Pesan Rahbar

Home » » Azab Di Dunia Bagi Yang Membenci Dan Membunuh Imam Husein a.s

Azab Di Dunia Bagi Yang Membenci Dan Membunuh Imam Husein a.s

Written By Unknown on Friday, 22 April 2016 | 21:11:00


Dalam kitab Ash-Shaw’iqul Muhriqah Ibnu Hajar, halaman 116:
Az-Zuhri berkata: “Tidak ada seorangpun yang membunuh Al-Husein (as) kecuali ia mendapat azab di dunia, yaitu: dibunuh atau buta atau wajahnya menghitam, atau kekuasaannya hilang.”

Banyak sekali peristiwa azab yang diturunkan kepada orang-orang yang membunuh Al-Husein (as) dan yang membencinya. Jika Anda ingin mengetahui lebih rinci, silahkan baca kitab-kitab berikut:
1. Tahdzib At-Tahdzib, Ibnu Hajar, jilid 2 halaman 354, 355, 382 hadis ke 615, 659
2. Dzakhair Al-‘Uqba, Muhibuddin Ath-Thabari, halaman 144, 145., 149.
3. Majmaj Az-Zawaid, Al-Haitsami, jilid 9 halaman 196.
4. Ash-Shawa’iq Al-Muhriqah, Ibnu Hajar, halaman 117, 118.
_______________________________________

Nasib Pembunuh Imam Husain

Foto: Ziarah Makam Imam Husain

Peringatan Asyura memang telah berlalu, namun hikmah dari peristiwa tersebut akan selalu kekal sepanjang zaman. Di antara hikmah tersebut dapat kita baca dari sabda Sayidina Husain yang terbukti kebenarannya. Perhatikan baik-baik ucapan Sayidina Husain berikut, “Barang siapa berusaha mencapai suatu urusan dengan kemaksiatan kepada Allah, maka dia akan semakin jauh dari apa yang diharapkannya dan semakin cepat kepada apa yang dikhawatirkannya.”

Kita mulai kisah pembunuh Sayidina Husain dari awal. Sebelum ditugaskan di Karbala, Umar bin Saad [panglima perang pasukan Yazid, putra Saad bin Abi Waqash] sudah mendapat perintah untuk pergi ke sebuah daerah di Persia, dan menjadi gubernur di sana. Namun, Ibnu Ziad memberikan tawaran lain, yakni membunuh Sayidina Husain. Tawar menawar antara Umar dan Ibnu Ziad pun terjadi.

Umar bin Saad bimbang. Anaknya menceritakan bahwa Umar berkata, “Apakah aku akan pergi ke Karbala dan membunuh Husain? Jika aku melakukan itu, maka aku akan mendapatkan kekuasaan dan harta, serta dunia akan bergegas kepadaku. Akan tetapi di akhirat aku akan mendapat neraka Jahannam dan siksa Allah. Adapun jika aku tidak pergi ke Karbala, maka bagiku akhirat, kemuliaan surga, keridhaan Allah, namun aku tidak mendapatkan dunia.”

Hubb ad-dunyâ (kecintaan kepada dunia) seolah merasukinya, dan ia berkata, “Di sana ada akhirat. Jika begitu, sekarang kita pergi ke Karbala dan membunuh Husain, lalu kita kembali ke Ray dan memegang kekuasaan di sana, dan setelah itu baru kita bertaubat.”

Di tengah pertempuran Karbala, Sayidina Husain berulang kali mengingatkan Umar atas apa yang akan dilakukannya. Sayidina Husain berharap agar manusia ini masih dapat memperoleh hidayah dari Allah. Sayidina Husain menawarkan segala yang Umar inginkan. Ketika Umar mengatakan, “Aku ingin memerintah di Ray.” Imam Husain berkata, “Aku harap engkau tidak memakan gandum dari daerah Ray, karena mereka akan memenggal kepalamu di tempat tidurmu.”

Singkatnya, Umar menolak tawaran Imam. Pembantaian di Karbala berakhir. Umar telah membunuh Sayidina Husain, sang cucu Nabi, dan menjalankan perintah Ibnu Ziad dan Yazid. Mari kita mengingat kembali ucapan suci Imam Husain, “Barang siapa berusaha mencapai suatu urusan dengan kemaksiatan kepada Allah, maka dia akan semakin jauh dari apa yang diharapkannya dan semakin cepat kepada apa yang dikhawatirkannya.”

Umar bin Saad melapor dan berkata kepada Ibnu Ziyad, “Aku telah siap untuk berangkat ke Ray.” Ibnu Ziyad berkata, “Aku mendengar bahwa engkau melakukan pertemuan khusus dengan Imam Husain. Apa pentingnya engkau melakukan pertemuan dengan musuh?!” Umar menjawab, “Itu tidak penting. Aku telah menjalankan perintahmu untuk membunuh Husain dan telah aku kirim ke Syam. Sekarang, setelah semua ini, apa yang engkau inginkan?”

Ibnu Ziad berkata, “Seharusnya engkau tidak melakukan pertemuan dengan Husain. Berikan kepadaku surat perjanjian mengenai kekuasaan Ray.” Ibnu Ziyad mengambilnya dan merobek-robek serta membuangnya. Umar berkata, “Wahai Ibnu Ziyad, engkau telah menghancurkanku.” Setelah kejadian ini, Umar selalu membacakan ayat: “Rugilah ia di dunia dan di akhirat, yang demikian itu adalah kerugian yang nyata” (QS. Al-Hajj : 11).

Umar mulai menjadi gila. Istri dan anak-anaknya jengkel. Mereka berkata, “Engkau menyebabkan kesengsaraan kami. Karena perbuatan kejimu, kami tidak bisa pergi ke luar rumah.” Setiap Umar melewati jalan-jalan kota, anak-anak melemparinya dengan batu dan mendapat hinaan dari orang-orang di sana.

Kemudian datang periode Mukhtar, khalifah Umayyah lainnya. Istri Umar bin Saad adalah saudari Mukhtar. Karena itu, istri Umar mendapat surat jaminan keselamatan bagi suaminya. Mukhtar tahu bahwa Umar telah melakukan kejahatan besar di Karbala. Karenanya surat jaminan itu berbunyi: “Umar ibn Saad fî amân mâ lam yuhdits hadatsan (Umar bin Sa’ad dalam keadaan aman selama tidak menciptakan suatu perkara).”

Mukhtar bangkit dengan dalih menuntut darah Karbala dan demi mengobati hati pengikut Imam Ali. Dalam sebuah majelis, Mukhtar memerintahkan anak buahnya untuk menyembelih dua putera Umar bin Sa’d. Umar berkata, “Sungguh, pemandangan ini sangat menyakitkan aku.” Mukhtar berkata, “Ketika engkau memenggal kepada Ali Akbar di hadapan Imam Husain, apakah tindakan itu tidak menyakitkan?”

Mukhtar balik ke rumah dan memanggil dua pengawalnya. Mukhtar berkata, “Pergi dan bawa Umar ke hadapanku. Kalian harus berhati-hati. Jika Umar berkata akan mengambil baju, sungguh dia akan menipumu karena dia sangat licik. Maka bunuhlah di sana.”

Kedua pengawal Mukhtar mendatangai Umar yang sedang tidur dan berkata, “Mukhtar menginginkan engkau wahai Umar!” Umar berkata, “Mukhtar telah memberikanku surat jaminan keamanan.” Umar menunjukkan surat itu. Pengawal mendapatkan kalimat ’Umar ibn Sa’ad fî amân mâ lam yuhdits hadatsan dan berkata, “Kalimat ini mempunyai dua makna. Makna pertama selama tidak melakukan perkara maka aman. Sedangkan makna kedua selama tidak buang air maka aman.” Kalimat mâ lam yuhdits hadatsan berasal dari kata hadats (buang air).

Umar berkata, “Mukhtar tidak menginginkan makna yang kedua.” Pengawal itu berkata, “Kami memahaminya demikian.” Lalu Umar berkata, “Ambilkan bajuku.” Pada saat Umar berkata seperti itulah kedua pengawal itu memenggal leher Umar bin Saad. Anak Umar yang melihat kejadian itu juga ikut dibunuh.

Imam Husain sudah berusaha menasehati Umar dan ucapan Imam terbukti dengan benar. “Barang siapa berusaha mencapai suatu urusan dengan kemaksiatan kepada Allah, maka dia akan semakin jauh dari apa yang diharapkannya dan semakin cepat kepada apa yang dikhawatirkannya.” Wallahualam. (Sumber: Jihâd A-Nafs)

Foto: Ziarah Makam Imam Husain

Nasib Pembunuh Pembantaian Karbala yang Lain

Syimr bin Ziljausyan bernama asli Syurahbil bin Qurath Adz-Dzahabi Al-Kilabi, salah satu pelaku paling keji di Karbala. Suatu ketika setelah salat ia berdoa, “Ya Allah, Engkau tahu bahwa aku termasuk orang yang mulia, karena itu ampunilah aku.” Seseorang berkata kepadanya, “Bagaimana Allah akan mengampunimu, padahal engkau ikut membunuh cucu tercinta Rasulullah!”

Syimr menjawab, “Apa yang dapat kami lakukan? Ketika para pemimpin memerintahkan kami, tak ada lagi yang dapat kami lakukan selain mematuhinya. Bila kami menentang, nasib kami lebih buruk dari keledai-keledai itu.”

Sama seperti nasib Umar bin Saad, Mukhtar melakukan pembalasan terhadap para pembunuh di Karbala. Syimr pun dikejar sampai ke daerah Kiltaniah, Khuzistan. Di sana ia bertemu dengan pasukan Mukhtar. Syimr yang belum sempat berpakaian, segera menyerang. Abu Amrah berhasil membunuh Syimr; jasadnya dibuang dan menjadi santapan anjing liar.

Harmalah bin Kahil Al-Asadi yang membunuh Ali Akbar bin Husain. Ia juga dibunuh oleh pasukan Mukhtar. Mukhtar mengatakan kepadanya, “Celakalah engkau! Tidak cukupkah apa yang kau lakukan hingga tega membunuh seorang bayi dan menyembelihnya? Tidakkah kau tahu dia adalah cucu Rasulullah?!” Beberapa riwayat menyebutkan ia menjadi sasaran tembak panah pasukan Mukhtar.

Riwayat lain mengatakan bahwa Mukhtar berkata, “Syukur kepada Allah yang memberi aku kesempatan menuntut balas darimu!” Mukhtar memerintahkan untuk memotong kedua tangan dan kakinya, kemudian pedang panas ditempelkan ke leher Harmalah hingga putus.



Pesan untuk Pembunuh Peziarah Karbala

Hampir setiap tahun di bulan suci Muharam seperti saat ini, atau di saat peringatan Asyura dan Arbain, para teroris meledakkan bom di tengah-tengah peziarah Imam Husain bin Ali. Semua bom ini diledakkan di area berpenduduk Syiah. Meskipun tinggal di sebuah negara dengan mayoritas penduduknya adalah Syiah, mereka tetap wafat karena sebuah keyakinan.

Sayid Ahmad Al-Shirazi pernah memberikan pesan kepada para teroris tersebut. Dia mengatakan bahwa para teroris yang meledakkan dirinya sendiri dan membunuh para peziarah makam Imam Husain adalah orang-orang yang miskin dan fakir. Fakir bukan saja keadaan di mana seseorang kekurangan harta, tetapi juga karena kekurangan pemahaman, kebudayaan, dan pengetahuan agama.

Para teroris mengira dengan melakukan pemboman seperti itu, mereka dapat mencegah dan menghentikan para peziarah untuk mengunjungi Imam Husain. Kebodohan macam apa ini? Sebelumnya telah ada pemimpin kalian dari kalangan komunis, Lenin, yang berkata, “Bunuhlah Karbala!” Lalu, apakah dia mampu?

Sebelumnya lagi telah ada dari kalangan dinasti Abbasiah, Al-Mutawakkil, yang membunuh pada masa para peziarah Imam Husain begitu sedikit. Berapa banyak yang dia bunuh? Berapa banyak dia memutus tangan dan kaki para peziarah? Apakah dia mampu? Al-Mutawakkil adalah seorang emperator. Bahkan sebelum dia telah ada Harun, juga telah ada Al-Hajjaj, bahkan sebelumnya lagi adalah Yazid! Semoga Allah menjauhkan rahmat dari mereka. Dengan seluruh kekuatan yang mereka miliki, apakah mereka mampu?

Di mana Al-Mutawakkil saat ini? Di mana Yazid? Di mana Harun? Jika kita ingin menghormati mereka, kita akan katakan bahwa mereka berada dalam tumpukan abu sejarah. Tapi tidak, sebenarnya mereka berada di dalam hukuman Allah yang Maha Kuasa yang (membakar) sampai ke hati (QS. Al-Humazah: 7). Kita berlindung kepada Allah. Kalau mereka saja tidak mampu, sekarang kalian para teroris dengan kekuatan yang terbatas mencoba melawan di tengah aliran arus yang deras. Siapa kalian? Tiran di Irak telah berkuasa dengan cara melarang para peziarah (untuk mengunjungi Imam Husain) bertahun-tahun! Tapi di mana dia sekarang?


Sekarang, lihatlah di mana bendera Imam Husain berada? Bendera Imam Husain berkibar memikat hati orang yang melihat. Ketika seseorang melihat bendera tersebut di kubah Imam Husain, ia akan menarik hati orang-orang dan para tiran pergi di mana tiada tempat kembali. Kebodohan macam apa yang ingin mencegah orang untuk menziarahi Imam Husain? Mustahil… seperti seekor nyamuk yang berada di hadapan kereta api yang besar, berdiri di hadapan angin topan.

Meski para teroris tetap melakukan hal tersebut, yakinlah bahwa putra-putra kalian kemudian akan mengikuti mazhab Syiah dan kemudian menziarahi Imam Husain! Cucu-cucu kalian akan menjadi seorang Syiah dan menziarahi Imam Husain! Putra Al-Mutawakil kemudian menjadi seorang Syiah. Al-Muhajir putra Khalid bin Al-Walid, siapa dia? Seorang Syiah! Muhammad putra Abu Bakar, siapa dia? Berada dalam barisan penolong Imam Ali!


Muhammad bin Abu Bakar: Pembela Ali
_______________________________________

Muhammad bin Abu Bakar adalah putra Abu Bakar dengan ibu bernama Asma binti Umais. Setelah Abu Bakar wafat, Asma dinikahi oleh Amirulmukminin Ali bin Abi Thalib a.s. Karena itulah, Muhammad dibesarkan dalam asuhan Amirulmukminin dan menerima akhlaknya yang mulia. Ia dilahirkan dalam perjalanan Haji Wada dan syahid pada 38 H dalam usia 28 tahun.

Imam Ali sangat mencintainya dan memandangnya sebagai putranya, dan pernah mengatakan, “Muhammad adalah putra saya dari Abu Bakar.” Pada masanya, Imam Ali as. memilih Qais bin Saad bin Ubadah sebagai Gubernur Mesir. Namun karena Qais tidak mau mengambil tindakan menghadapi kelompok Utsman bin Affan, Imam Ali as. menggantinya dengan Muhammad bin Abu Bakar.

Seiring berjalannya masa pemerintahan di Mesir, Muhammad mengirim surat kepada kelompok Utsman bahwa jika mereka tidak mau menaatinya maka ia tidak akan membiarkan mereka tinggal di Mesir. Karena itulah kelompok Utsman menyiapkan pasukan untuk menentangnya.

Ketika Imam Ali as. melihat kondisi semakin memburuk, beliau segera mengirim Malik bin Harits Al-Asytar untuk menjabat sebagai gubernur dan menekan unsur-unsur pemberontakan serta menyelamatkan pemerintahan. Namun Malik menjadi syahid dalam perjalanan menuju Mesir setelah dibunuh dengan racun oleh kaum Umayyah yang licik. Jabatan gubernur pun masih dipegang Muhammad.

Jauh sebelum itu, dalam peristiwa tahkim, Muawiah mempunyai hutang terhadap Amr bin Ash, dan segera melunasinya dengan memberikan Amr bin Ash 6.000 prajurit untuk menyerang Mesir. Muhammad menulis surat kepada Imam Ali as. untuk meminta bantuan, dan Imam menjawab agar segera mengirim pasukan, sementara itu Muhammad harus memobilisasi pasukannya sendiri.

Muhammad bin Abu Bakar membuat dua pasukan, satu ia pimpin sendiri dan satu lagi dipimpin oleh Kinanah bin Bisyr At-Tujibi. Namun pasukan Muawiyah bin Hudaij menyerang dengan kekuatan penuh. Kekalahan ini membuat anak buah Muhammad bin Abu Bakar ketakutan dan lari meninggalkan pertempuran.

Merasa sendirian, Muhammad bersembunyi di gurun. Tetapi musuh mendapat kabar dari seseorang yang mengikuti jejaknya ketika ia hampir mati kehausan. Orang-orang jahat itu tidak memberikan Muhammad air sedikit pun bahkan membunuhnya. Mayatnya dimasukan ke dalam perut keledai mati dan dibakar.

Ketika wafatnya Muhammad sampai kepada ibunya, Asma, ia menjadi marah. Umulmukminin Aisyah pun, yang merupakan saudari seayah Muhammad, bersumpah bahwa selama hidupnya ia tak akan pernah memakan daging bakar. Aisyah mengutuk Muawiah bin Abi Sufyan, Amr bin Ash, dan Muawiah bin Hudaij setiap selesai salat.

Salah seorang prajurit Imam Ali as. yang datang dari Suriah mengatakan, “Wahai Amirul Mukminin! Ketika berita tentang pembunuhan Muhammad sampai kepada Muawiyah, ia naik ke mimbar seraya memuji kelompok pembunuhnya. Rakyat Suriah sangat gembira, dan saya belum pernah melihat mereka segembira itu sebelumnya.”

Kemudian Imam Ali as. menyampaikan kata-katanya yang indah, “Kesedihan kami atasnya sebesar kegembiraan musuh atasnya, kecuali bahwa mereka telah kehilangan musuh sedang kita kehilangan sahabat.” Imam Ali as. juga berkata kepada Abdullah bin Abbas, “Ia (Muhammad bin Abu Bakar) adalah putra dan teman setia, pekerja keras, pedang tajam dan benteng pertahanan.” Wallahualam.
_______________________________________

Kasyajim, siapa dia? Dia adalah cucu dari pembunuh Imam Musa bin Jafar, Sindi bin Syahik. Kasyajim adalah seorang Syiah yang taat di antara para penyair-penyair Arab. Hampir seluruh syair-syairnya berisikan ratapan untuk Imam Husain, sementara sisanya pujian untuk Imam Ali dan ahlulbait.

Putra-putra kalian, wahai para teroris, akan menjadi seorang Syiah dan menziarahi Imam Husain! Kalian mampu mengunci akal kalian sendiri, tapi tidak akan mampu untuk mengunci akal putra-putra kalian. Putra-putra kalian akan membuka kitab-kitab hadis kalian sendiri dan menemukan, “Ali bersama kebenaran dan kebenaran bersama Ali. Di mana pun kebenaran berada, di sanalah Ali bersamanya.” Maka apakah orang-orang yang menunjuki kepada kebenaran itu lebih berhak diikuti ataukah orang yang tidak dapat memberi petunjuk kecuali (bila) diberi petunjuk? (QS. Yunus: 35)

Imam Ali tidak hanya membimbing kepada kebenaran, Di mana pun kebenaran berada, di sanalah Ali akan berjalan bersamanya. Ini berarti di manapun kalian menemukan kebenaran, kalian juga akan menemukan Imam Ali; di mana pun kalian menemukan Imam Ali, kalian juga akan menemukan kebenaran. Ini riwayat yang berada di kitab-kitab kalian. Apakah kalian mampu mengunci akal keturunan kalian? Tidak.

Keturunan kalian akan membaca sebuah hadis yang disampaikan nabi saw. kepada Aisyah, “Menziarahi Imam Husain seperti berhaji tujuh puluh kali dan umrah tujuh puluh kali.” Ada begitu banyak riwayat nabi menyampaikan keutamaannya. Mereka akan membaca hadis-hadis sahih dalam kitab kalian yang bahwa nabi mencium tanah Imam Husain. Apakah kalian mampu mengunci akal anak-anak kalian? Tidak.


Karbala dalam Kitab Ahlusunah

_______________________________________

Mengungkap Karbala dalam Kitab Ahlusunah

Apakah darah Imam Husain sama dengan darah cucu nabi lainnya, atau darah keluarga, sahabat, dan muslim lainnya? Apakah nabi menyamakan darah Husain dengan darah yang lain? Hal ini juga menjadi pertanyaan mendasar yang perlu diperhatikan, bagaimana nabi—atau lebih jelasnya Allah Swt.—memberikan perhatian penting terhadap dua hal: darah dan tanah Imam Husain.

Ada begitu banyak riwayat dari berbagai sumber kitab tentang hal ini. Namun tulisan ini hanya akan fokus pada yang paling penting dari ulama besar madrasah sahabat. Sumber pertama adalah Fadhâil Ash-Shahâbah karya Ahmad bin Muhammad bin Hanbal yang ditahkik oleh Washiulllah bin Muhammad Abbas, Profesor Universitas Ummul Qura Mekah, jilid 2, edisi 3 yang diterbitkan Dar Ibnul Jauzi tahun 1426 H. Di halaman 965 hadis 1357:

حدثنا عبد الله قال حدثني أبي قثنا وكيع قال حدثني عبد الله بن سعيد عن أبيه عن عائشة أو أم سلمة قال وكيع شك هو أن النبي صلى الله عليه وسلم قال لأحداهما لقد دخل على البيت ملك لم يدخل على قبلها فقال لي إن ابنك هذا حسين مقتول فإن شئت آتيك من تربة الأرض التي يقتل بها قال فأخرج إلى تربة حمراء

Dari Aisyah atau Ummu Salamah, Waki syak nabi berkata kepada salah satu di antara mereka berdua: “Suatu hari, malaikat yang tidak pernah mengunjungiku sebelumnya datang ke rumah, dan berkata kepadaku: ‘Husain putramu ini akan dibunuh. Jika engkau berkenan, aku akan berikan sedikit tanah dari tempatnya dibunuh.’ Nabi berkata: ‘Malaikat itu kemudian memberikan tanah (berwarna) merah kepadaku.”

Tidak perlu dijelaskan mengapa tanah Karbala itu menjadi merah. Apa yang spesial dari Imam Husain sehingga kematiannya membuat tanah menjadi merah? Tidak akan ditafsirkan. Tulisan ini hanya memberikan teks riwayat, agar pembaca tidak menuduh Syiah telah membuat-buat penafsiran. Lihatlah apa yang ditulis dalam catatan kaki riwayat tersebut:

“Sanadnya sahih. Beliau juga menuliskan riwayat ini dalam Musnad-nya dan juga Al-Haitsami dalam Majma’ Az-Zawâid. Ath-Thabarani juga membawakan hadis ini dari Aisyah, dan seluruh periwayatnya terpercaya (tsiqât).”

Sumber kedua dalam Musnad Abî Ya’lâ Al-Maushîlî karya Imam Hafiz Ahmad bin Ali At-Tamimi, ditahkik oleh Husain Salim Asad, jil. 1, hal. 298, hadis 363:

عن عبد الله بن نجي عن أبيه أنه سار مع علي وكان صاحب مطهرته فلما حاذى نينوى وهو منطلق إلى صفين فنادى علي : إصبر أبا عبد الله إصبر أبا عبد الله بشط الفرات قلت : وماذا يا أبا عبد الله ؟ قال : دخلت على النبي صلى الله عليه و سلم ذات يوم وعيناه تفيضان قال : قلت : يا نبي الله : أغضبك أحد ؟ ما شأن عينيك تفيضان ؟ قال : بل قام جبريل قبل فحدثني أن الحسين يقتل بشط الفرات فقال : هل لك أن أشمك من تربته ؟ قال قلت : نعم قال : فمد يده فقبض قبضة من تراب فأعطانيها فلم أملك عيني أن فاضتا

Dari Abdullah bin Naji dari ayahnya, dia bepergian bersama Ali. Mereka tiba di Nainawa, dan dia hendak menuju Shiffin [untuk perang melawan Muawiyah]. Maka Ali berseru: “Bersabarlah, wahai Abu Abdillah! Bersabarlah Abu Abdillah di tepi sungai Eufrat!” Saya berkata, “Apa maksud ‘Wahai Abu Abdillah’?” Dia (Ali) berkata, “Suatu hari saya menemui nabi dan matanya tak henti-henti menangis (tafîdhân).”

Perhatikan bahwa nabi bukan hanya menangis biasa (bukâ’) tapi terus-menerus.


Dia (Ali) berkata, “Wahai nabi Allah, apakah seseorang membuatmu marah? Apa yang membuat matamu terus-menerus menangis?” Jawabnya, “Tidak. Jibril baru saja pergi. Dia memberitahuku bahwa Husain akan dibunuh di tepi sungai Eufrat.”

Allah Mahatahu dan nabi diberi tahu bahwa Imam Husain akan dibunuh dekat sungai Eufrat tetapi syahid dalam keadaan haus tanpa air.

Jibril berkata, “Maukah engkau mencium bagian dari tanah tersebut?”

Apa yang spesial dari tanah ini sehingga makhluk pertama yang membawanya adalah Jibril? Jibril tidak hanya menunjukkannya tapi diberikan kepada nabi untuk dicium? Mengapa? Sekali lagi, saya tidak mencoba untuk menjelaskannya. Tentu saja hal ini berhubungan dengan alam gaib dan malakut. Jika tidak bagaimana mungkin tanah tersebut bisa menjadi merah?


Nabi Menjawab: “Ya.” Maka ia melebarkan tangannya yang penuh dengan tanah dan aku mengambilnya. Kemudian aku tidak bisa menahan mata ini untuk menangis.

Apakah maknanya jelas? Pentahkik kitab mengatakan, “Sanadnya hasan. Al-Haitsami mencantumkan riwayat ini dalam Majma’ Az-Zawâid. Begitu juga Ahmad, Abu Ya’la, Al-Bazzar, dan Ath-Thabarani dan periwayatnya tsiqât.” Penjelas kitab ini juga mengatakan bahwa Nainawa adalah desa Nabi Yunus di Mosul, Irak, dan di sana jugalah Karbala tempat dibunuhnya Al-Husain.

Sumber ketiga memiliki makna yang sama. Dari Musnad Abî Ya’lâ, jil. 6, hal. 129, hadis 3.402:

حدثنا شيبان حدثنا عمارة بن زاذان حدثنا ثابت البناني عن أنس بن مالك قال : استأذن ملك القطر ربه أن يزور النبي صلى الله عليه و سلم فأذن له وكان في يوم أم سلمه فقال النبي صلى الله عليه و سلم : ( يا أم سلمه احفظي علينا الباب لا يدخل علينا أحد ) قال : فبينما هي على الباب إذ جاء الحسين بن علي فاقتحم ففتح الباب فدخل فجعل النبي صلى الله عليه و سلم يلتزمه ويقبله فقال الملك : أتحبه ؟ قال ( نعم ) قال : إن أمتك ستقتله إن شئت أريتك المكان الذي تقتله فيه قال : ( نعم ) قال : فقبض قبضة من المكان الذي قتل به فأراه فجاء سهلة أو تراب أحمر فأخذته أم سلمة فجعلته في ثوبها
قال ثابت : فكنا نقول : إنها كربلاء

Dari Anas bin Malik, “Malaikat hujan memohon izin dari Allah untuk mengunjungi nabi saw. lalu diizinkan.”

Hal ini tentu saja menimbulkan pertanyaan: apakah peristiwa ini terjadi hanya sekali atau berkali-kali dengan malaikat yang berbeda? Sekali dengan Jibril, sekali dengan malaikat yang belum pernah dijumpai sebelumnya, sekali dengan malaikat hujan. Hal ini menunjukkan bahwa peristiwa tersebut tidak hanya terjadi sekali, sehingga para malaikat kepercayaan Ilahi sangat menekankan hal ini. Dalam riwayat ini ada nama Imarah bin Za-dzan yang perlu disebutkan nantinya.

Pada hari tersebut beliau bersama Ummu Salamah. Nabi berkata, “Wahai Ummu Salamah, jagalah pintu dan jangan biarkan seorangpun masuk.” Ketika dia (Ummu Salamah) dekat pintu, Husain bin Ali membuka pintu dan masuk ke ruangan. Kemudian nabi saw. mulai memeluk dan menciumnya. Malaikat bertanya “Apakah engkau mencintainya?” Dijawab, “Ya” Malaikat berkata: “Sesungguhnya umatmu akan membunuhnya. Jika engkau berkenan, aku akan menunjukkan tempat di mana mereka membunuhnya.”

Ada banyak hal tentang hadis ini. Syahidnya Imam Husain tidak berhubungan dengan detasemen sariyyah sebagaimana yang dikatakan Syekh Ibnu Taimiah, tapi riwayat ini menyebutkan “umat”. Mereka [pendukung Dinasti Umayyah] berusaha menganggap ringan masalah ini.

Nabi menjawab, “Ya.” Maka ia mengambil segenggam tanah dari tempat dia terbunuh dan menunjukkannya dalam bentuk sahlah atau tanah merah. Maka Ummu Salamah mengambil dan menyimpan di bajunya.

Apa yang Ummu Salamah lakukan? Menjaga tanah tersebut. Tapi saya heran jika seorang Syiah mengambil sedikit tanah Karbala kemudian menjaga dan menyimpannya, dikatakan: “Ini syirik! Ini bidah!” Inilah perkataan jahil karena ummulmukminin sendiri melakukannya. Tapi mereka tetap mengatakan, “Tak ada seorang pun di masa nabi baik laki-laki maupun wanita yang melakukannya.” Istri nabi melakukannya di depan Rasulullah!

Tsabit berkata, “Kami mengatakan ia berasal dari Karbala.”

Pentahkik mengatakan dalam catatan kaki kedua bahwa sanadnya hasan. Ahmad dan Abu Naim dalam Dalâil An-Nubuwwah juga meriwayatkannya… Jemaah atau sekelompok ulama mengatakan Imarah terpercaya. Menurut petahkik pada dirinya ada kelemahan, namun periwayat dalam Abi Ya’la seluruhnya sahih.

Sumber penting lain adalah Shahîh Al-Jâmi’ Ash-Saghîr karya Muhammad Nashiruddin Al-Albani, jil.1, hal. 73, hadis 61:

عن أم الفضل بنت الحارث
(أتاني جبريل فأخبرني أن أمتي ستقتل ابني هذا – يعني الحسين – و أتاني بتربة من تربة حمراء)

Beliau saw. berkata, “Jibril mendatangiku dan mengabarkan bahwa umatku akan membunuh putraku ini—yakni Husain—dan membawakanku sedikit tanah merah.”

Siapa yang datang? Jibril sang malaikat wahyu; yang tidak datang untuk masalah biasa-biasa; yang datang hanya dalam keadaan penting.

Albani menyatakan bahwa hadis ini sahih. Hadis ini juga terdapat dalam Silsilah Al-Ahâdîts Ash-Shahîhah, jil.2, hadis 821. Hakim dan Baihaqi juga meriwayatkan hadis ini dari Ummul Fadhl binti Al-Harits.

انها دخلت على رسول الله ( ص ) فقالت : يا رسول الله اني رأيت حلما منكرا الليلة ، قال : وما هو ؟ قالت : انه شديد قال : وما هو ؟ قالت : رأيت كأن قطعة من جسدك قطعت ووضعت في حجري ، فقال رسول الله ( ص ) : رأيت خيرا ، تلد فاطمة – إن شاء الله – غلاما فيكون في حجرك ، فولدت فاطمة الحسين فكان في حجري – كما قال رسول الله ( ص ) – فدخلت يوما إلى رسول الله ( ص ) فوضعته في حجره ، ثم حانت مني التفاتة فإذا عينا رسول الله ( ص ) تهريقان من الدموع قالت : فقلت : يا نبي الله بأبي أنت وأمي مالك ؟ قال : أتاني جبرئيل عليه الصلاة والسلام فأخبرني ان أمتي ستقتل ابني هذا ، فقلت : هذا ؟ فقال : نعم ، وأتاني بتربة من تربته حمراء . قال الحاكم : هذا حديث صحيح على شرط الشيخين ولم يخرجاه

Dia menemui Rasullah saw. dan berkata, “Wahai rasulullah, tadi malam saya mendapat mimpi yang kurang jelas.” Nabi berkata, “Apa itu?” Dia berkata, “Sangat sedih”. Nabi berkata “Apa itu?” Dia berkata: “Saya melihat seolah-olah bagian dari tubuhmu terpotong dan diletakkan didadaku.” Nabi berkata “Engkau melihat hal baik. Insya Allah Fatimah akan melahirkan bayi laki-laki dan diletakkan di dadamu.” Maka Fatimah melahirkan Husain dan dia ada di dadaku seperti yang pernah Rasulullah katakan kepadaku. Maka suatu hari aku menemui Rasulullah dan meletakkan Husain di dadanya. Kemudian nabi memalingkan wajahnya ke samping dan saya melihat air mata nabi berlinang. Saya bertanya, “Wahai nabi Allah, demi ayah dan ibuku, apa yang terjadi?”

Maka nabi menyebut hadis (tentang tanah berwarna merah) tersebut di atas. Hadis ini sahih berdasarkan syarat syaikhain (Bukhari dan Muslim). Tapi Adz-Dzahabi mengatakan bahwa hadis ini lemah, maka Albani menolak pernyataan Adz-Dzahabi dan membela Hakim dengan mengatakan: “Ada banyak bukti yang menunjukkan otensitasnya… di antaranya hadis yang diriwayat Ahmad tersebut di atas,” tentang malaikat yang belum pernah dijumpai sebelumnya.

Sumber lain yang juga perlu diperhatikan adalah Silsilah Al-Ahâdîts karya Albani jilid 3 pada catatan kaki hadis 1.171 tentang Imam Ali yang berseru “Sabarlah, wahai Abu Abdillah” sebagaimana yang sudah kami sebutkan sebelumnya. Albani mengatakan bahwa hadis tersebut sanadnya lemah. Dia mengatakan, “Naji ayah Abdullah tidak dikenal, sebagaimana yang dikatakan Adz-Dzahabi, dan tidak ada yang mempercayainya kecuali Ibnu Hibban. Anaknya lebih masyhur dibandingkan ayahnya, sehingga jika ada yang mensahihkan sanad ini, maka dia berbuat kesalahan.”

Setelah membahas kelemahan sanad tersebut, dia melanjutkan, “Al-Haitsami berkata bahwa Ahmad, Abu Ya’la, Al-Bazzar, dan Ath-Thabarani meriwayatkan dan periwayatnya tsiqât.” Bagaimana bisa riwayat tersebut lemah? Karena Naji bukanlah satu-satunya orang yang meriwayatkan hadis tersebut. Karena itu Albani menyebutkan beberapa hadis lain melalui 4-5 jalur yang berbeda untuk memperkuat hadis tersebut. Satu atau dua orang periwayat mungkin saja lemah namun tidak mempengaruhi otensitas hadis secara keseluruhan.

Kita juga menemukan hadis serupa namun sedikit berbeda dalam Shahîh Ibnu Hibbân, jil. 5, hal. 142, hadis 6.742:

عن أنس بن مالك : إن ملك المطر استأذن ربه أن يأتي النبي (صلى الله عليه وآله) فأذن له ، فقال لأُم سلمة : املكي علينا الباب لا يدخل علينا أحد . قال : وجاء الحسين ليدخل فمنعته فوثب فدخل فجعل يقعد على ظهر النبي (صلى الله عليه وآله) ، فقال الملك للنبي : أتحبه ؟ قال ( نعم ) قال : إن أمتك ستقتله إن شئت أريتك المكان الذي تقتله فيه قال : ( نعم ) قال : فقبض قبضة من المكان الذي قت به فأراه فجاء سهلة أو تراب أحمر فأخذته أم سلمة فجعلته في ثوبها
قال ثابت : فكنا نقول : إنها كربلاء

Dari Anas bin Malik, “Malaikat hujan memohon izin dari Allah untuk mengunjungi nabi saw. lalu diizinkan.” Pada hari tersebut beliau bersama Ummu Salamah. Nabi berkata, “Wahai Ummu Salamah, jagalah pintu dan jangan biarkan seorang pun masuk.” Ketika dia (Ummu Salamah) dekat pintu, Husain bin Ali tiba-tiba membuka pintu dan masuk ke ruangan lalu duduk di punggung nabi.

Namun di Karbala, mereka menginjak-injak punggung Imam Husain yang diberkahi dengan kaki-kaki kuda.


Kemudian nabi saw. mulai memeluk dan menciumnya.

Mulut inilah yang biasa dicium Nabi Muhammad saw. Tapi Yazid justru memainkan mulut suci ini dengan tongkatnya. Saya akan memperjelas nantinya bagaimana “Syekhul Islam” Ibnu Taimiah mencoba untuk membebaskan Yazid dari kejahatannya. Dia berkata Ibnu Ziad yang melakukannya dan kepala Imam Husain tidak sampai kepada Yazid. Kita sendiri sudah melihat bagaimana Ibnu Taimiah menilai kesyahidan dan darah Imam Husain. Kita juga membandingkan bagaimana wahyu Ilahi memperlakukan kesyahidan Imam Husain. Kita melihat bagaimana nabi saw. memperlakukan mulut Imam Husain dan bagaimana Yazid, yang dibela oleh Ibnu Taimiah, memperlakukannya.

Malaikat bertanya “Apakah engkau mencintainya?” Dijawab, “Ya.” Malaikat berkata: “Sesungguhnya umatmu akan membunuhnya. Jika engkau berkenan, aku akan menunjukkan tempat di mana mereka membunuhnya?” Nabi menjawab, “Ya.” Maka ia mengambil segenggam tanah dari tempat dia terbunuh dan menunjukkannya dalam bentuk sahlah atau tanah merah. Maka Ummu Salamah mengambil dan menyimpan di bajunya.

Kemudian, apakah hadis ini mutawatir? Ada riwayat yang disampaikan dari Ali bin Abi Thalib melalui berbagai jalur, ada yang berasal dari Anas bin Malik, Ummu Salamah dan Aisyah dari berbagai jalur berbeda dan terpercaya, begitu juga dari Ibnu Abbas dan Ummul Fadhl. Ibnu Hazm berkata jika ada lima sahabat terpercaya menyampaikan hadis maka ia menjadi hadis mutawatir.

Apa makna mutawatir? Ia kepastian mutlak berdasarkan syarat madrasah sahabat (ahlusunah) bahwa riwayat tersebut—baik ucapan, perbuatan, dan persetujuan—benar-benar berasal dari nabi saw. Hal yang sudah jelas bagi madrasah ahlulbait dan tidak ada keraguan di dalamnya. Tidak ada topik penting terkait akidah dan fakta sejarah yang fundamental menurut madrasah ahlulbait, kecuali terdapat dengan jelas dan sahih dalam sumber-sumber ahlusunah.

Apa yang Syiah ahlulbait katakan tentang kesyahidan Imam Husain, tanah dan darahnya, bukanlah hal bidah yang dibuat-buat, apalagi berasal dari Abdullah bin Saba, orang Persia, atau Yahudi. Tetapi inilah yang Nabi Muhammad saw. katakan kepada kita semua.

Tulisan ini akan diakhir dengan mengutipkan sebuah riwayat dari kitab Bukhari:

حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْمُنْذِرِ حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ عِيَاضٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَخْبَرَهُ أَنَّ النَّاسَ نَزَلُوا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْضَ ثَمُودَ الْحِجْرَ فَاسْتَقَوْا مِنْ بِئْرِهَا وَاعْتَجَنُوا بِهِ فَأَمَرَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُهَرِيقُوا مَا اسْتَقَوْا مِنْ بِئْرِهَا وَأَنْ يَعْلِفُوا الْإِبِلَ الْعَجِينَ وَأَمَرَهُمْ أَنْ يَسْتَقُوا مِنْ الْبِئْرِ الَّتِي كَانَتْ تَرِدُهَا النَّاقَةُ تَابَعَهُ أُسَامَةُ عَنْ نَافِعٍ

Dari Abdullah bin Umar r.a. mengabarkan bahwa ada serombongan orang (sahabat) yang berpergian bersama Rasulullah saw. kemudian singgah di Al-Hijr, negeri Tsamud, lalu mereka mengambil air dari sumurnya dan membuat adonan roti, maka Rasulullah saw. memerintahkan mereka agar menumpahkan air yang diambil dari sumurnya dan agar adonan roti dijadikan makanan buat unta dan memerintahkan mereka agar mengambil air dari sumur-sumur yang dilalui oleh unta.

Apa yang ingin Rasulullah sampaikan? Di sini ada air, di sana ada air… apa bedanya? Ketika unta Nabi Saleh, sebagai tanda kebesaran Allah, minum dari sumur tersebut maka ia memberikan keberkahan meskipun sudah terjadi 3.000 tahun yang lalu! Lalu, bagaimana dengan tanah Karbala yang menyerap darah Pemimpin Pemuda Surga? Apakah kita tidak bisa mengambil keberkahan dari tanah tersebut sampai hari kiamat? Wallahualam.

Catatan: Disarikan dari acara Muthârahât fil Aqîdah bersama Ayatullah Kamal Al-Haydari. Diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dari Bahasa Inggris oleh Ali Reza dan dilengkapi dengan tautan untuk mengunduh kitab. Letak hadis bisa berbeda dari yang disebutkan oleh Sayid Kamal Al-Haydari. Sariyyah adalah angkatan perang yang jumlahnya antara 100-500 orang, sedangkan jaisy angkatan perang yang jumlahnya di atas 800 orang. Maaf atas segala khilaf jika terjadi kekeliruan penerjemahan.
_______________________________________

Terakhir, sekalipun kalian membunuh para peziarah Imam Husain, demi Allah, sungguh beruntung mereka. Tahukah kalian di mana kalian akan terbunuh? Sekarang mereka telah bersama Imam Husain. Sekarang Rasulullah saw. menyambut mereka.

(Tafsir-Tematis/Eja-jufri/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: