Pesan Rahbar

Home » » Ikhwanul Muslimin ; Organisasi Luar Negeri Pertama yang Mendukung Kemerdekaan Indonesia

Ikhwanul Muslimin ; Organisasi Luar Negeri Pertama yang Mendukung Kemerdekaan Indonesia

Written By Unknown on Thursday 10 March 2016 | 18:01:00

Haji AGus Salim (tengah) menyampaikan terimakasih kepada Hassan al-Banna (kiri) karena mendukung kemerdekaan Indonesia (Foto : pkstempeh.blogspot.com)

Para pemuda dan pelajar Mesir yang sebagian besar merupaka aktivis Ikhwanul Muslimin berkali-kali menggelar demonstrasi di depan Kedutaan Belanda di Kairo. Tidak hanya dengan slogan dan spanduk, aksi pembakaran, pelemparan batu, dan teriakan-teriakan permusuhan terhadap Belanda kerap mereka lakukan. Kondisi ini membuat Kedutaan Belanda di Kairo ketakutan. Merekapun terpaksa mencopot lambang negaranya dari dinding Kedutaan. Mereka juga menurunkan bendera merah-putih-biru yang biasa berkibar di puncak gedung, agar tidak mudah dikenali pada demonstran.

M. Zein Hasan dalam bukunya “Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri”, memaparkan bahwa
Hasan al-Banna dan Ikhwanul Muslimin sangat antusias memberi dukungan kuat bagi kemerdekaan Indonesia. Wakil Ikhwanul Muslimin sejak awal telah ikut terlibat dalam pembentukan ‘Panitia Pembela Indonesia’ di gedung Syubbanul Muslimin, Kairo, pada tanggal 16 Oktober 1945.

Panitia yang dipimpin oleh Jenderal Saleh Harb Pasya dan melibatkan banyak tokoh Mesir serta beberapa negara Arab lainnya itu kemudian menyusun resolusi dan usaha untuk mendukung kemerdekaan RI. Hasan al-Banna sendiri kemudian secara aktif terlibat dalam ‘Panitia Pembela Indonesia’ ini dan berjumpa dengan tokoh-tokoh kemerdekaan Indonesia yang berkunjung ke Mesir untuk menggalang dukungan bagi Indonesia.

Pada bulan April 1947, delegasi pemerintah RI yang dipimpin oleh H. Agus Salim tiba di Mesir untuk meresmikan hubungan antar dua negara. Rombongan bertemu dengan Raja Faruk, Sekjen Liga Arab, dan beberapa tokoh lainnya. H. Agus Salim menyampaikan rasa terima kasih Indonesia atas dukungan Mesir, Liga Arab, dan banyak pihak lainnya, serta mempererat hubungan persahabatan yang sudah ada di antara mereka. Pada kesempatan itu, H. Agus Salim juga menyempatkan diri bertemu dengan Hasan al-Banna. Hal yang sama juga dilakukan oleh Sutan Syahrir saat datang ke Kairo beberapa waktu kemudian.

Ketika Belanda melakukan Agresi Militer yang pertama pada bulan Juli 1947, masyarakat Mesir berdemonstrasi menentang tindakan Belanda tersebut. Bahkan barisan Ikhwanul Muslimin membawa bendera merah-putih.

“Kemenangan diplomasi Indonesia dimulai dari Kairo. Karena, dengan pengakuan mesir dan negara- negara Arab lainnya terhadap Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat penuh, segala jalan tertutup bagi Belanda untuk surut kembali atau memungkiri janji, sebagaimana selalu dilakukannya di masa-masa yang lampau” (Mohammad Hatta, Bapak Proklamator Indonesia).

Sepeninggal Hasan al-Banna, Ikhwanul Muslimin berkali-kali mendapatkan penindasan dari pemerintah Mesir, terutama setelah militer mengambil alih kekuasaan pasca revolusi tahun 1952. Namun organisasi ini tetap bertahan, bahkan berkembang dan menyebarkan pemikirannya ke berbagai negara, termasuk Indonesia.

Setelah Mursi dikudeta oleh militer yang dipimpin oleh Abdul Fattah al-Sisi, Ikhwanul Muslimin kembali mengalami masa-masa yang tragis. Secara sepihak Militer Mesir menuding Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi teroris. Media-media barat juga tidak kalah gencar dalam memberikan stigma negatif tehadap oraganisasi perlawanan ini, bahkan Wikipedia pernah mendefinisikannya sebagai ” the Arab world’s oldest, most influential and one of the largest Islamic terrorist movements”. Maju terus Ikwanul Muslimin!

(Empat-Pilar-MPR/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: