Pesan Rahbar

Home » » Surat Terbuka Kepada Panglima ABRI (Jilid 2)

Surat Terbuka Kepada Panglima ABRI (Jilid 2)

Written By Unknown on Wednesday, 27 September 2017 | 11:52:00


Yth, Bapak Gatot N.
Panglima ABRI.

Setelah semalam saya membalas puisi Bapak saat Rapimnas Golkar di Balikpapan ” Tapi Bukan kami Punya ” yang ditulis Deny JA, dan saya sudah membalasnya ” Kami Punya Apa “, tujuannya adalah agar Bapak lebih wise dalam bersikap sebagai salah satu putra terbaik Indonesia yang sedang menduduki jabatan bukan sembarangan. Pasukan Bapak berjumlah hampir 450.000 personel, dididik untuk cinta kepada Indonesia, cinta kepada Bangsa dan tanah airnya. Ucapan Bapak tidak sama dengan obrolan di warung kopi, Bapak batuk saja bisa disalah artikan apa pakai ditutup tangan apa ditutup sapu tangan.

Puisi bernada kritik ini bagus tujuannya, tapi sayang salah waktunya harusnya puisi itu dibaca saat Soeharto masih ada, atau minimal saat SBY berkuasa, kalau sekarang Jokowi sedang membereskan ketidak beresan pemerintah sebelumnya, maka, kelihatan kita jadi idiot dalam memahami kebenaran, akal kita terkungkung dibalut hegemoni masa lalu yang memilukan, profanitas itu tidak selalu menyangkut kekudusan dalam beragama, namun bisa menyangkut kebencian terhadap kebenaran.

Dalam berita di medsos yang lagi viral, saat Bapak ziarah di Astana Giri Bangun / makam Soeharto, Bapak memerintahkan para perajurit meneladani Soeharto, dan perintah pemutaran film G30S-PKI yang Bapak canangkan, sama keinginan Bapak dengan PKS dan Gerindra, sebenarnya ada apa. Tauladan apa yang bisa diambil dari seorang Soeharto sang jendral besar. Kami membaca sejarah bagimana detik-detik akhir dia memperlakukan Soekarno, bagaimana begitu banyak cerita tentang rekayasa Super Semar, termasuk film G30S-PKI yang menyisakan banyak misteri karena dibuat untuk kepentingan Soeharto sendiri.


Tragedi kemanusiaan yang tercatat dalam sejarah dunia itu menyisakan luka menganga didarah rakyat Indonesia, PKI satu hal, rekayasa menjadi hal lain, belum lagi isu CIA yang memang pemain lama untuk tujuannya, dan mengorbankan apa saja demi mereka. Ditambah lagi saat Bapak menjawab pertanyaan Karni Ilyas di ILC, kalimat ” emang gue pikirin ” itu tidak selayaknya keluar dari suara seorang jendral berpasukan besar. Tangkapan kami itulah sikap Bapak terhadap republik ini, lu mau hancur, lu mau chaos, emang gue pikirin, terus betapa runyammnya negeri ini yg keamanannya secara keseluruhan ada di pundak orang yang integritasnya membuat kami, rakyat ini, menjadi ngeri. Sadar atau tidak Bapak diangkat oleh presiden karena dianggap mampu saling mengisi, kalau sekarang dalam kapasitas Bapak masih di bawah kendali panglima tertinggi, dan Bapak mulai membangun kompetisi sendiri, jadi apa negeri ini. Tapi sudah bisa dibaca, Bapak akan menjawab emang gue pikirin.

Saya agak shock mendengar apa yang Bapak sampaikan, ibarat tenggorokan tercekat dilewati air mendidih, maaf saya sampai bertanya apa Bapak sedang kesurupan kok enteng banget mengucapkan “emang gue pikirin ” , perajurit disuruh menauladani orang yang menjadikan Indonesia merana dan tertinggal jauh dari negeri tetangga. Kita ini bahkan untuk membuang sampah saja belum mengerti, karena tauladan kita cuma ngurus diri sendiri atau saat itu yang bahagia ya cuma ABRI, dari mulai lurah sampai Gubernur semua ditunjuk Cendana, bahkan Tomy bisa menunjuk asbak rokok jadi camat kalau dia mau.

Bapak boleh tidak suka kepada Jokowi, Bapak berhak punya ambisi menjadi RI-1 dinegeri ini, hanya saja cara Bapak ” norak “, masaklah Bapak niru Kivlan, koar-koar PKI, ditanya dimana, jawabnya “katanya”, bekas jendral kok pikirannya mendal kayak sendal. Pak, saya kasi tau ya,..film G30S-PKI itu bisa buat kami sembelit nasional, yang mau dimaknai apanya, nenek buyutnya komunis saja sudah jadi mbahnya kapitalis, lha kita disuruh nonton bekas cucunya yang sudah tak berbekas, mau disuruh nonton Soeharto yang berjasa menumpas PKI, dia bukan berjasa, dia dapat imbal jasa dari Amerika, sampai freeportpun mungkin dia punya, lihat saja kroninya yang sampai sekarang pada kaya-kaya. Kalaupun Bapak tidak ikut karena ketinggalan kereta, apa sekarang mau nyusul dengan kreta kencana.

Sudahlah Pak, bingung saya, sampai saya menduga Bapak mau Nyapres gak cukup dana makanya cari muka ama Cendana, kalau itu menjadi rencana, Bapak salah dan celaka, karena rakyat Indonesia ini sekarang pegang gadget +/- 70 juta, pakai internet 132 juta, ini lompatan pemakan informasi luar biasa, lihat saja Bapak ngomong didepan kuburan Soeharto, detik itu juga orang ACEH bisa membacanya. Dan dari sudut pangsa pasar Cendana sudah kadaluwarsa, dia pasti kalah dengan produk kekinian yang merakyat dan bersahaja, kerja tanpa banyak bicara, hasilnya sudah dirasa sampai Papua. Begitupun saya tetap hormat kepada Bapak, dalam karir militer yang panjang Bapak telah mematri kesetiaan kepada negara tercinta Indonesia, itulah yang saya sayangkan bila dipenghujung karir Bapak terpelintir karena nafsu segelintir.

Ingat Pak, Bapak orang terkemuka dan terhormat dimata keluarga serta kolega, jangan Bapak salah menyapa, nanti nggak dapat hadiah sepeda. Banyak sebenarnya saya mau cerita, tapi biar nanti kawan saya saja yang menyambungnya. Tulisan Bayu Ardi Isnanto dari detiknews di bawah lebih detail memberi masukan, sehingga Bapak bisa lebih bijak bersikap, jangan ikut-ikutan kalap, bekas jendral boleh kalap, jendral jangan Pak, Jangan !!, sayang..

Terima kasih, mohon maaf semoga kritik ini bisa membuat Bapak dingin, jangan mau dikipas Pak, sekarang banyak orang ” norak ” berpolitik, …hehe saya juga pengen sepeda…siapppp jendral !


Iyyas Subiakto

(suaraislam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: