Gereja Katolik kota Bangassou mengabarkan krisis bahan makanan dan kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan 1500 pengungsi muslim di tempat ini.
Menurut laporan IQNA seperti dikutip dari Aljazeera, pasca konflik berdarah pada bulan-bulan terakhir antara umat muslim dan Kristen Anti-Balaka di Republik Afrika Tengah, ratusan orang meninggal dan ribuan lainnya terlunta-lunta, sementara itu gereja Katolik kota Bangassou telah membentangkan pintu-pintunya ke 1500 pengungsi muslim.
Kondisi Tidak Menguntungkan di Satu-satunya Pengungsi Muslim
Ratusan militan berpartisipasi dalam serangan hari Sabtu dan Minggu, 13 dan 14 Mei Milisi anti-Balaka ke kota Bangassou, yang karenanya ribuan muslim berlindung ke masjid kota ini, namun para militant Kristen dengan menyerbu ke masjid dan membunuh imam jamaah, menyebabkan terlunta-luntanya kembali para pengungsi, sementara itu gereja Katolik dengan mengirimkan beberapa truk guna memindahkan para pengungsi sekitar 1500 muslim dari masjid ke gereja tempat ini.
Menurut laporan, serangan para militan Kristen ke kawasan muslim kota Bangassou sangat mengejutkan dan sudah diprogram secara militer dan dilakukan dengan koordinasi, dimana di situ juga menarget kamp pasukan baret biru PBB.
Para penyerang ke Bangassou menggunakan senjata-senjata berat dan mortir.
Romo Alain Blaise Bissialo, imam di gereja Bangassou mengatakan, dengan adanya kondisi sukar di gereja, kondisi Bangassou tidaklah terlalu aman untuk meninggalkan para pengungsi gereja ini.
"Para militant bersenjata sedang berpatrolo di setiap jalan-jalan kota,” imbuhnya.
Aidou Djibril, salah seorang pengungsi di gereja mengatakan, para pengungsi muslim sedang mengalami krisis bahan makanan dan pakaian.
"Kondisi di gereja amatlah sukar dan kami menjalani puasa dengan krisis makanan,” ungkapnya.
Djibril menegaskan, para militant Kristen anti-Balaka tidak mengizinkan bahan makanan memasuki gerja dan mendapatkan bahan makanan hanya dalam sepekan sekali.
Vladimir Monteiro, Juru Bicara utusan pasukan penjaga perdamaian dewan keamanan PBB di Republik Afrika Tengah yang bernama Mimusca mengatakan, meski terdapat patroli pasukan organisasi ini, namun kawasan untuk meninggalkan gereja tidaklah terlalu aman dan banyak sekali rumah dan toko-toko dihancurkan, dan hasilnya banyak sekali umat muslim tidak memiliki tempat untuk bepergian.
Laporan Palang Merah Afrika tengah akan Kondisi Para Pengungsi Muslim
Ketua Palang Merah Afrika Tengah saat wawancara dengan Aljazeera mengatakan, dalam sepanjang dua bulan lalu konflik dan kekerasan di bagian selatan dan tengah Afrika Tengah, khususnya di kota Barya, Alindo dan bakooma telah memperparah kondisi untuk mengosongkan gereja dan sebagian para pengungsi tinggal di dalam gereja dan sebagian yang lain di luar.
Antoinne Mbao Bogo, presiden Palang Merah Bangassou juga mengatakan, konflik terbaru telah menewaskan sekitar 150 muslim dan angka ini masih terus meningkat.
"Sejumlah organisasi swasta juga membantu para pengungsi dengan menyediakan bahan makanan dan alat-alat kesehatan,” ucapnya.
Kebutuhan Para Pengungsi untuk Mendapatkan Bantuan-bantuan Kemanusiaan
Menurut laporan, dua juta duaratus ribu warga Republik Afrika Tengah membutuhkan bantuan-bantuan kemanusaain untuk melangsungkan kehidupan mereka. Karenanya kebutuhan warga untuk mendapatkan bantuan-bantuan kemanusiaan amatlah serius.
475 orang warga negara ini bersuaka ke negara tetangga dan 400 ribu terlunta-lunta di dalam negara.
Menurut laporan kantor urusan kemanusiaan PBB sekitar 60% infrastruktur medis – kesehatan di negara ini telah hilang.
Komisaris tinggi urusan pengungsi PBB juga dalam sebuah penjelaskan mengisyaratkan sekitar 900 ribu pengungsi di Afrika Tengah mengalami realita pahit sebuah krisis kemanusiaan, yang tidak semestinya dilupakan.
Konflik di Afrika Tengah dimulai dari tahun 2013, saat kelompok muslim Selaka memegang kekuasaan dan lengsernya presiden Francoiz Bozize. Sejak saat itu sampai sekarang, meski konflik sudah mereda, namun terkadang terjadi konflik-konflik berdarah antar beragam kelompok.
Afrika Tengah penuh dengan simpanan emas, intan dan uranium, namun instabilitas politik merintangi kemajuan dan pertumbuhan ekonomi negara 4/5 juta orang ini.
(Al-Jazeera/IQNA/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email