Pertikaian kuno antara Iran dan Arab Saudi tampil beda dalam pertemuan OPEC minggu lalu. Menurut informasi yang tersebar, utusan Riyadh untuk menghadiri pertemuan ini meninggalkan ruang pertemuan dengan penuh amarah.
Arab Saudi memprotes Iran lantaran enggan mengurangi kadar produksi minyak. Untuk itu, Riyadh menyatakan tidak akan mematuhi kesepakatan yang telah disepakati di Aljazair beberapa waktu lalu.
Kesepakatan Arab Saudi pada pertemuan Aljazair memang telah berhasil mendongkrak harga internasional produk strategis ini. Hanya saja, dalam beberapa hari terakhir, kita masih menyaksikan penurunan harga minyak dunia. Sikap Riyadh juga memiliki peran dalam penurunan harga ini.
Arab Saudi berharap, dengan penyeimbangan harga minyak di pasar minyak dunia, bisa mencegah serpih-serpih minyak Amerika dan Kanada melanglang buana, serta menghalangi perkembangan ekonomi Iran. Akan tetapi, penemuan teknologi modern untuk mengeluarkan serpih minyak dengan harga yang relatif mudah dalam beberapa bulan lalu merupakan berita buruk bagi Arab Saudi. Lebih dari itu, Iran juga menyatakan tidak akan mengurangi jumlah produk minyak.
Jika Arab Saudi meningkatkan produk minyak hingga angka 11 atau bahkan 12 juta barel, pasar minyak pasti akan bergejolak lagi, dan negara-negara penghasil minyak yang lain seperti Rusia, Mexico, dan Venezuela juga akan menghadapi tantangan serius.
Utusan Arab Saudi di OPEC menegaskan supaya Iran menekan produk minyak hingga angka 3.66 juta barel per hari. Tentu, penegasan ini ditolak secara mentah-mentah oleh Tehran. Bulan lalu, Iran memproduksi minyak sebesar 3.86 juta barel per hari, dan masih berniat meningkatkan produk hingga angka 4.2 juta barel.
(Reuters/Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email