Berkata Syeikh al Arif Billah; Syeikhul Islam Abbas al Qummi –radhiyallahu ‘anhu-:
Wahai saudaraku yang mulia, jauhkan dirimu dari kerakusan, sesungguhnya ia adalah padang pasir luas tak bertepi, kemanapun engkau mengarah kamu tidak menemukan batasannya. Ia bagaikan lautan tak berujung, engkau tidak akan pernah sampai ke dasarnya betapa pun engkau menyelaminya. Orang yang jelek nasibnya adalah yang bertimpa penyakit rakus, ia akan tersesat kemudian akan celaka dan sulit ditolong.
Diriwayatkan dari Rasulullah saw.:
الحريص محروم ، وهو مع حرمانه مذموم ، في أي شئ كان ، وكيف لا يكون محروما وقد فر من وثاق الله
“Orang yang rakus akan terhalangi (dari mendapatkan yang ia inginkan), di sampang itu ia tercela dalam hal apapun. Bagaimana ia tidak tercegah sementara ia telah lari dari ikatan Allah.”[1]
Diriwayatkan dari Amirul Mukminin as.:
الْحِرْصُ أَحَرُّ مِن النارِ.
“Karakusan lebih membara dari api.”
الحرِيصُ يَنقصُ قَدرَ الرجلِ و لا يزيدُ فِي رزقِهِ.
“Kerakusan mengurangi kadar (nilai) seorang dan tidak akan menambah rizkinya.”
قَتل الحِرصُ راكِبَهُ.
“Rasa rakus telah membunuh penunggangnya.”
الحرِيصُ أسيرُ مَهانَةٍ لا يُفَكُّ أسرُهُ.
“Orang yang rakus adalah tawanan kehinaan yang tidak akan dilepas belenggunya.”
الحرِيصُ فقيرٌ و إنْ مَلَكَ الدنيا بِحَذافيرِها.
“Orang yang rakus itu fakir (selamanya) walaupun ia memiliki dunia dengan seluruh isinya.”
Dan telah diriwayatkan dari Imam Muhammad bin Ali al Baqir as.:
مثَلُ الحرِيصِ على الدنيا مثلُ دودَةِ القز, كلما ازدادت من القزِّ على نفسها لُفًّا كان أبْعَدَ لها من الخُرُوْجِ …
“Perumpamaan seorang yang rakus terhadap dunia seperti ulat sutra, semakin ia banyak mengeluarkan liur dan melilit dirinya semakin ia sulit keluar darinya.”[2]
Dan Qanâ’ah (merasa cukup dengan apa yang dimiliki) adalah sifat yang seluruh keutamaan bergantung kepadanya, tidak terkecuali ketenangan jiwa di dunia dan akhirat. Sepuluh orang boleh jadi bisa disatukan oleh sebuah jamuan makan, tetapi dua ekor anjing pasti akan bertengkar memperebutkan bangkai. Demikianlah seorang yang rakus selalu dalam keadaan lapar walaupun ia telah memiliki seluruh isi dunia, sedangkan seorang yang bersifat qanâ’ah ia dibuat kenyang dengan secuil roti.
Catatan Kaki:
[1] Bihâr al Anwâr,73/165.
[2] Al Kâfi,2/Bab Hubbu ad Dunyâ wa al Hirsh ‘Alaihâ/Cinta dunia dan kerakusan terhadapnya/316/hadis no. 7.
(Jakfari/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email