan menundukkan segala sesuatu bagi mereka. Apabila manusia sudah memperoleh cinta-Nya, mustahil Allah tidak menundukkan alam semesta baginya. Ini disebabkan orang yang mencintai Allah meletakkan keinginan Allah di atas segalanya. Selain itu ia juga hanya akan melakukan suatu perbuatan apabila itu sesuai dengan keinginan Allah Swt. Allah menundukkan jagat alam ini untuknya. Dan alam semesta akan taat kepadanya. Karenanya, kemenangan hidup akan senantiasa mengiringinya.

Dalam surat Ma’arij, khususnya yang berkenaan dengan pembahasan shalat, Allah menyatakan bahwa manusia merniliki tabiat yang khas ketika mereka berada dalam kesusahan, yakni senantiasa berkeluh-kesah. Bila memperoleh kebaikan, ia akan mencegah kebaikan tersebut bagi orang lain. Ini merupakan tabiat manusia, bukan fitrahnya. Sebab, fitrah manusia berasaskan pada ketauhidan. Adapun tabiat manusia dijejali gumpalan kotoran dan keburukan. Para nabilah yang menghidupkan fitrah manusia. Sementara tabiat dipenuhi dengan kekotoran: “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ditimpa kesusahan, ia berkeluh kesah dan apabila mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat.”(al-Ma’arij: 19-22).

Berkeluh-kesah merupakan tabiat manusia. Ketika dia mendapat kesukaran, ia akan berkeluh-kesah. Dan andaikata memperoleh kebaikan, ia akan berbuat kikir kepada orang lain. Pengecualian dari itu semua adalah orang-orang yang menunaikan shalat. Orang-orang yang shalat tidak akan berkeluh-kesah ketika tertimpa bencana dan tidak berbuat kikir ketika mendapat kebaikan. Surat yang mulia ini menjelaskan sebagian rahasia shalat dan orang-orang yang shalat.

Siapakah orang yang shalat itu? “Yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya.”(al-Ma’arij: 23) Mereka adalah orang-orang yang menjaga dan tidak meninggalkan shalat.”Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu.”(al-Ma’arij: 24-25) Orang yang melaksanakan shalat tidak akan memonopoli hartanya hanya untuk dirinya sendiri. Sebaliknya, ia akan memiliki sifat yang sangat dermawan dan senantiasa menginfakkan apa yang diberikan Allah dari harta yang halal. Dalam harta ini terdapat hak orang lain. Mereka yang berhak ini terdiri dari dua jenis: orang yang meminta-minta dan orang yang tak meminta-minta.”Dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan.”(al-Ma’arij: 26)

Orang-orang yang shalat sudah tentu mempercayai adanya hari akhir. Mengingat keberadaan hari akhir dapat menyucikan manusia. Seluruh musibah yang dialami merupakan faktor penyebab manusia menjadi lalai terhadap hari kiamat. Ketika menyebutkan faktor penyebab kefasikan dan keberadaan orang-orang yang fasik, al-Quran mengisyaratkannya dengan kelalaian terhadap hari kiamat.

“Mereka akan mendapatkan azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.”(Shaad: 26) Mereka melakukan maksiat dan dosa karena lupa akan keberadaan hari pembalasan. Sebaliknya, orang-orang yang shalat akan senantiasa mengingat hari akhir.

“Dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya.”(al-Ma’arij: 27) Shalat telah mengingatkan mereka akan datangnya hari akhir sehingga mereka menjadi takut terhadap azab Allah.

“Karena sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya).”(al-Ma’arij: 28) Siapakah orang yang selamat dari azab Allah Swt? Siapakah yang mendapatkan tiket keselamatan dari Allah? Al-Quran menyebutkan keutamaan orang-orang yang shalat.

“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.”(al-Ma’arij: 32). Mereka yang menjaga seluruh amanat (baik berupa harta maupun selainnya) dan janji-janji. Allah Swt begitu dekatnya dengan kita ketika berfirman: “Ketika kalian mengadakan hubungan perjanjian, jadikanlah Aku di satu sisi.”

Sebagian ulama menulis rasail yang dinamakan dengan Risalat al-Ahdi. Salah satunya ditulis oleh Ibnu Sina yang menjelaskan tentang perjanjian-perjanjian. Misalnya, berjanji tidak menyebutkan dengan lisannya kecuali kebenaran. Juga perjanjian untuk tidak mengikuti perkumpulan- perkumpulan dari orang-orang yang melakukan keburukan yang tidak diperbolehkan Allah untuk dilakukan. Itu dikarenakan Allah sangat dekat dengan orang-orang mukmin.

“Dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya.”(al-Ma’arij: 33). Orang-orang yang berjalan dengan kebenaran adalah orang-orang yang tetap tidak berubah dalam persaksiannya. Kesaksian mereka merupakan kesaksian akan keesaan, risalah, dan kebenaran dalam berbagai masalah hak asasi manusia.

“Dan orang-orang yang memelihara shalatnya.”(al-Ma’arij: 34) Mereka senantiasa menjaga dirinya untuk tetap melakukan shalat dan menjaga waktu shalatnya. “Mereka itu (kekal) di surga lagi dimuliakan.”(al-Ma’arij: 35). Mereka mendapatkan nikmat dalam kemuliaan surga. Al-karamah dalam ungkapan al-Quran memiliki makna yang berbeda dengan takrim (penghormatan). Allah menganugerahkan sifat ini kepada para malaikat. Disebutkan oleh-Nya bahwa mereka adalah kiram al-katibin. Malaikat adalah makhluk yang dimuliakan.

Ketika Abdullah bin Ja’far berada dalam sebuah perjalanan, ia berjumpa dengan seorang pengemis yang tak dikenalnya. Ia memberikan banyak harta kepada pengemis tersebut. Teman-temannya berkata kepadanya: “Wahai Abdullah, engkau tidaklah dikenal di tempat ini dan pengemis tersebut puas dengan harta yang lebih sedikit dari yang engkau berikan. Mengapa engkau memberikan harta yang banyak?” Abdullah berkata: “Jika orang-orang di tempat ini tidak mengenaliku, maka aku mengenali diriku dan jika pengemis itu puas dengan harta yang sedikit, maka tabiatku tidak merelakan yang lebih sedikit dari pemberian ini dan saya tidak rela apabila saya memiliki harta sementara saya memberikan sesuatu yang sedikit.” Ruh ini adalah ruh al-karamah. Ia merupakan ruh yang tinggi lagi mulia.31

Ketika Allah ingin mendukung para malaikat, Allah berfirman: “Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan.”(al-Anbiya: 26) Tatkala menyebutkan orang-orang yang shalat, Allah berfirman: “Mereka itu (kekal) di surga lagi dimuliakan.” Tema pembicaraan ini bukan berkisar tentang makanan, minuman, dan pakaian. Akan tetapi berkenaan dengan karamah Allah Swt. Ketika hendak menyokong orang-orang yang shalat, Allah berfirman: Dia di surga dimuliakan. Di surga, segenap bentuk kelezatan indrawi memiliki tingkatan yang paling rendah. Sementara kelezatan akan kedekatan dengan para malaikat merupakan karamah. Orang-orang yang shalat akan berdampingan dengan para malaikat di dunia maupun di akhirat,

Imam al-Baqir as bersabda: “Bagi orang yang shalat, terdapat tiga perkara. Jika ia berdiri untuk menunaikan shalat, para malaikat akan mengelilinginya, mulai dari kakinya sampai ke langit, dan kebaikan akan bertebaran untuknya, dari langit sampai ke ubun-ubun kepalanya, dan malaikat yang diwakilkan untuknya akan memanggil dirinya, Seandainya orang yang shalat mengetahui siapa yang berbicara dengannya, ia tak akan melepaskannya.”32 Shalat macam apakah ini, sehingga menjadikan para malaikat berdiri untuk menjaga orang yang sedang menunaikannya? Dan dari apa ia dijaga? Para malaikat menjaganya dari segenap bisikan setan karena setan selalu menunggu orang yang shalat.

Pada waktu yang lalu telah kita sepakati bahwa shalat semacam ini benar adanya. Tetapi terkadang, shalat ini terangkat namun dengan warna yang legam sembari menyeru kepada orang yang menunaikannya: “Semoga Allah menghitamkan wajahmu karena engkau telah melalaikanku.” Pada saat yang lain, shalat terangkat dengan warnanya yang putih sambil mengatakan: “Semoga Allah menjagamu sebagaimana engkau menjagaku.”

Jika orang yang shalat berdiri menghadapkan hatinya ke hadapan Tuhannya, pada saat itu pula para malaikat menjaganya. Malaikat-malaikat ini khawatir kalau orang yang melaksanakan shalat tersebut diganggu setan, karena setan selalu menunggu orang yang shalat. Herannya, perbuatan- perbuatan baik merupakan tanda dari pengawasan setan, sebagaimana ia selalu berusaha menyibukkan dan menyelewengkan pikiran orang yang shalat dari menghadap kepada Allah. Setan sendiri berkata: “Saya benar- benar akan (menghalang-halangi) dari jalan Engkau yang lurus.”(al-A’raf: 16)

Aku menunggu mereka di jalan yang lurus dan tak akan membiarkan seorang pun mampu melewatinya. Setan membangun perangkapnya di setiap tempat yang berbau kemungkaran dan kejelekan. Ia akan membisikkan orang yang sedang shalat, mulai dari awal sampai mengucapkan salam, sehingga orang tersebut akan menjumpai hatinya tidak hadir dalam shalat tersebut.

Salah seorang irfan berkata dalam kitabnya Asrar al-Shalat, sebagaimana juga pernah disebutkan Imam Khomeini ―semoga Allah meridhainya: Bagaimana mungkin orang yang disibukan oleh sesuatu selain Allah Swt di dalam shalatnya pantas mengucapkan salam, assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh? Saya malu dengan hal tersebut. Apa rahasianya? Orang yang shalat adalah orang yang sedang berbincang-bincang dengan Tuhannya. Dirinya akan disibukan dengan gumam doa dan dzikir. Ia tidak sedang bersama manusia dan manusia juga tidak sedang bersamanya. Tatkala selesai dari shalatnya, baru ia kembali hidup bersama manusia. Maka ia mengucapkan assalamu’alaikum.

Di antara mereka, antara satu sama lain tidak mengucapkan salam. Itu dikarenakan mereka berada di satu tempat secara bersama-sama. Seseorang baru memberikan salam manakala baru memasuki suatu tempat. Ucapan salam di akhir shalat bukanlah zikir ataupun doa, melainkan ucapan selamat. Karena itu, jika seseorang melakukan shalat dan di dalamnya secara sengaja diucapkan salam, maka shalatnya tidak sah (batal). Jika mengucapkan salam karena suatu kekeliruan, maka ia harus melakukan sujud sahwi. Ucapan salam di akhir shalat merupakan tahiyat. Da]am melaksanakan shalatnya, seseorang akan disibukan dengan doa dan munajat. Dan ketika shalatnya selesai, ia kembali ke tengah-tengah manusia dari bertemu Allah. Karenanya ia akan mengucapkan salam kepada mereka.

Orang arif ini berkata: “Saya heran terhadap orang yang ketika shalat masih disibukan oleh berbagai urusan duniawi dan tidak bersama Allah. Bagaimana bisa ia mengucapkan salam di akhir shalatnya?”

Imam Ali as berkata: “Tanyalah apa saja kepadaku sebelum kalian kehilangan aku. Sesungguhnya aku lebih mengetahui hal-hal yang ada di langit daripada yang ada di bumi.”33 Apa saja yang ingin kalian tanyakan, tanyakanlah! Saya lebih banyak mengetahui hal-hal yang ada di langit ketimbang di bumi. Saya lebih mengetahui hal-hal yang bersifat ghaib daripada alam dunia.

Kemudian berdirilah salah seorang dari mereka dan berkata: “Berapa jarak antara kedudukanmu dengan arsy Allah?” Amirul Mukminin as berkata: “Mudah-mudahan pertanyaanmu ini adalah pertanyaan orang yang mencari jawaban, dan bukan untuk mencari kesalahan. Adapun jawaban atas pertanyaanmu mengenai jarak dari tempat kakiku ke arsy adalah ketika seseorang mengatakan dengan ikhlas (laa ilaha illa Allah). Jika diucapkan dengan ikhlas, itu akan mencerminkan jarak menuju arsy Allah. Jaraknya melintasi hati mukminin yang hidup dan bersih karena, ‘hati seorang mukmin adalah arsy-nya Allah’.”34

Imam Shadiq berkata: “Barangsiapa mengucapkan laa ilaaha illa Allah dengan ikhlas maka dia masuk surga. Keikhlasan mengucapkan laa ilaaha illa Allah akan mencegah dan menjauhkannya dari apa-apa yang diharamkan Allah Swt.”35 Makna ikhlas dalam kalimat ini adalah menutupi dan mencegahnya dari melakukan dosa dan maksiat. Keikhlasan akan menciptakan hijab dan pembatas antara manusia dengan perbuatan dosa. Inilah makna ikhlas. Berdasarkan ini, seluruh malaikat akan mendampingi orang yang melaksanakan shalat, mulai dari awal sampai selesai.

Keistimewaan kedua dari shalat adalah diturunkannya berbagai kebaikan dari langit. Semua itu diperuntukan bagi orang yang sedang melakukan shalat. Kebaikan-kebaikan tersebut akan terus menggerimis sampai shalatnya usai. Apa kebaikan-kebaikan itu? Apa kebaikan yang kita ketahui? Bagi sebagian orang, usia yang dihabiskannya akan menjadi berkah apabila dibarengi dengan niat yang baik, mendapatkan sahabat yang baik, guru yang baik, murid yang baik, dan anak yang shalih. Inilah kebaikan-kebaikan yang akan mengantarkan manusia kepada kebaikan di akhirat.

Keistimewaan ketiga dari shalat adalah bahwa Allah Swt mengutus malaikat yang berkata kepada orang yang sedang mengerjakan shalat: “Seandainya engkau tahu dengan siapa engkau berbicara, engkau tidak akan meninggalkan shalat.” Karena itu, salah seorang imam maksum as berkata dalam munajatnya: “Ya Allah, berilah aku kesempatan untuk mencicipi manisnya mengingat-Mu.” Shalat menjadi hal yang biasa bagi kita lantaran kita belum mencicipi manisnya berdzikir dan beribadah.

Allah Swt memuliakan para malaikat dalam al-Quran melalui firman- Nya: “Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan.” Dalam sejumlah riwayat pun disebutkan bahwa orang-orang yang shalat juga dianugerahi kemuliaan. Pertama-tama Allah Swt menyebutkan sifat-sifat para malaikat. Setelah itu Dia mengajak kita untuk mendapatkan sifat-sifat tersebut.

“Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya.”(al-Anbiya: 27). Para malaikat mengikuti perintah Allah dan tidak mendahuluinya. Seluruh perintah tersebut dikerjakan sesuai dengan keinginan Allah. Allah berfirman dalam surat al-Hujurat: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya.”(al-Hujurat: 1) Wahai mukminin, janganlah kalian mendahului perintah Allah Swt. Taatilah perintah tersebut. Jadilah seperti malaikat. Bahkan, jadilah malaikat!

Disebutkan bahwa Ja’far al-Thayyar ―semoga Allah merahmatinya― yang kedua tangannya terputus dalam peperangan, dianugerahi Allah dua buah sayap yang kemudian digunakannya untuk terbang bersama para malaikat di surga. Ja’far al-Thayyar akan dibangkitkan di hari kiamat nanti bersama dengan para malaikat.36 Adakah kelezatan yang lebih dari itu? Ini merupakan pemberian Allah Swt sekaligus sebagai rahasia dari ibadah dan ketaatan, yakni dengan dibangkitkannya manusia bersama para malaikat.

Imam Baqir berkata: “Tidak ada seorang pun dari pengikut kami yang melakukan shalat, kecuali malaikat mengelilinginya sebanyak orang yang di belakangnya, mereka shalat di belakangnya dan mendoakannya sampai ia selesai dari shalatnya.”37 Manusia seperti apakah yang menjadikan para malaikat melakukan shalat di belakangnya? Bukankah Allah mengajarkan agar kita berdoa dengan kalimat ini: “Dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa.”(al-Furqan: 74). Ya Allah, jadikanlah kami menduduki posisi di mana orang-orang bertaqwa mengikuti kami dan jadikanlah kami pemimpin mereka. Imam Shadiq berkata: “Apakah kalian tidak mendengar ucapan para nabi dalam al-Quran? Apakah kalian tidak mendengar nabi Isa as ketika berkata: ‘Allah mewasiatkanku tentang Shalat’?”

Muawiyah bin Wahab bertanya kepada Abu Abdillah al-Shadiq tentang apa yang paling afdhal dalam mendekatkan seorang hamba kepada Tuhannya? Imam menjawab: “Aku tidak mengetahui sesuatu setelah ma'rifah yang lebih afdhal daripada shalat.” Tidakkah engkau melihat seorang hamba yang shalih seperti Isa bin Maryam as? Beliau berkata: “Allah mewasiatkanku tentang shalat.”38

Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan berkata: “Doakanlah agar aku masuk surga.” Rasul saww berkata: “Bantulah aku dengan memperbanyak sujud.”39 Aku berdoa dan engkau membantuku dengan memperbanyak sujud supaya doanya dapat dikabulkan. Sujud yang lama dapat menjadikan manusia tawadhu’ dan tidak lagi berkata: aku, aku....

Jika kita senang terhadap suatu perbuatan baik yang dilakukan seseorang yang kita sendiri tidak sanggup melakukannya, maka kita adalah mitranya dalam perbuatan tersebut.40 Kita acapkali melihat orang yang menyesal lantaran tidak dapat melakukan suatu pekerjaan. Mereka berkata:

“Kenapa kita tak dapat melakukan pekerjaan itu?“ Sebenarnya mereka tidak menyukai pekerjaan yang baik tersebut. Sebaliknya, mereka mencintai dirinya sendiri. Seseorang yang rela dengan pekerjaan orang lain tentu akan turut mengerjakan pekerjaan tersebut.”Sesungguhnya manusia itu ada yang rela dan ada yang benci.”41

Ketika kita mampu menguasai diri dan menjadikannya tunduk kepada keinginan kita, pada dasarnya kita sedang berada dalam kerelaan. Hal ini tak bisa diperoleh kecuali dengan beribadah, membuang rasa dengki, dan menjauhkan perselisihan yang bersumber dari egoisme. Dalam wasiatnya. Imam Ali berkata: “Hati-hatilah kalian dengan kebencian, karena itu dapat mengikis agama.”42 Kebencian dan permusuhanlah yang menghancurkan agama. Sebagaimana pisau silet mencukur kepala, perselisihan dan permusuhan pun mencukur agama. Kita telah saksikan bagaimana nasib sebagian manusia yang datang kepada orang kafir. Mereka jatuh dalam perangkap orang-orang kafir tersebut. Nasib manusia semacam ini akan lebih celaka dari apa yang menimpa Samer (Yitzhak Shamir?).

Darimana munculnya kefasadan (kerusakan) ini? Berbagai hadis mengajarkan kepada kita untuk memanjatkan doa kepada Allah agar Dia tidak meninggalkan kita barang sekejap pun. Kedengkian dan permusuhan akan menghancurkan agama tanpa meninggalkan bekas. Sumbernya adalah kekuatan. Dan shalat merupakan faktor yang sanggup memutuskan jenis kekuatan ini. Maka perpanjanglah sujudmu. Jangan cepat-cepat43 kau angkat kepalamu dari sujud yang ada dalam setiap shalat sehari-hari, juga dalam shalat-shalat tertentu. Musuh yang ada dalam diri tak akan membiarkan manusia tenang melakukan shalat. Ia akan terus berupaya untuk menggelincirkan siapapun dari jalan yang benar.

Amirul Mukminin Ali as berkata: “Shalat merupakan kurban bagi setiap orang yang bertaqwa.”44 Kurban setiap orang yang shalat adalah shalatnya. Bahkan setiap pekerjaan yang dilakukan manusia karena Allah merupakan kurban. Bukan semata perbuatan (dengan memotong kambing) pada hari ke-10 di bulan Dzulhijjah di Mina saja yang disebut kurban. Setiap perbuatan baik yang dilakukan karena Allah adalah kurban. Jika perbuatannya diterima dan diangkat Allah. pasti orang yang mengerjakannya juga akan diangkat. Tak mungkin amalnya diterima sementara yang mengamalkannya tidak. Apakah logis, niat dan amal diterima dan sampai di sisi Allah sedangkan kita yang melakukannya tidak diterima oleh-Nya? Jika shalatnya diterima, maka orang yang melakukannya jelas pantas untuk sampai dan bertemu dengan Allah Swt.

Dari Amirul Mukminin Ali as, Rasulullah saww bersabda: “Shalat seperti sungai di depan pintu rumah kalian yang kalian keluar ke sungai itu setiap hari untuk mandi lima kali. Maka tidak ada kotoran yang tertinggal dengan mandi lima kali dan tidak ada dosa yang tertinggal dengan shalat lima kali.”45 Shalat ibarat sungai di depan pintu rumah manusia, tempat mereka mandi di dalamnya lima kali sehari. Apakah dengan itu kotoran masih melekat di sekujur tubuhnya? Begitu pula dengan shalat yang dilaksanakan lima kali dalam sehari. Ia akan membersihkan dosa dalam diri manusia hingga tak ada yang tertinggal sedikitpun. Jika kita masih merasakan adanya sisa-sisa dosa yang tertinggal maka ketahuilah bahwa shalat kita kosong dari ruh kita.

Inilah ruh yang dimaksudkan Allah dalam firman-Nya: “Maka dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.”(Thaha: 14) Kita belum menghidupkan zikir kepada Allah. Orang-orang yang berlumuran dosalah yang akan meiambat-lambatkan shalatnya. Setiap hari, malaikat Izrail senantiasa memeriksa rumah-rumah manusia pada waktu-waktu shalat. Tujuannya untuk menyelidiki apa yang dikerjakan oleh orang-orang yang berada di dalamnya.46

Dalam peperangan sekalipun, manusia masih tetap diwajibkan menunaikan shalat, kendati dengan shalat khauf (takut). Demikian1ah isi dari riwayat-riwayat yang bersumber dari para imam suci. Sementara untuk hukum shalat musafir yang dilakukan dengan cara qashar (diringkas), bersumber dari riwayat yang lebih banyak lagi.47 Karena jika tidak, maka shalat qashar hanya dikhususkan bagi orang-orang yang sedang berperang.

“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi. maka tidaklah mengapa kamu men-qashar sembahyang-(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir, sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu. Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat bersamamu) sujud, (telah menyempumakan satu rakaat) maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu dan hendaklah mereka bersiap-siap dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidaklah ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapatkan sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu sakit dan bersiap-siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang yang kafir itu. Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat-(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk, dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”(an-Nisaa: 101-103)

Wahai Rasulullah, jika engkau memimpin peperangan dan engkau ingin melakukan shalat secara berjamaah, maka shalatlah. Segolongan dari orang-orang yang berperang datang dan shalat di belakangmu satu rakaat. Kemudian mereka berniat untuk berpisah dari shalat berjamaah dan melakukannya dengan niat tidak berjamaah. Mereka menunaikan rakaat shalat yang kedua dengan bergegas, kemudian berdiri. Kelompok yang kedua datang dan ikut bersamamu di rakaat yang kedua agar mereka bisa melakukan shalat berjamaah layaknya kelompok yang datang pertama kali. Mereka akan berhati-hati dan menjaga tempat serta senjatanya.

Orang-orang kafir amat menginginkan kalian menjadi lengah terhadap senjata-senjata dan harta benda kalian sehingga mereka dapat menyerang kalian. Jagalah senjata-senjata kalian dan waspadalah! Jika salah satu di antara kalian menderita sakit dan tidak sanggup memegang senjata ketika shalat, maka letakkanlah senjatanya namun tetaplah waspada. Allah menjanjikan balasan bagi orang-orang kafir berupa azab yang pedih. Dan jadikanlah shalat kalian jauh lebih tenang ketimbang shalat yang dilaksanakan bukan pada saat peperangan. Jelas bahwa seluruh keistimewaan yang disebutkan Allah ini merujuk pada ruh shalat itu sendiri.


Referensi:

31. Safinah al-Bihar, Madah Abdan, “Usud al-Ghabah fi Marifah as-Sahabah”.
32. Man la-Yahdhuru al-Faqih, juz 1, Bab XXX, hadis ke-15.
33. Nahjal-Balaghah, Kutbah 1 & 9; al-Ihtijaj; Attabari; Bihar al-Anwar, juz 10, hal. 138.
34. Maksud dari hadis Harist bin Malik dalam Ushul Kafi, juz 1, Bab “Hakikat al-Iman wa al-Yakin”.
35. Syaikh al-Saduq, at-Tauhid, hadis ke-26.
36. Muhaddis a1-Qumi, Safinah al-Bihar, Madah Jafar.
37. Man la-Yahdhuru al-Faqih, juz I, Bab XXX, hadis ke-8.
38. Man la-Yahdhuru al-Faqih, juz 1, Bab XXX, hadis ke-13.
39. Man la-Yahdhuru al-Faqih, juz 1, Bab XXX, hadis ke-14.
40. Imam Ali berkata: “Orang yang ridha dengan pekerjaan satu kaum seperti orang yang masuk ke dalam kaum itu dan setiap orang yang masuk ke dalam kesesatan mendapatkan dua dosa, dosa melakukan kesesatan dan dosa ridha dengannya.” Bihar al-Anwar, juz 100, hal. 96; Quror al-Hikam, hal.71.
41. Wasail al-Syi’ah, juz 11, hal. 411.
42. Nahj al-Balaghah, khutbah ke-86.
43. Imam Shadiq berkata : “Perlamalah sujudmu karena itu adalah sunah orang-orang yang bertaubat.” Bihar al-Anwar, juz 85, hal. 137.
44. Nahj al-Balaghah, al-Hikmah, hal.136; Bihar al-Anwar, juz 10, hal. 99; Al-Kafi, juz 3, hal. 265; Man la-Yahdhuru al-Faqih, juz 1, hal. 56; Al-Wafi, juz 2, hal. 9; Safinah al-Bihar, juz 2, hal. 43.
45. Man la-Yahdhuru al-Faqih, juz 1, Bab XXX, hadis ke-3.
46. Ad-Dilmi, Irsyad al-Qulub, Bab XIV, hadis ke-2.
47. Khusus tentang shalat musafir, lihat kitab Wasail al-Syi’ah, juz 5, hal. 538; Tafsir al-Mizan, juz 5, hal. 65.

(Sadeqin/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: