Pesan Rahbar

Home » » Amnesti Internasional: Genosida Myanmar Dengan Metode Bumi Hangus

Amnesti Internasional: Genosida Myanmar Dengan Metode Bumi Hangus

Written By Unknown on Wednesday 20 September 2017 | 21:59:00

Pasukan keamanan dan milisi sipil Myanmar melaksanakan sebuah kebijakan bumi hangus di wilayah mayoritas Muslim di Negara Bagian Rakhine. Mereka membakar seluruh desa Rohingya dan menembaki orang-orang saat mereka mencoba melarikan diri, kata Amnesty International (AI).

Menurut data satelit terbaru, data deteksi kebakaran, foto dan video dari lapangan, kelompok hak asasi manusia mengatakan pada hari Kamis (14/9) bahwa setidaknya ada 80 titik kebakaran berskala besar di daerah-daerah yang didiami Muslim di negara bagian Rakhine utara sejak 25 Agustus.

“Ini adalah pembersihan etnis.” “Buktinya tidak terbantahkan – pasukan keamanan Myanmar sengaja membuat negara bagian Rakhine utara terbakar dalam sebuah kampanye yang ditargetkan untuk mendorong orang-orang Rohingya keluar dari Myanmar,” kata Tirana Hassan, Direktur Penanggulangan Krisis Amnesty International.

Sedikitnya 370.000 orang Rohingya diperkirakan telah melarikan diri dari Negara Bagian Rakhine ke negara tetangga Bangladesh setelah pejuang dari Arakan Rohingya Solidarity Army (ARSA) menyerang pos polisi, yang memicu serangan militer besar-besaran terhadap desa-desa di Rakhine.

Pemerintah Myanmar mengatakan pada hari Rabu (13/9) bahwa hampir 40 persen desa Rohingya dijadikan sasaran tentara dalam apa yang disebut “operasi pembersihan,”. 176 desa dari 471 desa kosong dari penduduk, dan 34 desa lainnya “ditinggalkan sebagian.”

Dalam laporan tersebut, AI mengutip seorang penduduk, mengatakan bahwa tentara, polisi dan kelompok milisi sipil kadang-kadang mengelilingi sebuah desa dan menembak ke udara sebelum memasuki desa, namun seringkali akan menyerang dan mulai menembaki ke segala arah.

“Ketika militer datang, mereka mulai menembaki orang-orang yang sangat ketakutan dan mulai berlari, saya melihat militer menembak banyak orang dan membunuh dua anak laki-laki. Mereka menggunakan senjata untuk membakar rumah kami,” kata seorang yang selamat.

“Dulu ada 900 rumah di desa kami, sekarang hanya 80 yang tersisa. Tak ada yang tersisa untuk mengubur mayatnya.”

Amnesty mengatakan bahwa pihaknya dapat menguatkan kesimpulan pembakaran dengan menganalisis foto-foto yang diambil dari seberang Sungai Naf di Bangladesh, yang menunjukkan asap besar yang meningkat di dalam wilayah Myanmar.

Penampakan satelit sebelum dibakar, beberapa lokasi masih utuh

Di lokasi yang sama, setelah dibakar militer Myanmar (foto diambil dari globalnews.ca)

Organisasi hak asasi internasional mengatakan bahwa di beberapa daerah, pemerintah daerah memperingatkan desa-desa terlebih dahulu bahwa rumah mereka akan dibakar, sebuah indikasi yang jelas bahwa serangan tersebut disengaja dan direncanakan.

Seorang saksi mata dari desa Pan Kyiang di kota Rathedaung menggambarkan bagaimana pada pagi hari tanggal 4 September, militer datang dengan administrator desa: “Dia mengatakan pada pukul 10 pagi hari ini kami sebaiknya pergi, karena semuanya akan dibakar.” Ketika keluarganya mengemasi barang-barang mereka, dia melihat apa yang dia gambarkan sebagai ‘bola api’ yang memukul rumahnya, dan pada saat itu mereka melarikan diri dengan panik.

Penduduk desa yang bersembunyi di sawah dekat desa menyaksikan tentara membakar rumah dengan menggunakan peluncur roket.

Amnesty mengatakan jumlah sebenarnya dari kebakaran dan tingkat kerusakan properti bisa jauh lebih tinggi, karena tutupan awan selama musim hujan telah menyulitkan satelit untuk menangkap semua pembakaran. Militer Myanmar membumi hangus wilayah mayoritas Muslim dengan dalih membalas serangan.

Serangan pasukan keamanan ditengarahi disertai dengan pembakaran, pembunuhan dan pemerkosaan. Antonio Guterres , sekretaris jenderal PBB, memperingatkan bahaya pembersihan etnis yang dilakukan Myanmar.

Aung san Suu Kyi telah banyak dikecam karena kurangnya kepemimpinan moral dan belas kasihan dalam menghadapi krisis tersebut, yang menenggelamkan reputasi peraih Nobel Perdamaian itu.

(Al-Jazeera/Global-News/Seraa-Media/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: