Donald Trump memiliki misi untuk “Make America great again!” membuat Amerika hebat lagi! Pertanyaannya kapan Amerika hebat?
Tujuan yang didengang-dengungkan Presiden Amerika Donald Trump adalah “Membuat Amerika Hebat Lagi,” tapi kapan tepatnya Amerika hebat? Coba tanyakan hal itu kepada korban kemanusiaan Internasional.
Jika kita telusur daftar Jawabannya pasti tidak ditemukan dalam bom atom yang dijatuhkan di Jepang pada tahun 1945. Atau bahan kimia mematikan yang digunakan untuk menghajar Vietnam, atau amunisi yang tidak meledak yang terus melukai dan membunuh orang di Laos beberapa dekade setelah perang rahasia AS di negara tersebut.
Atau, mungkin, orang Amerika Latin yang dibantai oleh diktator yang didukung AS. Regu kematian dapat memberikan banyak petunjuk mengenai keberadaan “kebesaran” sejarah Amerika.
Rakyat Irak, Afghanistan, Yaman dan banyak warga sipil lainnya secara konsisten dapat mewakili kebesaran dan kehebatan AS.
Tidak usah jauh-jauh ke luar negeri, di tanah Amerika sendiri saja kita juga melihat seluruh konsep kehebatan dan kebesaran sulit untuk ditemukan jawabannya. Kecuali jika kehebatan itu diartikan sebagai penghancuran orang-orang Amerika Asli, orang kulit hitam, dan orang-orang lain yang martabatnya dapat dilanggar secara komprehensif dalam pelayanan dominasi sosioekonomi elit.
Bersaing dalam sejarah
Amerika secara konsisten menganak emaskan industri senjata, sebuah pilar dari sistem kapitalis saat ini. Itu terjadi “secara alami” dengan mengorbankan kesejahteraan manusia baik di dalam maupun di luar negeri.
Dalam karangan Sejarawan Amerika Howard Zinn, “Sejarah Rakyat Amerika Serikat”, tercatat bahwa satu periode pengeluaran militer perang Dingin, sebuah kapal selam Trident -hanya salah satu dari berbagai- senjata mengerikan itu tidak berguna … sama sekali tidak berguna kecuali dalam perang nuklir. Padahal kapal itu dibandrol dengan harga $ 1,5 miliar.
Jumlah ini, Zinn melaporkan, cukup untuk membiayai program imunisasi anak lima tahun di seluruh dunia melawan penyakit mematikan, dan mencegah lima juta kematian.
Tapi mengapa membiarkan anak-anak sekarat hanya untuk menggapai nama kebesaran AS?
Sayangnya, hanya sedikit pengamat yang sangat teliti seperti Zinn, yang tanpa henti menghubungkan kasus demi kasus tersebut. Zinn mampu memperlihatkan fondasi ekonomi di atas penjarahan, perpindahan, dan eksploitasi yang telah dimulai sejak Amerika muncul. Sejak Christopher Columbus menemukan tempat tersebut pada tahun 1492.
Sebaliknya, versi sejarah AS yang diajarkan secara resmi, melompati beberapa lintasan waktu. Kenangan yang berpotensi tidak menyenangkan, semisal perang penduduk asli Amerika dan orang kulit hitam, menjadi tragedi yang berdiri sendiri. Episode ini diceritakan sendiri karena tidak menguntungkan yang sama sekali dan agar tidak mencemari integritas moral.
Bayangkan, itu terjadi di dalam negara Amerika, yang justru dikenal sebagai pelopor demokrasi, persamaan hak asasi manusia , dan semua hal yang baik.
Kebebasan dan keadilan?
Jelas, akan jauh lebih mudah untuk menilai bahwa AS sekarang menempati wilayah yang tercerahkan jika polisi Amerika tidak terus membunuh orang kulit hitam yang tidak bersalah tanpa proses peradilan.
Pendidikan Amerika, hingga jalur resmi, sudah sedimikian rupa disetting agar “kejahatan” Amerika berubah menjadi “kehebatannya”.
Sorotan lain dari suasana sekolah adalah pembacaan harian Ikrar Kesetiaan untuk “satu Bangsa di bawah Tuhan … dengan kebebasan dan keadilan untuk semua orang”.
Begitu banyak pemisahan gereja dan negara – atau fakta bahwa “kebebasan dan keadilan” tidak pernah “untuk semua”, karena sama sekali tidak dapat didamaikan dengan perbedaan sosioekonomi yang terus terjadi di AS.
Pada bulan Agustus tahun lalu, CNN Money mengumumkan bahwa, menurut sebuah laporan oleh Kantor Anggaran Kongres bahwa “Orang kaya akan semakin kaya di AS dengan 10% orang terkaya mampu mengendalikan tiga perempat dari seluruh kekayaan keluarga di negara ini.”
Sekarang, tentu saja, orang yang sangat kaya itu mengancam untuk “membuat Amerika hebat lagi”. Tetapi mengingat bahwa “kebesaran” Amerika telah lama sama dengan penindasan yang meluas, kita mungkin akan memaafkan.
Tulisan Belen Fernandez,penulis The Imperial Messenger. Disadur dari www.aljazeera.com
(Al-Jazeera/Seraa-Media/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email