Pimpinan DPR membandingkan penanganan kasus anak bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, yang dilaporkan Muhammad Hidayat Situmorang ke Polres Metro Bekasi Kota, dengan kasus Sekretaris Jenderal Forum Umat Islam Al Khathath, pimpinan Front Pembela Islam Habib Rizieq Shihab, dan Rachmawati Soekarnoputri. Kalau kasus penodaan dan ujaran kebencian yang dituduhkan ke Kaesang dihentikan karena dianggap tak cukup bukti dan cuma mengada-ada, maka kasus Al Khaththath Rizieq juga harus diperlakukan yang sama.
"Nah, kan penilaian menjadi penilaian subyektif, bagaimana dengan kasus lain yang saya juga berpendapat mengada-ada. Misalnya kasus makar, itu kan mengada-ada, saya kira harus dihentikan dong. Itu kan mengada-ngada. Karena tidak ada bukti sama sekali, polisi harus hentikan," kata Wakil Ketua DPR Fadli Zon dari Gerindra di DPR, Jakarta, Kamis (6/7/2017).
Bila penanganan kasus dibeda-bedakan, Fadli mengatakan masyarakat akan menilai kinerja polisi tidak menggunakan prinsip kesamaan di hadapan hukum.
"Biar masyarakat yang menilai di mana ada keadilan atau tidak. Kalau org lapor tiba-tiba dinyatakan tidak ada, kan harusnya diperiksa dulu, paling tidak diperlakukan secara equals atau sama," ujar Fadli.
Hal senada juga diungkapkan kolega Fadli, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.
"Makanya saya usulkan nggak usah main-main ini lagi yang Pak Khathath, Ibu Rachmawati, ya sudahlah kembali ke normal semua semua orang itu," kata Fahri.
"Bebasin saja semua nggak perlu mengarang-ngarang kayak Habib Rizieq segalanya, nggak usahlah kasus ini, nggak ada kok, tapi diada-adain," Fahri menambahkan.
Menurut Fahri polisi harus mengedepankan profesionalisme. Fahri mencurigai polisi mulai tidak obyektif setelah pilkada Jakarta berakhir. Hal itu bisa dilihat dari banyaknya kasus yang dilaporkan setelah pilkada.
"Saya mengimbau agar kepolisian memang berhenti ditarik atau diseret oleh hasil-hasil politik terutama pasca Pilkada DKI, kembali normal," tuturnya.
(Suara/Info-Teratas/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email