Pesan Rahbar

Home » » Sejarah Kemunculannya Sekte Bahaiyah

Sejarah Kemunculannya Sekte Bahaiyah

Written By Unknown on Thursday, 5 January 2017 | 23:58:00


Pendiri dan pelopor aliran Bahaiyyah adalah Mirza Husein Ali Nuri dimana setelah kemunculan dan huru-hara, Ali Muhammad Bab, melalui propaganda yang dilakukan Mullah Husein Busyrawiyah, tertarik kepada Bab dan mengimani serta mengakui kebenaran apa-apa yang diyakini dan diklaim Bab. Setelah kematian Bab dan berpaling dari mentaati saudaranya, Yahya Shubh Azal, pengganti Bab, telah mengklaim bahwa dirinya (Mirza Husein Ali Nuri) itu adalah orang yang telah dijanjikan oleh Bab ihwal akan kemunculannya (man yuzhhiruhullahu) klaim seperti ini makin hari makin menjadi, hingga pada puncaknya ia mengklaim bahwa ia membawa risalah baru dan Allah Swt telah menitis dalam dirinya.

Husein Ali Nuri diasingkan ke Baghdad pada tahun 1269 H dan ia menetap di tempat pengasingan tersebut sampai tahun 1279 H hingga pemerintahan Utsmani memindahkannya dan para pengikutnya ke ‘Akka. Setelah kematiaannya pada tahun 1310 H, anaknya, Abbas Efendi yang diberi gelar Abdul Bahai sentiasa berusaha dan bekerja keras untuk menyebarkan ajaran Bahaiyyah dan juga berhasil menarik dukungan pemerintah Inggris.

Selanjutnya pada tahun 1921 M, Syauqi Efendi, putra dari putri Abdul Bahai, menjadi pemimpin aliran Bahaiyyah dan terus melanjutkan aktifitas-aktifitasnya di bawah bayang-bayang dukungan Israel. Ia meninggal pada tahun 1957 M dan kepemimpinan aliran Bahaiyyah diserahkan kepada sebuah kelompok bernama baitul ‘adl yang terdiri dari 9 orang dan berpusat di kota Haipa, Palestina pendudukan.

Bahaiyyah, kendati dari aspek politik, hanya sebagai alat bagi bangsa penjajah atau dengan cara pandang yang cukup objektif, mereka itu memilki sistem dan tujuan politik yang sama dengan negara-negara penjajah dan anehnya lagi mereka sentiasa mendapat dukungan dari negara-negara tersebut. Akan tetapi, dari aspek pemikiran dan latar belakang sejarahnya itu bersumber pada aliran Syaikhiyyah; karena Bahaiyyah bersumber dari Babiyyah dan Babiyyah berasal dari Kasyfiyyah dan Kasyfiyyah lahir dari Syaikhiyyah. Syaikhiyyah punya keimanan dan keyakinan pada rukun keempat serta keyakinan-keyakinan yang lain yang lahir dari ungkapan sayyid Kazhim Rasyti kemudian menjadi inspirasi sehingga Ali Muhammad Bab mencoba mengklaim bahwa ia adalah Bab Imam Zaman dan Mirza Husein Ali, dengan menerima seluruh klaim-klaim Bab, juga mengklaim bahwa syari’at yang lalu (yang dibawa oleh Bab) telah dinasakh (dihapus) dan digantikan dengan syari’at baru yang ia bawa. Untuk mengetahui hal tersebut kami persilahkan Anda untuk merujuk pada jawaban detil berikut ini.
*****

Bahaiyah merupakan satu aliran yang dibangun dan dipelopori oleh Mirza Husein Ali Nuri. Ia adalah anak dari Mirza Abbas Nuri yang lahir pada tahun 1233 H di Tehran. Keluarganya berasal dari kampung yang terletak di bukit kecil bernama Takar di Mazandaran (Utara Iran). Setelah menamatkan pendidikan dasarnya, seperti halnya ayahnya yang bekerja sebagai sekretaris Imam Wardi Mirza, pemerintahan Qajariah, ia juga bekerja di pengadilan dan karna suami saudara perempuannya juga adalah sekretaris konsul Rusia, dan dengan adanya urusan dan pekerjaan-pekerjaan terwujudnya hubungan dengan kedutaan-kedutaan maka ia pun banyak tahu ihwal tersebut.[1]

Dengan muncul dan adanya huru hara Ali Muhammad Bab, ia dan saudaranya (Yahya Shubh Azal) dan beberapa saudara lain dari keluarganya ikut bergabung dengan Bab dan ketika Bab dihukum gantung atas perintah Mirza Taqi Khan Amir Kabir di Tabriz, Yahya Shubh Ali yang 13 tahun lebih kecil dari saudaranya, terpilih sebagai pengganti Bab. Tentunya demi kemaslahatan Mirza Husein Ali juga menerima keputusan tersebut, namun tidak lama kemudian ia membelot.[2] Pertama ia mengklaim diri sebagai Mahdawiyat (sebagai Imam Mahdi); yakni seorang yang dijanjikan Bab akan muncul dan lahir.[3] Dan semakin lama klaim ini semakin menjadi. Dari klaim reinkarnasi Huseini dan reinkarnasi Isa al-Masih sampai pada klaim membawa risalah dan syari’at serta pada puncaknya ia mengklaim bahwa Allah Swt telah menyatu dan menitis dalam dirinya, dan juga klaim “ana al haikal al a’la” (aku adalah yang maha tinggi).

Pada tahun 1269 H, atas desakan rakyat dan para alim ulama, pemerintah yang berkuasa ketika itu terpaksa mengasingkan aliran dan kelompok ini ke Baghdad. Baghdad ketika itu dibawah kekuasan pemerintahan Utsmani. Pada tahun 1279 H, pemerintahan Utsmani mengirim mereka pertama ke Istambul dan kemudian ke Adranah. Pada masa-masa ini pulalah persaingan antar kedua saudara tersebut untuk menjadi pemimpin kaum dan pengikut Babiyyah mencapai puncaknya dan dengan alasan ini pemerintahan Utsmani menyeret mereka ke pengadilan dan pihak pengadilan memutuskan bahwa kedua bersaudara itu dengan para pengikutnya masing-masing akan diasingkan ke daerah yang saling berjauhan. Yahya Shubh Azal dan para pengikutnya diasingkan ke daerah bernama Qabras dan Husein Ali serta para pengikutnya diasingkan ke ‘Akka, daerah yang terletak di kawasan Palestina Pendudukan.

Mirza Husein Ali menjalani sisa hidupnya di ‘Akka dan meninggal pada tahun 1310 H akibat penyakit yang dideritanya serta di makamkan di sana pula, kemudian anaknya, Abbas Efendi yang juga dikenal dengan sebutan Abdul Bahai, berusaha semaksimal mungkin guna menyebarkan ajaran Bahaiyah dan pada tahun 1911 M berangkat ke Eropa dan berhasil menarik dukungan serta menjalin hubungan kerja sama khusus dengan pemerintah Inggris dan Amerika.

Setelah keruntuhan pemerintahan Utsmani pada perang dunia pertama, Abdul Bahai yang ketika itu tinggal di Haipa mendapat dukungan dari pemerintah Inggris dan setelah perang selesai ia mendapat bintang penghargaan dari Inggris berkat bantuan dan kerjasama yang banyak menguntungkan bagi Inggris.[4] Dia sendiri dalam tulisan-tulisannya menyebutkan bahwa raja agung Inggris George V memintanya untuk terus menetap di daerah Palestina.[5]

Pada tahun 1921 M, Syauqi Efendi, cucu Mirza Husein Ali [6] , setelah kematian Abdul Bahai, mengambil alih tampuk kepemimpinan aliran Bahaiyah. Ia, setelah pembentukan negara Israel, bertemu langsung dengan pimpinannya dan menampakkan sikap bersahabat yang cukup menarik terhadap negara Israel dan hal itu dapat terlihat ketika mereka mendoakan kemajuan dan kebahagiaan Israel [7] dan dalam ucapan tahun barunya kepada aliran Bahaiyah pada tahun 1329 H menyatakan bahwa terbentuknya negara Israel merupakan bentuk terwujudnya janji Tuhan.

Setelah kematian Syauqi Efendi pada tahun 1957 M, kemudian yang mengambil alih tampuk kepemimpinan serta mengatur kelompok Bahaiyah adalah kelompok Baitul ‘Adl yang secara lahir terdiri dari 9 orang dan ia berpusat di kota Haipa yang terletak di kawasan Palestina pendudukan.[8]


Sepak Terjang Politik Bahaiyah

Dengan melihat poin-poin di atas, kurang-lebihnya kita telah mengetahui bagaimana sepak terjang politik Abbas Efendi dan Syauqi Efendi. Dan yang perlu kita garisbawahi di sini adalah bahwa sepak terjang seperti ini tentunya tidak hanya ada pada kedua orang ini, tetapi sumber dan akarnya ada pada sikap pendiri aliran ini, sebagai contoh laporan dari sejarah berikut ini yang menyebutkan bahwa pada bulan Syawal tahun 1268 H dua orang dari kelompok Babiyyah telah mencoba menembak Nasiruddin Syah dan setelah kejadian itu sekelompok orang dari mereka itu ditangkap dan dihukum gantung serta kemudian mereka juga berusaha menangkap Mirza Husein Ali, karena berdasarkan bukti dan indikasi yang ada Mirza Husein Ali dituding terlibat dalam rencana pembunuhan Syah (raja).[9]

Laporan-laporan sejarah mengisahkan bahwa guna menghindari penangkapan dirinya, Mirza Husein Ali bersembunyi dan tinggal di kedutaan Rusia dan duta besar Rusia meminta kepada Syah hendaknya tetap membiarkan atau membebaskan Mirza Husein Ali dan ketika diasingkan ke Baghdad, ia menulis surat ke duta besar Rusia yang isinya menyatakan ucapan terimakasih atas perlindungan yang diberikan oleh duta besar tersebut dan pemerintah Rusia. Tentunya beberapa tahun kemudian juga dalam sebuah tulisan yang ditujukan kepada Niclavij Alexander II menyinggung hal ini dan berterimakasih kepada pemerintah Rusia.[10]

Di Baghdad, konsul Inggris juga sempat bertemu dengan dia dan menyatakan dukungan pemerintah Inggris kepadanya.[11] Dan poin yang sangat menarik adalah pemerintahan Utsmani menjadikannya sebagai wali kota Baghdad.[12] Ketika Bahaiyah berpindah tangan dari Rusia ke Inggris, pimpinan konsulat Rusia, Dalgorouki yang melihat usaha dan kerja keras pemerintahannya dianggap sia-sia, sangat marah dan membeberkan seluruh apa yang pernah dilakukan untuk mewujudkan aliran Babiyyah dan Bahaiyah.[13] Oleh karena itu, prediksi ini semakin menguat bahwa Bahaiyah merupakan kaki tangan negara penjajah atau kalau tidak demikian, ia memiliki sepak terjang yang seiring serta sejalan dengan kaum penjajah. Kesimpulannya bahwa Bahaiyyah tak lebih dari kelompok yang hidup dan matinya itu bergantung pada penjajah.


Asal usul keyakinan Bahaiyah

Setelah jelas bahwa Bahaiyah merupakan perpanjangan dari Babiyyah, namun masalah Babiyyah berasal dari aliran mana, harus dikatakan bahwa Babiyyah merupakan perpanjangan dari Kasyfiyah dan Kasyfiyah berasal dari Syaikhiyyah. Pendiri aliran Syaikhiyyah adalah Syaikh Ahmad Ihsai yang lahir pada tahun 1160 H dan merupakan pengikut kelompok Akhbariyyun dan dengan keyakinannya itu ia dikafirkan oleh para ulama.[14] Umpamanya ia percaya bahwa:
1. Para Imam adalah sebab-sebab empat alam.
2. Prinsip-prinsip agama ada empat. (Makrifatullah, Makrifat para nabi, Makrifat para Imam Maksum As, Makrifat rukun ke-4 yaitu para syaikh dan orang-orang besar Syaikhiyyah).
3. Al-Quran merupakan kalam Nabi Saw.
4. Allah Swt dan para nabi adalah sesuatu yang satu atau sama.
5. Para syaikh dan pembesar-pembesar Syaikhiyyah adalah rukun ke 4.
6. Imam Zaman lari ke alam bidadari karena takut.
7. Keadilan (‘Adl) bukan merupakan prinsip dasar Syi’ah. Dan lain lain.

Serangan dia terhadap para khalifah dalam salah satu bukunya, menyebabkan Karbala menjadi pusat tujuan penyerangan dan penduduknya menjadi terbunuh. Tentunya dalam peristiwa itu hanya rumah Sayid Kazhim Rasyti, salah seorang murid Syaikh Ahmad, yang tersisa dan selamat. Menjelang beberapa waktu kemudian, ia pergi ke Hijaz dan karena Hijaz berada di bawah kekuasaan Utsmani maka ia disambut hangat dan dilindungi oleh hakim-hakim yang ada di sana. Ia meninggal di tahun 1241 H pada usia yang ke 80 dan pasca meninggalnya Sayid Kazhim Rasyti mengambil alih dalam menyebarkan pemikiran-pemikirannya serta kemudian mendirikan aliran Kasyfiyah.

Sayid Kazhim Rasyti lahir pada tahun 1212 H dan meninggal pada tahun 1259 H. Kurang-lebih sekitar 20 tahun ia berada di tengah-tengah pengikutnya dan dianggap sebagai rukun ke 4, ia berkeyakinan bahwa Imam Mahdi Ajf ada di tengah-tengah kita dan mengirim para muballignya ke daerah sekitar untuk mengajak orang-orang supaya bersiap-siap dan lain sebagainya. Berdasarkan keyakinan inilah, salah seorang muridnya yang cukup disegani bernama Ali Muhammad Bab mencoba mengklaim bahwa: Sayalah Bab Imam Zaman. Beberapa waktu kemudian ia tidak hanya berhenti pada ini, tapi ia juga mencoba mengklaim bahwa dialah Al Mahdi Al-Mau’ud (Al Mahdi Yang dijanjikan) itu.[15]

Bab, dalam tulisan-tulisannya terkadang dengan jelas dan transparan serta berulang-ulang mengekspresikan keimanannya bahwa Nabi Muhammad Saw adalah nabi terakhir dan tidak akan ada lagi nabi setelahnya hingga hari Kiamat dan ia juga mengungkapkan keimanannya terhadap kepemimpinan 12 Imam Maksum As, khususnya Imam Zaman Ajf. Namun tidak lama kemudian, supaya terbuka baginya jalan, ia mencoba menambahkan bahwa, pada nabi terakhir sampai munculnya hari Kiamat, yang dimaksud dari hari kiamat adalah kemunculannya (Ali Muhammad Bab).

Kitabnya al-Bayân yang memiliki kedudukan khusus di tengah-tengah pengikut Babiyyah dan juga dianggap sebagai wahyu, merupakan bukti bahwa ia banyak dipengaruhi oleh aliran Hurufiyyah dan Nuqthiyyah [16] dan berdasarkan ini pula ia juga meniru dan mengikuti Syaikh Ahmad Ihsai.

Ia menyusun kitab Al-Bayân dengan berporos pada huruf abjad dan penerapannya dengan bilangan-bilangan (bilangan 19). Dalam kitab ini, ia meyakini bahwa setiap satu tahunnya ada 19 bulan dan setiap satu bulan ada 19 hari,[17] dan memperkenalkan bahwa dirinya merupakan titik awal dan Bab Tuhan[18] dimana yang 18 orang dari sahabat-sahabatnya itu dengan huruf hayy (ya+ha=10+8) dan mencapai 19 orang, tersebut membentuk bilangan satu (wahid), karena wahid dengan huruf abjad sama dengan bilangan 19 dan dengan alasan inilah, ia membagi kitab al-Bayan tersebut menjadi beberapa bagian diantaranya: al-Bayân satu pertama, satu kedua, satu ketiga dan seterusnya.[19]

Dalam syarah bahasa huruf-huruf akhir al-Bayân, tercantum ihwal rahasia mengapa memilih angka 19, yang perinciannya sebagai berikut: 14 Imam Maksum As dan 4 naib (wakil) Imam Zaman Ajf. Ditambah satu Bab maka jumlahnya menjadi 19 orang. Padahal kalau kita coba menilik sebagian klaim-klaim Bab, ia mengakui dirinya sebagai Al Mahdi Al Mau’ud. Jadi harus diakui bahwa jumlah bilangan rahasia tersebut menjadi berkurang (jadinya 18 orang) dan untuk membenarkan hal itu mereka terpaksa harus mencari cara lain.

Ia banyak menakwilkan hal-hal seperti surga, alam kubur, jembatan shirat, mizan, hari kiamat dan lain-lain. Dan dalam menjelaskan hal-hal terkait masalah substansi reinkarnasi, maqam imamah, muncul dan penjelmaan Tuhan pada diri wali-walinya, mereka punya ungkapan-ungkapan yang merupakan rangkaian kata-kata kelompok Gulat, Qaramatiyyah dan Syaikhiyyah.[20] Ia banyak merubah hal-hal yang ada kaitannya dengan ibadah seperti merubah shalat, merubah kiblat dan merubah puasa. Di antara hukum-hukum yang ia fatwakan adalah:
1. Kalau ada istri seorang dari pengikut Babiyyah tidak bisa hamil, maka ia boleh minta tolong kepada saudara sesama pengikut Babiyyah untuk menghamili istrinya, dan tidak kepada selain Babiyyah.[21]
2. Onani itu diperbolehkan.[22] Dan lain sebagainya.[]


Referensi:

[1] . Yahya Nuri, Khatamiyat-e Payâmbar-e Islâm, hal. 62-63.
[2] . Dânesh Nâmeh Jahân-e Islâm, jil. 4, hal. 734, makalah Mahmud Shadri.
[3] . Ibid, jil. 4 hal. 743.
[4] . Syauqi Efendi, Qarn Badi’, jil. 3 hal. 299.
[5] . Makatib, jil. 3 hal. 347, sesuai yang dinukil dari buku Khatamiyat Payâmbar-e Islâm, hal. 68.
[6] . Dia adalah anak dari anak perempuan Abdul Bahai.
[7] . Majalah Amri bulan Tir 1333 Syamsia sesuai apa yang dinukil dalam Dânesh Nâmeh Jahân-e Islâm, jil. 4 hal. 742.
[8] . Dânesh Nâmeh Jahan-e Islâm, jil. 4 hal. 733-744; Khatamiyat Payâmbar-e Islâm, hal. 62-69.
[9] . Abdul Hamid Khavari, Risalah Ttis’ah, hal. 387; lampiran-lampiran kitab Khatamiyat Payâmbar-e Islam (terkait bukti-bukti adanya hubungan Mirza Husein Ali dengan Rusia dan surat ia yang ditujukan kepada imperatur Rusia).
[10] . Syauqi Efendi, Qarn Badi’, jil. 2 hal. 49; Dânesh Nâmeh Jahân-e Islâm, jil. 4 hal. 735.
[11] . Syauqi Efendi, Qarn Badi’, jil. 2 hal. 736.
[12] . Dânesh Nâmeh Jahân-e Islâm, jil. 4 hal. 736.
[13] . Khatamiyat Payâmbar-e Islâm (saw), hal. 78.
[14] . Di antara ulama yang mendukung pengkafiran dirinya adalah Mazandarani pemilik kitab Jawâhir. Khatamiyat Payâmbar-e Islâm, hal. 41.
[15] . Ja’far Khusynewis, Intizhar, no. 1, tahun 1380 Syamsi, hal. 240-250; Ali Rabbani Gulpaighani, Firaq wa Madzâhib-e Kalâmi, hal. 336-342; untuk Qazwini Musawi; Muhammad Kazhim Khalishi, Asrâr-e Pedâyesy-e Syaikhiyyah,Babiyyah, Bahaiyah; Kasyful Murâd (studi atas akidah-akidah Syaikhiyyah), Alif Hakim Hasyimi.
[16] . Untuk mengenal lebih banyak ihwal aliran ini, Anda dapat merujuk ke buku : Khatamiyat Payâmbar-e Islam, hal. 41-46.
[17]. Bayân al-Wahid al-Khamis, hal. 18. Tentunya sisanya yang empat hari itu ditetapkan sebagai hari bersyukur dan hari pesta-pestaan. (Dânesh Nâmeh Jahân-e Islâm, jil. 4 hal. 742.
[18] . Bab Allah terdiri dari 7 huruf dan Ali Muhammad juga terdiri dari 7 huruf.
[19] . Khatamiyat Payâmbar-e Islâm, hal. 52-53.
[20] . khatamiyat peyambar-e islam (saw), hal. 58.
[21] . Al Bayan, bab 15 dari satu kedelapan.
[22] . Al Bayan, bab 10 dari satu kedelapan.

(Islam-Quest/Israq/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: