Setelah kunjungannya ke kantor PBNU Senin (7/11/2016) kemarin, Presiden Jokowi mendatangi kantor PP Muhammadiyah di Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat, hari ini, Selasa (8/11/2016).
Dalam 1 jam pertemuan tertutup antara Jokowi dengan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, itu dihasilkan setidaknya 4 poin penting kesepahaman, yang salah satunya terkait dengan penuntasan kasus penistaan agama yang menyeret Gubernur DKI Jakarta non-aktif Basuki Tjahaja Purnama. Saat itu Jokowi menegaskan ulang bahwa dirinya tidak akan melindungi Ahok. Sementara Haedar Nashir mengharapkan agar kasus yang memantik reaksi keras dan telah menyulut aksi demo 4 November itu segera berakhir.
“Berkaitan dengan problem kita sebagai bangsa, kasus ini memang kami harapkan segera berakhir dan ada kata putus. Tentunya agar bangsa ini tidak tersandera oleh satu-dua orang yang bertindak gegabah di dalam kehidupan berkebangsaan kita,” ujar Haedar di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta Pusat.
Ia menuturkan saat ini di ruang publik sedang berkembang respons atas analisis Kapolri Jenderal Tito Karnavian terkait pernyataan Ahok yang dianggap menistakan agama.
“Soal pernyataan Pak Ahok antara menggunakan kata ‘pakai’ dan tanpa kata itu. Itulah maksudnya. Pak Kapolri janganlah coba masuk-masuk ke area tafsir tersebut. Agar tidak menimbulkan prasangka tertentu. Baik (analisis tersebut) benar, lebih-lebih salah, bisa menimbulkan pro dan kontra lagi dan nanti polisi dituding memihak,” katanya.
Lebih lanjut, Haedar mengatakan, pihak kepolisian dapat mengusut kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok secara konsisten. Jangan sampai polisi mengembangkan tafsir-tafsir yang bisa membuat keraguan.
“Kita berharap itu (perintah presiden) laksanakan dengan konsisten. Kita berharap juga polisi tidak perlu mengembangkan tafsir-tafsir yang bisa justru menambah keraguan atau menimbulkan eskalasi baru mengenai pengusutan kasus ini,” tegas Haedar.
Lebih jauh, Haedar menuturkan daripada tersandera dengan kasus Ahok, lebih baik bangsa Indonesia menatap ke depan untuk menyukseskan sejumlah agenda strategis pemerintah.
Agenda pertama, Muhammadiyah bersama pemerintah mempunyai rancangan bagaimana memberdayakan ekonomi kerakyatan di Tanah Air agar problem kesenjangan sosial tidak terus mengakar.
Hal kedua yang menjadi perhatian yakni konfigurasi politik Indonesia kedepan yang sudah terlanjur sangat liberal, saat ini harus mulai ditata ulang.
“Dalam konstruksi di mana ada persenyawaan Islam dan ke-Indonesiaan yang dalam perspektif Muhammadiyah ingin membangun Indonesia berkemajuan yang adil, makmur, bermartabat dan berdaulat,” pungkasnya.
(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email