Pesan Rahbar

Home » » Review Buku “On Western Terrorism, From Hiroshima to Drone Warfare”

Review Buku “On Western Terrorism, From Hiroshima to Drone Warfare”

Written By Unknown on Wednesday 20 September 2017 | 22:11:00


On Western Terrorism: From Hiroshima to Drone Warfare adalah judul buku yang ditulis bersama antara Noam Chomsky dengan Andre Vltcheck. Secara harfiah judul buku tersebut dapat diterjemahkan sebagai “Di atas Terorisme Barat: Dari Hiroshima ke Peperangan Drone”. Buku yang dipublikasikan pada bulan September 2013 dan diterbitkan oleh PlutoPress ini merupakan dokumentasi dari hasil diskusi kedua penulis tentang tanggungjawab negara-negara Barat terhadap serangan gencar tak terhitung dan teror, yang mereka sebar di seluruh dunia. Buku dengan ketebalan sebanyak 208 halaman ini mempunyai ISBN: 978-0-7453-3387-8.

Buku dengan format percakapan oleh kedua penulisnya ini, disusun dalam 9 Bab dan dilengkapi dengan timeline peristiwa-peristiwa penting dan Daftar Indeks. Kata Pengantar diberikan oleh Andre Vltcheck yang menggambarkan penghormatan dan kekagumannya terhadap Noam Chomsky, interaksi mereka sampai proses penulisan buku tersebut.

Dalam Kata Pengantarnya Vltcheck menjelaskan proses penyusunan buku tersebut dimulai saat ia menulis surat kepada Noam Chomsky memintanya untuk menyediakan waktu selama 2 hari untuk mendiskusikan didepan kamera film tentang kondisi dunia. Chomsky dengan segera menyetujuinya. Vltcheck segera menghubungi teman-temannya. Hata Takeshi, seorang editor film dari Jepan menyetujui untuk memproduksi versi film dari percakapan tersebut. Penerbit Pluto Press juga sepakat untuk menerbitkan percakapan tersebut dalam bentuk buku.

Percakapan kedua penulis tersebut akhirnya berlangsung selama dua hari di MIT mendiskusikan tanggung-jawab negara-negara Barat terhadap serangan dan teror yang mereka lakukan diseluruh dunia. Meskipun topik yang didiskusikan cukup berat, namun percakapan tersebut mengalir dengan mudah dan bebas.

Dalam diskusi tersebut kedua penukis tidak selalu sepakat atas semua isu. Menurut Vltcheck, misalnya Noam Chomsky lebih optimis tentang kondisi Arab Spring dan situasi di Turki daripada ia. Tidak seperti Vltcheck, Noam Chomsky tampaknya yakin bahwa Barat akhirnya akan kehilangan cengkeramannya di wilayah dunia lainnya. Namun mereka sepakat dalam diskusi tersebut bahwa dua aliansi dekat menggabungkan kekuatan dalam sebuah perjuangan untuk penyebab yang sama.

Topik yang dibicarakan dalam diskusi mereka seperti dalam judul buku ini merentang dari Hiroshima sampai peperangan drone, dari awal mula kolonialisme sampai metode modern yang digunakan oleh aparatur propaganda Barat. Percakapan itu juga membicarakan peristiwa dibanyak tempat.

Vltcheck membuka diskusi tersebut dengan menyatakan bahwa menurut perhitungannya sekitar 55 juta orang terbunuh secara langsung setelah akhir Perang Dunia II, sebagai hasil imperialisme Barat. Ratusan juta orang terbunuh secara tidak langsung. Mereka menyimpulkan diskusi mereka ketika Noam Chomsky menyatakan bahwa seseorang selalu mempunyai sebuah pilihan: melakukan sesuatu tentang situasi tersebut, atau tidak melakukan apapun.


Tinjauan Detail Buku Oleh Analis

Berikut adalah tinjauan dan penilaian terhadap buku ini yang disampaikan oleh Margaux Portron seorang kandidat PhD dalam filosofi politik di Paris 8 University dan Queen Mary, University of London.

Buku ini merupakan rangkaian diskusi antara Noam Chomsky dan Andre Vltchek tentang kebijakan luar negeri negara-negara Barat, yaitu Amerika Serikat, Inggris dan Prancis. Buku ini dimulai dengan Kata Pengantar oleh Vltchek tentang bagaimana hubungan pasangan itu muncul dan mengapa mereka kemudian memutuskan untuk menulis seri percakapan tersebut.

Sementara Chomsky adalah seorang ahli bahasa dan filsuf kritis yang terkenal, Vltchek adalah seorang penulis, pembuat film dan jurnalis investigasi. Menurut Vltchek dalam Kata Pengantarnya, mereka telah mengembangkan hubungan ayah-anak, yang mungkin menjelaskan sifat penuh pujian terhadap buku tersebut – terutama ketika terkait dengan Chomsky. Memang, pembaca akan perlu untuk melihat komentar masa lalu yang memuliakan Chomsky, yang tersebar di sampul buku tersebut, sebelum dapat mengapresiasi isinya.

Chomsky tidak diragukan lagi merupakan salah satu pemikir radikal terbesar dan kita perlu untuk memberinya penghargaan atas kerendahan hati dan rasa ingin tahu yang ia tunjukkan dalam seluruh percakapan tersebut. Meskipun ia mempunyai pengetahuan yang sangat luas, di sini ia terus bertanya dan tidak memposisikan dirinya sebagai ‘guru’ – bahkan ia memposisikan dirinya sejajar dengan Vltchek.

Bagaimanapun harus dinyatakan bahwa buku ini bukanlah karya akademik. Banyak informasi di dalamnya yang tidak didasarkan pada acuan. Sampul belakang memang seharusnya menyajikan “pengenalan yang sempurna terhadap pemikiran politik Chomsky” – karena karirnya sebagai ahli bahasa tidak disebutkan dalam percakapan. Chomsky dan Vltchek mengungkap banyak kasus dan pembaca perlu melakukan penelitian sendiri jika mereka ingin memahami mengapa peristiwa-peristiwa ini relevan dengan apa yang para penulis sebut sebagai “Terorisme Barat”.

Menurut penulis, terorisme Barat, di satu sisi adalah jenis kebijakan luar negeri yang dijalankan tidak hanya melalui metode teroris di bidang militer (Hiroshima) tetapi juga melalui ideologi. Di sisi lain, ia juga mengkonstruksi citra ‘negara lain’, atau ‘musuh’ yang dibingkai sebagai dapat diterima, namun sebenarnya merupakan serangan tidak sah terhadap suatu negara (seperti laporan UK yang disengketakan tentang senjata pemusnah massal).

Gagasan utama dari buku ini adalah bahwa kekerasan telah mengambil berbagai bentuk yang berbeda secara luas dan tidak terbatas hanya sebuah bom atau parang. Misalnya, penulis menyebutkan, namun secara cepat, bagaimana universitas tertentu memainkan peran sentral dalam berbagai kudeta yang didukung AS seperti di Indonesia atau di Chile. Di sini, teknokrasi yang dibentuk AS merupakan sebuah senjata.

Hal yang mencolok adalah bagaimana AS telah menyiapkan pemerintah masa depan dengan melatih mereka, bahkan sebelum meluncurkan setiap komando militer. Kudeta ideologis ini mendahului kudeta politik dan militer. Dengan demikian, pemerintah AS yakin memiliki mitra yang setia dan neo-liberal di negara-negara yang dikalahkan. Aspek kolonialisme ini kurang dikenal daripada praktek-praktek kekerasan lainnya oleh CIA. Memang, ini tidak menggunakan kekerasan, tetapi masih dapat dipandang sebagai teknik teror yang konsekuensinya, kedaulatan negara mereka terampas.


Poin Penting Tentang Kolonialisme

Bagi pembaca yang ingin mengetahui lebih banyak, Naomi Klein telah menghabiskan waktu yang banyak pada subjek ini dalam The Shock Doctrine: The Rise of Disaster Capitalism – pada akhirnya, terorisme Barat memiliki banyak kaitan dengan hubungan internasional serta ekonomi politik.

Chomsky juga memunculkan poin penting tentang kolonialisme yang tidak mesti harus terjadi “di seberang laut”. Hal ini didasarkan pada argumen bahwa penaklukan wilayah AS oleh demokrasi yang baru ditegakkan juga dapat dipandang sebagai politik kolonial: “penaklukan wilayah nasional di Amerika Serikat tidak disebut imperialisme. Namun itu adalah keputusan linguistik”(hal. 162).

Bab-bab buku ini diberi judul yang menarik dan menunjukkan proses pemikiran di balik percakapan tersebut; dimulai dengan pengantar “Pembunuhan Peninggalan Kolonialisme” dan kerangka kerja yang diperlukan, “Propaganda dan Media”. Namun, kemudian bergeser ke fokus terhadap wilayah geografis mulai dari “Blok Soviet” sampai dengan “Timur Tengah dan Musim Semi Arab”. Ruang-ruang ini tidak hanya tentang geografis namun juga sejarah: mereka telah dibingkai dan ditafsirkan oleh representasi Barat pada waktu tertentu, seperti ‘negara-negara Soviet’. Buku ini kemudian kembali ke topik yang bukan wilayah lokal dan diakhiri dengan “Kemunduran kekuasaan AS”, di mana Vltchek dan Chomsky fokus terutama pada pemerintahan Obama.

Berlawanan dengan apa yang mungkin dipikirkan pembaca dari judul buku ini, drone faktanya hanya dimunculkan dalam kesimpulan – dan dianggap sebagai perwujudan dari ekstrim baru yang dicapai dalam kebijakan luar negeri AS.

Argumen kedua penulis sungguh meyakinkan dan menjelaskan tentang realitas yang kurang dikenal, seperti kebebasan berbicara di negara-negara seperti Cina dan India. Keduanya menyatakan bahwa jauh lebih mudah untuk berbicara tentang masalah politik di Cina daripada di India.

Mereka menjelaskan bahwa representasi Cina sebagai otoriter merupakan konstruksi dari Barat. Alasannya adalah bahwa negara-negara Barat ingin mempertahankan citra sederhana tentang Perang Dingin era komunisme sebagai kejahatan: “cara Cina sedang diadili di Eropa dan AS adalah arogan dan benar-benar merendahkan” (hal. 90). Vltcheck dan Chomsky keduanya mengatakan bahwa mereka dapat berbicara tentang masalah politik, di televisi, di negara ini. Selain itu, mereka berpendapat bahwa protes saat ini terhadap pemerintah Cina disajikan oleh Barat sebagai keinginan untuk pasar bebas. Vltchek menunjukkan sebaliknya bahwa masyarakat, sebenarnya memprotes tentang komunisme atau sosialisme.

Beralih ke India, yang mempertahankan sistem kasta sementara menganut neo-liberalisme yang tak-manusiawi, mereka berpendapat bahwa kebebasan pers terganggu oleh korupsi. Menurut Vltchek, India bukan, dan tidak pernah, menjadi negara demokrasi terbesar di dunia, namun menganut sistem kapitalis dan feodal. Mereka mengetahui bahwa negara-negara ini (Cina dan India) sangat baik dan mampu untuk melawan sejarah versi “mainstream”.

Adalah penting untuk diingat bahwa Chomsky dan Vltchek kadang-kadang berbicara berdasarkan pengalaman pribadi di sini. Untuk menjadi lebih baik atau lebih buruk – mereka tidak menjadikan kebebasan berbicara mereka sendiri sebagai kenyataan umum bagi semua orang di Cina – mereka gagal untuk menuntut status istimewa mereka sebagai orang asing dan intelektual terkenal.

Namun demikian, Vltchek memunculkan sebuah kasus di mana ia telah disiksa di Timor Timur pada tahun 1996. Hal ini menunjukan secara jelas bahwa posisi mereka sebagai intelektual tidak hanya sebagai pengamat yang pasif terhadap situasi politik. Mereka adalah aktivis dan kadang-kadang mendapat kekerasan dari polisi atau militer.

Mereka juga berbicara tentang pemikiran lokal yang telah mereka alami, namun kadang-kadang cenderung menggeneralisasi pengalaman tunggal sebagai pemikiran umum secara waktu.


Chomsky menjelaskan bahwa di sekolah putrinya pada tahun 1960 adalah sangat normal untuk diajarkan tentang pembantaian penduduk asli Amerika dari sudut pandang seorang anak laki-laki yang berharap ia ada disana sebagai lelaki dewasa untuk membunuh dan memperkosa. Dia menggunakan contoh ini untuk menyatakan bahwa ini adalah cara mengajar sejarah AS pada saat itu, tanpa memberikan sumber penelitian kualitatif atau kuantitatif, selain hanya sebagai anekdot.

Vltchek tampaknya lebih radikal daripada Chomsky dalam hal menilai asal Obama dari segi latar belakang keluarga. Vltchek membenci citra indah Obama yang mengalami masa kecilnya di Indonesia pada saat pembunuhan massal (1965-1966). Sebagaimana ditunjukkan oleh Chomsky, Obama berusia 4 atau 5 tahun pada saat pembunuhan tersebut, namun Vltchek bersekukuh bahwa, “Dia adalah anak usia sekolah, tetapi mereka akan mengetahui. Orang-orang menghilang di mana-mana.Hal Ini akan memerlukan disiplin yang besar untuk tidak melihatnya dan untuk tidak mengingatnya”(hal. 169). Tampaknya bermasalah atau tidak masuk akal untuk menilai kebijakan pemerintahan Obama di Indonesia berdasarkan kenangan masa kecilnya.

Pada akhirnya, format percakapan dalam buku ini menjadikannya mudah dibaca oleh orang-orang yang mungkin tidak akrab dengan sejarah kebijakan luar negeri AS dan dengan hubungan internasional secara umum. Meliputi berbagai peristiwa dan argumentasi yang meyakinkan tentang sejarah yang bukan Eropa-sentris atau Amerika-sentris, ini menjadi titik masuk yang baik untuk kritis terhadap Hubungan Internasional.

Chomsky dan Vltchek menggunakan pengetahuan empiris mereka untuk menceritakan kisah tentang “bukan-orang”, sebuah istilah yang digunakan oleh George Orwell untuk menyebut mereka. “Dunia dibagi menjadi orang-orang seperti kita, dan bukan-orang, – setiap orang lain yang dianggap tidak penting. Orwell sedang berbicara tentang sebuah masyarakat totaliter masa depan, tetapi berlaku cukup baik bagi kita”(hal. 4).

Sumber: http://marxandphilosophy.org.uk

(Marxand-Philosophy/Seraa-Media/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: