Sebuah fenomena besar terlihat setiap tahun dari kaum Syiah sedunia, yaitu peringatan Asyura di berbagai negara, terutama di Iran dan Irak, dan termasuk di negara kita ini. Bila kita hadir di satu majlis peringatan ini, kita akan melihat acara-acara penting di dalamnya ialah ceramah hikmah, ma`tam (pelantunan syair-syair dengan nada), maqtal (pembacaan kronologi syahadah Imam Husein as) dan pembacaan ziarah Asyura kepadanya.
Di tanah air kita, terdapat di sejumlah daerah tradisi terkait dengan Asyura, seperti acara Tabot atau Tabui di Bengkulu, Pariaman dan lainnya, yang sebenarnya juga merupakan peringatan walau dalam bentuk yang berbeda. Karena jika ditelusuri asal muasalnya, berujung tentang peristiwa terbunuhnya cucu Nabi saw yang bernama Husein.
Apa Beda Peringatan Asyura dan Tradisi Asyura?
Mungkin dapat dikatakan bahwa peringatan ini merupakan tradisi kedaerahan yang bisa dihadiri oleh lintas mazhab. Sedangkan peringatan yang di atas merupakan tradisi kemazhaban yang berdasarkan nash-nash keislaman, yang dihadiri oleh lintas daerah dan bangsa.
Tradisi kemazhaban yang dimaksud penulis ialah bahwa pada umumnya kaum Syiah mengadakan peringatan Asyura tersebut, tidak menutup pintu bagi setiap muslim. Bahkan tiada larangan bahwa siapapun dari kaum non muslim bisa menghadiri majlis duka ini. Mengapa?
Karena salah satu perkara terpenting yang selalu diangkat di dalam peringatan Asyura, ialah perlawanan terhadap kezaliman yang menjadi alasan kebangkitan Imam Husein hingga syahid. Bahwa kezaliman bisa terjadi di manapun dan menimpa kepada siapapun. Karena itu, terdapat slogan: “Setiap hari adalah Asyura dan setiap tempat adalah Karbala.”
Alasan lainnya yang terkait dengan risalah Nabi saw, ialah sebagaimana yang dinyatakan oleh Imam Husein as, “Aku keluar (bangkit) untuk mencapai reformasi bagi umat kakeku..”, dan demi menghidupkan agama Islam, yang sedang terancam “nyawa”nya di tangan penguasa lalim bernama Yazid . Beliau mengatakan:
و على الاسلام السلام اذ قد يبيت الامة براع مثل يزيد
“Selamat tinggal Islam bila umat ini diuji dengan seorang pemimpin macam Yazid.”
Peringatan Asyura, Mengapa?
Kemudian muncul sebuah pertanyaan, mengapa kaum Syiah mengadakan peringatan Asyura? Ada beberapa faktor yang mendasari mereka di dalam memperingati hari syahadah Imam Husain as, di antaranya:
1-Adanya nash-nash yang menunjukkan keharusan bagi umat Islam untuk mencintai Imam Husain, seperti yang terkait dengan ayat al-Mawaddah (QS: asy-Syura 23), firman Allah:
قل لا أسالكم عليه أجراً إلا المودة في القربى
Dapat dirujuk kitab-kitab hadis seperti ad-Durr al-Mantsur (as-Suyuthi), Ahmad bin Hanbal 2/1141/669; al-Mustadrak al-Hakim ‘ala ash-Shahihain 3/172, dan lainnya bahwa yang dimaksud al-Qurba dalam ayat ini adalah Imam Ali, Sayidah Fatimah, Imam Hasan dan Imam Husain (as)
Mengenai Imam Husein secara khusus, Abu Hurairah menyampaikan: “Saya melihat Rasulullah saw menggendong Husein bin Ali, seraya bersabda: اللهم إني أحبّه فأحبّه; “Ya Allah, sungguh aku mencintainya, maka cintailah dia!” (Mustadrak al-Hakim ‘ala ash-Shahihain 3/177)
Di antara bukti yang paling tampak kecintaan Rasulullah saw kepadanya, beliau menangis atas al-Husain. Ketika ditanya mengapa? Nabi saw bersabda: “Putraku al-Husain akan dibunuh sesudahku di tanah Thuff…” (Majma’ az-Zawaid 9/188; al-Mu’jam al-Kabir 3/107; Yanabi’ al-Mawaddah 3/10, dan lainnya)
Nah, dalam mengekspresikan kecintaan kepadamya, salah satu bentuknya ialah dengan memperingati milad dan syahadah. Di samping itu memperingati Imam Husein adalah memperingati Rasulullah.
2-Para Imam Ahlulbait (as) memberi contoh atas hal itu, bahkan (dapat dirujuk dalam kitab-kitab doa seperti Mafatih al-Jinan) terdapat riwayat-riwayat tentang keutamaan membaca Ziarah Asyura pada hari H-nya, dan anjuran saling menyampaikan ucapan bela sungkawa di antara saudara seiman. Bahkan juga, ada riwayat-riwayat yang tidak memperkenankan kita untuk melakukan aktivitas ekonomi (mata pencarian) pada hari itu. Karena sibuk dalam urusan duniawi pada hari itu tidak membawa berkah.
Sebuah Gagasan
3-Momentum untuk mengangkat dan menghidupkan sebuah fakta sejarah, yang pernah ditulis dengan tinta merah ini, melalui peringatan demi peringatan. Dengan terus memperingatinya, akan melekat dalam ingatan dan tak mudah terlupakan. Selanjutnya untuk dijadikan sebagai sebuah pengumuman, bahwa ada acara besar di depan mata dan hati kita. Sehingga dapat diambil dari berbagai hikmah dan pelajaran yang sarat manfaat, sebagai bekal dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
4-Menjadi tugas kita yang masih hidup ini, melestarikan atau membudayakan ajaran agama dan mengantarkannya sebagai tongkat yang harus tetap dipegang oleh generasi berikutnya. Tanpa peringatan-peringatan seperti itu, maka nama, sejarah dan tribulasi perjuangan Imam Husain (as) akan pudar dan hilang. Akibatnya tidak akan dikenal oleh generasi datang.
Sebagai contoh, seandainya maulid Nabi kita Muhammad saw tidak pernah diperingati, maka umat besar ini menjadi tidak tahu kapan Nabi mereka dilahirkan, bagaimana tribulasi perjuangan beliau dan apa pesan serta ajaran sucinya. Generasi baru, anak-anak kita, tidak akan mengetahu hal tersebut, sekalipun tertulis dalam buku-buku sejarah, dan tak ubahnya dengan hari kelahiran para tokoh atau pahlawan. Walaupun tercatat di dalam buku-buku sejarah dan dipelajari di sekolah-sekolah, tetapi karena tidak diperingati, akan mudah terlupakan kapan mereka lahir, terlebih lagi apa ajaran dan pesan-pesan yang berharga dari mereka.
(Safina-Online/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email