Pangeran Muhammad bin Nayif dipaksa mundur sebagai putera mahkota.
Pangeran Muhammad bin Nayif sejatinya sangat sadar posisinya sebagai calon penguasa negara Kabah terancam sejak Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz mengangkat anak kesayangannya, Pangeran Muhammad bin Salman, 29 tahun, sebagai wakil putera mahkota pada April 2015.
Sedangkan posisi Pangeran Muhammad bin Nayif kala itu adalah putera mahkota, naik menggantikan adik tiri dari Raja Salman, Pangeran Muqrin bin Abdul Aziz yang diberhentikan. Tapi pangeran kini berumur 57 tahun itu tidak menyangka kekhawatiran itu menjadi kenyataan bulan lalu, di sepuluh hari terakhir Ramadan.
Beberapa pejabat Amerika Serikat dan lingkaran dalam keluarga kerajaan bercerita menjelang tengah malam pada Selasa, 20 Juni lalu, Pangeran Muhammad bin Nayif diminta datang menemui Raja Salman ke Istana Shofa di Kota Makkah. Setibanya di sana, dia malah diarahkan ke ruangan lain oleh para pejabat istana yang telah mengambil paksa telepon selulernya.
Dia kemudian dipaksa untuk mundur dari jabatannya ssebagai putera mahkota sekaligus menteri dalam negeri. Mulanya di menolak. Namun ketika malam kian larut, pangeran menderita diabetes karena luka akibat upaya pembunuhan atas dirinya oleh seorang pengebom bunuh diri pada 2009, letih dan akhirnya menyerah.
Cedera itu membikin Pangeran Muhammad bin Nayif terus merasa sakit. Dia berusaha menghilangkan rasa sakit itu dengan memakai mprfin hingga akhirnya kecanduan. Teman-teman dekatnya sudah berupaya menasihati agar sang pangeran untuk mengurangi penggunaan morfin.
Beberapa sumber mengungkapkan ada pecahan bom dalam tubuh Pangeran Muhammad bin Nayif dan tidak bisa dikeluarkan. Sehingga dia mengandalkan morfin buat mengurangi rasa sakit.
Pangeran Muhammad bin Salman juga ikut memaksa abang sepupunya itu untuk mundur. "Saya ingin Anda lengser," kata Pangeran Muhammad bin Salman, seperti ditirukan seorang sumber dekat dengan keluarga kerajaan. "Karena Anda tidak mendengarkan saran untuk menjalani perawatan atas kecanduan narkotik sehingga sangat berbahaya bagi Anda buat membikin keputusan."
Di bagian lain, para pejabat istana mengumpulkan 34 anggota komite suksesi. Hingga akhirnya Raja Salman memutuskan mengganti Pangeran Muhammad bin Nayif dengan Pangeran Muhammad bin Salman sebagai putera mahkota.
"Itu benar-benar kejutan besar bagi dia (Pangeran Muhammad bin Nayif)," kata seorang sumber di Saudi. "Itu sebuah kudeta. Dia tidak siap."
Hanya tiga anggota komite suksesi menolak penunjukan Pangeran Muhammad bin Salman sebagai calon raja, yakni mantan Menteri Dalam Negeri Pangeran Ahmad bin Abdul Aziz, Pangeran Abdul Aziz bin Abdullah, dan bekas Wakil Gubernur Riyadh Pangeran Muhammad bin Saad.
Sepulang dari pembaiatan di Istana Shofa, Pangeran Muhammad bin Nayif tidak boleh lagi meninggalkan istananya di Jeddah. Semua pengawal pribadinya diganti dengan pasukan loyal kepada putera mahkota baru. Hanya keluarga dekat boleh mengunjungi dirinya.
Seorang sumber dekat mengungkapkan Pangeran Muhammad bin Nayif juga tidak boleh menerima telepon. Pekan lalu, dia hanya dibolehkan keluar istana buat mengunjungi ibunya dengan pengawalan ketat.
Kudeta tak berdarah ini membikin situasi dalam negeri Saudi bak api dalam sekam. Bisa meledak kapan saja lantaran Raja Salman mengubah tradisi telah berlangsung sejak negeri Dua Kota Suci itu berdiri. Dia mengabaikan belasan adiknya mestinya menjadi penerus. Raja Salman lebih mengutamakan anak bungsu dari istri ketiganya itu untuk naik takhta selanjutnya.
(Haaretz/Independent/Al-Balad/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Pangeran Muhammad bin Nayif berbaiat kepada penggantinya sebagai Putera Mahkota Arab Saudi, Pangeran Muhammad bin Salman, di Istana Ash-Shofa di Kota Makkah, Arab Saudi, 21 Juni 2017. (Foto: Arab News)
Pangeran Muhammad bin Nayif sejatinya sangat sadar posisinya sebagai calon penguasa negara Kabah terancam sejak Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz mengangkat anak kesayangannya, Pangeran Muhammad bin Salman, 29 tahun, sebagai wakil putera mahkota pada April 2015.
Sedangkan posisi Pangeran Muhammad bin Nayif kala itu adalah putera mahkota, naik menggantikan adik tiri dari Raja Salman, Pangeran Muqrin bin Abdul Aziz yang diberhentikan. Tapi pangeran kini berumur 57 tahun itu tidak menyangka kekhawatiran itu menjadi kenyataan bulan lalu, di sepuluh hari terakhir Ramadan.
Beberapa pejabat Amerika Serikat dan lingkaran dalam keluarga kerajaan bercerita menjelang tengah malam pada Selasa, 20 Juni lalu, Pangeran Muhammad bin Nayif diminta datang menemui Raja Salman ke Istana Shofa di Kota Makkah. Setibanya di sana, dia malah diarahkan ke ruangan lain oleh para pejabat istana yang telah mengambil paksa telepon selulernya.
Dia kemudian dipaksa untuk mundur dari jabatannya ssebagai putera mahkota sekaligus menteri dalam negeri. Mulanya di menolak. Namun ketika malam kian larut, pangeran menderita diabetes karena luka akibat upaya pembunuhan atas dirinya oleh seorang pengebom bunuh diri pada 2009, letih dan akhirnya menyerah.
Cedera itu membikin Pangeran Muhammad bin Nayif terus merasa sakit. Dia berusaha menghilangkan rasa sakit itu dengan memakai mprfin hingga akhirnya kecanduan. Teman-teman dekatnya sudah berupaya menasihati agar sang pangeran untuk mengurangi penggunaan morfin.
Beberapa sumber mengungkapkan ada pecahan bom dalam tubuh Pangeran Muhammad bin Nayif dan tidak bisa dikeluarkan. Sehingga dia mengandalkan morfin buat mengurangi rasa sakit.
Pangeran Muhammad bin Salman juga ikut memaksa abang sepupunya itu untuk mundur. "Saya ingin Anda lengser," kata Pangeran Muhammad bin Salman, seperti ditirukan seorang sumber dekat dengan keluarga kerajaan. "Karena Anda tidak mendengarkan saran untuk menjalani perawatan atas kecanduan narkotik sehingga sangat berbahaya bagi Anda buat membikin keputusan."
Di bagian lain, para pejabat istana mengumpulkan 34 anggota komite suksesi. Hingga akhirnya Raja Salman memutuskan mengganti Pangeran Muhammad bin Nayif dengan Pangeran Muhammad bin Salman sebagai putera mahkota.
"Itu benar-benar kejutan besar bagi dia (Pangeran Muhammad bin Nayif)," kata seorang sumber di Saudi. "Itu sebuah kudeta. Dia tidak siap."
Hanya tiga anggota komite suksesi menolak penunjukan Pangeran Muhammad bin Salman sebagai calon raja, yakni mantan Menteri Dalam Negeri Pangeran Ahmad bin Abdul Aziz, Pangeran Abdul Aziz bin Abdullah, dan bekas Wakil Gubernur Riyadh Pangeran Muhammad bin Saad.
Sepulang dari pembaiatan di Istana Shofa, Pangeran Muhammad bin Nayif tidak boleh lagi meninggalkan istananya di Jeddah. Semua pengawal pribadinya diganti dengan pasukan loyal kepada putera mahkota baru. Hanya keluarga dekat boleh mengunjungi dirinya.
Seorang sumber dekat mengungkapkan Pangeran Muhammad bin Nayif juga tidak boleh menerima telepon. Pekan lalu, dia hanya dibolehkan keluar istana buat mengunjungi ibunya dengan pengawalan ketat.
Kudeta tak berdarah ini membikin situasi dalam negeri Saudi bak api dalam sekam. Bisa meledak kapan saja lantaran Raja Salman mengubah tradisi telah berlangsung sejak negeri Dua Kota Suci itu berdiri. Dia mengabaikan belasan adiknya mestinya menjadi penerus. Raja Salman lebih mengutamakan anak bungsu dari istri ketiganya itu untuk naik takhta selanjutnya.
(Haaretz/Independent/Al-Balad/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email