Pesan Rahbar

Home » » Risalah Hak Asasi Wanita; Bab 3: Sudut Lain Pandangan Islam tentang Wanita

Risalah Hak Asasi Wanita; Bab 3: Sudut Lain Pandangan Islam tentang Wanita

Written By Unknown on Saturday, 29 October 2016 | 20:24:00


Agar lebih mengenal berbagai sudut pandang Islam tentang wanita, akan lebih bermakna hila menguraikannya lebih jauh tentang persoalan ini.

Pria dan wanita dipandang dari dua aspek yang berbeda dalam Islam, ‘aspek manusia’ dan ‘aspek kemanusiaan’. Aspek manusia sama baik pria maupun wanita. Dalam aspek kemanusiaannya, yakni ciri kebumian mereka berdua, bagaimanapun juga berbeda. Perbedaan ini justru menyempurnakan hakikat mereka dan juga kepentingan mereka.


1. Aspek Manusia

Pria dan wanita sama-sama manusia. Mereka sama-sama khalifah Ilahi. Mereka tidak berbeda dalarn menentukan nasib mereka, memiliki wewenang atas baik dan buruk, memilih jalan mereka untuk kesejahteraan atau kesengsaraan dan meniti jalan menuju kesempurnaan spiritual.

Mereka sama-sama bertanggung jawab di hadapan-Nya. Dalam al-Quran setiap kali manusia disebutkan atau istilah “Wahai manusia!” digunakan untuk baik pria maupun wanita.

Mereka menerima posisi yang sama di hadapan Allah kecuali jika salah satu dari mereka lebih bertaqwa. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa di antara kamu. (QS al-Hujurât:13) Dalam ayat lain Allah memerintahkan kepada pria maupun wanita untuk sama-sama menjaga kesucian dan kewajiban mereka kepada-Nya.

Pria dan wanita tidak berbeda dalam keimanan mereka kepada Allah dalam menerima seruan Nabi saw dan mereka juga sama-sama bersumpah setia kepada Nabi dan pengganti beliau, yakni mereka menyetujui imamah (kepemimpinan). Mereka juga ditunjuk untuk ikut dan taat kepada Allah. Wanita juga seperti pria, dapat memilih agamanya dan ia tidak mesti mengikuti siapapun juga dalam pemilihan ini.

Mengenai kebebasan, yang seiring dengan kemanusiaan dan bagian dari identitas manusia, baik pria maupun wanita adalah sama. Mereka sama-sama diciptakan bebas. Kebebasan yang diberikan Allah tidak dibatasi oleh siapapun juga. Mereka sama-sama bertanggung jawab secara merdeka dengan konsekuensi-konsekuensi amal perbuatan yang mereka lakukan. Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya. (QS al-Muddatstsir:38)

Wanita seperti pria, berhak menikmati hak-hak legal atau absah, hukum, hak untuk hidup, dan menjalani tugas sosial dan menikmati anugerah Ilahi. Al-Quran menyatakan, dan mereka (wanita) memiliki hak-hak yang serupa dengan mereka (laki-laki) di atas mereka...(QS al-Baqarah:228) Akhirnya, keduanya sama-sama diciptakan untuk meniti jalan kepada kesempurnaan demi ridha Allah. Maka dengan ibadah mereka, yang adalah ketundukan mutlak kepada-Nya dan mengikuti ‘Jalan Agama nan Lurus’, mereka dapat mencapai posisi berikut, Hai orang yang beriman, taatilah Aku sehingga Aku dapat membuatmu seperti diri-Ku.”

Pahala, kutukan Ilahi, surga dan neraka adalah sama bagi keduanya: Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS an-Nahl:97)

Dalam aspek ini kesamaan maupun keserupaan ada di antara pria dan wanita dan tidak ada perbedaan di antara mereka.


2. Aspek Kemanusiaan

Pria dan wanita sama-sama menyempurnakan kemanusiaannya. Berdasarkan pada pembagian kerja alami dan sosial serta tanggung jawab dan susunan pelaksanaan alami mereka, yang merupakan tujuan utama dalam penciptaan, dan dengan pertimbangan dalam meninjau kembali kekhususan yang tidak umum dan tanggung jawabnya, ada hal-hal bernilai yang perlu di pertimbangkan di antara mereka. Sebagaimana dikutip dari almarhum Muthahhari, meskipun kasus-kasus ini mengarah kepada pelepasan atas keserupaan-keserupaan mereka secara alamiah dan syariah, mereka tidak bertentangan dengan persamaan mereka dalam hal kemanusiannya dan dalam menikmati hak-hak asasi manusia.

Menurut al-Quran, pria dan wanita lahir dari ‘satujiwa’, atau wanita bagian dari sesuatu sehingga pria tercipta. Dalam sebuah hadis Nabi telah dikutip, “Wanita adalah teman dan sahabat dari pria”, tetapi persekutuan ini bukanlah alasan atas kemanunggalam yang sempurna dan lengkap dari fitrah mereka dan merupakan suatu tanda dari perbedaan mereka, yang mengarah kepada kekhususan lahiri dan merupakan perbedaan mereka dalam jatidiri mereka.

Perbedaan inti dan lahiri di antara pria dan wanita menyingkapkan bahwa mereka sama-sama memiliki spesifikasi-spesifikasi dalam fitrah mereka, tubuh mereka, syaraf mereka, dan ruh mereka, yang tidak ada di lain tempat. Oleh karena itu, pria dan wanita saling melengkapi. Mereka saling bergantung dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan alamiah, kebutuhan jiwa dan mental mereka.

Sayang sekali, perbedaan-perbedaan alami yang menguntungkan ini, yang berdasarkan undang-undang yang menyangkut wanita harus dibuang dari kekerasan dan harus sesuai dengan fitrah yang luwes, tidak diketahui oleh mazhab- mazhab sosial dan hukum atau sudut pandang-sudut pandang yang ada di dunia kecuali Islam.

Sudut pandang filsafat dan hukum Islam mengenai wanita merupakan manifesto pertama dan piagam kebebasan wanita yang sesungguhnya. Semua perbedaan yang ada dalam hak asasi pria dan wanita dalam Islam dan telah dibesar-besarkan dan dikecam oleh musuh-musuh Islam yang berasal dari wawasan realistik Islam yang memanfaatkan berbagai kepentingan pria dan wanita dan juga individual serta kesejahteraan sosial manusia.

Berdasarkan ini, bertentangan dengan Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia, yang memandang wanita memiliki hak yang sama sebagaimana laki-laki, Islam telah memandang hak-hak khusus bagi wanita di samping hak-hak manusia pada umumnya yang telah dirampas kaum pria.

(Sadeqin/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: