Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie berpendapat, fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) seharusnya tak digunakan penegak hukum sebagai dasar untuk penindakan. Sebab, fatwa MUI bukan hukum positif.
“Polisi juga tidak usah menjadikan (fatwa MUI) rujukan. Ini kan bukan hukum positif, supaya tidak menjadi kacau,” kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu di Kantor ICMI, Jakarta Pusat, seperti dikutip kompas.com (3/1).
Seperti diberitakan sebelumnya, akibat mengeluarkan surat edaran (SE) terkait penggunaan atribut non Muslim, Kapolres Metro Bekasi Kota dan Kulon Progo Yogyakarta ditegur oleh Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian. Pasalnya surat edaran dari dua kapolres itu merujuk pada fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengharamkan atribut non-Muslim.
Fatwa MUI, bagi Kapolri Tito, bukan rujukan hukum positif, tapi sifatnya koordinasi. “Bukan rujukan kemudian ditegakkan. Jadi langkah-langkahnya koordinasi, bukan mengeluarkan surat edaran yang bisa menjadi produk hukum bagi semua pihak,” kata Tito di Kampus Universitas Negeri Jakarta (UNJ), seperti dikutip kompas.com (19/12)
Pandangan Kapolri soal fatwa dan hukum positif ini pun menjadi perbincangan di media sosial, bahkan ada yang mempertanyakannya ke Prof. Dr. Mohammad Mahfud M.D, ketua Mahkamah Konstitusi pasca-periode Jimly Asshiddiqie.
“Kapolri benar, fatwa bukan hukum positif sehingga penegakannya tidak bisa menggunakan Polri sebagai aparat penegak hukum,” kata Mahfud di harian Sindo (24/12).
Bagi jebolan Pendidikan Hakim Islam Negeri ini, pendapat bahwa fatwa bukan hukum positif dan tidak mengikat merupakan dalil yang tidak perlu persetujuan dari siapa pun. Kalau ada yang tidak setuju pun, dalil itu tetap berlaku: fatwa tidak mengikat.
“Jangankan hanya fatwa MUI, fatwa Mahkamah Agung (MA) yang merupakan lembaga yudikatif tertinggi pun tidak mengikat, tidak harus diikuti. Fatwa hanyalah pendapat hukum (legal opinion) dan bukan hukum itu sendiri,” katanya
Namun, lanjut Mahfud, norma agama bisa dijadikan hukum, sepanjang disahkan sebagai hukum oleh lembaga yang berwenang. “Misalnya, dijadikan UU atau diberi bentuk peraturan perundang-undangan lainnya dan bukan hanya berbentuk fatwa.”
Jimly Asshiddique berharap, meski bukan hukum positif, fatwa yang telah dikeluarkan menjelang natal 2016 itu tetap harus dihormati.
“Ini tidak usah dipertentangkan, tetapi dihormati. Walau kita tidak setuju, kan fatwa sudah keluar,” katanya.[]
(Kompas/Tempo/Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email