Pesan Rahbar

Home » » Sejarah Perang Nahrawan Dalam Pustaka Islam

Sejarah Perang Nahrawan Dalam Pustaka Islam

Written By Unknown on Thursday, 10 November 2016 | 20:00:00


Perang Nahrawan (Bahasa Arab: معركة النهروان) adalah perang pada masa kekhalifahan Imam Ali As yang meletus setelah Perang Shiffin. Yang melatarbelakangi perang ini adalah peristiwa hakamiyah pada bulan Shafar tahun 38 H.

Pihak yang diperangi oleh Imam Ali As pada perang ini adalah sebuah kelompok yang dikenal dengan nama Mariqin atau Khawarij. Pada perang ini kelompok Khawarij menderita kekalahan dan dikatakan bahwa kurang dari 10 orang Khawarij yang berhasil lari dari medan peperangan, salah satunya adalah Ibnu Muljam, yang nantinya menjadi pembunuh Imam Ali.


Kemunculan Khawarij

Berdasarkan sebagian riwayat, kelompok Khawarij masih ada dalam barisan Imam Ali As ketika terjadi Perang Jamal, setelah Perang Shiffin dan sebelum peristiwa Hakamiyah. [1]

Kebanyakan riwayat menulis bahwa kemunculan kaum Khawarij setelah peristiwa Hakamiyah. Sebagian riwayat yang lain juga mencatat bahwa kemunculan kaum Khawarij setelah diadakan pemilihan Hakamiyah. Setelah Perang Shiffin, pasukan Muawiyah menancapkan al-Quran pada tombak dan mengusulkan supaya kembali kepada al-Quran.

Disamping mereka melawan Imam, kebanyakan mereka menginginkan hakamiyah. Adanya tanggungan kerugian moril dan kelelahan [2] dan dari sisi lain adanya ikatan kesukuan, sikap orang-orang yang berada dalam jajaran pasukan Imam yang hanya melihat persoalan dari sisi permukaan saja sebagaimana orang-orang Arab Badui, menjadi faktor bagi pihak musuh untuk menentukan strategi jitu. [3]

Sekelompok dari sahabat Imam Ali As yang semenjak awal melawan adanya Hamamiyah, dinilai sebagai orang yang berbalik dari agama dan ragu dalam keimanannya. [4]

Sebagian setelah mencari pembenaran dengan mendasarkan dua ayat al-Quran (Qs al-Maidah [5]: 44 dan Qs al-Hujurat [49]: 9) menginginkan perang dengan Muawiyah supaya dilanjutkan dan menganggap kafir jika menerima hakamiyah lalu harus taubat atasnya.

Mereka menginginkan supaya bertaubat dari kekafiran ini dan supaya melanggar syarat yang telah disepakati dengan Muawiyah. Imam tidak mau melanggar hakamiyah dan bersabda: Kita telah menyetujui sesuatu dan tidak mungkin melanggarnya. [5]

Tentang hakamiyah, Imam Ali As juga bersabda: Semenjak awal, saya menentang hakamiyah, setelah itu, karena desakan orang-orang, maka saya menerimanya, saya menyaratkan bahwa apabila mereka membuat hukum dengan al-Quran, maka kami akan menaati hakamiyah mereka karena pada dasarnya, kami menerima hamakiyah al-Quran, bukan hakamiyah masyarakat.

Disamping itu, setelah mengumpulkan upeti, Imam memutuskan untuk melanjutkan peperangan dengan orang Syam. [6]

Setelah selesai perang Shiffin Imam Ali As kembali ke Kufah dan Muawiyah juga kembali ke Syam, para penentang hakamiyah memisahkan diri dari Imam Ali dan pergi ke Qaryah Harura di dekat Kufah. [7]

Dengan demikian, muncullah sekelompok orang dengan nama Khawarij.
1. Petinggi Khawarij
2. Harqus bin Zuhair Tamimi
3. Furuh bin Naufal Asy’ja’i
4. Abdullah bin Syajarah Salami
5. Hamzah bin Sinan Asadi
6. Abdullah bin Wahab al-Rasi

Sebagaimana diketahui, nama-nama orang itu bukan berasal dari orang-orang terkenal Irak. Sebaliknya, mereka berasal dari kabilah badui seperi Bakr bin Nofel dan Bani Tamim. [8]


Pemberontakan Khawarij

Kaum Khawarij pada bulan Syawal tahun 37 H berkumpul di rumah Zaid bin Khushain dan memilih Abdullah bin Wahab al-Rasi sebagai pemimpin mereka.

Dengan demikian, mereka dapat mengatur keadaan politik dan strategi militernya. Setelah peristiwa Hakamiyah, mereka tidak memperbolehkan diri tinggal di Kufah dan memutuskan hijrah ke Madain.

Namun sebagian dari mereka menilai bahwa hijrah ke Madain bukan hal yang bagus karena kehadiran Imam Ali As di sana, oleh itu, mereka memilih Nahrawan sebagai tempat hijrah bagi mereka. [9]

Pada hari-hari itu juga, ketika hasil hakamiyah sudah jelas, dan Ali As mengungkapkan ketidaksetujuannya dengan mereka maka Imam Ali As mengajak pengikutnya untuk berperang melawan Muawiyah. Ia juga mengirimkan pesan kepada Khawarij dan mengajak mereka untuk hadir dalam perang namun mereka menolak ajakan Imam Ali As. [10]

Khawarij sangat banyak berbuat dosa dan mereka telah membunuh orang-orang dalam jumlah yang banyak, diantaranya adalah Abdullah bin Khabab bin Arats yang merupakan ayahanda dari salah seorang sahabat Nabi Muhammad Saw. Mereka membunuh Abdullah bin Khabab bin Arats bersama dengan istrinya dengan cara yang sangat sadis.

Kabar kejahatan Khawarij sampai ke telinga Imam Ali As. Oleh itu, beliau mengarahkan pasukannya dari perkemahan yang sebelumnya berperang melawan Muawiyah menuju Nahrawan. [11]


Perang

Protes keras yang dilakukan oleh kelompok Khawarj terus berlanjut hingga enam bulan setelah Perang Shiffin. Oleh itulah Imam Ali As mengirim Abdullah bin Abbas dan Sha’sha’ah bin Shuhan untuk berbicara dengan mereka. Mereka tidak mau menyerah kepada dua utusan Imam Ali tersebut dan tidak mau kembali.

Setelah itu, Imam meminta mereka untuk menentukan 12 orang dan dari kelompok Imam Ali As juga memilih 12 orang untuk berunding. [12]

Ali As juga menulis surat yang ditujukan kepada para pemimpin Khawarij dan mengajak mereka untuk kembali ke masyarakat, namun Abdullah bin Wahab justru mengingatkan peristiwa Shiffin dan menegaskan bahwa Ali As telah keluar dari agama sehingga harus bertaubat.

Kemudian Ali As berkali-kali melalui para sahabatnya seperti Qais bin Sa’ad dan Abu Ayub Anshari mengajak golongan Khawarij kembali sembari memberi jaminan keamanan kepada mereka. [13]

Setelah merasa tidak lagi bermanfaat mengajak mereka untuk kembali, Imam Ali As menggerakkan pasukannya yang terdiri dari 14 ribu orang untuk menghadapi kaum Khawarij. Saat dua pasukan berhadapan, sekali lagi Ali menasehati mereka untuk kembali ke jalan yang benar. Imam Ali berpesan kepada pasukannya yang berjumlah 14 ribu orang untuk tidak memulai perang. [14]


Jumlah Pasukan Khawarij

Menyusul tindakan Imam Ali yang sangat baik sebelum perang dengan tetap mengajak kaum Khawarij supaya kembali dan pemberian jaminan keamanan, sejumlah kaum Khawarij memisahkan diri dari kelompok mereka seperti Furuh bin Nofel dan 500 orang lainnya. [15]

Berdasarkan riwayat-riwayat sejarah, dari 4 ribu orang Khawarij, hanya tinggal 1.800 orang penunggang kuda dan 1.500 orang pejalan kaki yang tetap berperang melawan pasukan Imam Ali As. [16]


Akhir Perang

Dengan dimulainya perang, dengan cepat pasukan Khawarij segera lumpuh hanya bebrapa saat setelah perang dimulai. Banyak dari mereka yang terbunuh dan terluka-luka. Jumlah kaum Khawarij yang terluka sebanyak 400 orang diserahkan kepada keluarganya dan dipihak Imam Ali As jumlah prajurit yang gugur kurang dari 10 orang.

Dari semua pasukan kelompok Khawarij yang hadir di Nahrawan, tidak ada yang tersisa kecuali kurang dari 10 orang yang lari dari medan perang, salah satunya adalah Abdurahman bin Muljan Muradi yang pada masa kemudian merupakan pembunuh Imam Ali As. [17]


Catatan Kaki

1. Nashr bin Muzahim, Waqa’ah Shiffin, hlm. 349; Thabari, Tārikh, jld. 4, hlm. 541.
2. Nashr bin Muzahim, Waqa’ah Shiffin, hlm. 484, Ibnu Qutaibah, al-Imāmah wa al-Siyāsah, al-Ma’ruf bi Tārikh al-Khulafa, jld. 1, hlm. 104; Ahmad bin Yahya Baladzuri, Jumal min Insāb al-Asyrāf, jld. 3, hlm. 110.
3. Ja’far Subhani, Bakhtsu fi al-Milal wa al-Nahl, jld. 5, hlm. 75.
4. Nashr bin Muzahim, Waqa’ah Shiffin, hlm. 484; Ahmad bin Yahya Baladzuri, Jumal min Ansāb al-Asyrāf, jld. 3, hlm. 111-112.
5. Baladzuri, jld. 2, hlm. 359.
6. Baladzuri, jld. 2, hlm. 349.
7. Nashr bin Muzahim, Waqa’ah Shiffin, hlm. 513-514; Ahmad bin Yahya Baladzuri, Jumal min Ansāb al-Asyrāf, jld. 3, hlm. 122, 114; Thabari, Tārikh, jld. 5, hlm. 63, 72, 78; Mas’udi, Muruj, jld. 3, hlm. 144.
8. Baladzuri, jld. 3, hlm. 350.
9. Akhbār al-Thiwāl, hlm. 203-204.
10. Baladzuri, Insāb al-Akhbār, jld. 2, hlm. 366.
11. Thabari, Tārikh, jld. 5, hlm. 92-80.
12. Baladzuri, Insāb al-Asyrāf, jld.2, hlm. 352.
13. Insāb al-Asyrāf, jld. 2, hlm. 370.
14. Dainawari, Akhbār wa al-Thiwāl, hlm. 210.
15. Dainawari, Akhbār wa al-Thiwāl, hlm. 210.
16. Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 2, hlm. 371.
17. Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 2, hlm. 373-375.


Daftar Pustaka 

1. Ibnu Mandzur, Lisān al-Arab, Nasyar Hauzah, Qum.
2. Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, Riset: Muhammad Baqir Mahmudi, Muasasah A’lami, Beirut.
3. Ja’fariyan, Tārikh al-Khulafa Mabhats Jank Nahrawān.
4. Dainawari, Akhbār al-Thiwāl, Terjemah Mahdawi Damghani, Bunyad Farhang Iran, Tehran.
5. Thabari, Beirut, Muasasah A’lami.
6. Mas’udi, Muruj al-Dzahab, Terjemah Abul Qasim Payandeh, Intisyarat Ilmi wa Farhanggi, Tehran.
7. Ya’qubi, Tārikh Ya’qubi, Terjemah Ibrahim Ayati, Bongoh Kita Tarjumeh wa Nasyar Kitab, Tehran.

(Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: