Mufassir kontemporer Indonesia Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab mengunjungi dua ulama senior di Kabupaten Rembang, KH. Ahmad ‘Gus Mus’ Mustafa Bisri dan KH. Maimoen Zubair (24/12). Seperti disampaikan Prof. Nadirsyah Hosen di akun facebooknya (25/12), selain silaturahmi, Quraish Shihab juga ingin meminta agar cucunya didoakan oleh kedua pengasuh pondok pesantren itu.
Quraish Shihab yang datang beserta keluarga itu pun disambut suka cinta oleh Gus Mus dan keluarganya. “Alhamdulillah, mendapat keberkahan dan kehormatan dikunjungi orang alim, mufassir Indonesia, Prof. Dr. K.H. Quraish Shihab bersama anak-cucu dan rombongan dengan oleh-oleh seabrek buku karya beliau,” kata Gus Mus di akun facebooknya (24/12) dengan mengunggah sejumlah foto pertemuan kedua keluarga.
Kedatangan pria peraih doktor “Summa Cum Laude” dari Al Azhar itu menjadikan Gus Mus teringat salah satu karya yang bertajuk “Cahaya, Cinta, dan Canda”. Di buku tentang Quraish Shihab ini, Gus Mus pernah memberi endorsment singkat.
“Melihat anggun dan karismanya saat menjelaskan makna ayat-ayat al-Qur’an atau ketika memberikan tausiah keagamaan, plus seabrek gelar dan titelnya, orang mungkin mengira bahwa Prof. Dr. KH. Quraish Shihab bukanlah manusia biasa. Tapi sejenis elite – seperti kebanyakan ulama, cendekiawan, habib, dan ‘superstar’ lain – yang tinggal di menara gading,” kata Gus Mus mengutip endorsment-nya kala itu.
Pengasuh Ponpes Raudhatu Thalibin ini mengaku mengenal Quraish Shihab secara pribadi dimana – seperti diketahui – keduanya pernah menuntut ilmu di Al Azhar Mesir. Sedemikian, Gus Mus tak segan menyapanya dengan sebutan ‘Om Quraish’ yang baginya justru merupakan panggilan kehormatan.
“Ini panggilan penghormatan (dari) hampir semua kawan Indonesia di Mesir yang mengenalnya,” katanya.
Bagi mereka yang mengenal penulis kitab Tafsir Al Misbah ini secara pribadi, lanjut Gus Mus, “Om Quraish” adalah ‘manusia biasa’.
“Manusia yang menapak di bumi sebagai khalifah Allah dan menengadah munajat ke langit sebagai hamba-Nya. Manusia yang tidak berbeda dan tak berusaha berbeda dengan manusia yang lain. Manusia yang bisa serius dan bisa bercanda. Bisa bergoyang saat mendengar musik dan bisa bersorak saat menonton bola. Manusia yang menyintai dan menyayangi.”
Lebih dari itu, lanjut Gus Mus, karena pengenalannya yang genap pada pribadi pemimpin agungnya, Muhammad SAW, Om Quraish adalah manusia yang mau mengerti, menghargai, mengasihi, dan berbagi dengan manusia yang lain.
“Pendek kata, siapa pun Anda, bila Anda manusia normal, Anda pasti senang dan asyik berada bersama manusia yang menyenangkan ini. Dan bukan itu saja; Anda akan mendapat pencerahan dan luberan ilmunya. Insyã Allah,” katanya.
Bila belum berkesempatan dekat dan berkenalan dengan “manusia yang mengasyikkan” ini, Gus Mus memberi saran untuk membaca buku “Cahaya, Cinta, dan Canda.”
Pada pertemuan kedua keluarga itu juga, Gus Mus sempat bertanya kepada Fathi, salah seorang cucu Quraish Shihab.
“Engkau memanggil apa kepada kakekmu ini?”
“Kami memanggilnya Habib,” jawab Fathi.
Gus Mus pun bertanya kepada cucunya, Eqtada Bil Hadi Muhammad, “Engkau tahu artinya habib?”
Hadi yang pemalu itu hanya senyum-senyum. Gus Mus pun menjelaskan bahwa “habib” itu artinya “kekasih”.
Sebelum Gus Mus melanjutkan penjelasannya untuk cucunya itu, Quraish Shihab – sosok yang sedang dibicarakan panggilannya – pun menukas, “(Habiib) mengikuti “wazan faiil” yang bisa bermakna “faail”, bisa bermakna “maf‘uul”.”
“Jadi, “habib” itu seharusnya dikasihi dan mengasihi. Tidak hanya mau dikasihi saja tapi tidak mau mengasihi,” tambah Quraish.
Atas penjelasan ulama kelahiran Rappang-Sulawesi Selatan ini, Gus Mus pun mengatakan, “Dan aku bersaksi saudaraku yang alim ini memang Habib yang mengasihi. Tidak hanya dikasihi.”
Pada kesempatan yang penuh keakraban itu, kisah Prof. Nadir, Habib Quraish tak lupa meminta Gus Mus membacakan cerpen Gus Ja’far. Secara bergantian, Gus Mus pun meminta Habib Quraish membacakan doa. Saat di Sarang – Rembang, perbincangan Habib Quraish dan KH. Maimoen Zubair bahkan dengan menggunakan bahasa Arab, termasuk ketika saling bertukar joke.[]
(Nadirsyah-Hosen/Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email