Alkisah, seorang Guru memberikan tugas kepada para muridnya untuk menuliskan Tujuh Keajaiban Dunia. Malamnya sang Guru memeriksa tugas itu dan ternyata sebagian besar siswa menulis demikian:
Tujuh Keajaiban Dunia:
1. Piramida.
2. Taj Mahal.
3. Tembok Besar Cina.
4. Menara Pisa.
5. Kuil Angkor.
6. Menara Eiffel.
7. Candi Borobudur.
Lembar demi lembar memuat hal yang hampir sama. Beberapa perbedaan hanya terdapat pada urutan penulisan daftar tersebut. Meski demikian, Guru itu terus memeriksa sampai lembar yang paling akhir. Saat memeriksa lembar yang paling akhir itulah, sang Guru terdiam. Dia tahu lembar jawaban terakhir itu milik si Gadis Kecil Pendiam, dengan jawaban yang benar-benar berbeda dari selainnya.
Isinya seperti ini:
Tujuh Keajaiban Dunia:
1. Bisa Melihat,
2. Bisa Mendengar,
3. Bisa Menyentuh,
4. Bisa Disayangi,
5. Bisa Merasakan,
6. Bisa Tertawa, dan
7. Bisa Mencintai…
Setelah duduk diam beberapa saat, sang Guru menutup lembaran tugas siswanya. Kemudian menundukkan kepalanya berdoa, sekaligus mengucap syukur untuk Gadis Kecil Pendiam di kelasnya yang telah mengajarkannya sebuah Pelajaran Hebat, yaitu:
Tidak perlu mencari sampai ke ujung bumi untuk menemukan keajaiban. Keajaiban itu, ada di sekeliling kita, untuk kita miliki dan tak lupa kita syukuri.
Sang Guru kemudian bertanya kepada dirinya sendiri, apa yang kita cari dalam hidup ini?
Saat hidup di desa, kita merindukan kota …
Saat kita hidup di kota, malah merindukan kampung halaman…
Kalau kemarau, kita tanya, kapan hujan?
Di musim hujan, kita tanya, kapan kemarau?
Saat di rumah sendiri, inginnya pergi…
Setelah di rantau, inginnya pulang ke rumah…
Di waktu tenang, kita cari keramaian…
Saat sudah di keramaian, yang ingin dicari justru ketenangan…
Ketika masih bujang mengeluh ingin nikah, sudah berkeluarga mengeluh belum punya anak, setelah punya anak mengeluh betapa beratnya biaya hidup dan pendidikan… dan seterusnya
Pendek kata, segala sesuatu sepertinya tampak indah, saat belum kita miliki…
Lalu kapankah kebahagiaan bisa didapatkan kalau kita hanya fokus memikirkan apa yang belum ada, tapi mengabaikan apa yang sudah kita miliki?
Tidakkah lebih baik bila kita menjadi pribadi yang pandai bersyukur dengan rahmat yang sudah kita miliki?
Ibarat petuah orang bijak, “Mungkinkah selembar daun yang kecil dapat menutupi bumi yang luas ini..?? Menutupi telapak tangan saja sulit… Tapi kalau daun kecil ini menempel di mata kita, maka tertutuplah “BUMI” luas itu dengan selembar daun kecil tersebut.”
Begitu juga bila hati ditutupi pikiran buruk sekecil apa pun, maka kita akan melihat keburukan dimana-mana. Seolah seluruh isi bumi ini pun tampak buruk.
Karena itu, jangan menutup mata kita, meski hanya dengan daun kecil. Jangan menutupi hati kita, dengan pikiran buruk, walau cuma seujung kuku.
Syukurilah apa yang sudah kita miliki sebagai modal untuk memuliakan-Nya. Karena hidup semata waktu yang dipinjamkan dan harta adalah berkah yang dipercayakan Tuhan. Semua itu, kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh-Nya.
Mari bersyukur atas napas yang masih di kandung badan. Bersyukurlah atas keluarga dan pekerjaan yang kita miliki…
Intinya, bersyukur dan selalu bersyukurlah di dalam segala hal, sembari bersegera berlomba dalam kebaikan.
(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email