Berkata Syeikh al Arif Billah; Syeikhul Islam Abbas al Qummi –radhiyallahu ‘anhu-:
Saudaraku … Sebisa mungkin angkatlah kedua tanganmu kepada Tuhanmu, mintalah dari-Nya seluruh keperluan dan kebutuhanmu, jangan engkau rendahkan harga dirimu di hadapan kaum hina demi mencari sesuap nasi menyambung hidup.[1]
Ketahuilah bahwa baju kerajaan –betapun ia gagah- ia lebih hina dari baju kaum papah yang kusang yang kita kenakan.
Makanan kaum kaya yang mewah –walaupun ia lazat- namun sepotong roti kering yang kita makan itu lebih lezat.
Wahai saudaraku yang mulia, jangan engkau galau karena sedikitnya uang. Jangan engkau jual agamamu dengan dunia. Kelak pada hari pembalasan, kejayaan adalah milik agama bukan milik dinar (harta). Hanya dengan agama-lah seorang akan membumbung tinggi derajatnya, bukan dengan dinar.
Orang bijak bertutur, “Andai air kehidupan ini hanya akan didapat dengen menjual harga diri, pastilah orang yang alim tidak akan membelinya. Ia rela mati karena sakitnya dari pada menanggung kehinaan.”
Jadi, hanya kepada Allah-lah hendaknya engkau bertawakkal.[2] Putuslah kerakusanmu dari apa yang ada di tangan orang[3]. Jangan perhatikan apa yang ada di tangan mereka.
Allah berfirman:
لاَ يَسْأَلُ الناسَ إِلْحافًا
“Mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak.” (QS. Al Baqarah;273)
Rasulullah saw. bersabda kepada Abu Dzarr ra.:
يَا أبا ذَرٍّ! إياكَ و السُؤالَ فَإِنَّهُ ذُلٌّ حاضِرٌ و فقْرٌ مُتَعَجِّلٌ، و فيه حسابٌ طويلٌ يوْمَ القيامَةِ.
“Hai Abu Dzarr! Hati-hatilah kamu dari meminta-minta, sebab ia adalah kehinaan yang hadir (di depan mata) dan kefakiran yang disegerakan. Padanya terdapat hisab yang panjang di hari kiamat.”[4]
Diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda kepada Ali as.:
يَا علِيُّ! لأَنْ أُدْخِلَ يدِيْ في فَمِ التِّنِّينِ أَحَبَّ إلَيَّ مِنْ أَنْ أَسْأَلَ مَنْ لَمْ يَكُنْ ثُمَّ كانَ.
“Hai Ali, andai tanganku ini dimaksukkan ke mulut ular hingga persendian itu lebih aku sukai dari aku meminta-minta dari yang tidak ada kemudian ada (terjadi).”[5]
Telah diriwayatkan dari Amirul Mukminin as.:
السُّؤالُ يُضْعِفُ لِسانَ المُتكلِمِ، و َيَكْسِرُ قلبَ الشُّجاعِ، ويَقِفُ الحُّرُّ العزيزُ مَوْقِفَ العبدِ الذليلِ، و يُذْهِبُ بَهاءَ
“Meminta-minta membuat lemah lisan pembicara, mematahkan hati pemberani,berdirinya seorang yang merdeka nun mulia bisa seperti berdirinya seorang budak yang hina. Ia dapat menghilangkan kewibawaan wajah dan mencukur rizki.”
التَّقَرُّبُ إلى اللهِ –تعالى- بِمَسْأَلَتِهِ وَ إلى الناسِ بِتَرْكِها.
“Mendektakan diri kepada Allah –Ta’ala– itu dengan memohon kepada-Nya dan kepada manusia dengan meninggalkan meminta-minta dari mereka.”
شِيْعَتِيْ مَنْ لَمْ يَهِرَّ هريرَ الكَلْبِ ولا يَطْمَعُ طمَعَ الغُرابِ، و لم يَسْأَلِ الناسَ و لوماتَ جُوعًا.
“Syi’ahku adalah orang yang tidak menjulurkan lidahnya bak anjing, tidak rakus bak rakusnya burung gagak, dan tidak meminta-minta walaupun ia harus mati kelaparan.”
الْمَسْأَلَةُ مِفْتاحُ الفَقْرِ.
Dan “Meminta-minta adalah kunci kefakiran.”[6]
Catatan Kaki:
[1] Rasulullah saw. bersabda:
لَيْسَ الغِنَى عَنْ كثرَةِ العُرُوْشِ، و إِنَّما الغنى غِنَى النَّفْسِ.
“Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya singgasana, akan tetapi kekayaan itu adalah kaya jiwa.”
Dalam hadis lain dikatakan: Ada seorang arab baduwi datang dan meminta nasihat kepada Rasulullah saw., maka beliau bersabda, ‘Jika engaku shalat maka satallah sebagai shalat perpisahan. Dan jangan engaku berbicara dengan sebuah pembicaraan yang engkau akan meminta maaf karenanya. Dan kumpulkan keterputus-asaanmu dari apa yang ada di tangan orang.”
Imam Ja’far as. bersabda:
شيعنُتا مِنْ لاَ يَسْأل الناسً و ماتَ جُوْعًا
“Syi’ah kami adalah tidak meminta dari orang walaupun ia mati kelaparan.”
Imam Ali as. bersabda:
ثلاثة هنّ فخر المؤمن وزينه في الدنيا والآخرة : الصلاة في آخر الليل ، ويأسه مما في أيدي الناس ، وولاية الإمام من آل محمد (ص)
“Tiga perkara, ia adalah kebanggaan seorang mukmin dan hiasannya di dunia dan akhirat; shalat (sunnah) di akhrir malam, berputus asa dari apa yang ada di tangan orang dan ber-wilayah kepada imam dari keluarga Muhammad saw.” (baca Jâmi’ As Sa’âdâh,2/107).
[2] Al Kulaini meriwayatkan dari Imam Ja’far as.:
إِذَا أَرادَ أَحَدَكُمْ أَنْ لا يَسْأَلَ رَبَّهُ إلاَّ أَعْطاهُ فَلْيَيْأَسْ مِنَ الناسِ كُلِّهِمْ، ولا يكونُ لَهُرَجاءٌ إلاَّ عندَ الله، فإِذَا علمَ اللهُ عز و جل ذلكَ مِنْ قلبِهِ لَمْ يَسْأَلِ اللهَ شيئًا إلاَّ أَعْطاهُ.
“Jika seorang dari kalian ingin untuk tidak meminta sesuatu kepada Allah kecuali diperkenankan, maka hendaknya ia berputus asa dari apa yang ada seluruh manusia, hendaknya ia tidak berpengharapan kecuali yang ada di sisi Allah. Jika Allah –Azza wa jalla- mengetahui yang demikian dari hati hamba-Nya maka ia tidak meminta sesuatu apapun melainkan akan diberi.”
[3] Telah diriwayatkan dari Imam Ja’far ash Shadiq as. tentang tafsir ayat 88 surah al Hijir. Beliau as. bersabda:
‘Ketika turun ayat:
لا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلى ما مَتَّعْنا بِهِ أَزْواجاً مِنْهُمْ وَ لا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَ اخْفِضْ جَناحَكَ لِلْمُؤْمِنينَ
‘Janganlah sekali-kali kamu menujukan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.’
Rasulullah saw. bersabda:
من لم يتعزّ بعزاء الله تقطعت نفسه على الدنيا حسرات .
ومن رمى ببصره إلى ما في يدي غيره كثر همه ، ولم يشف غيظه.
ومن لم يعلم أن لله عليه نعمة إلا في مطعم أو ملبس فقد قصر عمله ، ودنا عذابه .
ومن أصبح على الدنيا حزيناً أصبح على الله ساخطاً .
ومن شكا مصيبة نزلت به فإنما يشكو ربه .
ومن دخل النار من هذه الأمة ممن قرأ القرآن فهو ممن يتخذ آيات الله هزواً .
ومن أتى ذا ميسرة فتخشع له طلب ما في يديه ، ذهب ثلثا دينه ،
‘Barang siapa tidak berleba-sukngkawa dengan bela-sungkawa [yang diajarkan] Allah pasti jiwanya akan terpotong-potong karena menyesali dunia [yang luput dari raihannya].
Barang siapa yang mengulurkan pandangannya kepada apa yang ada di tangan [dimiliki] orang lain pasti kesumpekannya akan menjadi banyak dan sakit hatinya tidak akan tersembuhkan.
Barang siapa tidak mengetahui bahwa Allah memiliki banyak nikmat atasnya kecuali hanya pada nikmat makanan dan pakaian saja niscaya amalnya akan pendek dan siksanya akan segera datang.
Barang siapa yang bersedih atas dunia maka sebenarnya ia sedang murka kepada Allah.
Barang siapa mengeluhkan musibah yang menimpanya maka sesungguhnya ia hanya mengeluhkan Tuhannya.
Barang siapa dari umat ini yang telah membaca Al Qur’an, lalu ia masuk neraka maka sebenarnya ia termasuk dari golongan yang menjadikan ayat-ayat Allah sebagai bahan olok-olokan.
Barang siapa mendatangi seorang yang berkecukupan [kaya] lalu ia merandahkan diri kepadanya demi meminta apa yang ada di tangannya maka hilanglah dua pertiga agamanya.
Kemudian beliau as. bersabda:
ولا تعجل !.. وليس يكون الرجل ينال من الرجل الرفق فيجلّه ويوقره ، فقد يجب ذلك له عليه ، ولكن تراه أنه يريد بتخشعه ما عند الله ، أو يريد أن يختله عمّا في يديه.
‘Jangan tergesah-gesah! … tidaklah maksudnya: seorang bersikap lembut kepada orang lain, lalu ia membalasnya dengan bersikap lembut, maka ia terkena hukum di atas. Karena boleh jadi hal itu wajib atasnya. Tetapi kamu melihatnya bersikap tunduk itu karena ia menginginkan apa yang ada di sisi Allah atau dengan sikap tunduk itu ia menginginkan mendapatkan apa yang ada di tangan hamba.’ [Tafsir al Qummi:356.]
[4] Bihar Al Anwar,77/59-60.
[5] Makarim Akhlak: 433 dan Birah Al Anwar,77/59-60..
[6] Rasulullah saw. bersabda:
ما مِنْ عيدٍ فتَح على نفْسِهِ بابًا مِن الْمَسأَلَةِ إلاَّ فتح اللهُ عليهِ سَبْعِين بابا من الفقرِ.
“Tiada seorang hamba membuka untuk dirinya pinta meminta-minta melainkan Allah akan membukakan unrtuknya tujuh puluh pintu kefakiran.” (Jâmi’ Al Akhbâr: 379).
(Jakfari/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email