Pesan Rahbar

Home » » AHLUL BAIT NABI SAW: Hanya Karena Membela Imam Ali as dan Membahas Abu Bakar dan Umar Dianggap Rafidhah dan Zionis. Berikut Penjelasan Kami Bukan Melaknat Abu Bakar dan Umar, Tetapi Kami Mengkajinya Untuk Dokumen Kami

AHLUL BAIT NABI SAW: Hanya Karena Membela Imam Ali as dan Membahas Abu Bakar dan Umar Dianggap Rafidhah dan Zionis. Berikut Penjelasan Kami Bukan Melaknat Abu Bakar dan Umar, Tetapi Kami Mengkajinya Untuk Dokumen Kami

Written By Unknown on Friday 31 March 2017 | 19:22:00


Berikut kita lihat mereka yang caci maki kami:

Dari Facebook sebagai-berikut:





Dari Website sebagai berikut:


Penjelasan Kami disini bukan dari kutipan Kami, Selanjutnya masalah Abu Bakar dan Umar sebagai berikut:

Kenapa Sunni Mendiamkan Pelaknatan Terhadap Ahlulbait Nabi Saw Diatas Mimbar-mimbar Yang Dilakukan Atas Perintah Mu’awiyah


Kaum Nawashib mengklaim bahwa Mu’awiyah tidak bisa disalahkan atas terbunuhnya Sahabat Nabi Ammar bin Yasir dan para rekannya!

Yazid tidak boleh dipersalahkan atas pembunuhan atas al Husain dan para sahabat setianya!

Dengan logika seperti itu mereka bermaksud menyucikan Fir’aun dari kejahatan membunuh dan membantai pengikut Nabi Musa as.


Sedangkan Al Qur’an berkata tentang Fir’aun:

يُذَبِّحُ أَبْنَاءَهُمْ وَيَسْتَحْيِي

(Dia membunuh anak-anak lelaki mereka -bani Israil- dan membiarkan hidup kaum wanita mereka).

Allah menetapkan bahwa tindakan membunuh itu adalah tindakan Fir’aun karena dialah penguasa, panglima dan yang emerintah pembantaian itu.

Inilah kehama adilan Allah!

Kemaha-adilan Allah menetapkan bahwa tanggung jawab utama harus dipikul oleh para pemimpin (yang memerintahkan kejahatan) sebelum membebankannya kepada para pengikut…

Tetapi kebiasaan kaum Nawashib adalah menjungkir balikkan permasalahan…

Rahasia di balik sikap menyimpan mereka dengan ketentuan Allah adalah bahwa Allah tidak pernah akan takut kepada para pemimpin dan penguasa! Sedangkan kaum Nawashib sangat takut kepada para penguasa!

Dari sini perbedaan itu muncul. Dan yang aneh bin ajaib adalah kaum Nawashib memberlakukan kaidah menyimpang ini setengah-setengah, mereka menyematkan kepada para pemimpin idola mereka jasa penaklukan negeri-negeri, pemberian santunan tanpa batas kepada para penyair yang memuji…

Merekalah yang menaklukan negeri-negeri itu…

Merekalah yang berbaik hati menyantuni para penyair itu…

Bukan para prajurit yang berjuang di medan perang…

Bukan rakyat (karena kenyataannya harta itu adalah harta umat Islam, bukan uang pribadi para penguasa dan emir_pen).


Kaum Nawashib menisbatkan kepada Allah kejahatan yang dilakukan para penguasa tiran...

Mereka berkata: Allah-lah yang menetapkan taqdir semua urusan itu, maka hamba pasti tidak kuasa lari darinya! Dan kewajiban kita adalah diam dan pasrah (kepada taqdir Allah)…

Sementara itu mereka selalu mengingat-ingat dengan penuh kecaman pemenjaraan yang dialami oleh Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Taimiyah, mereka mengatakan bahwa para penguasa telah menzalimi mereka… Mereka bangkit murka demi mereka seakan mereka telah disembelih seperti yang dialami al Husain!!

Kaum Nawaashib mengecam siapapun yang mengkritik sebagian sahabat dan menuduhnya sebagai tindakan mencaci maki dan melaknat! Sementara mereka mendiamkan pelaknatan terhadap Ahlulbait Nabi Saw di atas mimbar-mimbar (yang dilakukan atas perintah Mu’awiyah dan para penguasa tiran Bani Umayyah_pen). Jadi pelaknatan terhadap Ahlulbait Nabi Saw di atas mimbar-mimbar masjid di seluruh negeri Islam sekan tidak terlihat oleh mereka! Seakan mereka tidak membaca buku-buku Sunnah/hadis seperti Shahih Bukhari hingga Sunan Ibnu Majah…

Sementara itu mencari-cari data di celah-celah lembaran sejarah seorang penduduk Kufah yang hidup di abad ketiga Hijrah yang mencerca Mu’awiyah….

Duhai andai aku tau apa jawaban mereka ketika kelak Mahkamah Pengadilan Allah digelar ketika seluruh makhluk digiring untuk dihisab? Di mana ketika itu penuntutnya adalah Nabi Muhammad, para saksinya adalah penghuni langit dan Hakimnya adalah Allah Sang Maha Pencipta?


Strategi Dan Makar Jahat Kaum Nawashib.

Di antara setrategi kaum Nawashib dan makar jahat mereka adalah mereka bungkam seribu bahasa mendiamkan kejahatan kenashibian dan kaum Nawashib, sementara itu pada waktu yang sama mereka mencari-cari kesalahan pengikut kelompok lain, aliran dan pendapat mereka…

Seakan kenashibian (sikap membenci keluarga Nabi Saw) itu tidak ada wujudnya di dunia nyata.

Mereka (kaum salafy -red) sesak napas ketika disebut dan dibongkar mazhab jahat ini (kenashibian) yang memimpin negeri-negeri kaum Muslimin selama sembilan dasawarsa! Dan telah mampu membangun generasi ideologis menyimpang yang eksis hingga hari ini walaupun dengan kualitas tertentu dan dengan nama-nama yang memukau tapi menipu!!

Mereka (salafiyun _red) hendak mengelabui umat Islam dengan mengatakan bahwa kaum Nawashib adalah Ahlusunnah… Kemudian mereka sangat sakit hati jika kaum Nawashib generasi pertama disebut-sebut, mereka (kaum Nawashib generasi belakangan) itu tidak suka jika disebut dan dibongkar kejahatan kaum Nawashib generasi pertama…

Walaupun mereka telah melakukan kajahatan membantai dan melaknat atau merusak sendi-sendi agama dll.

Tetapi anehnya mereka tidak bersikap demikian dalam semua kasus, karena separuh akidah mereka adakah kecaman terhadap musuh-musuh kaum Nawashib yang sudah mati, baik mereka itu Syiah, Jahmiyah, Mu’tazilah, Khawarij dll…

Mengapakah mereka di sini melembek dan di sana meraung-raung?

Mereka menyibukkan kita dengen tuduhan bahwa kami hendak membongkar lembaran lama hanya demi masa lalu belaka.

Kaum Nawashib itu jika tidak kita adili dengan kebenaran mereka pasti akan menuduh kami dengan kebatilan. Kita harus serang terlebih dahulu dan kita sibukkan mereka dengan diri mereka sendiri, sebab jika kita tidak melakukannya mereka akan menyerang akal-akal dan hati-hati kita!!

Maka cara terafdhal dalam berhadapan dengan mereka adalah kita hadapi tuduhan palsu mereka dengan bukti kebenaran akan kajahatan mereka!! Jika mereka diam ya kami diam! (Allah tidak menyukai membongkar kejahatan dengan kata-kata kecuali orang yang dizalimi).

Latar belakang kemunafikan dan pola pikir bani Umayyah dalam memandang hina simbol-simbol kesucian sangat banyak, seperti:
1. Menanamkan perasaan tidak butuh kepada Nabi Saw agar beliau memintakan istighfar…
2. Kata-kata dan praktik yang kaku yang menyakitkan Nabi Saw, seperti berlambat-lambat dari memenuhi panggilan Nabi Saw dengan alasan masih belum selesai menyantap makanannya (merujuk kepada Muawiyah ketika dipanggil Nabi saw tidak bersegera menyambut panggilan beliau, akan tetapi beralasan masih makan _red)
3. Mencongkel dan menghancurkan kuburan Hamzah paman Nabi Saw dan memukul-mukulnya…
4. Upaya untuk merusak mimbar Nabi Saw di masjid beliau…
5. Menghancurkan Ka’bah sebanyak dua kali…
6. Dan juga melaknat Nabi Saw di atas mimbar-mimbar… Bukan hanya melaknati Ali saja, mereka melaknati Ali dan semua orang yang mencitai Ali… Dan para sahabat yang shaleh,… seperti istri Nabi Ummul Mukminin Ummu Salamah dan Ibnu Abbas telah memahami maksud pelaknatan itu bahwa pada hakikatnya Rasulullah lah yang mereka incar!!!
7. Mereka lebih mengutamakan para Khalifah dari pada para Nabi dan Rasul as. Akidah itu mereka pekikkan dari atas mimbar-mimbar dan tidak mereka rahasiakan.

Imam Abu Daud telah meriwayatkan sebagian dari apa yang telah saya sebutkan di atas. Demikian juga dengan al Baladzuri dan ulama lain…

Marwan bin al Hakam melarang Abu Ayyub al Anshari meletakkan pipi beliau di atas tanah pusara Nabi Saw.. ISIS dan Pendahulu mereka lebih dekat kepada Marwan si fasik itu dan sangat jauh dari Abu Ayyub sang sahabat mulia itu!!.

Ya, boleh jadi di kalangan lain ada yang bersikap berlebihan baik di sisi Ka’bah, makam Nabi Saw atau makam-makam Ahlulbait… Tetapi semua itu tidak membenarkan ISIS untuk menghancurkan Ka’bah dan membenci Nabi Saw dan Ahlulbait beliau!

kejahatan Mu’awiyah dan para penguasa bani Umayyah yang melestarikan kemunafikan dan kedengkian bani Umayyah kepada Allah dan Rasul-Nya…

Data-data sejarah tak terbantahkan telah membuktikan semua kejahatan dan kemunafikan akidah dan kekafiran sikap mereka itu! Namun anehnya (walaupun tentu tidak aneh sebab sebagian kaum munafik adalah kekasih dan pembela kaum munafik lainnya) kaum Salafi Wahhabi akan berontak dengan emosi jahiliyah tak terkontrol jika ada yang berani membongkar bukti-bukti kemunafikan para penguasa bani Umayyah, utamanya Mu’awiyah, Yazid, Marwan dan juga Abu Sufyan dan al Hakam ayah Marwan yang terkutuk itu!!

Mereka akan segera menuduh siapapun yang menyentuh “kehormatan” Muawiyah, dituduh sebagai mencaci maki sahabat Nabi Saw. Dan karenanya ia berhak divonis sesat dan zindiq dan akhirnya darahnya halal ditumpahkan…

Inilah logika Salafi Wahhabi…

Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri adalah bahwa Mu’awiyah telah melakukan perusakan dan penghancuran sendi-sendi agama Islam…

Satu demi satu ajaran Islam ia lecehkan dengan terang-terangan dan seakan menantang umat Islam!

Kehormatan Nabi Mulia Muhammad saw. ia lecehkan….

Kesakralan ajarannya ia hinakan…

Kehormatan darah para pengikut setia Nabi saw. ia halalkan…

Dan yang lebih mengerikan dari kejahatan-kejahatan Mu’awiyah adalah ia jadikan Khalifah Ali dan Ahlulbait Nabi saw. sebagai alamat pelampiasan dendam kusumat jahiliyah dan balas dendamnya atas kekalahan kemusyrikan dan kekafiran para penyembah arca dan hawa nafsu!

Imam Ali ra. ia laknati dan caci-maki di atas mimbar dan di hadapan keluarga; anak dan cucu-cucu Ali ra.! Lebih dari itu, ia jadikan pelaknatan atas Sayyidina Ali; sahabat agung, Khalifah Rasyid dan menantu kesayangan Nabi saw. sebagai bagian dari politik kotornya untuk memuntahkan dendam kemusyrikan dan kekafiranya!

Setelah itu semua, Mu’awiyah masih tidak puas…

ia harus melakukan langkah akhir untuk melengkapi kejahatannnya…

ia mengangkat Yazid; putranya yang sangat fasik itu sebagai Khalifah Rasul, Amirul Mukminin dan Bapak kaum Muslimin serta Pengawal Syari’at Islam! Dengan demikian telah lengkaplah penjungkir-balikan nilai-nilai agama Islam!

Karena Nabi saw. harus menyelamatkan Risalah Islam yang telah beliau bawa dan beliau perjuangkan bersama para sahabat, utamanya Sayyidina Ali ra.!

Maka Nabi saw. bangkit untuk mengingatkan kaum Muslimin akan kejahatan yang akan dilakukan Mu’awiyah atas agama!

Dan agar umat Islam mewaspadai pergerakan para pemimpin kekafiran yang berkedok Islam!

Sebab orang munafik jauh lebih berbahaya dan mengancam Islam dan kaum Muslimin ketimbang kaum yang terang-terangan kafir!


Syeikh Nâshiruddîn al Albâni Menshahihkan Hadis Mu’awiyah Orang Pertama yang Merusak Agama Nabi saw.!

Kendati kekejaman para penguasa tiran bani Umayyah telah merampas kebebasan umat Islam untuk menukil sabda-sabda Nabi saw. yang membongkar kejahatan, kefasikan dan kemunafikan musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya yang didominasi kaum munafik dan utamanya adalah bani Umayyah, dan khususnya adalah Gembong Mereka seperti Abu Sufyan dan Mu’awiyah putranya. Namun Allah SWT tetap mengabadikan sabda-sabda suci itu walau karihal kafirûn wal munâfiqûn! Sampai-sampai para ulama yang biasanya sangat membela Mu’awiyah dan bani Umayyah pun tak kuasa mendustakannya! Ia begitu gamblang bak matahari di siang bolong! Karenanya, suka atau tidak suka, mereka tidak memenukan jalan untuk menudustakannya.

Sebagai contoh adalah bahwa hadis Nabi saw. yang berbunyi:

أول من يغير سنتي رجل من بني أمية

“Orang pertama yang akan merusak Sunnah/agamaku adalah seorang dari bani Umayyah.”


http://islamicweb.com/ http://islamicweb.com/arabic/books/albani.asp?id=12235

Syeikh Nâshiruddîn al Albâni tidak kuasa kecuali mengakui bahwa ia adalah hadis hasan. Dan hadis hasan adalah bagian dari hadis shahih! demikian dikatakan para ulama!


Komentar Syeikh Nâshiruddîn al Albâni

Setelah mengatakan bahwa hadis ini adalah berststus hasan, ia menegaskan bahwa yang dimaksud dengan: seorang dari bani Umayyah adalah Mu’awiyah… dan di antara kejahatannya dalam merusak agama adalah dengan:

ولعل المراد بالحديث تغيير نظام اختيار الخليفة ، وجعله وراثة . والله أعلم

Mungkin yang dimaksud dengan hadis ini adalah merubah sistem kekhalifahan dan dijadikannya sebagai warisan/turun temurun. Allahu A’lam.


Lebih lanjut baca:

Silsilah al Ahâdîts ash Shahîhah,4/329/nomer hadis: 1749

https://abusalafy.wordpress.com/2012/12/01/syeikh-nashiruddin-muawiyah-orang-pertama-yang-merusak-agama-islam/
http://islamicweb.com/arabic/books/albani.asp?id=12235


Jadi jelaslah bagi kita semua bahwa Mu’awiyah yang sangat dibanggakan dan dibela secara membuta oleh Ustadz Firanda dan para tuannya, para Masyâikh Wahhâbi Arab adalah seorang PERUSAK AGAMA. Sebagaimana dalam hadis shahih riwayat Imam Bukhari, Nabi saw. menyebut Mu’awiyah sebagai PEMIMPIN KELOMPOK PENGANJUR KE DALAM API NERAKA!


Pengakuan dan keterangan Albâni di sini adalah penting bagi para mukallid Salafi Wahhâbi sebab ia adalah ahli hadis kebanggan mereka! Walaupun kami (Ahlusunnah) sama sekali tidak pernah membanggakannya karena kenashibian dan kelinglungannya dalam mentakhrij banyak hadis)… karenanya keterangannya saya sebutkan di sini!

Maka dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa: Mu’awiyah adalah Perusak agama Islam dan Sunnah Sayyidul Anâm!

Dan adalah sebuah kedunguan ketika seorang membela si perusak agama!

Untuk mengharumkan nama Mu’awiyah yang aroma busuknya telah menyengat setiap hidung kaum beriman dan mereka yang jujur, para Salafi Wahhâbi melakukan segala cara, yang walaupun pada akhirnya hanya akan membongkar kedok sebenarnya siapa mereka dan akan membawa malu di dunia sebelum nanti di akhirat!

Di antara cara yang mereka lakukan adalah mendustkan berbagai fakta sejarah yang terang benderang bak matahari di siang bolong yang membuktikan kemunafikan dan kejahatan Mu’awiyah dan banu Umayyah pada umumnya… Dan di antara yang mereka hendak sembunyikan adalah fakta sejarah bahwa Mu’awiyah telah melancarkan pencaci-makian dan pelaknatan atas Imam Ali (karramallahu wajhahu wa radhiyallahu ‘ahnu)…. bahkan lebih dari itu, Mu’awiyah telah memerintahkan umat Islam untuk memcaci-maki dan melaknati Khalifah Ali ra. serta menjadikannya program dinasti tiran yang dipimpinannya!

Terlampau banyak bukti yang menegeskan kenyataan ini… hanya saja dalam kesempatan ini saya akan menyajikan satu dari ratusan butki yang memastikan fakta sejarah itu. Sementara bukti-bukti lain insya Allah akan saya sajikan dalam kesempatan lain.

Di antara bukti itu adalah riwayat shahih yang dikeluarkan Imam Ibnu Mâjah,1/26 hadis no.121 (hadis terakhir dalam Bab Keutamaan Ali bin Ali Thalib ra.) di bawah ini:

Teks Hadis:

حدثنا علي بن محمد حدثنا أبو معاوية حدثنا موسى بن مسلم عن ابن سابط وهو عبد الرحمن عن سعد بن أبي وقاص قال قدم معاوية في بعض حجاته فدخل عليه سعد فذكروا عليا فنال منه فغضب سعد وقال تقول هذا لرجل سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول من كنت مولاه فعلي مولاه وسمعته يقول أنت مني بمنزلة هارون من موسى إلا أنه لا نبي بعدي وسمعته يقول لأعطين الراية اليوم رجلا يحب الله ورسوله

…. dari Sa’ad bin Abi Waqqâsh, ia berkata, “Mu’awiyah datang dalam salah satu kesempatan ketika ia menunaikan ibadah haji, lalu Sa’ad menemuinya, ketika itu mereka (yang duduk-duduk bersama Mu’awiyah) menyebut-nyebut Ali, dan Mu’awiyah pun mencaci-makinya. Sa’ad marah dan berkata, ‘Hai Mu’awiyah apakah engkau berkata demikian terhadap seorang yang aku telah mendengar Rasulullah saw., ‘Sesiapa yang aku Maulâ-nya maka Ali adalah Maulâ-nya’. Dan aku mendengar beliau bersabda, ‘Kedudukanmu (hai Ali) di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa hanya saja tidak ada nabi sepeninggalku’. Dan aku mendengar beliau bersabda, ‘Aku akan serahkan bendera kepanglimaan perang ini kepada seorang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya.’”

[ http://islamicweb.com/arabic/books/albani.asp?id=2095 ]

Hadis riwayat di atas telah masyhur dinukil para ulama hadis kita dari sahabat Sa’ad ra. dan bukan sesuatu yang samar bagi para santri apalagi para kyia Ahlusunnah. Hanya saja yang penting dicatat di sini adalah bahwa riwayat di atas -yang tegas-tegas menyebutkan dan membuktikan bahwa Mu’awiyah mencaci-maki Imam Ali ra. itu- telah dishahihkan oleh Syeikh Nâshiruddîn al Albâni http://islamicweb.com/arabic/books/albani.asp?id=2095 ; Gembong Ahli Hadis Kebanggaan Wahhâbi Sallafi, walaupu kami Ahlusunnah sama sekali tidak pernah membanggakannya sebab ia sering linglung dalam mentakhrij hadis/riwayat/atsar. Baca keterangannya dalam Silsilah al Ahâdîts ash Shahîhah, 4/335. Baca juga dalam Shahîh Sunan Ibnu Mâjah; juga oleh al Albâni (terbitan Maktabah at tarbiyah al Arabi. Cet III. Tahun 1408 H/1988M.) atau lihat di tahrij hadis aleh Al Bani online DISINI http://islamicweb.com/arabic/books/albani.asp?id=2095


Jika Wahhâbi Salafi Mengelak!

Mungkin kaum awam Salafi Wahhâbi (yang sering menjadi korban pembodohan para ustdaz dan masyâikh mereka) berusaha mengelak dengan mengatakan bahwa tidak ada kejelasan dalam riwayat di atas bahwa Mu’awiyah mencaci-maki Ali! Yang ada hanya kata nâla yang artinya menyentuh atau menyebut-nyebut? Jadi mungkin saja Mu’awiyah sedang memuji Ali! Jika ada yang berkata demikian maka, pertama-tama saya ucapkan bela sungkawa atas kematian ilmu dan nurani. Sebab kecintaan kepada pemimpin pohon terkutuk rupanya telah membutakan akal pikirannya! Kedua, tidak ada ulama Ahlusunnah yang memahami demikian. Justeru semua menegskan bahwa dalam kesempatan itu Mu’awiyah mencaci-maki dan mencela-cela Sayyidina Ali ra. sehingga Sa’ad terpaksa membuktikan kedok kemunafikan Mu’awiyah dengan menyebut tiga hadis penting keutamaan Khalifah Ali ra. sebagai balasan atas kejahatan Mu’awiyah tersebut, sebab prbadi yang sedang mereka makan daging sucinya itu adalah pribadi yang sangat mulia dan agung kedudukannya di sisi Allah dan rasul-Nya…. dan apa yang dilakukan Mu’awiyah atasnya adalah bukti dendam kusumatnya atas Allah dan Rasul-Nya…

Tiga hadis itu adalah hadis Muwâlah, hadis Manzilah dan hadis Râyah. Ketiga hadis ini telah diriwayatkan para ahli hadis kita dengan banyak jalur yang shahih…. kendati sebagian kaum Wahhâbi Salafi berusaha mendha’ifkannya karena dianggapnya ia menguntungkan Syi’ah dalam menegakkan akidah mereka tentang imamah!


Hadis Di atas Tegas Mengatakan Bahwa Mu’awiyah Mencaci dan Mencela Sayyidina Ali ra.!

Sekali lagi saya katakan di sini bahwa teks hadis tersebut di atas sudah jelas dan gamblang! Mu’awiyah mencela dan mencaci maki Sayyidina Ali ra. perhatikan apa yang ditegaskan oleh Syeikh Fuâd Abdul Bâqi (pentahqiq kitab Sunan Ibnu Mâjah) ketika beliau menerangkan kata-kata: فنال منه: Maksudnya Mu’awiyah mencela dan mencaci-maki Ali.” (Selanjutnya baca Sunan Ibnu Mâjah,1/45. Diterbitkan oleh Maktabah Dahlân-Indonesia)


Akhirnya!

Dan sebelum saya akhiri ulasan saya ini saya ingin katakan bahwa riwayat di atas adalah satu dari ratusan riwayat dan data sejarah akurat yang menegaskan kejahatan Mu’awiyah atas Islam dan atas Ali bin Abi Thalib ra. dan tidak cukup demikian ia memaksakan kejahatan itu agar dilakukan oleh kaum Muslimin… dan akhirnya kaum Muslimin pun terjatuh dalam kubangan kejahatan Mu’awiyah… mereka mena’ati Mu’awiyah dalam bermaksiat kepada Sang Khaliq dengan mencela dan mencaci Sayyidina Ali ra. jadi pantaslah jika Nabi Muhammad saw. (yang tidak pernah akan berkata-kata melainkan dari wahyu suci) menyebut Mu’awiyah sebagai PEMIMPIN KELOMPOK PENGANJUR KE DALAM API NERAKA!

Umat Islam di masa kekuasaan zalim Mu’awiyah ikut-ikutan berlomba-lomba mencaci dan melaknati Ali, Khalifah Nabi saw. sementara Nabi telah bersabda bahwa mencaci Ali sama dengan mencaci Nabi saw.! Lalu apakah bayangan kita hukum orang yang mencaci Nabi saw.?! Pasti neraka tempatnya, karena ia adalah bukti kakafiran!

Jadi kaum Muslimin di zaman kekuasaan Mu’awiyah yang tiran itu yang ikut serta mencaci dan melaknati Ali ada dua kemungkinan:

Pertama: Mereka memang sudah menjadi munafik dengan membenci dan memerangi Ali serta mencaci dan melaknati beliau ra.

Atau kedua, mereka dalam melakukan semua kekufuran itu karena takut kekejaman Mu’awiyah atas siapapun yang menolak melaksanakan perintahnya untuk melaknati dan mencela-cela Ali ra.

Jika kemungkinan pertama yang terjadi itu artinya bahwa kaum Muslimin benar-benar telah disesatkan oleh Mu’awiyah dan digiring ke dalam api nereka Jahannam (atau dalam istilah kaum Wahhâbi Salafi seperti Ustadz Firanda: kaum Muslimin sedang diberi hidayah oleh Mu’awiyah sebab Mu’awiyah adalah Hâdiyan Mahdiyan/yang memberi petunjuk dan diberi petunujuk oleh Allah, seperti dalam hadis palsu yang sering dibanggakan Salafi Wahhâbi para pendukung kemunafikan dann kaum munafikin).

Dan jika kemungkinan kedua yang terjadi, dan bahwa mereka hanya karena terpaksa untuk menyelamatkan diri dalam melakukan kehendak Mu’awiyah… maka itu artinya kaum Muslimin sedang tertaqiyyah! Lalu mengapaka kaum Salafi Wahhâbi sering mengejek-ngejek kaum Syi’ah sebagai bermunafik karena mereka bertaqiyyah??!! Bukankah kenyataan ini akan membuat malu kita di hadapan kaum Syi’ah? Karena itulah saya sejak awal telah mengatakan bahwa kaum Wahhâbi Salafi termasuk gembong kaum Nashibi seperti Ibnu Taimiyah jika mereka masih kita akui sebagai bagian dari Ahlusunnah hanya akan membuat malu kita di hadapan kaum Syi’ah!!


Karena itu waspadai kelicikan dan kelicinan kejahatan mereka!

Saya benar-benar terkejut mendengar pertanyaan yang bertujuan membela Muawiyah di dalam sebuah komentar di blog ini. Mereka meragukan bahwa Muawiyah telah benar-benar mengutuk Imam Ali as. Apakah peristiwa ini benar-benar perintah Muawiyah? Begitu kata mereka. Mari kita buka kitab-kitab sejarah Islam yang mencatat kejadian tersebut, apakah peristiwa itu benar-benar pernah terjadi? Apakah benar itu pengutukan atau bukan? Jika benar, apakah memang pengutukkan itu atas perintah Muawiyah?


MUAWIYAH TELAH MENGUTUK SAYYIDINA ALI PADA SETIAP KHOTBAH JUMAT DAN HAL INI MENJADI BID’AH YANG TERUS MENTRADISI SELAMA 90 TAHUN SAMPAI BERKUASANYA UMAR BIN ABDUL AZIZ YANG BIJAK

1. Ibn Abi al Hadid di dalam syarah atau komentarnya atas kitab Nahjul Balaghah Jil. 1 hlm. 464 menyatakan : “Pada akhir khotbah Jumat, Muawiyah mengatakan : “Ya Allah, laknatlah Abu Turab, dia yang telah menentang agama-Mu dan jalan-Mu, laknat dia dan hukum dia di neraka!” Muawiyah inilah yang memperkenalkan bid’ah terbesar dan terburuk ini kepada khalayak umat Islam pada masa kekuasaannya hingga masa Umar bin Abdul Aziz.”.

2. Di dalam kitab Mu’jam al-Buldan Jil. 1, hlm 191, ‘Allamah Yaquut Hamawi menyatakan : “Atas perintah Mu’awiyyah, ‘Ali dilaknat selama masa kekuasaan Bani Umayyah dari Masyrik (Timur) hingga Maghrib (Barat) dari mimbar-mimbar Masjid.”.

3. Masih di dalam kitab yang sama, Mu’jam al-Buldan Jil. 5, hlm. 35, Hamawi mengatakan : “Salah satu perubahan (bid’ah) terburuk yang telah dimulai sejak awal mula pemerintahan Muawiyah adalah bahwa Muawiyah sendiri dan dengan perintah kepada gubernurnya, membiasakan menghina Imam Ali saat berkhotbah di Masjid. Hal ini bahkan dilakukan di mimbar masjid Nabi di hadapan makam Nabi Muhammad Saw, sampai sahabat-sahabat terdekat Nabi, keluarga dan kerabat terdekat Imam Ali mendengar sumpah serapah ini.”

4. Di dalam kitab Al-Aqd al-Farid Jil. 1 hlm. 246, Anda bisa membaca :“Setelah kematian ‘Ali dan Hasan, Muawiyah memerintahkan sebuah titah ke seluruh masjid termasuk masjid Nabawi agar semua orang turut melaknat ‘Ali!”

5. Di dalam kitab yang sama, Al-Aqd al-Farid Jil. 2 hlm. 300 anda bisa membaca isi surat Ummu Salamah, isteri Rasulullah Saw, yang menulis kepada Muawiyah : “…Engkau sedang mengutuk Allah dan Rasul-Nya di mimbarmu karena engkau mengutuk Ali bin Abi Thalib. Barangsiapa yang mencintai Ali, aku bersaksi bahwa Allah dan Rasul-Nya mencintainya.” Tetapi tak seorang pun memperhatikan ucapannya.

6. Di dalam kitab al-Nasa’ih al-Kafiyah hlm. 77, Anda juga bisa membaca : “Praktek (pelaknatan) yang berlangsung sekian lama ini memunculkan sebuah asumsi bahwa apabila seseorang tidak melakukan pelaknatan tersebut maka shalat Jumat-nya tidaklah dianggap sah!”

7. Seorang alim dari Pakistan yang bermazhab Hanafi, Maulana Raghib Rahmani, di dalam kitabnya tentang “Hazrat Umar bin Abdul Aziz”,Khalifatul Zahid, hlm. 246 menyampaikan komentarnya dengan tajam :“(Praktek pelaknatan) ini tentu saja tidak menguntungkan, karena ini adalah bid’ah yang telah diperkenalkan ke masyarakat yang telah “memotong hidung” (memalukan) kota-kota, di mana bid’ah ini bahkan dilakukan di mimbar-mibar masjid, bahkan tanpa malu sampai juga ke “telinga” masjid Nabawi. Inilah bid’ah yang diperkenalkan oleh Amir Muawiyah!”

8. Di dalam bukunya Al-Khilafah wal Mulk yang sempat menggemparkan dunia Islam, Abul A’la al-Maududi, seorang alimPakistan bermazhab Hanafi, menulis :

“Ketika pada zaman Muawiyah dimulai kebiasaan mengutuk Sayyidina Ali dari atas mimbar-mimbar dan pencaci-makian serta pencercaan terhadap pribadinya secara terang-terangan, di siang hari maupun di malam hari, kaum muslimin di mana-mana merasa sedih dan sakit hati sungguh pun mereka terpaksa harus berdiam diri menekan perasaannya itu. Kecuali Hujur bin Adi, yang tidak dapat menyabarkan dirinya…” (Abul A’la al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan, hlm. 209-210, Penerbit Mizan, Cet. VII, 1998, Bandung).

Dan akhirnya, Muawiyah menyuruh Ziyad untuk membunuh Hujur bin ‘Adi, salah seorang sahabat besar Nabi yang zahid, abid, dan termasuk di antara tokoh-tokoh umat terbaik. Di dalam surat perintahnya, Muawiyah menulis : “Bunuhlah orang ini (Hujur) dengan cara yang seburuk-buruknya.” Maka Ziyad mengubur Hujur dalam keadaan hidup-hidup. (Abul A’la al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan, hlm. 211, Penerbit Mizan, Cet. VII, 1998, Bandung).

“Kisah terperinci mengenai cobaan berat yang dialami oleh Hujur bin ‘Adi itu banyak terdapat di dalam buku-buku yang ditulis oleh para ahli hadis maupun para ahli sejarah, baik yang sudah tersebar luas maupun yang tidak disebarkan,” Begitu tulis Thaha Husain di dalam bukunya yang terkenal al-Fitnah al-Kubra yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Malapetaka Terbesar Dalam Sejarah Islam pada hlm. 624, yang diterbitkan oleh Pustaka Jaya, Cet. I, Tahun 1985.

Inilah sebagian bukti-bukti tertulis di dalam kitab-kitab sejarah yang bisa anda temui hingga saat ini. Apakah masih terbetik keraguan di dalam hati anda tentang bejatnya Muawiyah, si setan berwujud manusia ini?

Dan ketika Hasan bin Ali mengundurkan diri sebagai khalifah, Muawiyah pun akhirnya berdiri sebagai seorang penguasa tunggal, lalu dia menyampaikan pidatonya di kota Madinah :

“Amma ba’du! Sesungguhnya aku, demi Allah ketika menjadi penguasa atas kamu sekalian, bukannya aku tidak mengetahui bahwa kalian tidak menyenangi kekuasaanku ini, tetapi sesungguhnya aku benar-benar tahu apa yang ada dalam hati kalian tentang hal ini, namun aku telah merampasnya dari kalian dengan pedangku ini. Dan sekiranya kalian tidak menadpati diriku telah memenuhi hak-hak kamu seluruhnya, hendaknya kalian memuaskan diri dengan sebagiannya saja dariku!” (Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, Jil. 8, hlm. 132).

Pada masa kekuasaan Muawiyah, rakyat dibungkam dari menyampaikan kebenaran, mereka hanya boleh memuji-muji atau jika enggan sebaiknya diam. Karena jika rakyat berani memprotes pemerintah pada masa itu maka bersiap-siaplah untuk dijebloskan ke dalam penjara, dibunuh, disiksa atau paling tidak dibuang! (Abul A’la al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan, hlm. 209, Penerbit Mizan, Cet. VII, 1998, Bandung).

Apakah orang seperti ini yang ingin anda bela mati-matian? Hanya orang-orang yang serupa dengan Muawiyah saja dan pengikutnya yang super dungu yang ngotot membela manusia keji semacam ini! Mereka itulah kaum Wahabi para pemuja kaum durjana seperti Muawiyah bin Abi Sufyan dan Yazid bin Muawiyah. Mereka menjadikan keduanya sebagai pemimpin-pemimpin mereka!

Jika anda membenci kekejaman, kezaliman, dan kebengisan yang dilakukan para diktator dunia seperti Adolf Hitler, Pol Pot, Slobodan Milosevich, Saddam Husein, George W Bush, Ehud Olmert, maka anda juga mesti membenci makhluk durjana seperti Muawiiyah ini. Tapi itu pun jika hati nurani anda masih sehat wal afiat…

Di dalam Musnad Ahmad bin Hanbal Jil. 6, hlm. 33, diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw yang kita cintai telah bersabda, “Barangsiapa yang mengutuk Ali sesungguhnya ia telah mengutukku. Barangsiapa yang berani mengutukku berarti ia telah mengutuk Allah. Barangsiapa yang telah mengutuk Allah, maka Allah akan melemparkannya ke neraka Jahannam!”

Rasulullah Saw telah menubuwatkan bahwa peristiwa pelaknatan atau pengutukan atas sahabat Nabi yang mulia, Ali bin Abi Thalib, yang juga salah seorang anggota Ahlul Bayt akan terjadi. Melalui mata batinnya, Rasulullah Saw telah melihat beberapa sahabatnya yang sangat dengki terhadap Sayyidina Ali as. Allah Swt pun menyingkapkan kedengkian mereka terhadap Nabi Saw dan Ahlul Baytnya :

“Mereka itulah orang yang dikutuki Allah. Barangsiapa yang dikutuki Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya. Ataukah ada bagi mereka bahagian dari kerajaan? Kendatipun ada, mereka tidak akan memberikan sedikit pun kepada manusia. Ataukah mereka dengki kepada manusialantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya? Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar.” (Al-Quran Surah Al-Nisaa [4] ayat 54).

Ingatkah anda, bagaimana anda melafadzkan shalawat kepada Nabi Saw di dalam shalat anda?

Inilah mengapa dengan teramat keras Nabi Saw memperingatkan umatnya untuk tidak melakukan tindakan bodoh tersebut. Dan anda perhatikan, bahwa Ummu Salamah, isteri Nabi telah memperingatkan Muawiyah tentang hal ini, namun lelaki durjana ini tiada mempedulikan peringatan tersebut.

Saya berdoa kepada Allah Swt semoga orang-orang yang tulus namun masih meragukan kebenaran ini menjadi tersadarkan dan semakin mendapatkan keyakinan yang sahih…
*****

IJTIHAD ABU BAKAR RA 


Hukum-hukum dan perbuatan khalifah Abu Bakar yang bertentangan dengan nas tetapi dianggap sebagai ijtihad melebihi 32 hal sebagaimana dicatat oleh para ulama kita Ahlu Sunnah wal-Jamaah di dalam buku-buku mereka. Di antaranya:

1. Khalifah Abu Bakar mencoba membakar rumah Fatimah al-Zahra 'sekalipun Fatimah, Ali, Hasan dan Husain AS berada di dalamnya. Ini disebabkan mereka tidak melakukan bai'at kepadanya. Fatimah AH memarahinya sampai akhir hayatnya dan berpesan kepada suaminya supaya merahasiakan pemakaman dan makamnya dari Abu Bakar dan Umar. Nabi SAWW bersabda: "Sesungguhnya Allah marah kepada kemarahanmu (Fatimah) dan ridha dengan keredhaanmu." [Al-Hakim, al-Mustadrak, III, hlm.153; al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, VII, hlm.219].

Khalifah Abu Bakar adalah di antara orang yang dimarahi Fatimah AH. Dia bersumpah tidak akan berbicara dengan mereka sehingga ia bertemu ayahnya dan memohon kepadanya. Al-Bukhari di dalam Sahihnya, IV, hlm.196 meriwayatkan dari Aisyah bahwa Fatimah AH tidak berbicara dengan Abu Bakar sampai beliau meninggal dunia. Dia hidup setelah Nabi wafat selama 6 bulan. Sementara beliau wafat, suaminya Ali AS mengkebumikannya di waktu malam dan tidak mengizinkan Abu Bakar dan Umar shalat jenazah ke atasnya [Al-Bukhari, Sahih, VI, hlm.196; Ibn Qutaibah, al-Imamah wal-Siyasah, I, hlm.14; Abu l-Fida, Tanggal, I, hlm.159; al-Tabari, Tanggal, III, hlm.159].

2. Khalifah Abu Bakar telah mengundurkan diri dari menyertai tentara di bawah pimpinan Usamah bin Zaid, sedangkan Nabi SAWW bersabda: "perlengkapkan tentara Usamah, Allah melaknati orang yang mengundur diri dari tentara Usamah." [Al-Syarastani, al-Milal, hlm. 21; Ibn Sa'd, Tabaqat, II, hlm.249 dan lain-lain lagi].

3. Khalifah Abu Bakar telah mencaci Ali AS dan Fatimah AH sebagai musang dan ekornya. Bahkan beliau mengatakan Ali AS seperti Umm al-Tihal (seorang perempuan pelacur) karena menimbulkan soal tanah Fadak. Kata-kata ini telah diucapkan oleh Abu Bakar di dalam Masjid Nabi SAWW setelah terjadinya dialog dengan Fatimah AH tentang tanah Fadak. Ibn Abi al-Hadid telah bertanya gurunya, Yahya Naqib Ja'far bin Yahya bin Abi Zaid al-Hasri, mengenai kata-kata tersebut: "Kepada siapakah ia ditujukan?" Gurunya menjawab: "Ini ditujukan kepada Ali AS." Kemudian ia bertanya lagi: "Apakah itu ditujukan kepada Ali? Gurunya menjawab:" Wahai anakku inilah artinya pemerintahan dan pangkat duniawi tidak mengira kata-kata tersebut. "[Ibn Abi al-Hadid, Syarh Nahj al-Balaghah, IV, hlm.80].

Kata-kata Abu Bakar adalah bertentangan dengan firmanNya: "Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya." [Surah al-Ahzab (33): 33] Fatimah dan Ali AS adalah Ahlul Bait Rasulullah SAWA yang telah disucikan oleh Allah SWT dari segala dosa. Rasulullah SAWW bersabda: "Kami Ahlul Bait tidak dapat seorangpun dibandingkan dengan kami." [Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi 'al-Mawaddah, hlm.243].


4. Khalifah Abu Bakar telah menghentikan pemberian khums kepada keluarga Rasulullah SAWW. Ijttihadnya itu adalah bertentangan dengan Surah al-Anfal (18): 41 dan berlawanan dengan Sunnah Rasulullah SAWW yang memberi khums kepada keluarganya menurut ayat tersebut. [Lihat misalnya al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf, II, hlm.127].

5. Khalifah Abu Bakar juga mengambil kembali Fadak dari Fatimah AH setelah wafatnya Rasulullah SAWW. Abu Bakar memberi alasan "Kami para nabi tidak meninggalkan warisan, tetapi apa yang kami tinggalkan adalah sadaqah." Argumen yang diberikan oleh Abu Bakar tidak diterima oleh Fatimah dan Ali AS karena ini bertentangan dengan beberapa ayat al-Qur'an sebagai berikut:
a) FirmanNya yang berarti 'Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka) untuk anak-anakmu. "[Surah an-Nisa (4): 11] Apa yang dimaksudkan dengan' anak-anak 'ialah termasuk anak-anak Nabi SAWW.
b) FirmanNya yang berarti: "Dan Sulaiman telah mewarisi Daud." (QS Al-Naml: 16). Maksudnya Nabi Sulaiman AS mewarisi kerajaan Nabi Daud AS dan menggantikan kenabiannya.
c) FirmanNya yang bermaksud: "Maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra yang akan mewarisiku dan mewarisi sebagian keluarga Ya'qub dan jadikanlah ia, ya Tuhanku seorang yang diridhai." (QS Maryam: 5-6)

Ketiga ayat tadi bertentangan dengan pernyataan Abu Bakar yang berpegang dengan hadits tersebut. Dan ketika hadits bertentangan dengan al-Qur'an, maka ia (hadis) harus disisihkan.

d) Kalau hadits tersebut benar, itu berarti Nabi SAWW sendiri telah lalai untuk memberitahu keluarganya tentang Fadak dan ini bertentangan dengan firmanNya yang artinya: "Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat." (Surah al-Syua'ra: 214)
e) Hadits tersebut hanya diriwayatkan oleh Abu Bakar saja dan itu tidak bisa menjadi argumen karena Fatimah dan Ali AS menentangnya. Fatimah AH berkata: "Apakah kamu sekarang menyangka bahwa aku tidak bisa menerima warisan, dan apakah kamu menuntut hukum Jahiliyyah? Tidakkah hukum Allah lebih baik bagi orang yang yakin. Apakah kamu wahai anak Abi Qahafah mewarisi ayahmu sedangkan aku tidak mewarisi ayahku? Sesungguhnya kamu telah melakukan hal keji. " Lihat Ahmad bin Tahir al-Baghdadi, Balaghah al-Nisa, II, hlm.14; Umar Ridha Kahalah, A'lam al-Nisa ', III, hlm.208; Ibn Abi al-Hadid, Syarh Nahj al-Balaghah, IV, hlm.79,92.
f) Fatimah dan Ali AS adalah di antara orang yang disucikan Tuhan di dalam Surah al-Ahzab: 33, dan dikenal juga dengan nama Ashab al-Kisa '. Dan termasuk orang yang dimubahalahkan bagi menentang orang Nasrani di dalam ayat al-Mubahalah atau Surah Ali Imran: 61. Apakah wajar orang yang disucikan Tuhan dan dimubahalahkan itu menjadi pembohong, penuntut harta Muslimin yang bukan haknya?
g) Jika pernyataan Abu Bakar itu benar itu berarti Rasulullah SAWW sendiri tidak memiliki perasaan kasihan belas sebagai seorang ayah terhadap anaknya. Karena anak-anak para nabi yang terdahulu menerima warisan dari ayah mereka.

Ulasan mendalam terhadap Sirah Nabi SAWW dengan keluarganya menunjukkan betapa kasihnya beliau terhadap mereka khususnya, Fatimah AH sebagai ibu dan nenek kepada sebelas Imam AS. Beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah marah karena kemarahanmu (Fatimah AH) dan redha dengan keredhaanmu." [Al-Hakim, al-Mustadrak, III, hlm.153; Ibn al-Athir, Usd al-Ghabah, V, hlm.522; al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, VI, hlm.219; Mahyu al-Din al-Syafi'i al-Tabari, Dhakhair al-Uqba, hlm.39].

Khalifah Abu Bakar dan Umar adalah di antara orang yang dimarahi Fatimah AH. Dia bersumpah tidak akan berbicara dengan mereka sehingga ia bertemu ayahnya dan memohon kepadanya. [Ibn Qutaibah, al-Imamah wal-Siyasah, I, hlm.14].

Beliau berwasiat agar ia dimakamkan di waktu malam dan tidak mengizinkan seorangpun dari "mereka" menyembahyangkan jenazahnya. [Ibn al-Athir, Usd al-Ghabah, V, hlm.542; al-Bukhari, Sahih, VI, hlm, 177; Ibn Abd al-Birr, al-Isti'ab, II, hlm.75].

Sebenarnya Fatimah Az Zarah menuntut tiga hal:
1. Posisi khalifah untuk suaminya Ali AS karena dia adalah dari ahlul Bayt yang disucikan dan perlantikannya di Ghadir Khum disaksikan oleh 120.000 orang dan ini diriwayatkan oleh 110 sahabat.
2. Fadak.
3. Al-khums, saham kerabat Rasulullah SAWW tetapi semuanya ditolak oleh khalifah Abu Bakar [Ibn Abi al-Hadid, Syarh Nahj al-Balaghah, V, hlm.86].

6. Khalifah Abu Bakar telah lari di dalam perang Uhud dan Hunain. Seharusnya dia memiliki sifat keberanian melawan musuh. Tindakannya itu melanggar ayat-ayat jihad di dalam al-Qur'an dan Sunnah Nabi SAWW [al-Hakim, al-Mustadrak, III, hlm.37; al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, VI, hlm.394 ; al-Dhahabi, al-Talkhis, III, hlm.37].
7. Khalifah Abu Bakar telah membakar Fuja'ah al-Silmi hidup-hidup, kemudian dia menyesali perbuatannya. [Al-Tabari, Tanggal, IV, hlm.52] Dan ini bertentangan dengan Sunnah Nabi SAWW "Tidak bisa disiksa dengan api melainkan dari tuannya. "[Al-Bukhari, Sahih, X, hlm.83].
8. Khalifah Abu Bakar tidak mengenakan hukum terbatas pada Khalid bin Walid yang telah membunuh Malik bin Nuwairah dan kabilahnya. Umar dan Ali AS ingin agar Khalid dihukum rajam. [Ibn Haja, al-Isabah, III, hlm.336].

Umar berkata kepada Khalid: "Kamu telah membunuh seorang Muslim kemudian kamu terus bersetubuh dengan istrinya. Demi Allah aku akan merajam kamu dengan batu." [Al-Tabari, Tanggal, IV, hlm.1928] Kata-kata Umar ini cukup membuktikan bahwa Malik bin Nuwairah adalah seorang Muslim dan Khalid telah berzina dengan istri Malik setelah ia dibunuh. Jika tidak kenapa Umar berkata: "Demi Allah aku akan merajam kamu dengan batu."

Umar memahami bahwa istri Malik bin Nuwairah tidak dapat dijadikan hamba. Oleh itu pembunuhan ke atas Malik bin Nuwairah dan kaumnya tidak patut dilakukan karena mereka adalah Muslim. Keengganan mereka membayar zakat kepada Abu Bakar tidak bisa menjadi argumen kepada kemurtadan mereka. Pembunuhan ke atas mereka karena kesalahpahaman tentang kata 'idfi'u, yaitu berdasarkan suku Kinanah itu berarti "bunuh" dan dalam bahasa Arab biasa ia berarti "panaskan mereka dengan pakaian" dan tidak menghalalkan darah mereka. Seharusnya mereka menyampaikan hal itu kepada Khalid untuk mengetahui maksudnya yang sebenarnya. Tetapi mereka terus membunuh kaumnya dan Malik sendiri telah dibunuh oleh Dhirar yang bukan dari suku Kinanah. Jadi Dhirar pasti memahami bahwa perkataaan idfi'u bukanlah kata untuk mengharuskan pembunuhan, namun ia tetap membunuh Malik. Karena itu alasan kekeliruan terjadi di dalam pembantaian tersebut tidak bisa menjadi argumen dalam kejahatan Khalid, apalagi perzinaannya dengan istri Malik bin Nuwairah setelah dia dibunuh. Dengan itu tidak heran jika Ali AS dan Umar meminta Khalifah Abu Bakar supaya merajam Khalid, tetapi Abu Bakar enggan melakukannya.

Jika tidak membayar zakat djadikan alasan serangan dan pembunuhan, maka Nabi SAWW sendiri tidak memerangi sahabatnya Tha'labah yang enggan membayar zakat kepada beliau SAWW. Allah SWT menurunkan peristiwa ini di dalam Surah al-Taubah (9): 75-77. Semua ahli tafsir Ahlul Sunnah menyatakan bahwa ayat itu diturunkan mengenai Tha'labah yang enggan membayar zakat karena beranggapan bahwa ini jizyah. Maka Allah SWT mengungkapkan hakikatnya. Dan Nabi SAWW tidak memeranginya dan tidak pula merampas hartanya sedangkan beliau SAWW mampu melakukannya. Adapun Malik bin Nuwairah dan kaumnya bukanlah mengingkari zakat sebagai satu fardhu agama. Tapi apa yang mereka ingkar adalah penguasaan Abu Bakar ke atas posisi khalifah setelah Rasulullah SAWW dengan menggunakan kekuatan dan paksaan. Dan mereka pula benar-benar mengetahui tentang hadis al-Ghadir. Jadi tidak heran jika Abu Bakar terus mempertahankan Khalid tanpa mengira kejahatan yang dilakukannya terhadap Muslimin karena Khalid telah melakukan sesuatu untuk kepentingan politik dan dirinya. Bahkan itulah perintahnya di bawah operasi "enggan membayar zakat dan murtad" sekalipun itu bertentangan dengan Sunah Nabi SAWW.

9. Khalifah Abu Bakar telah melarang orang ramai dari menulis dan meriwayatkan Sunnah Nabi SAWW. Dia berbicara kepada orang banyak setelah wafatnya Nabi SAWW, "Kalian meriwayatkan dari Rasulullah SAWW hadits-hadits di mana kalian berselisih paham tentang. Kerumunan setelah kalian akan berselisih paham lebih kuat lagi. Justru itu janganlah kalian meriwayatkan sesuatu (syaian) dari Rasulullah SAWW. dan siapa yang bertanya kepada kalian, maka katakanlah: Bainana wa bainakum kitabullah (Kitab Allah di depan kita). Maka hukumlah menurut hala dan haramnya. "[Al-Dhahabi, Tadhkirah al-Huffaz, I, hlm.3].

Kata-kata Abu Bakar ini telah diucapkan beberapa hari setelah peristiwa Hari Kamis yaitu bertepatan dengan kata-kata Umar ketika dia berkata: "Rasulullah SAWW sedang meracau dan cukuplah bagi kita Kitab Allah (Hasbuna Kitabullah)." Karena itu kata-kata Abu Bakar tadi adalah bertentangan dengan Sunnah Nabi yang dicatat oleh Ahlul Sunnah: "Aku tinggalkan kepada kalian dua hal jika kalian berpegang kepada keduanya; Kitab Allah dan Sunnahku."

Jadi tidak mengherankan jika Khalifah Abu Bakar tidak pernah senang hati semenjak dia mengumpulkan lima ratus hadis Rasulullah SAWW selama pemerintahannya. Kemudian dia membakarnya pula. [Al-Muttaqi al-Hindi, Hanz al-Ummal, V, hlm. 237] Dengan ini dia telah menghilangkan Sunnah Rasulullah SAWW. Jadi kata-kata Abu Bakar: "Janganlah kalian meriwayatkan sesuatu dari Rasulullah SAWW" menunjukkan larangan umum terhadap pengriwayatan dan penulisan hadits Rasulullah SAWW. Dan ini tidak dapat ditakwilkan sebagai berhati-hati atau peduli atau sebagainya.

Lantaran itu ijtihad Khalifah Abu Bakar adalah bertentangan dengan Sunnah Rasulullah SAWW: "Allah memuliakan seseorang yang mendengar hadithku dan menjaganya, dan menyebarkannya. Kadangkala pembawa ilmu (hadits) membawanya kepada orang yang lebih alim darinya dan terkadang pembawa ilmu (hadits) bukanlah seorang yang alim . "[Ahmad bin Hanbal, Musnad, I, hlm.437; al-Hakim, al-Mustadrak, I, hlm.78] Dan sabdanya:" Siapa yang ditanya tentang ilmu maka dia menyembunyikannya, Allah akan membelenggukannya dengan api neraka. " [Ahmad bin Hanbal, Musnad, III, hlm.263]

10. Khalifah Abu Bakar menunjuk Umar menjadi khalifah berikutnya secara wasiat, padahal dia sendiri menolak wasiat Nabi SAWW. Beliau bersabda: "Ali adalah saudaraku, wasiku, wazirku dan khalifah setelahku" dan sabdanya: "Siapa yang menjadikan aku maulanya maka Ali adalah maulanya." Dan penyerahan jabatan khalifah kepada Umar adalah melanggar prinsip syura yang diagung-agungkan oleh Ahlu Sunnah. Justru itu Abu Bakar adalah orang yang pertama merusak sistem syura dan memansuhkannya. Pertama, dia menggunakan "syura terbatas" untuk mencapai cita-citanya untuk menjadi khalifah tanpa mengundang Bani Hasyim untuk menyertainya. Kedua, ketika posisinya menjadi kuat, dia menunjuk Umar untuk menjadi khalifah berikutnya tanpa syura dengan alasan bahwa Umar adalah orang yang paling baik baginya untuk menjabat khalifah berikutnya.

11. Khalifah Abu Bakar telah meragukan posisi khalifahnya. Dia berkata: "Seharusnya aku bertanya Rasulullah SAWW, adalah orang-orang Anshar memiliki hak yang sama di dalam posisi khalifah?" Ini adalah keraguan tentang validitas atau kebatilannya. Dialah orang yang menentang orang-orang Ansar sementara mereka mengatakan bahwa Amir harus dari golongan Quraisy. "Jika apa yang diriwayatkan olehnya itu benar, bagaimana dia meragukan" nya "pula. Dan jikalau tidak, dia telah menentang orang-orang Ansar dengan" argumen palsu . "[Al-Ya'qubi, Tarikh al-Ya'qubi, II, hlm.127; Ibn Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah, I, hlm.18,19; al-Masudi, Muruj al-Dhahab, II, hlm.302].

12. Khalifah Abu Bakar berkata: "Pecatlah aku karena aku bukanlah orang yang baik di antara kalian." Di dalam riwayat lain, "Ali di antara kalian." [Ibn Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah, I, hlm.14 ; al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, III, hlm.132] Jikalau kata-katanya benar, berarti dia tidak layak untuk menjadi khalifah Rasulullah SAWA, berdasarkan pengakuannya sendiri.

13. Khalifah Abu Bakar menamakan dirinya "Khalifah Rasulullah". [Ibn Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah, I, hlm.13]; al-Suyuti, Tarikh al-Khulafa ', hlm.78] Penamaannya adalah bertentangan dengan Sunnah Rasulullah SAWW karena beliau tidak menamakannya dan melamar, bahkan beliau menyebutkan Ali dan melamar. Beliau bersabda: "Siapa yang aku menjadi maulanya maka Ali adalah maulanya." Dan hadits-hadits yang lain tentang pengangkatan Ali AS sebagai khalifah setelah Rasulullah SAWW.

14. Khalifah Abu Bakar tidak pernah ditunjuk oleh Nabi SAWW untuk menjalankan setiap pekerjaan, bahkan ia menunjuk orang lain. Hanya pada satu waktu ia melamar untuk membawa Surah Bara'ah, tetapi ia mengambil kembali tugas itu dan kemudian meminta Ali AS untuk melaksanakannya. [Al-Tabari, Dhakha'ir al-Uqba, hlm.61; al-Turmudhi, Sahih, II , hlm.461; Ibn Hajar, al-Isabah, II, hlm.509].

15. Khalifah Abu Bakar tidak mengetahui pengertian al-Abb yaitu firmanNya di dalam Surah 'Abasa (80): 31: "Dan buah-buahan (Fakihatun) serta rumput-rumputan (Abban)." Dia berkata: "Langit mana aku akan junjung dan bumi mana aku akan pijak, jika aku berkata sesuatu di dalam Kitab Allah apa yang aku tidak mengetahui? "[al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, I, hlm.274].

16. Khalifah Abu Bakar telah mengetahui dia akan melakukan bid'ah-bid'ah setelah Rasulullah SAWW. Malik bin Anas di dalam a-Muwatta bab "jihad syuhada fi sabilillah 'telah meriwayatkan dari hamba Umar bin Ubaidillah bahwa dia menyampaikannya kepadanya bahwa Rasulullah SAWW berkata kepada para syahid di Uhud:" Aku menjadi saksi kepada mereka semua. "Abu Bakar berkata:" Tidakkah kami wahai Rasulullah SAWW saudara-saudara mereka. Kami telah masuk Islam sebagaimana mereka masuk Islam dan kami telah berjihad di jalan Allah sebagaimana mereka berjihad? "Rasulullah SAWW menjawab:" Ya! Tapi aku tidak mengetahui bid'ah mana yang kalian akan lakukan setelahku. "Abu Bakar pun menangis, dan dia terus menangis.

Bid'ah-bid'ah yang dilakukan oleh para sahabat memang telah diakui oleh mereka sendiri, di antaranya al-Bara 'bin Azib. Al-Bukhari di dalam Sahihnya "Kitabb bad 'al-Khalq fi bab Ghuzwah al-Hudaibiyyah" telah meriwayatkan dengan sanadnya dari al-Ala bin al-Musayyab dari ayahnya bahwa dia berkata: "Aku berjumpa al-Barra bin Azib maka aku berkata kepadanya : Alangkah beruntungnya Anda karena bersahabat dengan Nabi SAWW dan Anda telah membai'ah kepadanya di bawah pohon. Maka dia menjawab: Wahai anak saudaraku. Sesungguhnya Anda tidak mengetahui apa yang kami telah lakukan (Ahdathna) berikutnya. "[Al-Bukhari, Sahih, III, hlm.32].

Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda kepada orang-orang Anshar: "Sesungguhnya kalian akan menyaksikan sifat tamak yang dahsyat setelahku. Jadi bersabarlah sehingga kalian bertemu Allah dan RasulNya di Haudh." Anas berkata: "Kami tidak sabar." [Al Bukhari, Sahih, III, hlm.135].

Ibn Sa'd juga telah meriwayatkan di dalam Tabaqatnya, VIII, hlm. 51, dengan sanadnya dari Ismail bin Qais bahwa dia berkata: "Aisyah ketika wafatnya berkata: Sesungguhnya aku telah melakukan bid'ah-bid'ah (Ahdathtu) setelah Rasulullah SAWW, maka kebumikanlah aku bersama istri Nabi SAWW." Apa yang dimaksud olehnya adalah "Jangan kalian mengkebumikan aku bersama Rasulullah SAWW karena aku telah melakukan bid'ah-bid'ah berikutnya.

Lantaran itu khalifah Abu Bakar, al-Barra bin Azib, Anas bin Malik dan Aisyah telah memberi pengakuan masing-masing bahwa mereka telah melakukan bid'ah-bid'ah dengan mengubah Sunnah-sunnah Rasulullah SAWW.

17. Khalifah Abu Bakar digodai setan. Dia berkata: "Setan menggodaku, jika aku benar maka bantulah aku dan jika aku menyimpang, maka betulkan aku." [Ibn Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah, I, hlm. 6; al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, III, hlm. 126; Ibn Hajr, al-Sawa'iq al-Muhriqah, hlm. 7; Nur al-Absar, hlm. 53].

18 Khalifah Abu Bakar menyesal menjadi seorang manusia, bahkan dia ingin menjadi pohon dimakan oleh binatang kemudian menghapusnya. Abu Bakar berkata: "Ketika dia melihat seekor burung hingap di atas suatu pohon, di berkata: Beruntunglah engkau wahai burung. Engkau makan buah-buahan dan hinggap di pohon tanpa hisab dan balasan. Tapi aku lebih suka jika aku ini sebatang pohon yang tumbuh di tepi jalan. Kemudian datang seekor unta lalu memakanku. Kemudian aku dikeluarkan pula dan tidak menjadi seorang manusia. "[al-Muhibb al-Tabari, al-Riyadh al-Nadhirah, I, hlm. 134; Ibn Taimiyyah, Minhaj al-Sunnah, III, hlm. 130].

Kata-kata khalifah Abu Bakar itu adalah bertentangan dengan firman Allah SWT di dalam Surah al-Tin (95): 4: "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia di dalam bentuk yang sebaik-baiknya." Dan jika Abu Bakar seorang wali Allah kenapa dia harus takut kepada hari hisab? Sedangkan Allah telah memberi kabar gembira kepada wali-walinya di dalam Surah Yunus (10): 62-64, "Ingatlah, sesungguhnya wal-wali Allah ini tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat. Tidak ada perubahan kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. "

19. Khalifah Abu Bakar ketika sakit menyesal karena menyerang rumah Fatimah AH. Dia berkata: "Seharusnya akut tidak menyerang rumah Fatimah sekalipun beliau menyatakan perang terhadapku." [Ibn Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah, I, hlm. 18-19; al-Tabari, Tanggal, IV, hlm. 52; Ibn Abd Rabbih, IQD al-Farid, II, hlm.254].

20. Khalifah Abu Bakar telah menjatuhkan air muka Rasulullah SAWW di hadapan musyrikin yang datang menemui Rasulullah SAWW supaya mengembalikan hamba-hamba mereka yang lari dari mereka. Musyrikun berkata: "Hamba-hamba kami telah datang kepada anda bukanlah karena mereka cinta kepada agama tetapi mereka lari dari milik kami dan harta kami. Lebih-lebih lagi kami adalah tetangga Anda dan orang yang membuat perjanjian damai dengan Anda." Tapi Rasulullah tidak ingin menyerahkan kepada mereka hamba-hamba tersebut karena khawatir mereka akan menyiksa hamba-hamba tersebut dan ia tidak mau juga mengungkapkan fakta ini kepada mereka. Rasulullah SAWW bertanya kepada Abu Bakar dengan harapan dia menolak permintaan mereka. Sebaliknya Abu Bakar berkata: "Benar kata-kata mereka itu. Lantas berubah muka Rasulullah SAWW karena jawabannya menyalahi apa yang dikehendaki Allah dan RasulNya. [Al-Nasa'i, al-Khasa'is, hlm. 11; Ahmad bin Hanbal, al -Musnad, I, hlm. 155].

Sepatutunya khalifah Abu Bakar dapat memahami apa yang dimaksudkan oleh Rasulullah SAWW tetapi dia tidak dapat memahaminya, bahkan dia mendukung musyrikun berdasarkan ijtihadnya.

21. Khalifah Abu Bakar tidak membunuh Dhu al-Thadyah sedangkan Rasulullah SAWW telah memerintahkan Abu Bakar agar membunuh Dhu al-Thadyah. Abu Bakar menemukan pria itu sedang mengerjakan shalat. Lalu dia berkata kepada Rasulullah SAWW: "Subhanallah! Bagaimana aku membunuh orang yang sedang mengerjakan shalat?"

Seharusnya dia membunuh pria itu terlepas dari kondisi karena Rasulullah SAWW telah memerintahkannya. Tapi dia tidak membunuhnya, bahkan dia menggunakan ijtihadnya bagi menyalahi Sunnah Rasulullah SAWW.

22. Khalifah Abu Bakar mengatakan bahwa saham Jiddah (nenek) tidak ada di dalam al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAWW. Seorang nenek bertanya kepada Abu Bakar tentang pusakanya. Abu Bakar menjawab: "Tidak ada saham untuk Anda di dalam al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAWW. Jadi kembalilah." Lalu al-Mughirah bin Syu''bah berkata: "Aku berada di sisi Rasulullah SAWW bahwa beliau memberikannya (nenek ) seperenam saham. "Abu Bakar berkata:" Adalah orang lain bersama Anda? " Muhammad bin Muslimah al-Ansari bangun dan berkata sebagaimana al-Mughirah. Maka Abu Bakar memberikannya seperenam. [Malik, al-Muwatta, I, hlm. 335; Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, IV, hlm.224; Ibn Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, II, hlm.334].

23. Khalifah Abu Bakar tidak mengetahui hukum had atas pencuri yang kudung satu tangan dan satu kakinya. Dari Safiyyah binti Abi Ubaid, "Seorang pria kudung satu tangan dan satu kakinya telah mencuri pada masa pemerintahan Abu Bakar. Lalu Abu Bakar ingin memotong kakinya dan bukan tangannya sehingga dia dapat bermunafaat dengan tangannya. Maka Umar berkata:" Demi yang diriku di tangan, Anda harus memotong tangannya yang satu itu. "Lalu Abu Bakar memerintahkan agar tangannya dipotong." [al-Baihaqi, Sunan, VIII, hlm.273-4].

24. Khalifah Abu Bakar berpendapat bahwa seorang khalifah bukan selalu orang yang paling alim (afdhal). [Ibn Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah, I, hlm. 16; al-Baqillani, al-Tamhid, hlm. 195; al-Halabi, Sirah Nabawiyyah, III, hlm.386] ijtihadnya adalah bertentangan dengan firman Tuhan di dalam Surah al-Zumar (39): 9: "Katakanlah: Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran "dan firmanNya di dalam Surah Yunuss (10): 35:" Maka apakah orang-orang yang menunjuki jalan kepada kebenaran itu lebih berhak diikuti ataukah orang-orang yang tidka dapat memberi petujuk? Mengapa kamu (berbuat demikian )? Bagaimana kamu mengambil keputusan? "

25. Khalifah Abu Bakar tidak pernah melakukan korban (penyembelihan) karena khawatir kaum Muslimin akan menganggapnya wajib. Tindakannya adalah bertentangan dengan Sunnah Rasulullah SAWW yang menyarankannya. [Al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubra, IX, hlm. 265; al-Syafi'i, al-Umm, II, hlm.189].

26. Khalifah Abu Bakar mengatakan maksiat yang dilakukan oleh seseorang itu telah ditakdirkan oleh Allah sejak azali lagi, kemudian menyiksanya di atas perbuatan maksiatnya. Seorang pria bertanya kepadanya: "Apakah Anda pikir zina juga qadarNya? Pria itu bertanya lagi:" Allah mentakdirkannya ke atasku kemudian menyiksa aku? "Khalifah Abu Bakar menjawab:" Ya. Demi Tuhan jika aku temukan seseorang masih berada di sisiku, niscaya aku menyuruhnya memukul hidung Anda. "[Al-Suyuti, Tarikh al-Khulafa, hlm.65]

Jadi ijtihad Abu Bakar itu adalah bertentangan dengan firman-firman Tuhan di antaranya:
a. FirmanNya di dalam Surah al-Insan (76): 3: "Sesungguhnya kami telah menunjukkinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir."
b. FirmanNya di dalam Surah al-Balad (90): 10: "Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan."
c. FirmanNya di dalam Surah al-Naml (27): 40: "Dan barang siapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk kebaikan dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia.

27. Khalifah Abu Bakar berkata: "Jika pendapatku benar, maka itu dari Allah dan jika itu salah maka ia adalah dari aku dan dari setan." [Al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubra, VI, hlm. 223; al-Tabari, Tafsir, VI hlm. 30; Ibn Kathir, Tafsir, I, hlm.260] Kata-kata Abu Bakar menunjukkan bahwa dia sendiri tidak yakin kepada pendapatnya. Dan dia membutuhkan bimbingan orang lain untuk menentukan kesalahannya.

28, Khalifah Abu Bakar mengetahui bahwa dia tidak terlepas dari kilauan dunia, lantaran itu dia menangis. Al-Hakim di dalam Mustadrak, IV, hlm. 309 meriwayatkan dengan sanadnya dari Zaid bin Arqam, ia berkata: "Kami pada suatu saat telah berada bersama Abu Bakar, dia meminta minuman, lalu diberikan air dan madu. Sementara dia mendekatkannya ke mulutnya dia menangis sehingga membuat sahabat-sahabatnya menangis. Akhirnya merekapun berhenti menangis, tetapi dia terus menangis. Kemudian dia kembali dan menangis lagi sehingga mereka menyangka bahwa mereka tidak mampu lagi menyelesaikan masalahnya. Dia berkata: kemudian dia menyapu dua matanya. Mereka berkata: Wahai khalifah Rasulullah! Apakah yang sedang ditolak oleh Anda? Beliau menjawab: "Dunia ini (di hadapanku) telah" memperlihatkan "nya kepadaku, maka aku berkata kepadanya: Pergilah dariku maka ia pergi kemudian ia kembali lagi dan berkata: Jika Anda terlepas dariku, orang setelah Anda tidak akan terlepas dariku." Hadits ini diriwayatkan juga oleh ak-Khatib di dalam Tarikh Baghdad, X, hlm. 268 dan Abu Nu'aim di dalam Hilyah al-Auliya ', I, hlm.30].

29. Khalifah Abu Bakar tidak memiliki kata pemutus ke atas pemerintahannya melainkan ini disepakati oleh Umar. Adalah diriwayatkan bahwa "Uyainah bin Hasin dan al-Aqra bin Habis datang kepada Abu Bakar dan berkata:" Wahai khalifah Rasulullah, izinkan kami menanam di sebidang tanah yang menganggur dekat kami. Kami akan membajak dan menanamnya. Mudah-mudahan Allah akan memberikan manfaat kepada kami dengannya. "Lalu Abu Bakar menulis surat tentang persetujuannya. Maka keduanya bertemu Umar untuk mempersaksikan konten surat tersebut. Ketika keduanya membacakan isinya kepadanya, Umar merebutnya dari tangan mereka berdua dan dermaga. Berikutnya memadamkannya. Lalu keduanya mendatangi Abu Bakar dan berkata: "Kami tidak mengetahui apakah Anda khalifah atau Umar." Kemudian mereka berdua menceritakan kepadanya. Lalu Abu Bakar berkata: "Kami tidak melakukan sesuatu melainkannya disepakati oleh Umar." {al-Muttaqi al -Hindi, Kanz al-Ummal, VI, hlm. 335; Ibn Hajar, al-Isabah, I, hlm. 56].

30. Khalifah Abu Bakar telah dicaci oleh seorang pria di hadapan Rasulullah SAWW. Tetapi Nabi SAWW tidak melarangnya sebaliknya ia tersenyum pula, Ahmad bin Hanbal meriwayatkan bahwa seorang pria telah mencaci Abu Bakar dan Nabi SAWW sedang duduk, maka Nabi SAWW kagum dan tersenyum. [Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, VI, hlm.436].

31. Khalifah Abu Bakar dan Umar telah bertengkar sehingga suara mereka di hadapan Rasulullah SAWW. Abu Bakar berkata: "Wahai Rasulullah lantiklah al-Aqra bin Habi untuk memimpin kaumnya." Umar berkata: "Wahai Rasulullah janganlah Anda melamar sehingga mereka membentak dan meninggikan suara mereka di hadapan Rasulullah SAWW." Lalu diturunkan ayat di dalam Surah al-Hujurat (49): 2, "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari Nabi dan janganlah kamu mengatakan kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, sehingga tidak terhapus pahala amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari. " Seharusnya mereka berdua bertanya dan merujuk kepada Rasulullah SAWW tentang. [Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, IV, hlm.6; al-Tahawi, Musykil al-Athar, I, hlm. 14-42].

32. Khalifah Abu Bakar banyak membuat pengakuan-pengakuan dimana dia harus melakukan sesuatu, tetapi tidak melakukannya dan sebaliknya. Ibn Qutaibah mencatat dalam bukunya al-Imamah wa al-Siyasah, I, hlm. 18-19, 9 hal yang disesali oleh Abu Bakar seperti berikut:

"Tiga hal yang aku telah lakukan seharusnya aku tidak melakukannya dan tiga hal yang aku tidak melakukannya seharusnya aku melakukannya dan tiga hal yang seharusnya aku bertanya Rasulullah SAWW tentang.

Adapun tiga hal yang aku telah melakukannya seharusnya aku tidak melakukannya:
1. Sepatutnya aku tinggalkan rumah Ali (Fatimah) sekalipun mereka menyatakan perang ke atasku.
2. Seharusnya aku membai'ah sama Umar atau Abu Ubadah di Saqifah Bani Saidah, yaitu salah seorang mereka menjadi amir dan aku menjadi wazir.
3. Sepatutnya aku menyembelih Fuja'ah al-Silmi atau melepaskannya dari tawanan dan aku tidak membakarnya hidup-hidup.


Adapun tiga hal yang aku tidak melakukannya seharusnya aku melakukannya:
1. Seharusnya ketika al-Asy'ath bin Qais dibawa kepadaku sebagai tawanan, aku membunuhnya dan tidak memberinya kesempatan untuk hidup, karena aku telah mendengar tentangnya bahwa ia bersifat selalu menolong segala kejahatan.
2. Sepatutnya ketika aku mengutus Khalid bin Walid kepada orang-orang murtad, aku harus berada di Dhi al-Qissah, dengan itu jika mereka menang, mereka bisa bergembira dan jika mereka kalah aku dapat mengulurkan bantuan.

Adapun tiga hal yang seharusnya aku bertanya Rasulullah SAWW adalah:
1. Kepada siapakan jabatan khalifah patut diberikan sesudah beliau wafat, dengan demikian tidaklah posisi itu menjadi rebutan.
2. Seharusnya aku bertanya kepada beliau, apakah orang Ansar memiliki hak menjadi khalifah.
3. Seharusnya aku bertanya beliau tentang pembagian pusaka keponakan sebelah pria dan bibi sebelah pria karena aku tida puas tentang hukumnya dan membutuhkan solusi. "

Pernyataan di atas telah disebutkan juga oleh al-Tabari dalam tanggalnya, IV, hlm. 52; Ibn Abd Rabbih, IQD Farid, II, hlm. 254; Abu Ubaid, al-Amwal, hlm. 131].

33. Khalifah Abu Bakar juga tidak dapat menyelesaikan persoalan-persoalan yang diajukan kepadanya oleh orang Yahudi. Anas bin Malik berkata: "Seorang Yahudi datang setelah wafatnya Rasulullah SAWW. Maka kaum Muslimin menunjukkannya kepada Abu Bakar. Dia berdiri di hadapan Abu Bakar dan berkata: Aku akan berikan pertanyaan-pertanyaan yang tidak akan dijawab kecuali oleh Nabi atau wasi Nabi. Abu Bakar berkata: "Tanyalah apa yang Anda inginkan. Yahudi berkata: Beritahukan kepadaku hal yang tidak ada pada Allah, tidak ada di sisi Allah, dan tidak diketahui oleh Allah? Abu Bakar berkata: Ini adalah pertanyaan-pertanyaan orang zindiq wahai Yahudi! Abu Bakar dan kaum Muslimin mulai marah dengan Yahudi tersebut. Ibn Abbas berkata: Kalina tidak dapat memberikan jawaban kepada pria itu. Abu Bakar berkata: Tidakkah Anda mendengar apa yang dikatakan oleh pria itu? Ibn Abbas menjawab: Sekirannya kalian tidak bisa menjawabnya, maka kalian pergilah bersamanya menemui Ali AS, niscaya dia akan menjawabnya karena aku mendengar Rasulullah SAWW bersabda kepada Ali bin Abi Thalib: "Wahai Tuhanku! Sinarilah hatinya, dan perkuatkanlah lidahnya." Dia berkata: "Abu Bakar dan orang-orang yang hadir bersamanya datang kepada Ali bin Abi Thalib, mereka meminta izin darinya. Abu Bakar berkata: Wahai Abu l-Hasan, sesungguhnya pria ini telah menanyakan beberapa pertanyaan (zindiq). Ali mengatakan: Apakah yang Anda katakan wahai Yahudi? Dia menjawab: Aku akan bertanya kepada Anda hal-hal yang tidak diketahui melainkan oleh Nabi atau wasi Nabi. Yahudi mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepadanya. Ali berkata: Adapun hal-hal yang tidak diketahui oleh Allah adalah kata- kata Anda bahwa Uzair adalah anak Allah, dan Allah tidak mengetahui bahwa Dia memiliki anak lelaki. Adapun kata-kata Anda apa yang tidak ada di sisi Allah, maka jawabannya hal yang tidak ada di sisi Allah adalah kezaliman. Adapun kata-kata Anda: Apa yang tidak ada bagi Allah maka jawabannya tidak ada bagi Allah syirik. Yahudi menjawab: Aku bersaksi tiada Tuhan melainkan Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah dan sesungguhnya Anda adalah wasinya. "[Ibn Duraid, al-Mujtana, hlm.35]/
*****

IJTIHAD UMAR AL-KHATAB 


Hukum-hukum dan perbuatan khalifah Umar yang bertentangan dengan nas tetapi dianggap sebagai ijtihad melebihi 107 hal sebagaimana dicatat oleh para ulama Ahlu Sunnah di dalam buku-buku mereka. Di antaranya:


1. Khalifah Umar melarang shalat sunat setelah fardhu 'Ashar, sedangkan Nabi SAWW tidak pernah meninggalkan shalat dua rakaat sunat setelah shalat' Asar.'Urwah bin al-Zubair dari ayahnya, dari 'Aisyah dia berkata: "Rasulullah SAWW tidak pernah meninggalkan dua rakaat shalat sunnah setelah fardhu 'Ashar. [Muslim, Sahih, I, hlm.50].


2. Khalifah Umar juga melarang dan mengharamkan seorang itu "menangis" ke atas mayat, sedangkan ia adalah harus dan dilakukan oleh Rasulullah SAWW ke atas Hamzah RA. Jadi hadits Umar yang menyatakan "mayat diazab dengan tangisan orang yang hidup" adalah bertentangan dengan hadits Rasulullah SAWW yang melarang Umar dari menegah wanita-wanita menangis ke atas mayat. Rasulullah SAWW bersabda: "Wahai Umar biarkan mereka menangis, karena jiwa berdukacita, mata mengalirkan air mata ......" [Ibn Majah, al-Sunan, I, hlm. 481; al-Hakim, al-Mustadrak, I, hlm. 381; Ibn Hanbal, Al-Musnad, II, hlm. 408] Dan ini juga bertentangan dengan firmanNya di dalam Surah an-An'am (6): 164: "Dan seseorang yang membuat dosa tidak akan memikul dosa orang lain." Lantaran itu kenapa simati disiksa karena tangisan orang yang hidup?


3. Khalifah Umar mengatakan tidak wajib shalat bagi orang yang berjunub ketika tidak ada air. [Ibn Majah, al-Sunan, I, hlm. 200; al-Nasai, al-Sunan, I, hlm. 59] Jadi ijtihadnya itu adalah bertentangan dengan Surah al-Maidah (5): 6 .... "maka hendaklah kamu bertayammum dengan tanah ...."


4. Khalifah Umar memberi hukuman bahwa talak tiga jatuh sekaligus. Sedangkan talak pada masa Rasulullah SAWW dan khalifah Abu Bakar adalah tiga kali sebagaimana ada di dalam al-Qur'an. [Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, I, hlm. 314; Muslim, Sahih, I, hlm. 574] ijtihadnya itu adalah bertentangan dengan Sunnah Nabi SAWW dan firman Tuhan di dalam Surah al-Baqarah (2): 229: "Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu dapat dirujuk lagi dengan cara yang baik atau menceraikan dengan cara yang baik . "


5. Khalifah Umar adalah orang yang pertama mengenakan 'Aul di dalam ilmu Faraidh. [Al-Suyuti, Tarikh al-Khulafa', hlm. 137] ijtihadnya adalah bertentangan dengan Sunnah Rasulullah SAWW yang tidak mengenakan 'Aul.


6. Khalifah Umar adalah orang yang pertama memindahkan maqam Ibrahim dari tempat yang ditempatkan oleh Nabi SAWW yaitu dekat dengan Ka'bah, ke tempat yang ada sekarang yaitu tempat di masa jahiliyyah. [Al-Suyuti, Tanggal, al-Khulafa, hlm. 137].


7. Khalifah Umar adalah orang yang pertama mengurangi takbir shalat jenazah ke empat takbir. [Al-Suyuti, Tarikh al-Khulafa, hlm. 137] Memang tidak dipungkiri bahwa ada riwayat yang lemah yang menyatakan Nabi SAWW melakukan empat takbir untuk shalat jenazah, tetapi apa yang anehnya khalifah Umar telah memerintahkan supaya melakukan empat takbir saja. [AbuYusuf, Kitab al-Athar, hlm. 39].

Ini berarti dia menghapus riwayat yang mencatat bahwa Nabi SAWW melakukan shalat jenazah dengan lima takbir. Apa yang mengherankan adalah mengapa para sahabat berselisih pendapat tentang jumlah takbir ini. Menurut Imam Ja'far al-Sadiq AS dari ayah dan kakeknya bahwa Nabi SAWW melakukan shalat jenazah dengan lima takbir. [Al-Tusi, Tahdhib al-Ahkam, III, hlm. 3-5] Dari Abu al-A'la, ia berkata: "Aku telah shalat di belakang Zaid bin al-Arqam (shalat jenazah) maka ia melakukan lima takbir, maka Abu Isa Abdul Rahman bin Abi Laila berkata kepadanya sambil memegang tangannya: Apakah Anda lupa? Dia menjawab: Tidak, tetapi aku shalat di belakang Nabi SAWW dan beliau mentakbirkan lima takbir dan aku tidak meninggalkannya selama-lamanya. "[Ibn Hanbal, Musnad, I, hlm. 370].

Al-Tahawi meriwayatkan dari Yahya bin Abdullah al-Taimi, ia berkata: "Aku shalat bersama Yesus, hamba Huzaifah bin al-Yaman, maka ia melakukan takbir lima kali, kemudian dia berpaling kepada kami dan berkata: Aku tidak keliru dan tidak lupa tetapi aku telah mentakbirkan menurut cara tuan aku Hudzaifah al-Yaman, dia sembahyang jenazah dengan lima takbir: Kemudian dia berpaling kepada kami dan berkata: Aku tidak keliru dan tidak lupa tapi aku telah takbir lima takbir sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAWW. "[Umadah al-Qari, IV, hlm. 129].

Berdasarkan hadits-hadits tersebut dan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para Imam Ahlul Bayt, maka tetaplah bahwa Nabi SAWW melakukan lima takbir untuk shalat jenazah. Jadi perintah Umar mengurangi ke empat takbir adalah bertentangan dengan kebiasaan perbuatan Rasulullah SAWW.


8. Khalifah Umar adalah perencana utama dalam upaya membakar rumah Fatimah AS karena memaksa Ali AS agar memberi membai'ah kepada Abu Bakar. Tindakannya itu adalah membelakangi firman Tuhan (Surah al-Ahzab (33): 33: "Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya." Fatimah adalah di antara Ashab al-Kisa 'yang disucikan oleh Allah SWT. Umar berkata: "Aku akan membakar kalian sehingga kalian keluar untuk memberikan bai'at kepada Abu Bakar." [Al-Tabari, Tanggal, III, hlm. 198; Abu-l-Fida, Tanggal, I, hlm. 156 ].


9. Khalifah Umar mengatakan Rasulullah SAWW "sedang meracau." Jadi permintaan beliau supaya dibawa pensil dan kertas sehingga ia menulis hal-hal yang tidak akan menyesatkan ummatnya selamanya tidak perlu dilayani lagi. [Muslim, Sahih, III, hlm. 69; al-Bukhari, Sahih, I, hlm. 36].

Ijtihadnya adalah bertentangan dengan firmanNya di dalam Surah al-Najm (53): 3-4: "Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya."


10. Khalifah Umar adalah orang yang pertama menambahkan hukum cambuk bagi peminum arak dari 40 cambukan kepada 80 cambukan. [Al-Suyuti, Tarikh al-Khulafa ', hlm. 137].


11. Khalifah Umar adalah orang yang pertama menciptakan shalat Tarawih di bulan Ramadhan. Ini tidak pernah dilakukan oleh Nabi SAWW. [Al-Suyuti, Tarikh al-Khulafa ', hlm. 136].


12. Khalifah Umar adalah orang yang pertama membuang kata "Hayya 'ala Khairul' Amal" di dalam azan dan iqamah. Sedangkan ini adalah bagian dari azan Rasulullah SAWW. [Al-Halabi, al-Sirah, II, hlm. 110].


13. Khalifah Umar adalah orang yang pertama yang menambahkan kata "al-Solah Khairun mina n-Naum." Ini tidak dilakukan oleh Rasulullah SAWW. [Al-Halabi, al-Sirah, hlm.110].


14. Khalifah Umar telah melakukan kesalahan dalam masalah warisan "kakek" dengan "saudara." Umar telah bertanya Rasulullah SAWW tentang, maka Rasulullah SAWW menjawab: "Aku pikir sampai matipun kamu tidak akan memahaminya." Ubaidah al-Salmani berkata: "Aku telah menghafal untuk Umar tentang" kakek "lebih dari 100 masalah." [Al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, VI, hlm. 15].


15. Khalifah Umar juga tidak dapat menyelesaikan masalah al-kalalah yang diakuinya sendiri, dia berkata: "Jika aku mengetahui al-kalalah, adalah lebih baik bagiku dari istana-istana di Syam." [Al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al Ummal, VI, hlm. 20].


16. Khalifah Umar melarang orang dari meriwayatkan dan menulis Sunnah Rasulullah SAWW, dia berkata: "Hasbuna Kitabullah (Kitab Allah adalah cukup bagi kita)." [Al-Bukhari, Sahih, I, hlm. 36] ijtihadnya adalah bertentangan dengan hadits yang dipopulerkan oleh Ahlu Sunnah: "Aku tinggalkan pada kalian dua hal selama kalian berpegang kepada keduanya Kitab Allah dan Sunnahku."

Ibn Sa'd dalam Tabaqatnya, V hlm. 140 meriwayatkan bahwa ketika hadits atau Sunnah Rasulullah SAWW banyak diriwayatkan dan dituliskan pada masa Umar bin al-Khattab, maka dia menyeru masyarakat untuk membawa kepadanya semua hadits-hadits yang ditulis, kemudian dia memerintahkan agar ia dibakar.

Jadi tidaklah heran jika khalifah Umar menahan tiga orang sahabat di Madinah sehingga mati, karena meriwayatkan banyak hadits Rasulullah SAWW. Mereka adalah Ibn Mas'ud, Abu Darda 'dan Abu Mas'ud al-Anshari. [Al-Dhahabi, Tadhkirah al-Huffaz, I, hlm. 8; al-Haithami, Majma al-Zawaid, I, hlm. 149; al-Hakim, al-Mustadrak, I, hlm. 110] Khalifah Umar berkata kepada Abu Darda: "Apa hadits dari Rasulullah?" Abu Salmah bertanya kepada Abu Hurairah: "Apakah Anda meriwayatkan hadits semacam ini pada masa Umar?" Abu Hurairah menjawab: "Jika aku meriwayatkan hadits (semacam ini) pada saat Umar niscaya dia memukulku dengan cemetinya> "[al-Dhahabi, Tadhkirah al-Huffaz, I, hlm. 7].


17. Khalifah Umar menduga Nabi SAWW dan kaum Muslimin apakah berada di dalam kebenaran atau kebatilan. Ia bertanya Rasulullah SAWW: "Apakah kita berada di dalam kebenaran dan mereka (kafir) berada dai dalam kebatilan? Apakah orang yang tewas di pihak kita akan memasuki surga? Dan orang yang terbunuh di pihak mereka ke neraka? Rasulullah menjawab:" Ya dan akhirnya Rasulullah SAWW menegaskan kepadanya: "Wahai Ibn al-Khattab, sesungguhnya aku ini adalah Rasulullah dan Allah tidak akan mengabaikan aku." Umar beredar dari Rasulullah SAWW dengan marah (muthaghayyizan), kemudian dia bertemu Abu Bakar lalu ia mengajukan pertanyaan yang sama, lantas Abu Bakar menyakinkan dia bahwa Muhammad itu adalah Rasulullah dan Allah tidak akan mengabaikannya. [Muslim, Sahih, IV, hlm.12,14; al-Bukhari, Sahih, II, hlm. 111].


18. Khalifah Umar telah menyamakan pembayaran jizyah. Ini bertentangan dengan Sunnah Nabi SAWW bahwa satu dinar adalah jizyah per (zimmi) yang pubertas saja. [Ibn Abd al-Birr, al-Isti'ab, II, hlm. 460; Ibn Abil Hadid, Syarh, Nahj al-Balaghah, III, hlm. 178].


19. Khalifah Umar telah memberikan harta dari Baitul Mal melebihi apa yang seharusnya. Dia telah memberikan 'Aisyah dan Hafsah sepuluh ribu dirham setiap tahun. [Ibn al-Athir, al-Kamil, II, hlm. 35] Sedang dia menahan khums Ahlul Bait AS [al-Jassas, Ahkam al-Qur'an, III, hlm. 61] Dia juga telah menarik Fadak dari Fatimah AS yang telah diberikan kepadanya oleh ayahandanya Rasulullah SAWW.


20. Khalifah Umar telah mengingkari kematian Nabi SAWW. Dia tidak mengetahui bahwa kematian adalah harus bagi Nabi SAWW. Dia berkata: "Siapa yang mengatakan bahwa Nabi telah mati, aku akan membunuhnya dengan pedangku." Abu Bakar datang dan berkata kepadanya: "Tidakkah Anda mendengar firman Allah SWT (di dalam Surah al-Zumar (39): 30," Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula) "dan firmanNya (di dalam Surah Ali Imran ( 3): 144), "Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sesungguhnya telah terjadi sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)?" Maka Umar pun berkata: "Aku yakin dengan kematiannya seolah olah aku tidak mendengar ayat-ayat tersebut. "[al-Syarastani, al-Milal, I, hlm. 23; al-Bukhari, Sahih, VII, hlm.17].

Bagaimana khalifah Umar berkata: "Kitab Allah adalah cukup bagi kita" ketika dia melarang Nabi SAWW dari menulis wasiatnya di mana ummat tidak akan sesat selama-lamanya, sedangkan dia tidak mengetahui ayat-ayat tersebut sehingga Abu Bakar datang dan membacakan kepadanya? Dan tindakan Umar yang tidak mempercayai wafatnya Nabi SAWW tidak dapat dipahami sebagai kasihnya yang teramat sangat kepada Nabi SAWW. Karena dia telah mengatakan bahwa Nabi SAWW sedang meracau dan Kitab Allah adalah cukup bagi kita. Lalu dia melarang Nabi SAWW dari melakukan apa yang dikehendakinya. [Al-Bukhari, Sahih, I, hlm. 36; Muslim, Sahih, II, hlm. 69]

Dan kata-kata Abu Bakar pula mendukung pendapat Umar. Dia berkata: "Siapa yang menyembah Muhammad, maka Muhammad telah mati." Ini berarti wahai orang yang bermegah atas kami dengan Muhammad, habislah mereka karena perannya sudah selesai. Kitab Allah adalah cukup bagi kita karena itu hidup. Persoalan yang timbul "Apakah kaum Muslimin pada waktu itu menyembah Muhammad?" Tidak. Mungkin ini adalah satu sindiran kepada Bani Hashim secara umum dan Ali bin Abi Thalib secara khusus. Karena mereka bermegah dengan Muhammad. Rasulullah SAWW, dari kalangan mereka. Dan merekalah keluarganya, dan orang yang paling berhak dari orang lain, karena mereka lebih mengetahui posisi Nabi SAWW.

Atau apakah tindakan Umar yang ingin membunuh siapa saja yang mengatakan Muhammad telah mati itu merupakan tindakan politik sehingga dia dapat menunda kepercayaan kaum Muslimin bahwa Nabi SAWW telah mati. Dan dengan ini perancanaannya dapat dilaksanakan sehingga semuanya diatur dengan baik. Sejurus kemudian dia diberitahu secara rahasia bahwa perdebatan di Saqifah sedang terjadi. Lantas dia, Abu Bakar dan Abu Ubaidah meninggalkan jenazah Nabi SAWW menuju Saqifah tanpa diketahui oleh Bani Hasyim.


21. Khalifah Umar telah melarang mahr (mas kawin) yang tinggi. Dia berkata: "Barangsiapa yang menaikkan mahr putrinya, aku akan mengambilnya dan menjadikannya milik Baitul Mal." Ijtihad Umar telah ditentang oleh seorang wanita lalu dia membaca firman Tuhan di dalam Surah al-Nisa '(4): 20 "Apabila kamu telah memberikan kepada seorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambilnya kembali barang sedikitpun." Umar menjawab: "Orang lebih alim dari Umar sehingga gadis-gadis sunti di rumah-rumah." [Fakhruddin al-Razi, Mafatih al-Ghaib, II, hlm. 175; al-Suyuti, al-Durr al-Manthur, II, hlm. 133; Kata-kata Umar itu tidak dapat dipahami sebagai tawadhu, karena melibatkan hukum Allah SWT.


22. Khalifah Umar telah melarang haji tamattu '. Ini bertentangan dengan Sunnah Nabi SAWW yang tidak pernah mengharamkannya [Ibn Kathir, Tafsir, I, hlm. 233; al-Bukhari, Sahih, VII, hlm. 33].


23. Khalifah Umar tidak menerapkan hukum batas atas Mughirah bin Syu'bah yang dituduh berzina dengan Umm Jamil istri Hajaj bin Atiq bin al-Harits bin Wahab al-Jusyami dengan berkata: "Aku sedang melihat wajah seorang pria di mana Allah tidak akan mencemarkan pria Muslim dengannya. " Maka saksi tersebut tidak memberikan penyaksiannya yang tepat karena menurut kehendak Umar.


Di dalam riwayat yang lain Umar mengingatkan saksi yang keempat sehingga tidak memberika deskripsi yang tepat. Keempat orang saksi tersebut telah memberikan kesaksian yang tepat saat mereka di Basrah. Tapi Umar mengadakan pengadilan yang kedua di Madinah. Bila saja saksi yang keempat tidak memberikan penyaksian yang tepat sebagaimana diberikannya di Basrah, maka Umar pun melakukan had ke atas tiga saksi tersebut. Seorang saksi bernama Abu Bakar berkata: "Demi Allah, Mughirah telah melakukannya. Umar ingin menetapkan batas atasnya kali kedua." Ali AS berkata: "Jika Anda melakukannya maka rejamlah al-Mughirah bin Syu'bah tetapi dia enggan melakukannya." [Al -Hakim, Mustadrak, III, hlm. 448; Ibn Hajr, al-Isabah, III, hlm. 452; Ibn Athir, Usd al-Ghabah, IV, hlm. 407; al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, III, hlm. 88].


24. Khalifah Umar mengintai satu kelompok rumah mereka di waktu malam dengan memasukinya melalui pintu belakang tanpa salam. Kelakuannya itu adalah melanggar firmanNya di dalam Surah al-Hujurat (49): 12: "Dan janganlah kamu mengintai-intai atau mencari-cari kesalahan orang lain." Dan firmanNya di dalam Surah al-Baqarah (2): 189: "Dan masukilah rumah-rumah itu melalui pintu-pintunya. " Dan firmanNya di dalam Surah al-Nur (24): 27: "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya." Lantaran itu tindakannya bertentangan dengan ayat-ayat tersebut. [Al-Suyuti, al-Durr al-Manthur, VI, hlm.93; al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubra, VIII, hlm. 334].


25. Khalifah Umar telah memerintahkan supaya di rajam seorang wanita gila (yang berzina). Maka Ali AS memperingatkannya dan berkata: "Qalam diangkat dari orang gila sehingga dia sembuh." Umar pun berkata: "Jika tidak ada Ali, niscaya binasalah Umar." [Ibn Abd al-Birr, al-Isti'ab, III, hlm. 39; al-Tabari, Dhakhair al-Uqba, hlm. 80].


26. Khalifah Umar tidak mengizinkan orang Islam yang bukan Arab mewarisi pusaka keluarga mereka kecuali mereka lahir di negeri Arab. [Malik, al-Muwatta, II, hlm.12] Jadi ijtihad Umar adalah bertentangan dengan al-Qur'an dan Sunnah Nabi SAWA yang tidak membedakan seseorang kecuali dengan taqwa dan ini juga mengandung sifat asabiyah sebagaimana firmanNya di dalam Surah al-Hujurat (49): 10: "Sesungguhnya orang-orang mukmin itu adalah bersaudara." Dan Nabi SAWW bersabda: "Tidak ada kelebihan orang Arab ke atas bukan Arab kecuali dengan taqwa." [Al-Haithami, Majma 'al-Zawa'id, III, hlm. 226].


27. Khalifah Umar tidak pernah mengadakan korban (penyembelihan) karena khawatir kaum Muslimin akan menganggapnya wajib. [Al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubra, IX, hlm. 265; Syafi'i, al-Umm, II, hlm. 189] Tindakannya adalah bertentangan dengan al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAWW yang mendorong praktek tersebut. Dan kaum Muslimin sehingga hari ini mengetahui itu adalah sunat.


28. Khalifah Umar mengakui bahwa dia tidak mengetahui tentang al-Qur'an, hukum halal-haram dan masalah warisan. Dia berkata: "Siapa yang ingin bertanya tentang al-Qur'an, maka hendaklah dia bertanya kepada Ubayy bin Ka'ab. Siapapun yang ingin mengetahui halal dan haram, maka hendakah dia bertanya kepada Muadh bin Jabal. Siapapun yang ingin mengetahui tentang ilmu faraidh , harus dia bertanya kepada Zaid bin Tsabit. Dan siapa yang ingin meminta harta maka hendaklah dia datang kepadaku karena akulah penjaganya. [al-Hakim, al-Mustadrak, III, hlm. 271; Abu Ubaid, Kitab al-Amwal, hlm. 223 ; al-Baihaqi, al-Sunan, VI, hlm. 210] Ketiga ilmu tersebut dikuasai oleh orang lain. Dia hanya penjaga harta.


29. Khalifah Umar melarang kaum Muslimin memakan daging dua hari berturut-turut. Dan dia telah memukul seorang pria yang melakukannya dengan cemeti. [Al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, V, hlm. 161; Ibn al-Jauzi, Sirah Umar, hlm. 68] Tindakan khalifah Umar adalah bertentangan dengan firman Tuhan di dalam Surah al-A'raf (7): 32; "Katakanlah: Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan untuk hamba-hambaNya dan (siapakah pula yang mengharamkan) rezeki yang baik ? "


30. Khalifah Umar mengintimidasi dan menggertak seorang wanita sehingga membuat pengakuan tentang perzinaannya. Lalu wanita tersebut membuat pengakuannya. Maka khalifah Umar memerintahkan agar ia dirajam. Lalu Ali AS bertanya: "Tidakkah Anda mendengar Rasulullah SAWW bersabda:" Tidak dikenakan hukum had atas orang yang membuat pengakuan setelah ujian (bala ') apakah ia diikat, ditahan atau terancam? Jadi lepaskanlah dia. "Maka Umar berkata:" Wanita-wanita tidak mampu untuk melahirkan seorang seperti Ali. Jika Ali tidak ada niscaya binasalah Umar. "[Fakhruddin al-Razi, al-Araba'ain, hlm. 466; al-Khawarizmi di dalam Manaqibnya, hlm. 48; al-Tabari Dhakha'ir al-'Uqba, hlm. 80 ].


31. Khalifah Umar tidak mengetahui tempat untuk memulai umrah. Kemudian dia berkata: "Tanyakan Ali." [Al-Tabari di dalam Dhakha'ir al-Uqba, hlm. 89; al-Muhibb al-Tabari, al-Riyadh al-Nadhirah, II, hlm. 195].


32. Khalifah Umar telah memerintahkan supaya perpustakaan-perpustakaan di Iran dan Iskandariah dibakar atau dicampakkan buku-bukunya ke laut. Ditanya kenapa dia memerintahkannya. Dia menjawab: "Allah telah memberikan kepada kita hidayah yang lebih baik dari itu."

Perpustakaan-perpustakaan tersebut berisi banyak buku-buku ilmiah di dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti ilmu hisab, falak, hikmah, kedokteran, dan lain-lain. Tetapi khalifah Umar tidak menghargainya. [Ibn al-Nadim, al-Fihrist, hlm. 334; Ibn Khaldun, Tanggal, I, hlm. 32; Ibn al-Jauzi, Sirah al-Umar, hlm. 107].


33. Khalifah Umar memerintahkan supaya dipotong pokok bai'ah Ridhwan, karena kaum Muslimin mengerjakan shalat di bawah pohon tersebut untuk mengambil berkat. Ketika berita ini sampai kepada Umar dia memerintahkan supaya ia dipotong. [Ibn Sa'd, Tabaqat al-Kubra, hlm.608; Ibn Jauzi, Sirah Umar, hlm. 107].

Sepatutnya khalifah Umar menjaga pohon tersebut dengan baik sebagai satu peninggalan sejarah yang berharga.


34. Khalifah Umar adalah orang yang pertama menetapkan zakat kuda. Ijtihadnya adalah bertentangan dengan Sunnah Rasulullah SAWW: "Aku memaafkan kalian zakat kuda dan hamba." [Al-Baladhuri, Ansab al-Asyraf, V, hlm.26; al-Bukhari, Sahih, III, hlm. 30; Ahmad bin Hanbal; al-Musnad, I, hlm. 62; al-Sayuti, Tarikh al-Khulafa ', I, hlm. 137].


35. Khalifah Umar tidak mengetahui hukum orang yang diragukan tentang rakaat shalatnya bagaimana hendak dilakukannya. Dia bertanya kepada seorang budak: "Apabila seorang itu diragukan jumlah shalatnya, apakah ia harus lakukan?" Seharusnya dia telah bertanya kepada Rasulullah SAWW tentang. [Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, I, hlm. 190; al-Baihaqi, Sunan, II, hlm. 332].


36. Khalifah Umar melarang memakai bauan (parfum) bagi orang yang mengerjakan haji sehingga mereka melakukan tawaf Ifadhah. Ijtihadnya adalah menyalahi Sunnah Rasulullah SAWW di mana Aisyah berkata: "Aku menempatkan bauan ke atas Rasulullah SAWW sebelum beliau mengerjakan tawaf Ifadhah". [Malik, al-Muwatta ', I, hlm. 285; al-Turmudhi, Sahih, I, hlm. 173; al-Bukhari, Sahih, III, hlm. 58; Muslim, Sahih, I, hlm. 330].


37. Khalifah Umar tidak mengetahui manfaat Hajr al-Aswad. Dia berkata: "Hajr al-Aswad tidak memberikan manfaat dan kemudharatan." Jika dia tidak melihat Rasulullah SAWW mengucupnya, niscaya dia tidak mengucupnya. Kata-kata Khalifah Umar tersebut adalah menyalahi Sunnah Rasulullah SAWW, beliau bersabda: "Hajr al-Aswad diturunkan dari surga warnanya putih seperti susu. Tapi itu berubah menjadi hitam karena dosa manusia." Dan sabdanya lagi: "Demi Allah. Dia akan membangkitkannya di Hari Kiamat, ini memiliki dua mata dan satu lidah yang akan berbicara dan memberikan kesaksian kepada orang yang telah mengucupnya". [Al-Turmudhi, Sahih, I, hlm. 180; al-Nasa'i, Sahih, II, hlm. 37; Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, II, hlm. 3].


38. Khalifah Umar tidak memberi khums kepada kerabat Rasulullah SAWW. Ijtihad beliau adalah melanggar firmanNya dalam Surah al-Anfal 18: 4 dan berlawanan dengan Sunnah Rasulullah SAWW. [Al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf, II, hlm. 127; Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, I, hlm. 248].


39. Khalifah Umar berkata bahwa memukul istri tidak akan dikenakan dosa. Dia mengaitkan kata-kata ini dengan Rasulullah SAWW. [Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, I, hlm. 20], sebenarnya ini bertentangan dengan firmanNya di dalam Surah an-Nahl 16:90: "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan".


40. Khalifah Umar melarang hadis "kabar gembira" bahwa setiap orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat dengan yakin, akan masuk surga. Karena dia khawatir kaum Muslim hanya mengucap dua kalimah syahadat kemudian meninggalkan praktek lain. Dia berkata kepada Rasulullah SAWW, "Apakah Anda mengutus Abu Hurairah dengan kabar tersebut?" Rasulullah menjawab: "Ya". Umar berkata kepada Rasulullah SAWW: "Janganlah Anda melakukannya". [Ibn al-Jauzi, Sirah Umar, hlm. 38; Ibn Abi al-Hadid, Syarh Nahj al-Balaghah, III, hlm. 108]. Seharusnya dia tidak melarang Rasulullah SAWW untuk melakukannya.


41. Khalifah Umar tidak mengetahui apakah bacaan Rasulullah SAWW di dalam shalat Hari Raya. [Muslim, Sahih, I, hlm, 242; Abu Daud, Sunan, I, hlm. 180; Malik, al-Muwatta ', I, hlm. 147; Ibn Majah, Sunan, I, hlm. 388; al-Turmudhi, Sahih, I, hlm. 106; al-Nisa'i, Sahih, III, hlm. 184]. Seharusnya dia mengetahui surah-surah yang dibaca oleh Rasulullah SAWW di dalam shalat Hari Raya.


42. Khalifah Umar melarang kaum Muslim berpuasa pada bulan Rajab. Dia berkata: "Apa itu bulan Rajab? Bulan Rajab hanya bulan yang dimuliakan oleh orang-orang Jahiliyah. Dan ketika datang agama Islam, seperti ditinggalkan. Sebenarnya Umar tidak mengetahui kelebihan bulan Rajab. Ijtihadnya itu adalah bertentangan dengan Sunnah Rasulllah SAWA yang mendorong setiap Muslim agar berpuasa tiga hari pada setiap bulan, termasuk bulan Rajab. [al-Bukhari, Sahih, III, hlm. 215; Muslim, Sahih, I, hlm. 318; Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, I, hlm. 326; Abu Daud, Sunan, I, hlm. 381].


43. Khalifah Umar tidak membunuh Dzu al-Thadyah (kepala Khawarij) sedangkan Rasulullah SAWW telah memerintahkannya untuk membunuhnya. Dia berkata: "Bagaimana aku membunuh orang yang sedang sujud?" Kemudian Rasulullah SAWW bertanya lagi: "Siapa lagi yang akan membunuhnya?" Ali menjawab: "Aku." Rasulullah SAWW bersabda: "Jika Anda mendapatinya." Ali pun pergi tetapi tidak menemukannya. Rasulullah SAWW bersabda: "Jika pria itu dibunuh, tidak akan ada dua orang yang berselisih paham." [Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, III, hlm. 15] Mengapa Khalifah Umar membunuhnya tanpa memperhitungkan keadaannya karena Rasulullah SAWW telah memerintahkannya. Tapi dia menggunakan ijtihadnya bagi menyalahi Sunnah Rasulullah SAWW.


44. Khalifah Umar tidak bisa memahami ungkapan-ungkapan yang tinggi. Dia bertanya kepada seorang pria: "Bagaimana kondisi Anda?" Pria itu menjawab: "Aku adalah di antara orang yang mencintai fitnah, membenci al-Haqq dan memberi kesaksian kepada orang yang tidak terlihat." Lalu dia memerintahkan supaya pria itu ditahan. Maka Ali AS menyuruh agar ia dilepaskan seraya berkata: "Apa yang diucapkan oleh pria itu adalah benar." Umar berkata: "Bagaimana Anda bisa mengatakan itu benar?" Ali AS menjawab: "Dia mencintai harta dan anak sebagaimana firmanNya di dalam Surah al- Anfal (8): 28: "Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai fitnah." Dan dia membenci kematian maka itu adalah al-haqq. Dan dia memberi kesaksian bahwa Muhammad adalah Rasulullah sekalipun dia tidak melihatnya. "Kemudian Umar memerintahkan agar ia dilepaskan. [Ibn Qayyim al-Jauziyyah, al-Turuq al-Hukmiyyah, hlm. 46].


45. Khalifah Umar telah menjatuhkan airmuka Rasulullah SAWW di hadapan musyrik yang datang menemui Rasulullah SAWW supaya mengembalikan hamba-hamba mereka yang lari dari mereka. Musyrikin berkata: "Hamba-hamba kami telah datang kepada anda bukanlah karena mereka cinta kepada agama, tetapi mereka lari dari menjadi milik kami dan harta kami. Justru itu kembalilah mereka kepada kami. Lebih-lebih lagi kami adalah tetangga Anda dan orang yang membuat perjanjian damai dengan Anda. "Namun Rasulullah SAWW tidak mau menyerahkan hamba-hamba tersebut kepada mereka karena khawatir mereka akan menyiksa hamba-hamba tersebut. Tapi dia tidak ingin mengungkapkan fakta ini kepada mereka. Lalu Rasulullah SAWW bertanya kepada Umar.Maka Umar menjawab: "Benar kata-kata mereka itu wahai Rasulullah. Mereka itu adalah tetangga kita dan mereka telah membuat perjanjian damai dengan kita." Maka muka Rasulullah SAWW berubah karena jawabannya menyalahi apa yang diinginkan oleh Rasulullah SAWW . [Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, I, hlm. 155; al-Nasa'i, al-Khasa'is, hlm. 11].


46. ​​Khalifah Umar membuat mahr wanita menikah sebelum habis iddahnya untuk Baitul Mal. Kemudian dia memisahkan pasangan tersebut dan berkata "" Nikah adalah haram, mahr adalah haram dan keduanya tidak bisa menikah lagi. "Ali berkata:" Jika orang itu tidak mengetahuinya, wanita tersebut berhak mengambil mahrnya dan dipisahkan pasangan tersebut. Dan ketika habis iddahnya dia menjadi peminangnya. Didalam arti yang lain dia harus menyempurnakan iddahnya yang pertama kemudian menyempurnakan pula iddahnya yang kedua. "Lalu Umar berkata:" Kembalikan "" ketidaktahuan "kepada Sunnah. [Al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubra, VII, hlm. 441; al -Tabari, Dhakha'ir al-'Uqba, hlm. 81] Persoalan yang timbul adalah kenapakah dia membuat mahr hal Baitul Mal dan bukan hak wanita tersebut dan kenapakah dia melarang wanita tersebut pada pria tersebut? Manakah ayat atau Sunnah yang memungkinkan khalifah Umar melakukan sedemikian? Jadi ijtihadnya adalah menyalahi al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAWW.


47. Khalifah Umar mempelajari Surah al-Baqarah selama dua belas tahun. Dan ketika dia selesai mempelajarinya (khatam), dia menyembelih beberapa ekor unta. [Al-Qurtubi, Ahkam al-Qur'an, I, hlm. 34; al-Durr al-Manthur, I, hlm. 21] Oleh karena itu untuk mempelajari semua al-Qur'an dia memerlukan waktu yang lebih lama. Ini sebelum khalifah Umar menjadi seorang yang pelupa, terkadang dia melupakan jumlah raka'at shalat, lalu dia menyuruh seorang pria berdiri di depannya untuk memberikan sinyal kepadanya sehingga dia berdiri atau rukuk, kemudian dia melakukannya. [Ibn Jauzi, Sirah Umar b. Khattab, hlm. 135; Ibn Abi l-Hadid, Syarh Nahj al-Balaghah, III, hlm. 110].


48. Khalifah Umar telah membuat "enam jengkal" sebagai ukuran baligh. Dia berkata: "Jika kalian menemukan anak kecil yang mencuri itu setinggi enam jengkal (sittah asyar) genap, maka kalian potonglah tangannnya. Jika tidak tinggallah dia."

Di riwayatkan dari Sulaiman bin Yasar, "Sesungguhnya Umar mendatangi seorang anak yang telah mencuri, lalu dia mengukur budak tersebut, tetapi ini tidak cukup enam jengkal tepat lalu ditinggalkannya." [Al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, I, hlm. 116].

Jadi ijtihadnya itu adalah bertentangan dengan Sunnah Rasulullah SAWW yang mengatur baligh melalui ihtilam (mimpi) dan tumbuh bulu di kemaluan. [Al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubra, V, hlm. 54-55].


49. Khalifah Umar menyesali menjadi seorang manusia. Dia berkata: "Alangkah beruntungnya jika aku menjadi seekor kambing keluargaku. Mereka menggemukkan aku seperti yang mereka suka. Kemudian aku menjadi makanan kepada orang yang menyukainya. Mereka mengiris bagian dariku dan memanggang sebagian yang lain. Kemudian mereka memakan aku dan mereka mengeluarkan aku sebagai najis dan aku tidak menjadi manusia lagi. "[al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, VI, hlm. 345; Ibn Taimiyyah, Minhaj al-Sunnah, III, hlm. 131; Abu Nu'im, Hilyah al-Auliya ', I, hlm. 52].

Seharusnya khalifah Umar tidak mengeluarkan kata-kata tersebut karena ini bertentangan dengan Surah al-Tin (95): 4: "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya." Dan jika dia benar seorang wali Allah kenapa dia menyesal menjadi manusia, sedangkan Allah telah menjamin di dalam Surah Yunus (10): 62: "Ingatlah, sesungguhnya walil-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati."


50. Khalifah Umar telah menhentikan pemberian zakat kepada muallaf. [Al-Suyuti, Tarikh al-Khulafa, hlm. 137 dan lain-lain] Tindakan ini bertentangan dengan al-Qur'an Surah al-Taubah (4): 60, "Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang faqir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya .... "


51. Khalifah Umar meminta izin 'Aisyah agar ia dimakamkan di sisi Rasulullah SAWW, lalu' Aisyah menyetujui permohonannya. [Al-Bukhari, Sahih, V, hlm. 266] Pertanyaannya kenapakah dia memohon izin dari 'Aisyah? Apakah 'Aisyah menerima pusaka Rasulullah SAWW? Dimana kata-kata "Kami para Nabi tidak meninggalkan pusaka?" Jika ia meninggalkan warisan tidakkah pewaris-pewaris putrinya lebih berhak dari 'Aisyah karena saham' Aisyah hanya sepersembilan dari seperdelapan? Tampaknya khalifah Umar sudah tidak mempercayai kata-kata "Kami para Nabi tidak meninggalkan warisan." Lantas dia memohon izin dari 'Aisyah. Seharusnya dia memohon izin dari pewaris-pewaris Fatimah AS yang memiliki hak yang lebih banyak darinya.


52. Khalifah Umar mengakui kegelisahan dan ketakutannya untuk menghadapi Allah SWT. Ibn Abbas berkata kepadanya setelah dia ditikam "Wahai Amirul Mukminin apakah Anda telah bersahabat dengan RAsulullah dan persahabatan Anda dengannya adalah baik. Kemudian ia meninggalkan Anda di dalam kondisi ridha terhadap Anda. Kemudian Anda bersabahat pula dengan Abu Bakar, maka persahabatan Anda dengannya adalah baik, dia meninggalkan Anda di dalam keadaan ridha terhadap Anda. Kemudian Anda bersahabat dengan sahabat-sahabat mereka, maka persahabatan Anda adalah baik dan jika Anda meninggalkan mereka, maka mereka meridhai Anda. "Umar menjawab:" Adapun apa yang Anda sebutkan tadi tentang persahabatan dengan Rasulullah dan keredhaannya, ini merupakan suatu karunia dari Allah SWT yang dilimpahkan kepadaku. Adapun apa yang Anda sebutkan tentang persahabatan dengan Abu Bakar dan keredhaannya, maka itu juga suatu karunia dari Allah SWT yang dilimpahkan kepadaku. Tapi apa yang Anda lihat tentang kegelisahan dan ketakutanku adalah karena Anda dan para sahabat anda.Demi Allah jika aku memiliki segunung emas, niscaya aku menebus diriku dengannya dari azab Allah sebelum aku menemui. " [Al-Bukhari, Sahih, II, hlm. 201].

Sikap tersebut telah dijelaskan oleh Allah SWT di dalam Surah Yunus (10): 54: "Dan kalau setiap diri yang lalim itu memiliki segala apa yang ada di bumi ini, tentu dia menebus dirinya dengan itu ..."

Dan jika dia seorang wali Allah, dia tidak perlu khawatir dengan azab Allah SWT. Karena Dia berfirman di dalam Surah Yunus (10): 62: "Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati yaitu orang-orang yang beriman dan selalu bertakwa bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat Allah yang demikian itu adalah kemenangan yang besar. "

Pengakuan tersebut telah dilakukan juga oleh khalifah Abu Bakar, al-Barra bin 'Azib,' Aisyah dan Anas bin Malik. Al-Bukhari, Sahih, I, hlm. 74 meriwayatkan bahwa Anas bin Malik berkata: 'Tidak ada suatupun yang aku ketahui di zaman Nabi SAWW lebih baik dari shalat (shalat). Dia berkata: "Tidakkah kalian telah menghilangkan sesuatu padanya?" Dan al-Zuhri berkata: "Aku bertemu Anas bin Malik di Damaskus ketika itu dia sedang menangis. Abu bertanya kepadanya: Apakah yang menyebabkan Anda menangis? Dia menjawab: Aku tidak mengetahui sesuatupun selain dari sembahyang (shalat) itupun telah dihilangkan. "

Al-Bukhari, Sahih, II, hlm. 154 dan Muslim, Sahih, I, hlm. 260, meriwayatkan bahwa khalifah Utsman dan 'Aisyah telah mengubah Sunnah Rasulullah SAWW tentang shalat. Karena mereka mengerjakan shalat empat rakaat (Itmam) di Mina sedangkan Rasulullah SAWW mengerjakan shalat dua rakaat (qasr) di Mina.

Al-Bukhari juga di dalam Sahihnya, I, hlm. 122 meriwayatkan dari Abi Sa'id al-Khudri, dia berkata: "Rasulullah SAWW keluar shalat di hari 'Aid al-Fitr dan' Aid al-Adha ke masjid, kemudian ia bertemu dengan orang-orang di barisan depan. Kemudian ia mulai berkhotbah menasihati mereka, menyuruh mereka atau memecahkan masalah saat. Dan setelah itu beliaupun pergi. "Abu Sa'id berkata:" Cara demikian berlanjut sampai pada suatu hari aku keluar bersama Marwan gubernur Madinah pada waktu itu, ke masjid yang memiliki mimbar yang dibangun oleh Katsir bin al-Salt. Marwan terus menuju ke mimbar tersebut sebelum shalat. Kemudian aku menarik kainnya. Tapi dia menolakku dan terus ke mimbar dan memberi khotbah kepada orang banyak sebelum dia shalat. Maka akupun berkata kepadanya: Demi Allah, kalian telah mengubah Sunnah Rasulullah.Dia menjawab: Wahai Abu Sa'id, apa yang Anda ketahui telah hilang begitu sahaja.Aku menjawab: Apa yang aku ketahui adalah lebih baik, demi Allah, dari apa yang aku tidak mengetahuinya.Marwan berkata: Orang tidak akan duduk mendengarkan khutbah kita setelah shalat. Justru itu aku jadikan (khutbah) sebelum shalat. "

Jadi pengakuan-pengakuan tersebut membuktikan bahwa sahabat bukan semuanya adil. Bahkan ada yang mengubah Sunnah Rasulullah SAWA.Dan mungkin inilah yang membuat mereka merasa khawatir terhadap azab Allah SWT.Dan mereka mengakui bahwa tidak ada keistimewaan menjadi sahabat Rasulullah SAWW jika mereka mengubah Sunnahnya pula.


53. Khalifah Umar berniat untuk menunjuk Salim hamba Abu Huzaifah menjadi khalifah jika ia masih hidup. Jadi kata-katanya adalah bertentangan dengan kata-katanya yang mendukung Abu Bakar di Saqifah. Para imam harus dari Quraisy karena Salim adalah seorang hamba dan dia bukanlah dari Quraisy. [Ibn Qutaibah, al-Imamah wal-Siyasah, I, hlm. 19].


54. Khalifah Umar menghukum rajam pada wanita yang hamil selama enam bulan kemudian melahirkan anak.Lalu Ali AS membantahnya dan membacakan firman Allah SWT di dalam Surah al-Ahqaf (46): 15: "Ibunya mengandungkannya sampai menyusunya adalah tiga puluh bulan" dan firmanNya di dalam Surah Luqman (31): 14: "Penyusuannya selama dua tahun."

Oleh itu "mengandung" setidaknya adalah enam bulan dan penyusuannya adalah selama dua tahun.Kemudian Umar mencabut hukumannya dan berkata: "Jika tidak ada Ali, niscaya binasalah Umar." [Al-Suyuti, al-Durr al-Manthur, I , hlm. 288; al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, III, hlm. 96; al-Tabari, Dhakha'ir al-Uqba, hlm. 82, dan lain-lain].


55. Khalifah Umar telah menetapkan hukum had atas Ja'dah dari Bani Sulaim tanpa saksi yang memadai. Dia cukup dengan surat yang berisi syair tentang perzinaannya yang dikirim oleh Buraid. [Ibn Sa'd, Tabaqat, III, hlm. 205] Karena itu ijtihadnya adalah bertentangan dengan al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAWW yang membutuhkan empat orang saksi atau pengakuan secara sukarela.


56. Khalifah Umar telah lari di dalam peperangan Uhud, Hunain, dan Khaibar. [Al-Bukhari, Sahih, III, hlm. 46; al-Hakim, al-Mustadrak, III, hlm.37; al-Dhahabi, al-Talkhis, III, hlm. 37 dan lain-lain].


57. Khalifah Umar telah mengambil setengah dari harta kekayaan gubernur-gubernurnya karena dia menduga mereka melakukan pelanggaran kepercayaan terhadap Baitul Mal. Persoalan yang timbul, jika harta tersebut adalah hasil dari pencurian dari Baitul Mal, maka ia wajib dikembalikan seluruhnya, dan bukan dengan cara membagi dua. Dan mereka pula wajib dipecat dari jabatan tersebut karena mereka telah melakukan pelanggaran kepercayaan. Tetapi khalifah Umar tidak memecat mereka semua. Dan jika harta tersebut diusahakan oleh mereka melalui jalan yang halal seperti bisnis atau sejenisnya, maka dia tidak harus mengambil dari mereka. Karena tidak halal mengambil harta seorang Muslim kecuali dengan keredhaannya. Bahkan dia telah mengambilnya dari mereka secara paksa. [Ibn Abil Hadid, Syarh Nahj al-Balaghah, III, hlm. 163].


58. Khalifah Umar telah memaafkan gubernurnya Muawiyah di Syam dari membagi dua hartanya. Sedangkan Muawiyah dikenal sebagai seorang yang mengambil harta Baitul Mal Muslimin. Melainkan mempertahankan posisinya dengan mengatakan bahwa dia adalah kisra Arab. Sedangkan Nabi SAWW telah memarahinya dan ayahnya. Seharusnya dia tidak melamar sebagai gubernur di Syam karena orang lain lebih layak darinya. [Al-Tabari, Tanggal, XI, hlm. 357].


59. Khalifah Umar telah memerintahkan rajam wantia yang sedang hamil karena melakukan zina. Ali AS membantahnya dan mengatakan: "Jika Anda memiliki kekuasaan di atasnya tetapi Anda tidak memiliki kuasa atas janinnya." Kemudian Umar berkata: "Setiap orang adalah lebih alim dariku." [Al-Tabari, Dhakha'ir al-Uqba, hlm. 81].


60. Khalifah Umar telah menjalankan hukum terbatas pada Abdul Rahman pada kali kedua karena alkohol. Sebenarnya Umru bin al-'As telah menjalankan hukum had keatasnya di Mesir dan disaksikan oleh anaknya, Abdullah bin Umar. Tetapi khalifah Umar tidak mengindahkannya. Kemudian dia memukulnya pada kali kedua: "Abdul Rahman melaung meminta tolong sambil berkata:" Aku sedang sakit, demi Tuhan, Anda (Umar) adalah pembunuhku. "Dan setelah dia menjalankan batas atasnya dia menahannya pula selama sebulan, kemudian dia meninggal dunia. Sepatutnya dia tidak mengenakan batas atasnya pada kali kedua dan menunggu sampai dia sembuh dari sakitnya dan tidak menahannya pula. [Ibn Abd Rabbih, al-aqd al-Farid, III, hlm. 470; al-Khatib, Tarikh Baghdad, VI, hlm. 450 ; Ibn Abil Hadid, Syarh Nahj al-Balaghah, III, hlm. 127].


61. Khalifah Umar kurang mengetahui ilmu faraidh. Dia berkata: "Siapa yang ingin bertanya tentang ilmu faraidh, maka hendaklah dia bertanya kepada Zaid bin Tsabit. Dan siapa yang ingin harta, harus dia memohon kepadaku karena aku adalah penjaganya." [Al-Hakim, al-Mustadrak, III, hlm. 271; Abu Ubaid, Kitab al-Amwal, hlm. 223].


62. Khalifah Umar adalah orang yang pertama mengharamkan nikah mut'ah. [Al-Suyuti, Tarikh al-Khulafa ', hlm. 137] Pernyataan al-Suyuti berarti:

a) Nikah mut'ah adalah halal menurut Islam.

b) Khalifah Umarlah yang mengharamkan nikah mut'ah yang telah dihalalkan pada masa Rasulullah SAWW, khalifah Abu Bakar dan pada masa awal zaman khalifah Umar.

c) Umar memiliki hak veto yang bisa membatalkan atau membatalkan hukum nikah mut'ah sekalipun itu halal di sisi Allah dan RasulNya. Al-Suyuti seorang Mujaddid Ahlil Sunnah abad ke-6 Hijrah percaya bahwa nikah mut'ah adalah halal, karena pengharamannya adalah dilakukan oleh Umar dan bukan oleh Allah dan RasulNya.Kenyataan al-Suyuti adalah berdasarkan kepada al-Qur'an dan kata-kata Umar sendiri.


Sebenarnya para ulama Ahlu Sunnah sendiri telah mencatat bahwa Umarlah yang telah mengharamkan nikah mut'ah seperti berikut:

a) Al-Baihaqi di dalam al-Sunan, V, hlm. 206, meriwayatkan kata-kata Umar, "Dua mut'ah yang dilakukan pada masa Rasulullah SAWW tetapi aku melarang keduanya dan aku akan mengenakan hukuman ke atasnya, yaitu mut'ah perempuan dan mut'ah haji.

b) Al-Raghib di dalam al-Mahadarat, II, hlm. 94 meriwayatkan bahwa Yahya bin Aktam berkata kepada seorang syaikh di Basrah: "Siapakah orang yang Anda ikuti tentang harusnya nikah mut'ah." Dia menjawab: "Umar al-Khatab." Dia bertanya lagi, "Bagaimana sedangkan Umarlah orang yang melarangnya." Dia menjawab: "Menurut riwayat yang sahih bahwa dia naik mimbar masjid dan berkata: Sesungguhnya Allah dan RasulNya telah menghalalkan untuk kalian dua mut'ah tetapi aku aku melarang keduanya (mut'ah perempuan dan mut'ah haji). Maka kami menerima kesaksiannya tetapi kami tidak menerima pengharamannya. ".

c) Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata: "Kami telah melakukan nikah mut'ah dengan segenggam kurma dan gandum selama beberapa hari pada masa Rasulullah dan Abu Bakar sampai Umar melarang dan mengharamkannya dalam kasus Umru bin Harith. [Muslim, Sahih, I, hlm. 395; Ibn Hajar, Fatih al-Bari, IX, hlm.41; al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, VIII, hlm. 294].

d) Dari Urwah bin al-Zubair, "Sesungguhnya Khaulah bt. Hakim bertemu Umar al-Khattab dan berkata:" Sesungguhnya Rabiah bin Umayyah telah melakukan nikah mut'ah dengan seorang perempuan, kemudian perempuan itu hamil, maka Umar keluar dengan marah dan berkata: "Jika aku telah memberitahukan kalian tentang awal niscaya aku merejamnya." Isnad hadits ini adalah tsiqah, dikeluarkan oleh Malik dalam al-Muwatta ', II, hlm. 30; al-Syafi'i, al-Umm, VII, hlm. 219; al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubra, VII, hlm. 206].

e) Kata-kata Ali AS, "Jika Umar tidak melarang nikah mut'ah niscaya tidak seorang pun berzina melainkan orang yang celaka." [al-Tabari, Tafsir, V, hlm. 9; Fakhruddin al-Razi, Mafatih al-Ghaib, III, hlm.200; al-Suyuti, al-Durr al-Manthur, II, hlm. 140]

Kata-kata Ali AS ini menolak dakwaan orang yang mengatakan bahwa Ali telah melarang nikah mut'ah karena beliau tidak menghapuskan ayat di dalam Surah al-Nisa '(4): 24.

f) Dari Ibnu Juraij, dari 'Atha' dia berkata: "Aku mendengar Ibnu Abbas berkata: Semoga Allah merahmati Umar, mut'ah adalah rahmat Tuhan kepada umat Muhammad dan jika ia tidak dilarang (oleh Umar) niscaya seorang itu tidak perlu berzina melainkan orang yang celaka." [al-Jassas, al-Ahkam al-Qur'an, II, hlm. 179; al-Zamakhshari, al-Fa'iq, I, hlm. 331; al-Qurtubi, Tafsir, V, hlm. 130].

Riwayat Ibn Abbas tersebut membantah tuduhan orang yang mengatakan Ibn Abbas telah menarik kata-katanya tentang mut'ah. Namun halalnya mut'ah tidak kendali kepada pendapat Ibn Abbas tetapi kendali kepada Surah al-Nisa (4): 24 yang tidak dicabut.

Di sini disebutkan nama-nama sahabat dan tabi'in yang telah mengamalkan nikah mut'ah atau mempercayai itu halal seperti berikut:
1. Umran b. al-Hasin.
2. Jabir b. Abdullah.
3. Abdullah b. Mas'ud.
4. Abdullah b. Umar.
5. Muawiyah b. Abi Sufyan.
6. Abu Said al-Khudri.
7. Salman b. Umayyah b, Khalf
8. Ma'bad b. Umayyah.
9. al-Zubair bin al-Awwam yang menikahi Asma 'bt khalifah Abu Bakar secara mut'ah selama tiga tahun dan melahirkan dua orang anak lelaki bernama Abdullah da Urwah.
10. Khalid b. Muhajir.
11. Umru b. Harith.
12. Ubayy b. Ka'ab.
13. Rabi'ah b. Umayyah.
14. Said b. Jubair.
15. Tawwus al-Yamani.
16. 'Ata' Abu Muhammad al-Madani.
17. al-Sudi.
18. Mujahid.
19. Zufar b. Aus al-Madani.
20. Ibn Juraij.
21. Ali bin Abi Thalib.
22. Umar b. al-Khattab sebelum dia mengharamkannya dan diakui oleh anaknya Abdullah bin Umar.

Nama-nama tersebut adalah diambil dari buku-buku Hadis Ahlu Sunnah dan lain-lain di mana saya tidak memberi referensi lengkap karena kesempitan ruang, lihatlah misalnya buku-buku sahih bab nikah mut'ah dan lain-lain.

Di sini ada pendapat-pendapat Ahlu Sunnah yang mengatakan nikah mut'ah telah dicabut, kemudian, diharuskan, kemudian dicabut, kemudian diharuskan kembali. Ia memiliki 15 pendapat yang berbeda-beda seperti berikut:
1. Nikah mut'ah diharuskan pada awal Islam, kemudian Rasulullah SAWW menegahnya di dalam Perang Khaibar.
2. Ini bisa dilakukan ketika darurat di waktu-waktu tertentu kemudian dilarang pada akhir tahun Haji Wada '.
3. Ia diharuskan selama 3 hari saja.
4. Diharuskan pada tahun al-Autas kemudian dilarang.
5. Diharuskan pada Haji Wada 'kemudian dilarang kembali.
6. Diharuskan, kemudian dilarang pada saat pembukaan Mekah.
7. Ini harus, kemudian dilarang dalam Perang Tabuk.
8. Diharuskan pada pembukaan Mekah dan dilarang pada hari itu juga.
9. Ia dihalalkan pada Umrah al-Qadha '.
10. Ia tidak pernah diharuskan di dalam Islam. Pendapat ini bertentangan dengan al-Qur'an, Sunnah Nabi SAWW, Ahlul Baytnya dan sahabat-sahabat.
11. Ia diharuskan kemudian dilarang pada Perang Khaibar kemudian diizin kembali pada saat pembukaan Mekah kemudian diharamkannya setelah tiga hari.
12. Diharuskan pada awal Islam kemudian diharuskan pada Perang Khaibar kemudian diharuskan pada Perang Autas, kemudian dilarang.
13. Diharuskan pada awal Islam pada tahun Autas, pembukaan Mekah dan Umrah al-Qadha 'dan dilarang pada Perang Khaibar dan Tabuk.
14. Ia telah diharuskan, kemudian dicabut, kemudian diharuskan, kemudian dicabut, kemudian diharuskan kemudian dicabut.
15. Diharuskan 7 kali, dihapuskan 7 kali, dihapuskan pada Perang Khaibar, Hunain, 'Umra al-Qadha', tahun pembukaan Mekah, tahun Autas, Perang Tabuk dan saat Haji Wada '.
[Al-Jassas, Ahkam al-Qur'an, II , hlm. 183; Muslim, Sahih, I, hlm. 394; Ibn Hajar, Fath al-Bari, IX, hlm. 138; al-Zurqani, Syarh al-Muwatta ', hlm. 24].

Lihatlah bagaimana perselisihan telah terjadi tentang nikah mut'ah di mana mereka sendiri tidak yakin kapan ia dicabut atau sebaliknya. Namun pendapat-pendapat tersebut memberi arti bahwa hukum nikah mut'ah bisa dipermainkan-mainkan karena mengandung beberapa proses pengharusan dan larangan, maka ini tidak mungkin dilakukan oleh Allah dan RasulNya.

Ini telah dilakukan oleh al-Zubair bin al-Awwam dengan Asma 'bt. khalifah Abu Bakar selama tiga tahun dan melahirkan dua orang anak mut'ah.

Sebenarnya pengharusan nikah mut'ah itu berasal dari al-Qur'an, firmanNya (Surah al-Nisa (4): 24: "Maka istri-istrimu yang kamu nikmati (mut'ah) di atas mereka, berikanlah kepada mereka maharnya sebagai suatu kewajiban. "Menurut al-Zamakhsyari, ayat ini adalah Muhkamah, yaitu tidak dicabut [al-Kasysyaf, I hlm. 190] yaitu nikah mut'ah adalah halal.

Al-Qurtubi menyatakan, penduduk Mekah banyak melakukan nikah mut'ah [Tafsir, V, hlm. 132]. Fakhruddin al-Razi berkata: "Mereka berselisih pendapat tentang ayat ini, apakah itu dihapuskan atau tidak, tapi sebagian besar berpendapat ayat ini tidak dicabut dan nikah mut'ah adalah harus." [Mafatih al-Ghaib, III, hlm. 200] Abu Hayyan berkata: "Setelah menukilkan hadits yang mengharuskan nikah mut'ah, sekelompok dari Ahlul Bait dan Tabi'in berpendapat nikah mut'ah adalah halal." Ibn Juraij (w.150H) pula berpendapat bahwa nikah mut'ah adalah harus . Imam Syafi'i menegaskan bahwa Ibn Juraij telah menikah mut'ah dengan 72 orang perempuan, sementara al-Dhahabi pula menyatakan Ibn Juraij telah bermut'ah dengan 90 orang perempuan. [Tadhib al-Tahdhib, VI, hlm. 408].

Perhatikanlah bahwa Ibn Juraij adalah seorang dari Tabi'in dan imam masjid Mekah, telah menikah secara mut'ah dengan 90 orang perempuan dan dia juga telah meriwayatkan hadits yang banyak di dalam sahih-sahih Ahlul Sunnah seperti Bukhari, Muslim dan lain-lain. Ini berarti kitab-kitab sahih tersebut telah dikotori (berdasarkan bahwa lawan) dan tidak otentik lagi jika orang yang melakukan nikah mut'ah itu dianggap pezina.

Ayat tersebut tidak dicabut oleh Surah al-Mukminun ayat 6 dan Surah al-Ma'arij ayat 30, karena kedua ayat tersebut adalah Makkiyyah dan ayat Makkiyyah tidak dapat menghapuskan ayat Madaniyyah, begitu juga ia tidak dapat dihapuskan dengan ayat al-Mirath ( pusaka) karena dalam nikah biasa sekalipun mirath tidak bisa terjadi jika si istri melakukan nusyuz terhadap suaminya atau istrinya seorang kitabiyah. Sebagaimana juga ia tidak dapat dihapuskan dengan ayat Talaq, karena nikah mut'ah dapat ditalak (dapat dibatalkan) dengan berakhirnya masa. Ia juga tidak dapat dihapuskan dengan hadits mengiku jumhur ulama.

Imam Zulfar berpendapat meskipun ditetapkan, tetapi ia tidak membatalkan akad nikah. Imam Malik pula mengatakan nikah mut'ah adalah harus sampai adanya dalil yang memansuhkannya. Imam Muhammad al-Syaibani mengatakan nikah mut'ah adalah makruh. [Al-Sarkhasi, al-Mabsut, V, hlm. 160] Demikianlah beberapa pendapat yang menunjukkan nikah mut'ah adalah harus tetapi dilarang oleh khalifah Umar al-Khattab.

Adapun persyaratan nikah mut'ah menurut Islam adalah sebagai berikut:
i. Mahar.
ii. Ajal (periode)
iii. Akad yang berisi ijab dan kabul dan itu sah dilakukan secara perwakilan
iv. Perceraian setelah berakhirnya periode
v. Iddah
vi. Sabitnya nasab (keturunan)
vii. Tidak sabitnya pusaka di antara suami dan istri jika ia tidak syaratkan.

Inilah persyaratan nikah mut'ah menurut Ahlu Sunnah dan Syiah dan inilah yang telah dilakukan oleh para sahabat dan tabi'in. Adapun kata-kata bahwa 'nikah mut'ah dapat dilakukan dengan isteri orang' adalah kebohongan yang besar dan itu menyalahi nas. Jadi para Imam Ahlul Bait AS dan para ulama Syiah mengharamkannya. Karena ijab setiap nikah, apakah nikah mut'ah atau da'im (biasa) adalah dipihak perempuan atau wakilnya, maka perempuan tersebut atau wakilnya harus mengetahui bahwa 'dia' bukanlah istri orang, jika tidak, ia tidak bisa mengucapkan ijab, "aku nikahkan diriku akan dikau dengan mas kawinnya sebesar seribu dolar selama tiga tahun. "Umpamanya pria menjawab:" Aku terimalah nikah. "Imam Baqir dan Imam Ja'far al-Sadiq AS mengatakan bahwa pihak pria tidak wajib bertanya apakah siperempuan itu istri orang atau tidak, karena sudah pasti menurut hukum syarak perempuan yang akan menikah harus bukan istri orang. Jika ditemukan itu istri orang maka nikah mut'ah atau nikah biasa itu adalah tidak sah. Namun adalah disunatkan seorang itu bertanya kondisi perempuan itu apakah masih istri orang atau sebagainya.

Tentang wali Ahlul Sunnah tidak sependapat apakah wali adalah wajib bagi perempuan yang ingin menikah. Abu Hanifah misalnya menyatakan wali adalah tidak wajib bagi janda dan anak dara yang sudah akil baligh dengan syarat ia menikah dengan seorang yang sekufu dengannya. [Malik, al-Muwatta ', I, hlm. 183] Abu Yusuf dan al-Syaibani pula berpendapat wali adalah peru tetapi tua tidak ada hak untuk memaksa putrinya melainkan ia di bawah umur. [Ibn Hazm, al-Muhalla, hlm. 145] Imam Ja'far al-Sadiq AS berpendapat wali tidak wajib dalam nikah kecuali bagi anak dara. Tapi ia didorong di dalam semua kondisi untuk penentuan harta dan keturunan. [Al-Tusi, Tahdbib al-Ahkam, VII, hlm. 262] Sebenarnya ide wali nikah menurut Imam Malik adalah dikaitkan dengan khalifah Umar al-Khattab yang diriwayatkan oleh Sa'id bin al-Musayyab, bahwa seorang tidak diperbolehkan menikah tanpa izin walinya atau keluarganya yang baik atau pemerintah [Sahnun, al-Mudawwannah al Kubra, IV, hlm. 16].

Tentang saksi di dalam nikah, Imam Ja'far al-Sadiq AS tidak mewajibkan saksi dalam nikah mut'ah atau nikah biasa, tetapi disunatkan melakukannya bagi manajemen properti dan penentuan nasab keturunan. [Al-Tusi, al-Istibsar, III , hlm. 148] Sebenarnya di dalam al-Qur'an tidak ada ayat yang mewajibkan wali dan saksi dalam nikah, misalnya firman Allah dalam Surah al-Nisa (4): 3 ..... "maka nikahilah wanita-wanita yang kamu senangi dua , tiga dan empat. " Ini berarti Allah tidak mewajibkan saksi dan wali di dalam pernikahan karena untuk memberi fasilitas kepada umat manusia tetapi Dia mewajibkan saksi dalam perceraian, firmanNya dalam Surah al-Talaq (65): 2 .... "Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu. " Imam Ja'far al-Sadiq AS mengatakan bahwa dua saksi di dalam talak adalah wajib. Namun ia tidak menyangkal bahwa saksi adalah didorong, lantaran itu hadits "Tidak ada nikah kecuali dengan wali dan dua orang saksi" adalah hadits yang lemah. Itulah nikah mut'ah yang terpercaya oleh mazhab Ja'fari dan itu adalah sama seperti yang dilakukan pada zaman Nabi SAWW dan zaman sahabatnya, dengan penjelasan ini, semoga ini dapat dibedakan di antara prostitusi dan nikah mut'ah.

Kesimpulannya, nikah mut'ah adalah halal sampai Hari Kiamat berdasarkan Surah al-Nisa (4): 24. Ini adalah ayat muhkamah yang tidak dicabut, hanya khalifah Umar saja yang membatalkan nikah mut'ah pada masa pemerintahannya. Jadi ijtihadnya adalah menyalahi nas, dengan itu kata-kata al-Suyuti bahwa khalifah Umar adalah orang yang pertama mengharamkan nikah mut'ah adalah wajar dan tepat nas. Namun saya sekali-kali tidak mendorong siapa pun untuk melakukannya walau di mana sekalipun.


63. Khalifah Umar mengenakan hada pada pria Badui yang mabuk karena meminum minuman Umar. Pria itu berkata: "Sesungguhnya aku minum dari minuman Anda." Umar menjawab: "Aku kenakan batasan pada Anda karena mabuk dan bukan karena minuman (ku)." Kemudian dia menambahkan air ke dalam minuman tersebut lalu dia meminumnya setelah menetapkan batasan pada pria tersebut. [Ibn Abd Rabbih, al-aqd al-Farid, III, hlm. 416; al-Jassas, Ahkam al-Qur'an, II, hlm. 565; al-Nasai, al-Sunan, VIII, hlm. 326]

Dan ijtihadnya itu adalah bertentangan dengan Sunnah Nabi SAWW: "Aku melarang kalian meminum minuman yang sedikit ketika banyaknya memabukkan." [Al-Darimi, al-Sunan, II, hlm. 113; al-Nasai, al-Sunan, VIII, hlm. 301].


64. Khalifah Umar melegalkan minuman keras al-Tala '(jenis anggur yang diperas) ketika itu direbus dan dihilangkan dua sepertiganya. [Al-Baihaqi, al-Sunan VIII, hlm. 300; al-Nasai, al-Sunan, VIII, hlm. 329; al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, III, hlm. 109; Malik, al-Muwatta ', II, hlm. 180] Jadi ijtihadnya itu adalah bertentangan dengan Sunnah Rasulullah SAWW, "Setiap yang memabukkan adalah haram." [Al-Turmidhi, Sahih, I, hlm. 324; al-Nasai, al-Sunan, VIII, hlm. 300].


65. Khalifah Umar masih meminum minuman keras (alkohol) pada masa Rasulullah SAWW sampai turunnya ayat di dalam Surah al-Maidah (5): 91, "Sesungguhnya setan itu berarti akan menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan judi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). "

Di dalam pusat mabuknya dia membaca beberapa bait syair antaranya:

Katakan kepada Allah,

apakah Dia menegahku dari minumanku?

Katakan kepada Allah,

apakah Dia akan menegahku dari makananku?


Ketika sampai berita ini kepada Rasulullah SAWW, beliau keluar di dalam keadaan marah lalu memukul Umar. Dan Umar berkata: "Aku mohon dengan Allah dari kemurkaanNya dan kemurkaan RasulNya." Kemudian turunlah ayat di dalam Surah al-Maidah (5): 91, "Umar berkata:" Kami telah menghentikannya, kami telah menghentikannya. "

Seharusnya dia telah menghentikan praktek tersebut ketika ayat kedua dalam Surah al-Baqarah (2): 219 tentang khamar (arak) diturunkan. Karena itu sudah cukup sebagai peringatan kepadanya sekalipun itu bukanlah larangan sepenuhnya. Riwayat yang lain pula mengatakan bahwa Umar masih berada di dalam acara arak, tiba-tiba seorang pria memberitahukan kepadanya bahwa ayat pengharaman arak secara qat'i telah diturunkan.

Lalu dia berkata: "Kami telah menghentikannya. Kami telah menghentikannya!" Sebenarnya acara arak itu terjadi di klub Abu Thalhah. Ibn Hajr di dalam Fathul Bari, X, hlm. 30, telah mencantumkan nama-nama para sahabat yang terlibat di dalam acara arak di klub Abu Thalhah seperti berikut:
1. Abu Bakar bin Abi Qahafah pada waktu itu berumur 58 tahun.
2. Umar bin al-Khattab pada waktu itu berumur 45 tahun.
3. Abu Ubaidah al-Jarrah pada waktu itu berumur 48 tahun.
4. Abu Thalhah Zaid bin Sahal, tuan klub pada saat itu berumur 44 tahun.
5. Suhail bin Baidha ', wafat setahun setelah peristiwa tersebut, karena sakit tua.
6. Ubayy bin Ka'ab.
7. Abu Dujanah Samak bin Kharsyah.
8. Abu Ayyub al-Anshari.
9. Abu Bakar bin Syaghub.
10. Anas bin Malik sebagai server mereka (di saqi al-qaum) pada waktu itu berumur 18 tahun. [Al-Tabari, Tafsir, II, hlm. 203; Abu Daud, al-Sunan, II, hlm. 128; Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, I, hlm. 53; al-Nasa'i, al-Sunan, VIII, hlm. 287; al-Jassas, Ahkam al-Qur'an, II, hlm. 245; al-Hakim, al-Mustadrak, II, hlm. 278; al-Suyuti, al-Durr al-Manthur, I. hlm. 252; Ibn Hajr, fath al-Bari, X, hlm.30 dan lain-lain].


66. Khalifah Umar telah menetapkan batas tanpa menurut hukum Islam. Seorang peminum arak dibawa kepadanya, lalu dia memerintahkan Muti 'bin al-Aswad agar melakukan hukuman had ke atasnya. Kemudian dia melihatnya memukulnya dengan pukulan yang kuat lalu dia berkata kepadanya: "Anda telah membunuh pria itu. Berapa kalikah Anda telah memukulnya?" Dia menjawab: "Enam puluh kali." Lalu Umar berkata: "Buatlah dua puluh pukulan yang belum dilaksanakan itu sebagai menepati pukulan Anda "yang kuat," maka jumlahnya cukup 80. "Kedua hukumannya itu adalah bertentangan dengan Sunnah Nabi SAWW yang menghukum peminum arak sebanyak 40 kali cambuk. [al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubra, VIII, hlm. 317; al-Suyuti, Tarikh al-Khulafa ', hlm. 137].


67. Khalifah Umar berkata: "Barangsiapa mengatakan aku seorang yang alim, maka dia adalah bodoh dan siapa yang mengatakan dia mukmin maka dia adalah kafir." [Al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, I, hlm. 103]

Kata-katanya yang pertama bertentangan dengan firman Tuhan di dalam Surah al-Zumar (39): 9: "Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui (orang-orang jahil)?" Dan kedua, ini bertentangan dengan firmanNya di dalam Surah Ali Imran (3): 52: "Hawariyyun mengatakan: Kamilah penolong-penolong (agama) Allah, kami beriman (ammana) kepada Allah."


68. Khalifah Umar tidak mendorong kaum Muslimin mengunjungi Yerusalem karena khawatir mereka akan membuat Haji seperti di Mekah. Dia memukul dua pria yang melintasi Yerusalem. [Al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, VII, hlm. 157] ijtihadnya itu adalah bertentangan dengan Sunnah Rasulullah SAWW yang mendorong kaum Muslimin menziarahi atau beribadat pada tiga masjid. Rasulullah SAWW bersabda: "Petualangan diharuskan pada tiga masjid, Masjid Haram, Masjid aku ini dan Masjid al-Aqsha '. [Ahmad bin Hanbal, asl-Musnad, II, hlm. 234; Muslim, Sahih, I, hlm. 392; al -Nasai, al-Sunan, II, hlm. 37].


69. Khalifah Umar telah membentuk dewan syura yang aneh dan menakutkan. Dan ini harus dihentikan dalam waktu tiga hari dan dikendalikan oleh 50 orang tentara yang lengkap dengan senjata. Dia menunjuk enam orang; Sa'd bin Abu Waqas, Abdurrahman bun Auf, Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, al-Zubair bin al-Awwam dan Utsman bin Affan. Kemudian dia mencaci mereka dengan cacian-cacian yang tidak memberikan hak mereka menjadi khalifah. Kemudian dia berkata: "Jika seorang dari mereka menentang dan lima setuju, maka bunuhlah dia. Jika dua menentang dan empat setuju maka bunuhlah keduanya. Dan jika tiga menentang dan tiga tiga setuju maka pilihlah pihak yang ada Abdurrahman bin Auf. [Ibn Qutaibah, al-Imamah wal-Siyasah, I, hlm. 24].

Perhatikanlah bagaimana Khalifah Umar menghalalkan darah Muslimin di dalam situasi tersebut? Ini berarti jika Ali menolak, dia akan dibunuh. Jadi hukumannya itu adalah bertentangan dengan Sunnah Nabi SAWW. Tidak halal darah Muslim kecuali tiga hal: Pria kafir setelah Islamnya, pria berzina setelah Ihsan nya, membunuh tanpa hak. [Ibn Majah, al-Sunan, II, hlm. 110].

Sistem syura yang diciptakan oleh Umar itu adalah untuk menjauhkan Ali AS dari menjadi khalifah seperti berikut:

1. Syura ini telah melahirkan permusuhan terhadap Ali AS. Talhah al-Tamimi adalah dari keluarga Abu Bakar yang telah memindahkan khalifah dari Ali AS. Abdurrahman bin Auf adalah ipar Utsman, adalah di antara orang yang menentang Ali AS. Dan dia di antara orang yang mencoba membakar rumah Ali AS karena keengganannya memberikan bai'at kepada Abu Bakar.Sa'd bin Abu Waqas adalah di antara orang yang dendam terhadap Ali AS karena banyak dari ayah saudaranya dibunuh oleh Ali AS karena penyibaran Islam. Lantaran itu dia terlambat memberi bai'at kepada Ali AS. Dan Utsman kepala Bani Umayyah yang dikenal dengan permusuhan dan penentangan terhadap Bani Hasyim dan keluarga Rasulnya. Justru syura telah diciptakan begitu rupa adalah semata-mata untuk menjauhkan Ali dari jabatan khalifah.

2. Syura ini menjaukhkan Ali dari anasir-anasir yang membantunya di dalam pemilihan, karena tidak seorang pun orang Ansar dipilih di dalam dewan syura tersebut. Perhatikanlah bagaimana khalifah Umar menjalankan politiknya yang halus sehingga Ali tidak terpilih di dalam syura tersebut. 3. Syura membuat Abdul Rahman sebagai penentu ketika tiga setuju dan tiga lagi menentang. Apakah kelebihan Abdurrahman bin Auf? Tidakkah dia berkata kepadanya: "Ada adalah firaun ummat ini?" [Ibn Qutaibah, al-Imamah wal-Siyasah, I, hlm. 24] 4. Syura melahirkan perebutan dan penentangan di kalangan anggota-anggotanya. Sa'ad bin Abu Waqqash dan Abdurrahman patuh kepada Utsman. Dan terjadilah sebagaimana yang berlaku.


70. Khalifah Umar berniat untuk menunjuk Abu Ubaidah bin al-Jarrah sebagai khalifah. Dia berkata: "Jika Abu Ubaidah bin al-Jarrah masih hidup, niscaya aku melamar menjadi khalifah." [Ibn Qutaibah, al-Imamah wal-Siyasah, I, hlm. 23] Kata-kata Khalifah Umar itu adalah bertentangan dengan hadits-hadits Rasulullah SAWW, di antaranya, "Ini Ali saudaraku, khalifahku, pewaris ilmuku." [Al-Turmudhi al-Hanafi, al-Kaukab al-Duriyy, hlm. 134] Perhatikanlah bagaimana khalifah Umar tidak pernah terlintas di hatinya untuk menunjuk Ali AS sebagai khalifah. Bahkan dewan syura yang dibentuk olehnya adalah semata-mata untuk menjauhkan Ali AS dari posisi tersebut dengan cara yang paling halus.


71. Khalifah Umar telah mengubah nama kinayah "Abu Isa" (tua Isa) yang diberikan oleh Rasulullah SAWW kepada al-Mughirah bin Syu'bah. Dan dia memanggilnya Abu Abdillah (ayah hamba Allah). Dia berkata: "Apakah Yesus memiliki ayah? Cukup Anda dipanggil Abu" Abdillah. "Sebagian sahabatnya berkata:" Sesungguhnya Rasulullah SAWW telah memanggilnya Abu Isa. "Dia menjawab:" Rasulullah SAWW telah diampuni dosanya. Tapi kita tidak mengetahui apakah akan dilakukan kita. "Umar telah memanggilnya Abu Abdillah sampai dia mati. [Ibn Hajr, al-Isabah, II, hlm. 413; al-Baihaqi, al-Sunan, IX, hlm. 310; Abu Daud, al-Sunan, II, hlm. 309]

Seharusnya khalifah Umar tidak mengubah panggilan tersebug. Tapi dia telah mengubahnya karena Yesus tidak memiliki ayah. Karena itu nama Abu Isa (ayah Yesus) tidak dapat dipanggil dan itu suatu dosa sekalipun iannya disebut oleh Rasulullah SAWW sendiri. Tetapi perbedaannya dosa beliau diampuni dan dosanya belum tentu diampuni atau tidak.


72. Khalifah Umar telah menulis surat kepada penduduk Kufah agar tidak menyebutkan anak-anak mereka dengan nama Nabi. Dan memerintahkan sebagian penduduk Madinah agar mengubah nama-nama mereka yang dinamakan dengan nama Muhammad. Ijtihadnya itu adalah bertentangan dengan Sunnah Rasulullah SAWW yang mengizinkannya. Di antaranya Rasulullah SAWW bersabda: "Siapa yang memiliki tiga orang anak dan dia tidak menyebutkan seorang dari mereka dengan nama Muhammad, maka dia adalah orang seorang jahil." [Al-Haithami, Majma 'al-Zawaid, VIII, hlm. 49] Dan ketika sebagian sahabat memberitahukan kepadanya bahwa Rasulullah SAWW membenarkannya, lalu dia menarik perintahnya. [Umdah al-Qari, VII, 143].


73. Khalifah Umar telah menetapkan batas pada seorang yang berpuasa yang berada di dalam dewan minuman arak. Mereka berkata: "Dia itu berpuasa." Umar menjawab: "Kenapa dia berada bersama mereka." [Al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummar, III, hlm. 101] Seharusnya dia meneliti kenapa pria itu berada di tempat itu. Dan kenapa dia tidak mengenakan hukum ta'zir ke atasnya?


74. Khalifah Umar telah melarang kaum Muslimin menyebutkan anak-anak mereka dengan nama-nama malaikat. Dia mendengar seorang pria memanggil kawanya bernama Dhu l-Qarnain. Umar berkata: "Kalian sudah selesai menggunakan nama-nama para Nabi maka sekarang kalian menggunakan nama-nama malaikat pula? [Ibn Hajr, Fath al-Bari, VI, hlm. 295] Pertanyaannya apakah yang menghalangi seseorang itu menyebutkan anak-anak mereka dengan nama-nama malaikat seperti al-Jibra'il, Mika'il, dan Israfil? Karena terjemahan nama-nama tersebut di dalam bahasa Arab adalah Abdullah, Ubaidillah dan Abdul Rahman.


75. Khalifah tidak mengetahui tentang hukum seorang yang telah menceraikan istrinya dengan talak dua di masa Jahiliyah dan satu talak pada masa Islam. Dia hanya berkata: "Aku tidak menyuruh Anda dan aku tidak pula melarang Anda." Tetapi Abdul Rahman menjawab: "Aku menyuruh Anda bahwa talak Anda pada masa Jahiliyah tidak dihitung." [Al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, V, hlm. 161].


76. Khalifah Umar telah mengharamkan pernikahan selama-lamanya pada seorang perempuan yang melakukan hubungan jenis dengan hamba lelakinya karena penakwilannya terhadap Surah al-Mukminun (23): 6, "..... atau hamba-hamba yang mereka miliki." Umar bertemu dengan beberapa orang sahabatnya tentang. Mereka berkata: "Ini tidak bisa dirajam karena dia telah menakwilkan ayat tersebut." Umar berkata: "Tidak mengapa! Demi Allah aku mengharamkan atas Anda pernikahan selama-lamanya, sebagai pengganti kepada hukum had." Dan dia memerintahkan hamba pria tersebut sehingga "tidak menghampirinya." Jadi ijtihad Umar adalah bertentangan dengan hukum Allah dan Sunnah Rasul-Nya. [Al-Tabari, Tafsir, VI, hlm. 68; al-Baihaqi, al-Sunan, VII, hlm. 127; Ibn Katsir, Tafsir, III, hlm.239].


77. Khalifah Umar telah memukul seorang anak lelakinya yang memakai pakaian yang cantik dengan cemeti sehingga dia menangis. Hafsah bertanya: "Kenapa Anda memukulnya?" Dia menjawab: "Aku melihat dia bermegah dengan pakaiannya, lalu aku memukulnya karena aku suka membuat merasa rendah diri kepadaNya." [Al-Suyuti, Tarikh al-Khulafa ', hlm. 96].

Jikalau itulah tujuan khalifah Umar kenapa dia melanggar banyak hukum-hukum Allah dan Sunnah-sunnah RasulNya dengan menggunakan ijtihadnya? Dan apakah penggunaan ijtihadnya itu untuk menambahkan perasaan rendah dirinya terhadap Allah dan RasulNya?


78. Khalifah Umar telah memukul al-Jarud al-Amiri dengan cemeti ketika seorang dari sahabatnya mengatakan kepada al-Jarud: "Ini adalah penghulu kabilah Rabi'ah." Al-Jarud berkata, "Kenapa Anda memukulku wahai Amirul Mukminin?" Dia menjawab: "Aku mendengar mereka berkata: Anda adalah penghulu kabilah Rabi'ah. Aku khawatir ini membuat Anda merasa megah." [Ibn al-Jauzi, Sirah al-Umar , hlm. 178; al-Muttaqi al-Hindi, Kanz, al-Ummal, hlm. 167].


79. Khalifah Umat tidak mengambil jizyah dari orang-orang Majusi karena dia tidak mengetahui bahwa mereka dari Ahlul Kitab sampai dia diberitahu oleh Abdurrahman bin Auf bahwa dia mendengar Rasulullah SAWW bersabda: "laksanakanlah hukum ke atas" mereka "sebagaimana hukum Ahlul Kitab." Kemudian dia melaksanakannya setahun sebelum dia wafat. Seharusnya dia telah mengetahuinya dan mengambil jizyah dari mereka. [Al-Khatib al-Tabrizi, Misykat-al-Masabih, hlm. 334; Malik, al-Muwatta ', hlm. 207; Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, I, hlm. 190; al-Baihaqi, al-Sunan, VIII, hlm. 234; Abu Ubaid, Kitab al-Amwal, hlm. 32].


80. Khalifah Umar tidak memahami doa seorang pria "Allahumma Ij'alni mina l-Qalil (Wahai Tuhanku jadikanlah aku di antara orang yang sedikit)." Umar bertanya kepada pria itu: "Apakah doa ini?" Pria itu menjawab: "Aku mendengar Allah berfirman di dalam Surah al-Saba '(34): 12," Dan sedikit sekali (qalilun) dari hamba-hambaku yang bersyukur. "Maka kau berdoa agar Dia menjadikan aku di antara yang sedikit itu . " Umar berkata: "Semua orang lebih alim dari Umar." [Al-Suyuti, al-Durr al-Manthur, V, hlm. 229; al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf, II, hlm. 445 dan lain-lain].


81. Khalifah Umar bermaksud menunjuk Muadh bin Jabal sebagai khalifah. Dia berkata: "Jika Muadh bin Jabal masih hidup, niscaya aku melamar menjadi khalifah." [Ibn Qutaibah, al-Imamah wal-Siyasah, I, hlm. 23] Kata-katanya itu adalah bertentangan dengan ucapanya di hari Saqifah, bahwa Quraisy tidak akan meridhoi selain dari Quraisy. Muadh bin Jabal bukanlah Quraisy dan dia adalah orang Ansar. Dan ini bertentangan dengan 'hadits' para Imam adalah dari Quraisy.


82. Khalifah Umar telah meludah surat persetujuan khalifah Abu Bakar tentang penanaman gurun oleh Uyainah bin Hasin dan al-Aqra 'bin Habis karena tidak setuju dengan rencana tersebut. Kemudian memadamkannya pula. Akhirnya khalifah Abu Bakar mengakui bahwa kekuasaan yang sebenarnya berada di tangan Umar. [Al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, VI, hlm. 335; Ibn Hajr, al-Isabah, V, hlm. 56].


83. Khalifah Umar mengatakan bahwa menjadi kerabat Rasulullah SAWW tidak ada guna dan tidak terlepas dari Allah SWT. Lalu Rasulullah SAWW memarahinya. Ibn Abbas meriwayatkan bahwa ketika wafatnya putra Safiyyah, bibi Rasulullah SAWW menangis dengan suara yang kuat. Maka Nabi SAWW pun datang dan bertanya: "Wahai ibu saudaraku! Apakah yang membuat Anda menangis? Dia menjawab:" Anak lelakiku telah mati. "Rasulullah SAWW bersabda:" Wahai ibu saudaraku! Siapapun yang mati bahkan seorang anak di dalam Islam, dan dia bersabar, Allah akan membangun sebuah rumah di surga. "Kemudian dia keluar dan bertemu Umar. Maka Umar berkata kepadanya:" Kekerabatan Anda dengan Rasulullah SAWW tidak akan terlepas dari Allah SWT. "Lalu Safiyyah menangis lagi. Dan itu terdengar oleh Nabi SAWW. Nabi SAWW memarahinya (Umar). Kemudian Nabi SAWW memerintahkan agar dilakukan azan dan Nabi SAWW lalu berkhotbah: "Apakah gerangan orang-orang yang menyangka bahwa kerabatku tidak ada guna?" Beliau bersabda lagi, "Setiap nasab terputus pada hari Kiamat kecuali nasab keturunanku karena itu terjalin di dunia dan di akhirat." [al-Haithami, Majma 'al-Zawa'id] Karena itu ijtihad Umar itu menyalahi Sunnah Rasulullah SAWW.


84. Khalifah Umar menyanyi dan sahabatnya menyuruhnya menyanyi. Harith bin Abdullah bin Abbas dari ayahnya berkata bahwa dia berjalan bersama Umar di suatu jalan di Makkah di dalam masa pemerintahannya, bersamanya Muhajirin dan Anshar. Umar menyanyikan satu nyanyian, lalu seorang pria dari Irak berkata kepadanya: "Lanjutkan nyanyian itu wahai Amirul Mukminin." Maka Umarpun menjadi malu kemudian mempercepat untanya dengan laju. [Al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, VII, hlm. 336; al-Baihaqi, al-Sunan, V, hlm. 69].


85. Khalifah Umar pada masa jahiliyyah dikenal dengan Umair, "peternak kambing". Khalid bin Du'laj meriwayatkan dari Qatadah bahwa dia mengatakan suatu hari Umar keluar bersama al-Jarud al-Abdi dari masjid, tiba-tiba dia bertemu dengan seorang wanita di tengah jalan. Lalu Umar memberi salam kepadanya. Maka dia pun menjawab salamnya dan berkata: "Wahai Umar! Pada masa dahulu Anda bernama Umair di pasar Ukkaz menternak kambing dengan tongkat Anda. Kemudian beberapa hari saja berlalu Anda menyebutkan Umar pula kemudian beberapa hari saja berlalu sehingga Anda menyebutkan Amirul Mukminin. Karena itu bertaqwalah kepada Allah wahai Umar. "[Ibn Abd Birr, al-Isti'ab, II, hlm. 723; Ibn Hajr, al-Isabah, VIII (1), hlm. 69].


86. Khalifah Umar dan Abu Bakar telah bertengkar sehingga meninggikan suara mereka di hadapan Rasulullah SAWW. Abu Bakar berkata: "Wahai Rasulullah lantiklah al-Aqra 'bin Habis untuk memimpin kaumnya." Umar berkata: "Wahai Rasulullah, janganlah Anda melamar sehingga mereka membentak dan meninggikan suara mereka di hadapan Rasulullah SAWW." Lalu diturunkan ayat di dalam Surah al-Hujurat (49): 2, "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi dan janganlah kamu mengatakan kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian yang lain , sehingga tidak terhapus pahala amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari. " Seharusnya mereka berdua bertanya dan merujuk kepada Rasulullah SAWW tentang. [Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, IV, hlm. 6; al-Tahawi, Musykil al-Athar, I, hlm. 14-42].


87. Khalifah Umar telah memukul dengan cemeti seorang pria bernama Sabigh sehingga berdarah di belakangnya karena dia bertanya tentang huruf-huruf al-Qur'an (Mutasyabih al-Qur'an). Beberapa hari kemudian dia berkata kepada khalifah Umar: "Jika Anda ingin membunuhku, bunuhlah dengan baik. Dan jika Anda ingin mengubatiku, aku sekarang sudah sembuh." Kemudian Umar menulis surat kepada Abu Musa al-Asy'ari sehingga tidak memungkinkan orang bergaul dengannya. Aksi itu menyulitkan kehidupannya. Lalu Abu Musa al-Asy'ari menulis surat kepada khalifah Umar sehingga memungkinkan orang bergaul dengannya karena dia sudah bertobat. Kemudian khalifah Umar membenarkannya. [Al-Darimi, al-Sunan, I, hlm. 54; Ibn Asakir, Tanggal, VI, hlm. 384; Ibn al-Jauzi, Sirah Umar, hlm. 109].


88. Khalifah Umar tidak mengetahui ilmu Qira'at al-Qur'an. Diriwayatkan dari Ibn Mujaz dia berkata: "Ubayy meriwayatkan dari Ibn Mujaz dia berkata:" Ubayy membaca ayat 107 di dalam Surah al-Maidah, "Mani Iladhina Istahaqqa 'alaihim al-Aulayyan." Umar berkata kepada Ubayy: "Anda telah berbohong." Ubayy menjawab: "Anda lebih banyak berbohong." Seorang pria berkata kepada Ubayy: "Anda membohongi Amirul Mukminin?" Dia menjawab: "Aku lebih memuliakan Amirul Mukminin dari Anda. Tetapi aku membohonginya karena membenarkan Kitab Allah dan aku tidak mengizinkan Amirul Mukminin untuk membohongi Kitab Allah. Umar menjawab: "Ya, benar." [al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, I, hlm, 285; al-Suyuti, al-Durr al -Manthur, II, hlm. 344].


89. Khalifah Umar pernah tidak membaca surah al-Fatihah pada rakaat pertama. Sementara rakaat kedua dia membaca Surah al-Fatihah dua kali. Ketika dia selesai shalat dan salam dia sujud dua sujud sahwi. [Ibn Hajar, Fath al-Bari, III, hlm. 69; al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubra, II, hlm. 382] Ibrahim al-Nakh'i berkata: "Umar bin al-Khattab shalat Maghrib tanpa membaca sesuatu sehingga dia memberi salam. Setelah selesai dia bertanya: Apakah Anda tidak membaca sesuatu? Umar menjawab: Aku menyediakan tentara ke Syam .... Maka Umarpun mengulangi sembayangnya dan orang lainpun mengulanginya. "Dari Sya'bi bahwa Abu Musa al-Asy'ari berkata kepada Umar," Wahai Amirul Mukminin! Apakah Anda membaca di dalam hati Anda sesuatu. "Dia menjawab:" Tidak. "Maka dia menyuruh diazan dan diiqamatkan, lalu Umar mengulangi shalat dan merekapun mengulanginya. [al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, IV, hlm. 213; al-Baihaqi, al-Sunan, II, hlm. 342].


90. Khalifah Umar telah menyetubuhi seorang hamba (nya) pada siang hari bulan Ramadhan. Al-daral-Qutni di dalam Sunannya Kitab al-Siyam, bab al-Qublah Li s-Siam (Perdebatan Tentang Puasa dan Bab Kucupan Bagi Orang yang Berpuasa) telah meriwayatkan dengan sanadnya dari Sa'id bin al-Musayyab bahwa Umar telah datang ke para sahabatnya dan berkata: "Apakah pendapat kalian tentang hal yang aku telah melakukannya hari ini? Awalnya aku berpuasa, tiba-tiba seorang hamba wanita melintasiku, dia mempersonakanku, maka aku pun menyetubuhinya." Orang menjadi riuh dengan kelakuannya itu sedangkan Ali AS berdiam saja. Lalu Umar bertanya kepada Ali AS: "Apa pendapat Anda?" Beliau menjawab: "Anda telah melakukan hal yang halal tetapi pada siang hari Ramadhan." Lalu Umar berkata: "Fatwa Anda adalah lebih baik dari fatwa mereka." [Ibn Sa'd, Tabaqat, II, Bhg.II, hlm. 102].

Pertanyaannya: "Jika khalifah Umar mengetahui hukumnya, apakah yang mendorongnya bertanya kepada para sahabatnya dan kemudian kepada Ali AS? Jika dia tidak mengetahuinya, apakah yang menyebabkan dia berani melakukannya sebelum dia mengetahui halalnya dengan menanyakan hukumnya?"


91. Khalifah Umar ketika shalat bersama Nabi SAWW telah menyerukan Badui penjual susu supaya berhenti di tempatnya. Al-Haithami di dalam Majma 'al-Zawa'id, II, hlm. 62, meriwayatkan dari Abu Said al-Khudri bahwa Rasulullah SAWW sedang shalat tiba-tiba seorang Badui datang dengan susunya. Kemudian Nabi SAWW memberikan sinyal kepadanya, tetapi dia (Badui) tidak memahaminya.Lalu Umar memanggilnya: "Wahai Badwi! Berhentilah di situ." Ketika Nabi SAWW memberi salam, ia bertanya: "Siapakah yang berbicara tadi?" Orang menjawab: "Umar." Lalu Nabi SAWW bersabda: "Ilmu fiqih mana yang diikutinya! (Sehingga dia dapat berbicara di dalam shalat).".


92. Khalifah Umar tidak mengetahui pengertian al-Abb di dalam Surah Abasa (80): 32 .... "dan buah-buahan serta rumput-rumputan (Abban)." Seharusnya dia mengetahui pengertian tersebut. [Al-Hakim, al-Mustadrak, II, hlm. 514].


93. Khalifah Umar tidak dapat memahami pengertian al-haraj di dalam Surah al-Hajj (22): 78, "Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan." Lalu dia bertanya kepada seorang lelaki dari Bani Madlaj: " Apakah pengertian al-haraj (suatu kesempitan)? Pria itu menjawab: "al-Dhaiq (kesempitan)." [al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, I, hlm. 257].


94. Khalifah Umar telah menyiram pohon kurma tetapi itu tidak berbuah sementara Nabi SAWW menyiram pohon kurma yang banyak, semuanya berbuah. al-Baihaqi di dalam Sunannya, IX, hlm. 321 telah meriwayatkan sanadnya dari Abdullah bin Baridah dari ayahnya bahwa Salman al-Farisi berkata: "Rasulullah SAWW menyiram pohon kurma selain satu pohon yang disiramkan oleh Umar. Setiap pohon yang disiramkan oleh Nabi SAWW pada tahun itu berbuah, hanya satu pohon yang disiramkan oleh Umar yang tidak berbuah. Maka Rasulullah SAWW bertanya: "Siapakah yang menyiramkan pohon kurma yang tidak berbuah itu? Mereka menjawab:" Umar. "Lalu Rasulullah SAWW menyiramkan pohon tersebut dan mengeluarkan buah pada akhir tahunnya."


95. Khalifah Umar kurang mampu memahami ungkapan seorang wanita yang menarik Umar tentang suaminya. Dia berkata: "Sesungguhnya suamiku berpuasa di siang hari dan beribadah di waktu malam." Umar tidak memahami ungkapan tersebut, bahkan dia berkata: "Anda memiliki suami yang baik." Lalu seorang pria di acara itu memberitahukan kepadanya maksud ungkapannya, "Dia menarik tentang suaminya yang tidak menidurinya." Kemudian Umar meminta pria tersebut sehingga memberi hukuman di antara mereka berdua. [al-Suyuti, Tarikh al-Khulafa ', hlm. 96 dan lain-lain].


96. Khalifah Umar tidak memahami pengertian "kejahatan" di dalam Surah al-An'am (6): 82, "Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur iman mereka dengan kezaliman." Dia bertanya kepada Ubayy bin Ka'ab tentang pengertian tersebut . Ubayy bin Ka'ab berkata: "Maksud kezaliman di dalam ayat tersebut adalah syirk. Tidakkah Anda pernah mendengar ucapan Luqman kepada anaknya di dalam firmanNya Surah Luqman (31): 13," Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya syirk itu adalah benar-benar kezaliman yang besar. "[al-Hakim, al-Mustadrak, III, hlm. 305].


97. Khalifah Umar memukul seorang pria hingga terjatuh sorbannya karena bertanya tentang al-Jiwar al-Kannas (Surah al-Takwir (81): 16: "(Bintang) yang beredar dan terbenam".) Sebenarnya pria tersebut ingin mengetahui maksud al Jiwar al-Kannas, tetapi khalifah Umar sendiri tidak memahaminya lalu memukulnya hingga terjatuh sorbannya.

Seharusnya khalifah Umar bertanya pula kepada Ali AS niscaya dia akan memberi jawaban yang memuaskan. [Al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, I, hlm. 229].


98. Khalifah Umar telah menjalankan pemerintahannya agak kasar dan agresif dan menakutkan kebanyakan rakyat biasa sampai seorang wanita yang sedang hamil, gugur kandungannya karena takut Umar. Tapi aneh sekali di dalam peperangan dia adalah seorang yang selalu melarikan diri. [Al-Bukhari, Sahih, III, hlm. 46; al-Hakim, al-Mustadrak, III, hlm. 37] Thalhah berkata kepada Abu Bakar: "Kenapa Anda menunjuk ke atas kami seorang yang kasar? [Ibn Qutaibah, al-Imamah wal-Siyasah, I, hlm. 26] Tindakannya itu telah menambah kemarahan orang banyak. Karena itu ia bertentangan dengan Rasulullah SAWA yang telah menjalankan pemerintahannya dengan lembut dan berbudi pekerti yang tinggi dan bersifat defensif.


99. Khalifah Umar telah membantah Nabi SAWW agar tidak melakukan shalat atas jenazah Abdullah bin Ubayy dan menariknya dengan kuat. Al-Bukhari di dalam Sahihnya, bab al-Jana'iz, bab al-Kafb \ n fi al-Qamis telah meriwayatkan dengan sanadnya dari Abdullah bin Umar bahwa ketika Abdullah bin Ubayy meninggal, putranya menemui Nabi SAWW dan meminta baju Rasulullah SAWW untuk dikapankan bersama ayahnya. Lantas Rasulullah SAWW memberikan kepadanya. Ketika Rasulullah SAWW ingin shalat ke atasnya, "Umarpun menariknya dengan kuat dan berkata:" Tidakkah Allah telah melarang Anda dari mengerjakan sembahyang ke atas Munafiqin? "Dia menjawab:" Aku diberi pilihan di antara dua hal tersebut. "Maka Nabi SAWW melanjutkan shalatnya . [al-Turmudhi Sahih, II, hlm. 185].


100. Khalifah Umar telah meninggikan suaranya terhadap Rasulullah SAWW. Muslim di dalam Sahihnya, Bab Waqt al-Isya 'wa ta'khiruha meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibnu Syihab dari Urwah bin al-Zubair bahwa Aisyah berkata: "Pada suatu malam Rasulullah SAWW telah menunda shalat' Isya '(Atmah), lalu beliau tidak keluar dari rumahnya sehingga Umar melaung: Wanita-wanita dan anak-anak telah tidur! Lantas Rasulullah SAWW bersabda kepada orang-orang di masjid ketika ia keluar ..... Sehingga Ibn Syihab memberitahukan kepadaku bahwa Rasulullah SAWW bersabda: "Janganlah kalian mendesak Rasul agar menyegerakan shalat. "Ini terjadi ketika Umar meneriakkan kepada beliau agar shalat dengan cepat."


101. Khalifah Umar membelakangi perintah Rasulullah SAWW sebaliknya mematuhi permintaan kepala musyrik, Abu Sufyan. Rasulullah SAWW melarang para sahabatnya menjawab pertanyaan Abu Sufyan di dalam Perang Uhud karena khawatir kaum musyrik mengetahui bahwa ia masih hidup dan menyerang balik dengan cepat. Abu Sufyan ingin mendapatkan kepastian tersebut. Lalu dia bertanya: "Apakah Muhammad masih hidup?" Rasulullah SAWW bersabda: "Janganlah kalian menjawab pertanyaannya." Kemudian dia bertanya kepada Umar secara khusus: "Wahai Umar, aku memohon kepada Anda agar Anda memberitahukan kepadaku, apakah kami telah membunuh Muhammad?" Lantas Umar menjawab: "Tidak! Dia sedang mendengarkan percakapan Anda." [Ibn Jarir, Ibn al-Athir di dalam Tanggal-tanggal mereka bab "Perang Uhud"]

Seharusnya khalifah Umar mematuhi perintah Rasulullah SAWW dengan tidak membocorkan informasi tersebut. Lantaran itu ijtihadnya adalah menyalahi Sunnah Rasulullah SAWW.


102. Khalifah Umar telah memanggil seorang wanita yang hamil karena ingin bertanya sesuatu. Tapi disebabkan ketakutannya kepada khalifah Umar isinya menjadi gugur. Dia meminta fatwa para sahabat tentang. Mereka berkata: "Anda tidak wajib membayar apa-apapun kepadanya." Lalu Ali berkata: "Jika mereka ingin menjaga hati Anda, berarti mereka telah menipu Anda. Dan jika ini adalah ijtihad mereka, maka mereka telah bersalah. Jadi Anda bersalah dan wajib memerdekakan seorang hamba. "[Ibn Abil Hadid, Syarh Nahj al-Balaghah, I, hlm. 58].


103. Khalifah Umar mencaci Abu Hurairah kemudian memukulnya hingga berdarah dan berkata: "Saat aku menunjuk Anda ke Bahrain Anda tidak memiliki apa-apapun, meskipun sepasang sepatu. Kini Anda memiliki ternak kuda dan dinar yang banyak." Umar berkata lagi, "Wahai musuh Allah dan musuh kitabNya! Anda telah mencuri harta Allah! [Ibn Abd Rabbih, al-aqd al-Fariq, I, hlm. 26] Khalifah Umar memandang Abu Hurairah sebagai seorang yang tidak bisa diharapkan, dan tidak memiliki kepercayaan lalu memukulinya sampai berdarah.

Perhatikanlah bagaimana sikap khalifah Umar terhadap Abu Hurairah. Kenapa kita Ahlul Sunnah memarahi Syi'ah karena menolak Abu Hurairah? Seharusnya kita lebih memarahi khalifah Umar karena sikap dan perbuatannya terhadap Abu Hurairah.


104. Khalifah Umar mengkritik (lamiza) Nabi SAWW dan cara beliau membagi harta sadaqah. Ahmad bin Hanbal di dalam Musnadnya, I, hlm. 20 meriwayatkan dari Salman bin Rabi'ah, dia berkata: "Aku mendengar Umar berkata: Rasulullah SAWW membagi sesuatu, maka aku berkata: Wahai Rasulullah, Ahlul s-Suffah adalah lebih berhak dari mereka. Dia berkata: Rasulullah SAWW bersabda:" Anda bertanya kepadaku tentang hal-hal yang keji dan Anda mengira aku seorang yang kikir sedangkan aku bukanlah seorang yang kikir. "Aku berkata: Dia melanjutkan pembagian tersebut menurut apa yang diinginkan oleh Allah dan RasulNya." Diriwayatkan dari Abu Musa bahwa Umar telah bertanya kepada Rasulullah hal yang dibenci oleh Rasulullah, lantas dia marah sehingga Umar melihat mukanya berubah. Al-Bukhari juga telah meriwayatkannya di dalam Sahihnya, I, hlm. 19, bab al-'Ilm, dan bab al-Ghadhab fi al-Mau'izah wa al-Ta'lim idha Ra'a ma yakrahu.


105. Khalifah Umar telah memaksa Jabalah bin al-Aiham agar mengikat dirinya sendiri atau membiarkan dirinya diikat karena dia telah menampar seorang pria dari Zararah yang telah menginjak kainnya ketika dia sedang melakukan tawaf. Ketika tiba waktu malam, Jabalah dan kaumnya sebanyak lima ratus orang keluar dari Makkah menuju Istanbul. Kemudian menyatakan menganut agama Kristen karena menentang tindakan Umar. Walau bagaimanpun Jabalah berdukacita di atas apa yang terjadi karena perasaan kasih kepada Islam masih ada di hatinya tetapi kemarahan ke tindakan Umar tetap membara. [Ibn Abd Rabbih, al-aqd al-Farid, I, hlm. 187] Karena itu tindakan Umar yang terburu-buru tanpa kebijaksanaan telah membuat Jabalah dan kaumnya sebanyak lima ratus orang meninggalkan agama Islam dan memeluk agama Kristen.


106.Khalifah Umar mengakui kekurangan ilmunya terutamannya jika dibandingkan dengan Ali AS. Pengakuan-pengakuannya telah dicatat di dalam buku-buku Ahlul Sunnah. Di antaranya Umar berkata:

a) "Jika tidak ada Ali niscaya binasalah Umar."

b) "Wahai Tuhanku! Jangan tinggalkan aku di dalam permasalahan di mana Abu l-Hassan tidak ada."

c) "Wanita telah lemah melahirkan orang seperti Ali bin Abi Talib dan jika tidak ada Ali niscaya binasalah Umar. "

d) "Anak lelaki Khathab binasa jika tidak ada Ali bin Abi Thalib."

e) "Kembalikan percakapan Umar kepada Ali. Jika tidak ada Ali niscaya binasalah Umar."

f) "Aku berlindung dengan Allah dari setiap permasalahan di mana Abu l-Hassan tidak ada." [Lihat misalnya al-Tabari, Dhakai'r al-Uqba, hlm. 81; al-Suyuti, al-Durr al-Manthur, I, hlm. 288]

Pengakuan-pengakuan Umar di atas menunjukkan dengan jelas bahwa Ali adalah lebih alim dan lebih mulia dari Umar. Dan pengakuannya tidak dapat dipahami sebagai tawadhuknya. Karena pengakuan tersebut dilakukan setelah permasalahan hukum tidak dapat diselesaikan olehnya. Bahkan Umar juga mengakui bahwa orang lebih alim dari:

a) "Setiap orang itu lebih alim dari Umar."

b) "Orang lebih mengetahui ilmu Fiqh dari Umar."

c) "Setiap orang lebih mengetahui ilmu Fiqh dari Umar sehingga anak- anak dara sunti di tenda. "

d) "Setiap orang lebih mengetahui dari Anda wahai Umar."

e) "Setiap orang lebih mengetahui dari Umar sehingga anak-anak dara sunti di rumah-rumah."


107. Khalifah Umar tidak dapat menjawab pertanyaan-Solana yang diajukan kepadanya oleh Raja Roma.

Kemudian dia meminta Ali AS sehingga menjawabnya. Ibn Musayyab berkata: "Raja Roma menulis surat kepada khalifah Umar sehingga memberikan jawaban kepada beberapa pertanyaan yang dikemukakannya. Amma Ba'd. Sesungguhnya aku bertanya kepada Anda beberapa pertanyaan, maka beritahukan kepadaku


Jawabannya:

1 Apakah hal yang tidak dijadikan Allah?

2 . Apakah hal yang tidak diketahui Allah?

3 Apakah hal yang tidak ada di sisi Allah?

4 Apakah hal yang semuanya mulut?

5 Apakah hal yang semuanya kaki?

6 Apakah hal yang semuanya mata?

7 Apakah hal yang semuanya sayap ?

8 Siapakah pria yang tida ada keluarga?

9 Apakah hal yang tidak dikandung oleh rahim?

10 Apakah hal yang bernapas tetapi tidak ada roh?

11 Apakah yang dikatakan oleh suara lonceng gereja?

12 Apakah hal yang terangkat sekali saja?

13 Apakah pohon di mana orang yang berjalan dibayangannya selama seratus tahun belum dapat melintasinya dan apakah seumpamannya di dunia ini?

14 Apakah tempat yang tidak pernah terkena cahaya matahari melainkan sekali saja?

15. Apakah pohon yang tumbuh tanpa air?

16. Beritahukan kepadaku tentang ahli surga; mereka makan, minum tanpa kencing dan berak dan apakah seumpama mereka di dunia ini?

17. Di antara hiasan di surga adalah mangkuk-mangkuk yang cantik dan setiap mangkuk memiliki berbagai warna yang tidak bercampur antara satu sama lain, apakah seumpamannya di dunia ini?

18. Beritahukan kepadaku tentang seorang hamba wanita yang keluar dari buah apel di surga tanpa kekurangan?

19. Beritahukan kepadaku tentang seorang hamba wanita di dunia untuk dua orang pria dan di akhirat hanya untuk pria saja?

20. Beritahukan kepadaku tentang anak-anak kunci surga apakah itu?


Ali a.s membaca surat tersebut dan menjawabnya segera. ' Bismi llahi r-Rahman r-Rahim. Amma ba'd.

Sesungguhnya aku telah membaca surat andaa wahai Raja Roma dan aku menyeru Anda dengan pertolongan Allah, keberkatanNya dan keberkatan Nabi kami Muhammad SAWW.

1. Adapun hal yang tidak "dijadikan" Allah adalah al-Qur'an karena ia adalah kalamNya dan sifatNya begitu juga kitab-kitabNya yang lain. Allah SWT adalah qadim dan "sifat" Nya juga qadim.

2. Adapun hal yang tidak diketahui oleh Allah adalah kata-kata Anda, "Dia memiliki anak lelaki, teman wanita dan mitra." Allah tidak sekali-kali memiliki anak dan sekali-kali tidak ada tuhan (yang lain) bersertaNya. "[Surah al -Mukminun (23): 91] dan "Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan." [Surah al-Ikhlas (112): 3]

3 Adapun hal yang tidak ada di sisi Allah adalah kezaliman, "Dan sekali-kali tidaklah Tuhanmu menganiaya hamba-hambaNya. "[QS Fushshilat ayat (41): 46]

4 Adapun hal yang semuanya mulut adalah api. Api menjilat apa yang dilemparkan kepadanya.

5 Adapun hal yang semuanya kaki adalah air.

6 Adapun hal yang semuanya mata adalah matahari.

7 Adapun hal yang semuanya sayap adalah angin.

8 Adapun pria yang tidak ada keluarga adalah Adam AS.

9 Adapun hal yang tidak dikandung oleh rahim adalah tongkat Musa, berbiri Ibrahim, Adam dan Hawa.

10. Adapun hal yang bernafas tetapi tidak memiliki roh adalah "Subuh apabila fajarnya mulai menyingsing [Surah al-Takwir (81): 18]

11. Adapun apa yang dikatakan oleh lonceng gereja: Taqqan, taqqan, haqqan, haqqan, mahlan, mahlan, 'adlan,' adlan, sidqan, sidqan, sesungguhnya dunia telah memperdaya dan mempesona kita. Dunia berlalu abad demi abad. Setiap hari yang berlalu, melemahkan posisi kita. Sesungguhnya kematian memberitahukan kita bahwa sesungguhnya kita sedang berada di dalam suatu perjalanan. Lantaran itu tempatkanlah kami di mana-mana.

12. Adapun hal yang terangkat sekali ialah bukit Thursina sementara Banu Isra'il mendurhakai Tuhan. Jarak di antaranya dengan Baitul Maqdis adalah beberapa hari perjalanan. Allah SWT telah mencabutkan satu bagian kecil darinya dan dijadikannya dua sayap dari cahaya. Lalu Dia mengangkatnya di atas mereka sebagaimana firmanNya di dalam Surah al-'Araf (7): 171: "Dan (ingatlah) ketika kami mengangkat bukit ke atas mereka, seakan-akan bukit itu naungan awan dan mereka yakin bahwa bukit itu akan jatuh menimpa mereka. "Dan Dia berfirman kepada Bani Isra'il jika mereka tidak beriman Dia akan menjatuhkannya ke atas mereka dan sementara mereka beriman, Dia kembalikannya di tempatnya yang asli.

13 Adapun pokok di mana orang yang berjalan di bayangannya selama seratus tahun belum dapat melintasinya adalah Pohon Tuba yaitu di Sidrah al-Muntaha di langit yang ketujuh. Di situlah berakhirnya praktek manusia, seperti dari pohon surga. Tidak ada istana atau rumah di surga melainkan ia ditutupi oleh dahan-dahannya, jenisnya di dunia ini adalah matahari, penyebabnya satu dan cahayanya di setiap tempat.

14 Adapun tempat yang tidak terkena sinar matahari melainkan sekali saja adalah tanah laut di mana Allah membelahkan laut untuk Nabi Musa AS. Lalu air melambung tinggi seperti bukit dan tanah itu menjadi kering karena terkena cahaya matahari ke atasnya kemudian air laut kembali ke tempatnya.

15 Adapun pohon yang tumbuh tanpa air adalah Pohon Yunus. Ini adalah satu mukjizat baginya sebagaimana firmanNya di dalam Surah al-Saffat (37): 146: "Dan kami tumbuhkan untuk dia sebatang pohon dari jenis labu."

16 Adapun makanan ahli surga seumpama mereka di dunia ini adalah janin di perut ibunya, menghisap makanan dari pusat ibunya, tanpa kencing dan berak.

17 Adapun warna-warna yang bermacam-macam di satu mangkuk jenisnya di dunia ini adalah telur yang memiliki dua warna; putih dan kuning dan keduanya tidak akan bercampur.

18 Adapun hamba wanita yang keluar dari apel jenisnya di dunia ini adalah ulat yang keluar dari apel dan tidak berubah.

19 Adapun hamba wanita yang dimiliki oleh dua pria adalah seperti satu pohon kurma yang dimiliki di dunia ini oleh Mukmin sepertiku dan oleh orang kafir seperti Anda. Dan ini menjadi milikku saja di akhirat karena ia berada di surga sedangkan Anda tidak memasukinya.

20. Adapun anak-anak kunci surga adalah Lailaha illa llah Muhammadan Rasulullah.

Ibn al-Musayyab berkata: "Ketika raja Roma membacanya dia berkata:" Percakapan seperti ini tidak dapat diucapkan melainkan oleh seorang yang datang dari "rumah kenabian." [Al-Hafiz al-'Asimi di dalam Zain al-Fata, di dalam penerangannya tentang Surat Hal Ata , Sibt Ibn al-Jauzi di dalam Tadhkirah al-Khawwas, hlm. 87].

(Syiah-Ali/Syiah-News/Nahjul-Balaghah/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: