Di sebuah desa tinggal seorang pria muda bersama istrinya. Pria ini dikenal gampang emosional dan mudah marah. Sedikiit saja orang dilihatnya keliru, respon marahnya tidak ketulungan. Istrinya yang sangat mencintainya sehari-hari kelihatan murung karena setiap hari ada saja tetangganya yang mengadu perihal perilaku suaminya yang mudah marah dan semakin banyaknya orang yang membencinya.
Melihat kondisi ini, sang istri menyarankan suaminya berguru, mencari petunjuk bagaimana mengurangi emosinya yang kerap meledak-ledak diiringi perilaku marah tak terkendali.
Mengembaralah si suami mencari guru. Setelah beberapa hari perjalanan, ada yang menunjukinya tentang keberadaan orang bijak di sebuah desa, seorang guru yang terkenal banyak murid dan pengikutnya.
Singkat cerita, dia kunjungi orang bijak itu. Menatap pria muda di hadapannya, si orang bijak langsung menebak.
“Nak, kamu nampaknya kurang sabar sehingga emosimu seringkali mudah meledak dan diiringi perilaku marah-marah,” tebaknya.
“Betul, Guru,” jawab pria itu. “Saya kesini untuk belajar mengurangi emosi dan kemarahan yang meledak- ledak.”
“Oh, itu gampang, Nak. Kamu pakai saja jurus 7 langkah sebelum memberi respon terhadap rangsangan emosimu. Sambil menghela nafas, kamu maju 7 langkah, kemudian mundur 7 langkah. Lakukanlah itu sebanyak 7 kali,” petuah sang Guru.
Setelah mendapat pelajaran dari orang bijak, dia segera pulang dengan berjalan kaki. Karena rumahnya jauh dia memerlukan waktu beberapa hari. Sampai di rumah malam hari, benar-benar dalam keadaan lelah. Tapi, betapa terkejutnya dia, ketika masuk kamar tidur ditemukannya istrinya sedang tidur satu selimut dengan seseorang.
Emosinya memuncak, segera dia mencabut belati yang terelip di pinggangnya. Namun sebelum bertindak dia ingat ajaran gurunya. Dia pun menerapkan ilmu 7 langkah yang diajarkan sang Guru. Dengan jurus 7 langkah maju dan 7 langkah mundur timbullah suara gaduh, sehingga istrinya terbangun dan selimutnya tersingkap. Ternyata yang diajak tidur bareng oleh istrinya, tak lain adalah ibu mertuanya sendiri!
Pemuda itu bersyukur tidak segera merespon, berkat keputusannya menerapkan ajaran membangun kesabaran dari gurunya.
Kesabaran adalah mutiara kehidupan yang kerap dibutuhkan terutama ketika kita tersinggung, ketika kita marah, ketika kita emosi. Kesabaran merupakan rem bagi respon terlalu cepat terhadap emosi, amarah dan sikap-sikap negatiif lainnya. Maka, benarlah kata para orang tua yang bijak, bahwa kesabaran pasti akan selalu berbuah manis. Dan beruntunglah hidup para penyandang kesabaran itu, karena Tuhan menyayangi dan beserta orang-orang yang sabar.
(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email