Meski Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama telah meminta maaf soal Al Maidah 51, Sekretaris Pusat Pemuda Muhammadiyah Pedri Kasman mengatakan tak akan mencabut laporannya ke polisi. Sebelumnya, Pedri bersama Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) melaporkan Ahok ke Polda Metro Jaya (7/10) dengan menyebut terdapat dua aspek hukum soal kasus ini.
“Pertama bahwa pendapat yang dikeluarkan MUI merupakan suatu keterangan ahli sehingga hal tersebut sesuai dalam KUHAP pasal 185,” kata Pedri, seperti dikutip republika.co.id (11/10)
Kedua dengan adanya keterangan ahli, sudah terkumpul bukti permulaan yang cukup sehingga status Ahok dapat dinaikkan menjadi tersangka. Untuk itu mereka meminta pihak kepolisian bertindak sesuai dengan KUHAP.
“Sekali lagi kami ingatkan Polri jangan bermain-main dalam kasus ini. Ahok harus segera dipanggil dan ditetapkan sebagai tersangka,” katanya
Menanggapi kasus Ahok ini, Eks Ketua Umum Muhammadiyah Syafi’i Ma’arif memandang jika yang bersangkutan telah minta maaf, masalah ini diselesaikan dengan baik dan tidak perlu diperpanjang lagi.
“Ahok kan sudah minta maaf. Kalau sudah minta maaf, mengapa kita tidak selesaikan saja. Dan saya rasa Ahok itu bukan orang jahat,” kata pria yang akrab disapa Buya Syafi’i ini di forum Indonesia Lawyers Club, 12/10
Sembari menegaskan bahwa dirinya tidak mengenal Ahok, pria 81 tahun ini kembali menegaskan, “Yang pandang salah, dia sudah minta maaf. Sudah gitu, mestinya selesai.”
Selain mengajak masalah ini diselesaikan dengan baik, Buya juga berharap para pasangan calon gubernur DKI dan pendukungnya kembali bersaing dengan fair, jujur, adil tanpa ada kampanye hitam. Dan siapapun pemenangnya didukung, katanya.
Jika dibiarkan berlarut-larut, menurut Buya, membuat demokrasi bangsa ini akan tersandra oleh suasana yang tidak sehat semacam ini.
“Demokrasi kita ini belum mencapai tujuan sama sekali. Kesejahteraan rakyat itu belum tercapai.”
Buya tidak mempermasalahkan jika ayat Al-Qur’an digunakan dengan tujuan yang jujur. “Tapi kalau memperalat Tuhan, untuk tujuan politik yang kotor, itu tidak bisa dibenarkan,” katanya
Sepanjang sejarah, lanjut Buya, Tuhan telah dibajak oleh para politisi yang tidak mau naik kelas menjadi negarawan. Dibajak dalam arti, “Seperti Tuhan dipaksa berpihak kepadanya. Kalau jujur, mungkin bisa dipahami, tapi kalau ini hanya sekedar untuk membela kepentingan politik sesaat, pragmatisme politik, ini yang merusak kita, tatanan kita, demokrasi kita.”
Sedemikian sehingga setelah era reformasi berusia 18 tahun, masyarakat tidak mendapatkan tujuan dari demokrasi ini. Bahkan yang terjadi ialah kesenjangan sosial yang tajam.
“Memang ada pertumbuhan, tapi siapa yang menikmati pertumbuhan itu, kan orang tertentu yang sangat minoritas.”
Seharusnya, menurut pria asal Sumpurkudus ini, para politisi bergerak ke masalah ketimpangan sosial yang dialami bangsa ini. “Berbuat sesuatu yang untuk kepentingan rakyat. Jangan hanya omong, tapi dengan tindakan.”
Pernyataan Buya pun ditanggapi beragam, khusunya di media sosial. Salah satu yang disorot bahwa Buya sebenarnya kenal dengan Ahok dengan mengunggah foto Buya makan semeja dengan Ahok. Informasi yang diterima redaksi, foto Buya dan Ahok itu diabadikan saat Pembukaan Jambore Pelajar se-Jawa di Balaikota DKI, Desember 2015.
Buya ditemui Ahok waktu itu karena Buya ada acara di Balaikota. Ahok pun berinisiatif mengundang Buya karena merasa sebagai tuan rumah. Menurut informasi yang diterima, Buya tidak kenal secara pribadi dengan Ahok. Sejatinya dalam foto itu, mereka tidak hanya berdua. Selain mereka, ada lima orang termasuk panitia acara. Meski tidak mengenal secara pribadi, keduanya kadang bertemu di acara-acara tertentu.[]
(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email