Pesan Rahbar

Home » » Masjid Laweyan, Saksi Kejayaan Empat Kerajaan

Masjid Laweyan, Saksi Kejayaan Empat Kerajaan

Written By Unknown on Thursday, 29 December 2016 | 22:28:00


Masjid Laweyan merupakan masjid tertua di Kota Solo. Ia menjadi pusat penyebaran Islam di kota ini. Selain itu, Masjid Laweyan juga menjadi saksi sejarah kejayaan empat kerajaan di Jawa Tengah. Juru Kunci (kuncen) makam Ki Ageng Henis, Guntoro Adiyanto, mengungkapkan, Masjid Laweyan telah melewati masa Kerajaan Pajang, Kerajaan Mataram, Kerajaan Kartosuro, dan Kerajaan Surakarta.

Pada masa Kerajaan Pajang, Masjid Laweyan dikelola Kerajaan Pajang. Kemudian, pengelolaannya berpindah ke Kerajaan Mataram, setelah Kerajaan Pajang runtuh,” terangnya.

Pada 1680, Kerajaan Mataram memindahkan pusat pemerintahannya ke Kartosuro. Pengelolaan Masjid Laweyan pun berpindah ke Kerajaan Kartosura. Perjanjian Giyanti pada 1755, kemudian membagi Kerajaan Mataram menjadi dua, yakni Surakarta dan Yogyakarta. Pengelolaan Masjid Laweyan berpindah lagi ke Keraton Surakarta,” ujar Guntoro.

Berpindahnya pengelolaan Masjid Laweyan memengaruhi bentuk bangunan. Guntoro mengatakan, PB X memberi pengaruh bentuk bangunan keraton dalam Masjid Laweyan. Dijelaskannya, hal itu tampak dari bentuk soko (tiang) dan meret (penyangga genting) dari kayu jati yang memiliki arsitektur sama dengan Keraton Surakarta.

Paku-paku untuk menyambung dan mempererat antarbagian, ujar Guntoro, kemungkinan berasal dari emas. Saat pembongkaran bangsal bekas Kerajaan Kartosuro yang kini diletakkan di kompleks makam Ki Ageng Henis, ditemukan sejumlah paku emas. Kemungkinan paku yang ada di Masjid Laweyan juga berasal dari emas,” ujarnya.

Kini, pengelolaan Masjid Laweyan tidak lagi berada di bawah Keraton Surakarta. Guntor mengatakan, sejak 1960, pihak keraton menitipkan pengelolaan masjid kepada pihak Kementerian Agama (Kemenag) Kota Solo. Pihak Kemenag kemudian menyerahkan pengelolaan masjid ke masyarakat hingga sekarang,” jelasnya.

Saat ini kondisi Masjid Laweyan masih dalam kondisi terawat. Material kayu yang berasal dari Keraton Surakarta, ujar Guntoro, merupakan bahan pilihan yang tidak mudah keropos. Masjid Laweyan hingga saat ini masih digunakan sesuai fungsi masjid pada umumnya. Selain untuk shalat, masjid ini juga dipergunakan untuk pengajian, taman pendidikan Alquran juga terus berjalan hingga saat ini. Terkadang, ada juga yang menggunakan Masjid Laweyan sebagai tempat berlangsungnya akad nikah,” ujarnya.

(Republika/Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: