Pesan Rahbar

Home » » Kedudukan Hadis “Abu Bakar dan Umar bagi Agama Seperti Pendengaran dan Penglihatan bagi Kepala”. Ini Faktanya Mengejutkan!

Kedudukan Hadis “Abu Bakar dan Umar bagi Agama Seperti Pendengaran dan Penglihatan bagi Kepala”. Ini Faktanya Mengejutkan!

Written By Unknown on Thursday, 30 March 2017 | 21:23:00


Berikut Bunyi Hadis Kedudukan Hadis “Abu Bakar dan Umar Bagi Agama Seperti Pendengaran dan Penglihatan bagi Kepala” :

أبو بكر و عمر من هذا الدين كمنزلة السمع و البصر من الرأس

Abu Bakar dan Umar bagi Agama kedudukannya seperti pendengaran dan penglihatan bagi kepala.


Hadis ini Tidak Shahih. Diriwayatkan oleh Al Khatib dalam Tarikh Baghdad 8/459 dengan sanad dari Abdullah bin Muhammad bin Aqil dari Jabir RA secara marfu’. Ibnu Aqil dibicarakan, Disebutkan dalam Tahdzib At Tahdzib juz 6 no 19 kalau Ahmad dan Ishaq bin Rahawaih menyatakan hadisnya hasan tetapi Ibnu Khuzaimah menyatakannya tidak bisa dijadikan hujjah, Ibnu Sa’ad berkata ”munkar al hadis”. Abu Hatim menyatakan Layyin(lemah) tidak kuat dan tidak bisa dijadikan hujjah, An Nasa’i menyatakan dhaif, Ibnu Ma’in juga menyatakan kalau Ibnu Aqil dhaif dan tidak bisa dijadikan hujjah, Ali bin Madini mendhaifkannya dan Ibnu Hibban memasukkannya sebagai perawi dhaif dalam Al Majruhin no 522.

Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ahmad dalam Fadhail As Shahabah no 575 dari Furat bin Sa’ib dari Maimun bin Mihran dari Ibnu Umar RA secara marfu’. Tetapi sanad ini jauh lebih buruk keadaannya karena Furat bin Sa’ib adalah perawi yang matruk sebagaimana ditegaskan Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid 9/39 no 14351 . Riwayat Ibnu Umar dikeluarkan oleh Thabrani dalam Al Ausath dan dinukil oleh Al Haitsami dalam Majma’ 9/244 hadis no 14933 tetapi sanadnya juga dilemahkan oleh Al Haitsami karena perawinya yang matruk. At Thabrani juga mengeluarkan hadis Ibnu Umar dalam Musnad Asy Syamiyyin 1/283 no 494 dengan sanad yang dhaif karena di dalamnya ada Baqiyah bin Walid yang dikenal sering melakukan tadlis taswiyah.

Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid 9/39 juga mengeluarkan riwayat lain yang ia sandarkan pada Ath Thabrani yaitu hadis no 14352, 14353 dan 14354. Sayangnya riwayat-riwayat ini seperti yang diisyaratkan oleh Al Haitsami perawinya tidak dikenal(14352), hadis mubham(14353) dan dhaif (14354).


Tinjauan Terhadap Syaikh Al Albani

Syaikh Al Albani memasukkan hadis ini dalam kitabnya Silsilah Ahadits Ash Shahihah no 815. Beliau menyatakan hadis Ibnu Aqil tersebut hasan. Beliau berkata

و هذا إسناد حسن , رجاله كلهم ثقات و في ابن عقيل كلام من قبل حفظه لا ينزل به حديثه عن هذه المرتبة التي ذكرنا

Hadis ini sanadnya hasan, semua perawinya tsiqat dan di dalamnya ada Ibnu Aqil yang dibicarakan hafalannya tetapi tidak menyebabkan kedudukan hadisnya turun dari yang kami sebutkan.

Kami katakan, Ibnu Aqil itu diperselisihkan kedudukan hadisnya. Sebagian ada yang menta’dilkannya dan sebagian mecacatnya. Tapi yang menjarh/mencacat lebih banyak daripada yang menta’dil. Disebutkan dalam At Tahdzib juz 6 no 19, diantara yang menta’dil Ibnu Aqil adalah Ahmad, Ishaq bin Rahawaih, Bukhari dan Tirmidzi. Ahmad dan Ishaq menyatakan hadisnya hasan, Bukhari mengatakan ”hadisnya mendekati” (ta’dil ini berada pada tingkatan yang rendah yaitu tingkatan kelima yang berarti boleh ditulis dan dijadikan i’tibar tetapi tidak bisa dijadikan hujjah). Tirmidzi berkata ”Jujur tetapi telah dibicarakan oleh para ahli ilmu mengenai hafalannya”. Di antara yang membicarakannya adalah Ibnu Sa’ad:

وذكره بن سعد في الطبقة الرابعة من أهل المدينة وقال كان منكر الحديث لا يحتجون بحديثه

Disebutkan oleh Ibnu Sa’ad dalam Thabaqat Keempat dari Ahli Madinah, ia berkata ”munkar al hadis(hadisnya ditolak) dan hadisnya tidak bisa dijadikan hujjah”

قال حنبل عن أحمد منكر الحديث

Hanbal berkata dari Ahmad ”Munkar al hadis”

Seperti yang telah kami sebutkan Abu Hatim, An Nasa’i, Ibnu Ma’in, Ibnu Khuzaimah, Ali bin Madini dan Ibnu Hibban melemahkannya. Yaqub bin Syaibah berkata ”Ibnu Aqil jujur tetapi ada kelemahan yang sangat pada hadisnya”. As Saji juga berkata ” termasuk orang yang jujur tetapi tidak meyakinkan hadisnya”. Bisa jadi karena hal inilah Imam Malik dan Yahya bin Said tidak meriwayatkan darinya, dan sebagaimana diketahui bahwa mereka hanya meriwayatkan dari para perawi tsiqah.


Pendhaifan Ibnu Aqil kemungkinan disebabkan oleh:
1. Hadisnya munkar seperti yang dikatakan Ibnu Sa’ad dan Ahmad.
2. Hafalannya yang buruk seperti yang dikatakan oleh Al Khatib dan Ibnu Uyainah.


قال الخطيب كان سيء الحفظ

Al Khatib berkata “hafalannya buruk”

Oleh karena itu walaupun ia shaduq dan hadisnya dianggap hasan oleh sebagian orang tetapi karena hafalannya yang buruk maka hadisnya tidak meyakinkan dan tidak bisa dijadikan hujjah apalagi Ibnu Aqil juga dikatakan munkar al hadis. Menurut kami, Hadis Ibnu Aqil dapat dijadikan i’tibar dan menjadi hasan jika dikuatkan oleh perawi lain yang tsiqat atau yang setingkat dengannya, hal ini untuk memastikan bahwa hafalannya terjaga.

Jadi keputusan Syaikh Al Albani yang menyatakan hadis Ibnu Aqil hasan, jelas perlu ditinjau kembali. Bahkan kami menduga ini adalah bagian dari sikap tasahul (memudahkan) dan kontradiksi Syaikh dalam menilai perawi hadis. Di saat lain terkadang Syaikh begitu mudahnya mendhaifkan hadis seorang perawi yang tsiqah hanya karena hafalannya seperti yang terjadi pada Syarik dan Syahr bin Hausab. Lihat saja hadis berikut

Dalam Kitabnya Dhaif Adabul Mufrad 9/45 Syaikh telah mendhaifkan hadis:

عن شهر بن حوشب قال خرجنا مع ابن عمر، فقال له سالم “الصلاة! يا أبا عبد الرحمن”.

Dari Syahr bin Hausab yang berkata “kami keluar bersama Ibnu Umar, kemudian Salim berkata kepada Ibnu Umar “Shalat wahai Abu Abdurrahman“.

Syaikh Al Albani berkata “sanad hadis ini dhaif karena kelemahan Syahr dalam menghafal hadis”

Padahal kedudukan Syahr bisa dibilang tidak jauh berbeda dengan Ibnu Aqil. Syahr bahkan dikatakan oleh Bukhari kalau hadisnya hasan dan dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Main, Al Ajli, Yaqub bin Syaibah dan Ahmad bin Hanbal. Walaupun beliau telah dibicarakan dan ditinggalkan oleh sebagian orang (diduga karena hafalannya).

Timbul pertanyaan, Mengapa Syaikh tidak menghasankan hadis Syahr seperti ia menghasankan hadis Ibnu Aqil?. Atau sebaliknya, mengapa Beliau tidak mendhaifkan hadis Ibnu Aqil seperti ia mendhaifkan hadis Syahr?. Ataukah karena hadis Ibnu Aqil ini berbicara tentang keutamaan Abu Bakar dan Umar maka Syaikh bermudah-mudahan dalam menilai perawi. Kalau memang karena hafalan yang lemah bisa membuat hadis yang diriwayatkan menjadi dhaif maka akan sangat mudah sekali untuk mendhaifkan hadis Ibnu Aqil yang memang hafalannya lemah.

Jadi untuk menjadikan hadis Ibnu Aqil hasan atau dapat dijadikan hujjah maka perlu dicarikan penguat. Tentu saja penguat ini berasal dari perawi yang setidaknya setingkat dengan Ibnu Aqil atau yang lebih kuat. Dan ternyata tidak ada sanad yang kuat untuk mengangkat hadis Ibnu Aqil ini. Hadis penguat yang ada justru diriwayatkan oleh Furat bin Sa’ib seorang perawi matruk.

Syaikh Al Albani membawakan penguat lain yang dikeluarkan oleh Al Haitsami, beliau berkata:

لكن الفرات هذا متروك , فلا يستشهد به و له شاهدان آخران من حديث عمرو بن العاص و حذيفة بن اليمان , أخرجهما الهيثمي

Furat itu matruk sehingga tidak bisa dijadikan penguat tetapi riwayat ini memiliki penguat lain dari hadis Amr bin Ash dan Hudzaifah Al Yamani, yang dikeluarkan oleh Al Haitsami.

Kami berkata : Tapi mengapa Syaikh hanya berhenti sampai disitu saja, kenapa syaikh tidak membahas riwayat Al Haitsami yang beliau katakan sebagai penguat. Apakah beliau tidak mau membahas hadis tersebut karena beliau mengetahui bahwa Al Haitsami sendiri melemahkan kedua hadis yang Syaikh sebutkan?. Kedua hadis itu jelas tidak bisa dijadikan penguat bagi hadis Ibnu Aqil karena lemahnya kedua hadis tersebut.

Salam Damai

(Jakfari/Syiah-News/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: