Kebutaan merupakan sebuah ujian dari Allah. Pesan saya kepada seluruh tunanetra dunia Islam adalah agar tetap aktif, mereka pergi ke kelas-kelas al-Quran dan senantiasa berupaya untuk sampai pada tujuan-tujuan besar; moto kami adalah kebutaan, bukanlah terputus dari masyarakat.
Ali Uzkul, hafiz cacat netra 26 tahun asal Turki ikut berpartisipasi dalam musabaqoh internasional al-Quran cacat netra dunia Islam kedua, yang diselenggarakan di Musholla Imam Khomeini (ra) Tehran dan saling berkompetisi satu sama lain dengan para kompetitor tunanetra lainnya dalam jurusan hafalan seluruh al-Quran.
Hafiz cacat netra ini saat wawancara dengan IQNA menjelaskan bahwa al-Quran memiliki banyak pengaruh dalam kehidupannya. Ia mengatakan, manusia membutuhkan sebuah sumber yang penuh dengan ketenangan dan spiritual, yang membentuk kehidupannya dalam naungannya dan ini adalah al-Quran. Al-Quran mengajarkan saya dimana Allah dalam segala kondisi memberikan sebuah lentera untuk memberi petunjuk seluruh manusia, yang mana disitu dapat menemukan cara menyelesaikan problem-problem yang ada.
Ia mengisyaratkan bahwa dirinya adalah seorang muazin di sebuah masjid yang terletak di bundaran utama kota Akşehir, propinsi Konya, di bawah pengawasan organisasi keagamaan Turki. "Adanya peran aktif dalam masyarakat memberikan optimis pada saya. Karena menunjukkan bahwa diri kita dapat bersandar pada diri kita sendiri. Seandainya jika saya tidak memiliki hasrat dan kecintaan untuk menimba al-Quran, saat ini kehidupan saya mungkin tidaklah terlalu bergairah. Dengan tanpa harmonisasi al-Quran, maka kita harus gambarkan dunia ini kosong dari spiritual. Di bawah naungan kitab samawi ini saya dapat menunaikan haji dan umrah sebanyak dua kali dan ini amatlah menggembirakan bagi saya,” imbuhnya.
Menurut Ali Uzkul, tidak adanya penglihatan bukanlah sebuah perintah untuk kemajuan. "Izinkan saya menjabarkan hal ini dengan sedikit bergurau. Saat ini saya juga merasakan di samping kalian juga ada dua orang lain. Sejak dari kecil juga saya memiliki kriteria ini pada diri saya, dimana saya menganggap diri saya tidak buta; pada masa itu untuk menjaga spirit dan kesabaran, keluarga saya senantiasa mengatakan bahwa saya melihat kalian, meski saya sudah buta sejak dari lahir.
Hafiz cacat netra ini mengatakan, saya mulai menimba al-Quran sejak dari kecil. Setiap tahun di musim panas setelah liburan sekolah saya pergi ke sekolah-sekolah al-Quran dan saya mempelajari bacaanya dengan menggunakan alfabet Braille. Menimba al-Quran memberikan gelora dan banyak kegembiraan pada diri saya. Namun metode menimba semata-mata tidak terbatas pada alfabet Braille semata, bahkan dengan mendengarkan suara-suara tilawah para qori tersohor dunia Islam juga memiliki banyak pengaruh.
"Ketika saya melewati masa pembelajaran di jenjang SMA, saya memutuskan untuk menghafal al-Quran. Alhamdulillah dengan bantuan Allah saya dapat mengemban hal ini selama 8 bulan. Kesuksesan ini sejatinya juga menyebabkan kemajuan saya dalam bidang pelajaran; sampai-sampai saat ini saya alumnus S1 jurusan teologi,” tegasnya.
Ali Uzkul dengan menjelaskan bahwa musabaqoh Republik Islam Iran merupakan pengalaman pertamanya di tingkat internasional menambahkan, semoga musabaqoh ini terus berlanjut pada tahun-tahun mendatang. Menurut saya, menciptakan kesempatan untuk kegemilangan potensi-potensi Qurani adalah hal yang patut dipuji. Bukan hanya Iran, bahkan seluruh dunia Islam harus memiliki peran aktif dalam menyebarkan aktivitas-aktivitas Qurani khusus untuk para tunanetra.
Hafiz tunanetra ini di penghujung dialog juga menegaskan, kebutaan menurut saya adalah sebuah ujian dari Allah. Pesan saya kepada para cacat netra dunia Islam adalah agar mereka tetap aktif, mereka harus mempelajari bahasa menulis negara mereka dan senantiasa berupaya untuk sampai pada tujuan-tujuan besar; pergi ke kelas-kelas al-Quran. Moto kami adalah kebutaan bukan terputus dari masyarkat.
(IQNA/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email