Nehru menulis karangan di New York Times mendukung kemerdekaan Indonesia.
Pandit Jawaharlal Nehru, Ketua Partai Kongres India, menulis karangan berjudul “Republik Indonesia Harus Diakui” di New York Times. Antara lain dikatakan bahwa pemerintah Indonesia mendapat sokongan bulat dari rakyat, dan sanggup menjaga keamanan, sehingga kemerdekaan Indonesia dan pemerintahnya harus diakui.
Demikian disebut dalam Kronik Revolusi Indonesia karya Pramoedya Ananta Toer, Koesalah Soebagyo Toer, dan Ediati Kamil. Buku ini mengutip Documenta Historica karya Osman Raliby.
Osman mencatat bahwa “sejarah Indonesia di masa beberapa bulan ini sangat mengagumkan. Rol (peran) Inggris yang dimainkan di sana adalah di luar dugaan sama sekali. Telah terbukti pemerintah Indonesia sanggup mengurus soal-soal tanah airnya sendiri karena pemerintah itu mendapat sokongan yang bulat dari rakyat. Mereka sanggup menjaga keamanan dan karena itu haruslah diakui kemerdekaan Indonesia dan juga pemerintahnya harus diakui.”
Menurut Pram dkk, kantor berita Belanda di Bombay mengabarkan bahwa Nehru telah menyatakan simpatinya terhadap sahabat-sahabatnya di Indonesia yang berjuang untuk memelihara kemerdekaan dan mempertahankan Republiknya.
Presiden Sukarno menyampaikan ucapan selamat kepada Nehru ketika menjabat Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri Pemerintah India Sementara pada September 1946. Nehru menjadi Perdana Menteri pertama India pada 1947-1964.
Dalam surat balasan kepada Sukarno, Nehru menyatakan “India dan Indonesia di tahun terakhir ini makin dekat-mendekati. Di India banyak simpati atas perjuangan kemerdekaan Indonesia.”
Nehru juga menyatakan bahwa “India sangat terharu oleh kiriman beras dari Indonesia, yaitu waktu Indonesia sendiri menghadapi kesusahan.” Perdana Menteri Sutan Sjahrir mengirim beras 500.000 ton ke India yang sedang dilanda kelaparan. Sebaliknya, pemerintah India mengirimkan 200 peti pakaian.
“Dengan diplomasi internasional ini Perdana Menteri Sjahrir hendak mematahkan propaganda Belanda di dunia Internasional yang selalu menggambarkan Republik kacau-balau. Juga dengan ekspor beras itu hendak dipatahkan blokade laut Belanda sekitar Jawa dan Sumatera, selanjutnya untuk mencari pengakuan atas dirinya dari negara-negara lain,” tulis Pram, dkk.
(Historia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Perdana Menteri India Pandit Jawaharlal Nehru berkunjung ke Indonesia pada Agustus 1950.
Pandit Jawaharlal Nehru, Ketua Partai Kongres India, menulis karangan berjudul “Republik Indonesia Harus Diakui” di New York Times. Antara lain dikatakan bahwa pemerintah Indonesia mendapat sokongan bulat dari rakyat, dan sanggup menjaga keamanan, sehingga kemerdekaan Indonesia dan pemerintahnya harus diakui.
Demikian disebut dalam Kronik Revolusi Indonesia karya Pramoedya Ananta Toer, Koesalah Soebagyo Toer, dan Ediati Kamil. Buku ini mengutip Documenta Historica karya Osman Raliby.
Osman mencatat bahwa “sejarah Indonesia di masa beberapa bulan ini sangat mengagumkan. Rol (peran) Inggris yang dimainkan di sana adalah di luar dugaan sama sekali. Telah terbukti pemerintah Indonesia sanggup mengurus soal-soal tanah airnya sendiri karena pemerintah itu mendapat sokongan yang bulat dari rakyat. Mereka sanggup menjaga keamanan dan karena itu haruslah diakui kemerdekaan Indonesia dan juga pemerintahnya harus diakui.”
Menurut Pram dkk, kantor berita Belanda di Bombay mengabarkan bahwa Nehru telah menyatakan simpatinya terhadap sahabat-sahabatnya di Indonesia yang berjuang untuk memelihara kemerdekaan dan mempertahankan Republiknya.
Presiden Sukarno menyampaikan ucapan selamat kepada Nehru ketika menjabat Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri Pemerintah India Sementara pada September 1946. Nehru menjadi Perdana Menteri pertama India pada 1947-1964.
Dalam surat balasan kepada Sukarno, Nehru menyatakan “India dan Indonesia di tahun terakhir ini makin dekat-mendekati. Di India banyak simpati atas perjuangan kemerdekaan Indonesia.”
Nehru juga menyatakan bahwa “India sangat terharu oleh kiriman beras dari Indonesia, yaitu waktu Indonesia sendiri menghadapi kesusahan.” Perdana Menteri Sutan Sjahrir mengirim beras 500.000 ton ke India yang sedang dilanda kelaparan. Sebaliknya, pemerintah India mengirimkan 200 peti pakaian.
“Dengan diplomasi internasional ini Perdana Menteri Sjahrir hendak mematahkan propaganda Belanda di dunia Internasional yang selalu menggambarkan Republik kacau-balau. Juga dengan ekspor beras itu hendak dipatahkan blokade laut Belanda sekitar Jawa dan Sumatera, selanjutnya untuk mencari pengakuan atas dirinya dari negara-negara lain,” tulis Pram, dkk.
(Historia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email