Alkisah, seorang sahabat Nabi Muhammad Saw hidup melarat dengan istrinya. Dia tak punya pekerjaan tetap. Seringkali dia mendekam di rumah karena tak ada pekerjaan yang bisa mengepulkan asap dapur rumahnya. Suatu hari, istrinya tak kuat lagi. “Cobalah pergi menghadap Nabi dan minta bantuan beliau,” usulnya.
Sahabat Nabi itu pun pergi menemui Nabi Saw. Begitu sampai di hadapan Nabi, sebelum sempat membuka mulut, tiba-tiba dia mendengar Nabi bersabda, “Siapa yang ingin bantuan kami, kami akan menolongnya. Tapi jika dia menahan diri dan tidak menengadahkan tangan pada orang lain, Allah pasti akan mencukupinya.” Sahabat terperangah. Dia merasa seolah Nabi sengaja mengatakan itu padanya.
Tanpa sepatah kata, dia bergegas kembali ke rumah. Dia ceritakan kejadian pada istrinya. Tapi sang istri bersikeras agar suaminya menemui Nabi lagi dan menceritakan himpitan kehidupan yang membengkokkan tulang punggung mereka.
Keesokan hari, sahabat Nabi pergi menemui Nabi lagi. Dan ajaib, Nabi kembali mengulang ucapan kemarin. Sahabat makin merasa bahwa Nabi sengaja menyampaikan itu padanya. Tapi karena dia masih melihat dirinya terjerembab dalam kemiskinan, pengangguran, dan kelemahan, untuk ketiga kalinya dia pergi menemui Nabi.
Untuk ketiga kali pula, Nabi mengulangi ucapan yang sama sebelum dia sempat berbicara. Kini sahabat merasa sangat yakin bahwa Nabi Saw mengetahui kondisinya dan sengaja mengucapkan kalimat itu.
Dia juga merasa jalan keluar masalahnya tersembunyi dalam kalimat tersebut.
Keningnya berkerut memaksa otaknya untuk berpikir. “Ya, aku akan memanfaatkan semua potensi yang sudah Allah sematkan dalam diriku,” gumamnya. Kini dia melangkah dengan penuh percaya diri. “Aku akan bersandar pada Allah dan meminta-Nya untuk menyukseskan diriku.”
Dengan niat itu, dia meminjam sebuah kapak. Lalu di pergi ke sebuah sahara, mengumpulkan sejumlah kayu bakar. Dari penjualan kayu bakar, dia berhasil membeli beberapa potong roti untuk makan malam. Pendar-pendar kebahagiaan tertangkap jelas di mata istrinya, saat dia menyerahkan potongan roti.
Malam itu, dia merasakan kelezatan tersendiri saat menyantap roti.
Tekat sahabta untuk melanjutkan pekerjaan sebagai pengumpul kayu bakar kian membaja. Berbulan-bulan dia tekun bekerja hingga akhirnya dia mampu membeli sepasang unta kecil. Lambat laun, unta-untanya semakin banyak. Dari seorang miskin pengangguran, kini dia bertransformasi menjadi orang kaya.
Merasa berhutang budi pada ucapan Nabi Saw dulu, dia datang menemui beliau. Dia kisahkan bagaimana ucapan Nabi mempengaruhi tekat dan mengubah kehidupannya. Nabi Saw tersenyum dan bersabda, “Saya kan sudah katakan; siapa yang ingin bantuan kami, kami akan menolongnya. Tapi jika dia menahan diri dan tidak menengadahkan tangan pada orang lain, Allah pasti akan mencukupinya.”
[Diadaptasi dari Ajaran-Ajaran Langit]
(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email