Kelompok teroris Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) terus menderita serentetan kekalahan di medan pertempuran. Posisi gerombolan ini pun kian terdesak.
Cita-cita para teroris untuk membangun kekhalifahan dengan menduduki Irak dan Suriah pun hancur, tiga tahun setelah dikumandangkan.
Kubu Baghdad, Kamis (31/8/2017), mengumumkan, Provinsi Niniwe sudah berada di bawah kendali Pemerintah Irak.
Dengan demikian, ISIS kembali kehilangan salah satu benteng terakhirnya di Irak.
Gerombolan ini pun harus menghadapi pasukan Arab-Kurdi yang maju melintasi perbatasan Suriah di Raqa.
Pada masa jayanya di tahun 2014, ISIS menguasai hampir sepertiga wilayah Irak. Saat ini, mereka hanya menguasai tak lebih dari 10 persen wialyah negara itu.
Menurut koalisi pimpinan Amerika Serikat yang mendukung pasukan Irak, 10 persen wilayah yang masih diduduki ISIS adalah Hawija, Al Qaim, Rawa, dan Anna.
Hawija berada sekitar 300 kilometer di sebelah utara Baghdad. Sementara, Al-Qaim, Rawa, dan Anna berada di gurun yang berbatasan dengan Suriah di barat.
Di seberang perbatasan, Pasukan Demokratik Suriah yang didukung AS sudah menembus ibukota de facto ISIS di Raqa pada bulan Juni.
Mereka mengusir ISIS dari 60 persen wilayah kota yang mereka rebut pada tahun 2014.
Antara 5.000 dan 10.000 teroris, termasuk para komandannya, telah melarikan diri ke wilayah Lembah Efrat. Informasi ini diungkapkan pejabat di pasukan koalisi.
Wilayah di bawah kendali ISIS berada di jalur sepanjang 160 kilometer dari kota di timur Suriah, Deir Ezzor, melalui provinsi dengan nama yang sama, melintasi perbatasan ke Al Qaim di Irak.
Dari sisi Suriah, teroris ISIS juga menghadapi tekanan dari pasukan rezim Suriah yang didukung Rusia yang mendesak ke Provinsi Deir Ezzor.
Meskipun mengalami kekalahan, ISIS memiliki "sel-sel tidur" yang telah melakukan serangan yang menghancurkan.
Sebagian besar serangan itu menargetkan warga Syiah, yang oleh pemberontak Sunni dianggap sebagai orang-orang yang sesat.
Pemberontakan merupakan tantangan serius bagi pasukan keamanan, dan merupakan ancaman konstan bagi warga sipil Irak.
Irak adalah negara berpenduduk mayoritas Syiah, di mana perselisihan sektarian mudah dipicu.
Kendati terus terdesak, banyak analis keamanan menyebut, disintegrasi kekhalifahan ISIS, dan penyebaran anggotanya, telah meningkatkan risiko serangan ke luar negeri.
Bahkan, tanpa basis teritorialnya di Irak dan Suriah, ISIS telah menjadi "waralaba".
Misalnya saat kelompok yang mengaku setia kepada gerombolan teroris ISIS, melakukan serangan mematikan di Eropa, atas nama ISIS.
(Kompas/Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email