Gugatan warga atau citizen lawsuit terkait kebakaran hutan dan lahan di Indonesia tahun 2015 dikabulkan hakim Pengadilan Negeri Palangkaraya.
Para tergugat, yakni Presiden, empat menteri, serta Gubernur dan DPRD Kalimantan Tengah, dinyatakan bersalah atau lalai dalam bencana asap tahun itu.
"Hal ini bentuk kemenangan rakyat dan usaha semua penggugat. Para tergugat harus memenuhi tuntutan warga. Saya apresiasi hakim yang melihatnya dari sisi hak asasi manusia," kata Direktur Eksekutif Wahana lingkungan hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Tengah (Kalteng) Arie Rompas seusai persidangan di Palangkaraya, Rabu (22/3/2017).
Dikabulkannya tuntutan warga membuat tujuh pihak tergugat, yakni Presiden, Menteri lingkungan hidup dan Kehutanan (LHK), Menteri Kesehatan, Menteri Agraria dan Tata Ruang, Menteri Pertanian, Gubernur Kalteng, dan DPRD Kalteng, harus memenuhi tuntutan para penggugat.
Tuntutan itu berupa delapan peraturan atau kebijakan terkait dengan pengelolaan lahan serta antisipasi kebakaran hutan dan lahan, pembangunan rumah sakit, dan permintaan maaf dari pemerintah kepada masyarakat.
Sidang pembacaan putusan itu merupakan sidang ke-18 persidangan gugatan warga. Sidang perdana pada September 2016.
Gugatan diajukan para aktivis lingkungan yang tergabung dalam Gerakan Anti Asap (GAAs) Kalteng. Mereka adalah Direktur Eksekutif Walhi Kalteng Arie Rompas, Deputi Direktur Walhi Kalteng Afandy, Direktur Save Our Borneo Nordin, Direktur JARI Mariaty A Niun, Koordinator Fire Watch Kalteng Faturokhman, Bendahara Walhi Kalteng Herlina, dan warga Kota Palangkaraya Kartika Sari (Kompas, Rabu, 12 Oktober 2016).
Tolak semua
Majelis hakim yang diketuai Kaswanto menolak semua eksepsi pihak tergugat. Hakim juga menolak provisi atau putusan serta-merta dari tergugat. Gugatan dikabulkan untuk kepentingan generasi pada masa depan dan lingkungan yang lebih baik.
Putusan itu, menurut Arie, merupakan langkah maju penegakan hukum terkait permasalahan lingkungan. "Ini bisa jadi angin segar dan awal mula penegakan hukum lingkungan yang baik," kata Arie.
Baca juga: Jokowi Ingatkan Polisi Tak Kompromi Usut Kasus Kebakaran Hutan
Hendri S Dalim, kuasa hukum DPRD Kalteng, mengatakan, keputusan hakim sangat kontradiktif. Dalam gugatan warga, pertimbangan hakim seharusnya tidak bersifat perdata, apalagi dari sisi HAM.
"Pada dasarnya DPRD sangat mendukung usaha ini. Kami juga menjelaskan, DPRD Kalteng bekerja sepenuh hati untuk membantu pemerintah mencegah kebakaran hutan dan lahan. Saya melihat proses gugatannya yang salah," kata Hendri.
Izin
Koordinator GAAs Aryo Nugroho mengungkapkan, salah satu poin penting dalam tuntutan adalah meninjau kembali perizinan perusahaan-perusahaan perkebunan yang terlibat kebakaran di lahan konsesi. Selama ini, perusahaan yang lahannya terbakar tidak dipidanakan dan kasusnya dilepas polisi dengan alasan kekurangan alat bukti.
"Penegakan hukum sekarang tak boleh main-main. Pasca-bencana asap, tak ada satu pun perusahaan yang dipidanakan. Padahal jelas ada kelalaian dan konsesi yang terbakar," ujar Aryo.
Kepolisian Daerah Kalteng pada tahun 2016 menghentikan penyidikan terhadap dua perusahaan yang diduga lalai menjaga lahannya sehingga terjadi kebakaran dan menimbulkan bencana kabut asap. Penyidik tidak mendapatkan cukup bukti untuk meneruskan penyidikan (Kompas, 20 Januari 2016).
"Menteri LHK, sesuai dengan putusan hakim, harus mengumumkan kepada publik perusahaan yang lahannya terbakar dan meninjau kembali izinnya," kata Aryo.
Ia menambahkan, tugas GAAs belum selesai. Mulai saat ini, pihaknya akan terus mengawal proses eksekusi putusan persidangan tersebut. (kompas.com)
Versi cetak artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 23 Maret 2017, di halaman 21 dengan judul "Presiden Dinyatakan Bersalah".
(Kompas/Info-Teratas/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email