Pemimpin Kurdistan Irak Masoud Barzani menyatakan tetap bertekad untuk menyelenggarakan referendum disintegrasi wilayah ini dari Irak pada 25 September 2017. Di dunia belum ada satupun negara mendukung kemerdekaan Kurdistan Irak kecuali Israel, rezim Zionis yang menjajah Palestina. Realitas ini tentu bukan kebanggaan bagi Kurdistan Irak dan Barzani sendiri, dan malah membuat keduanya berseberangan dengan khalayak dunia, itupun pada momen yang salah.
Ada asumsi bahwa Barzani yang kewenangannya sudah berakhir dua tahun lalu itu sengaja mengkampanyekan referendum untuk menciptakan tekanan yang dapat memperkuat daya tawarnya dalam negosiasi dengan pemerintah pusat Baghdad mengenai ekspor minyak dan masa depan kota Kirkuk yang penduduknya multi-etnis. Jika asumsi ini benar maka hasil pertaruhan ini akan negatif dan melemahkan pemerintah otonomi Kurdistan serta menguatkan posisi pemerintah pusat di Baghdad serta partai-partai oposisi yang tidak berpihak pada referendum karena sentimen kepada Barzani dan berbagai faktor lain.
Mahkamah Konstitusi Federal di Baghdad yang merupakan otoritas hukum tertinggi di negara ini telah memutuskan invaliditas dan inkonstitusionalitas referendum Kurdistan serta memerintahkan pembatalan rencana itu. Bersamaan dengan ini, ketua pasukan relawan Irak al-Hashd al-Shaabi, Hadi al-Amiri, mengingatkan bahwa referendum itu dapat mengobarkan perang saudara di Negeri 1001 Malam.
Suku Kurdi Irak memang pernah bangkit melawan rezim mendiang Saddam Hossein dan kemudian mendapat simpati dari khalayak kawasan dan dunia, karena Saddam maupun para pendahulunya bukanlah sosok demokratis, melainkan diktator yang terbiasa menindas suku Kurdi dan menumpas kebangkitan mereka namun bermusuhan dengan Amerika Serikat (AS) dan Israel.
Hanya saja, wajah Irak sekarang jelas sudah jauh berbeda dengan era Saddam, dan Kurdistanpun sudah menikmati status otonomi dengan kondisi ekonomi yang lebih baik. Karena itu, jika sampai terjadi perang saudara atau bahkan perang regional akibat referendum maka terlampau sulit bagi Barzani untuk mendapatkan dukungan regional dan global.
Irak sekarang merupakan negara demokratis berbentuk federal yang didukung bahkan oleh dua poros yang saling berlawanan, yaitu AS dan Iran. Di saat yang sama, Barzani juga masih bermitra dalam proses politik yang lahir dari rahim pendudukan AS dan delegasinyapun terlibat dalam penetapan konstitusi yang berlaku di Irak sekarang dan semua kesepakatan minyak negara ini. Karena itu, jelas tak ada alasan bagi Barzani jika sampai pecah perang saudara dan konfrontasi dengan negara-negara jiran.
AS yang notabene sekutu Kurdi menentang referendum. Sikap yang sama juga ditunjukkan oleh Menteri Pertahanan Inggris Michael Fallon yang berkunjung ke Arbil, ibu kota Kurdistan Irak, untuk membujuk Barzani agar mengurungkan rencana referendum. Perancis juga tak mau ketinggalan memperlihatkan pendirian yang sama.
Sedangkan Turki bahkan menggelar latihan perang besar-besaran yang mengerahkan ratusan tank dan kendaraan militer di wilayah perbatasannya dengan Irak sebagai persiapan untuk melancarkan intervensi militer jika referendum jadi diselenggarakan. Turki merupakan negara jiran Irak yang paling ketar-ketir karena referendum ini dapat membangkitkan minoritas Kurdi Irak untuk ikut berusaha menyempal dari Turki.
Keperkasaan Barzani jelas terlampau kecil jika harus berhadapan dengan Irak, Suriah, dan Turki di level regional sekaligus dengan AS, Inggris, Perancis, dan Rusia di level global sehingga tak segampang itu dia melenggang dengan rencananya menggelar referendum.
Dukungan Israel secara terbuka kepada referendum Kurdi dan sambutan Barzani dan sejumlah pendukungnya terhadap dukungan ini serta tindakannya menyanjung simbol Israel Bintang Daud di pusat kota Arbil alih-alih kebanggaan bagi suku Kurdi justru mengundang sentimen dari jutaan masyarakat dunia Arab dan Islam.
Dengan demikian, Barzani akan rugi rugi besar, baik jika dia tetap melanjutkan rencana referendum yang sudah tinggal beberapa hari lagi maupun jika dia menyerah pada tekanan sehingga membatalkan atau menunda rencana ini.
Separatisme Barzani telah membuatnya berhadapan dengan satu front yang sama, sementara siapapun tidak bisa mengalahkan front Iran, Irak, Suriah, dan Turki, setidaknya jika dia tidak didukung oleh AS, Eropa, dan Suriah.
Entah bagaimana pertimbangan Barzani dan partainya dalam pertaruhan ini. Bisa jadi dia memiliki berbagai pertimbangan lain yang tak diketahui oleh banyak orang. Karena itu, kita akan melihatnya nanti. (mm)
(Ray-Al-Youm/Liputan-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email