Islamic Revolution Chador 1979
Dari sejak permulaan kemenangan Revolusi Islam Iran, Imam Khomeini ra menetapkan supaya hijab menjadi program utama program kebudayaan di seluruh instansi pemerintah dan di tingkat masyarakat luas. Ia tidak pernah main toleransi dalam masalah ini, ia meyakini bahwa pelepasan hijab adalah salah satu konspirasi musuh dan negara-negara imperialis guna merusak generasi.\r\nOleh karena itu, dari sejak permulaan kemenangan Revolusi Islam, guna mencegah pelepasan hijab, Imam Khomeini ra memperingatkan, "Saya mengungkapkan masalah ini supaya didengarkan juga oleh pihak pemerintah.
Seperti laporan yang sampai kepada saya, seluruh kementerian kita masih memiliki kebiasaan seperti di masa tagut. Kementerian Islami tidak boleh menjadi sarang maksiat. Kaum wanita tak berhijab tidak boleh mendatangi kementerian-kementerian Islami. Kaum wanita bisa mendatangi kementerian manapun, asalkan dengan hijab ...." (Sahifeh-e Nur, jld. 6, hlm. 329)
Imam Khomeini ra meyakini bahwa "chadur" (kain yang menutupi badan secara langsung, seperti yang digunakan oleh Muslimah Iran) merupakan bentuk hijab yang paling ideal. Kita dapat memahami masalah ini ketika mendengar kisah salah seorang wanita yang pernah berjuang bersama Imam Khomeini ra di Prancis. Ia bercerita, "Setelah pulang kembali dari Prancis, saya masih mengenakan manto, celana panjang, dan kerudung. Ketika saya berada di daerah Mehran, kakiku terkulai. Dengan disangga tongkat dan mengenakan manto serta celana yang sama, saya menjumpai Imam Khomeini ra untuk mengajukan laporan.
Melihat saya berpakaian seperti itu, Imam Khomeini ra berkata,N'Jika kamu tidak memiliki chadur, biar saya akan suruh Ahmad membeli chadur untukmu.'
Tidak demikian wahai Imam! Saya terpaksa harus mendaki gunung sembari memanggul senjata. Tali pinggan peluru dan tempat minum air juga harus saya ikatkan di pinggang. Kadang-kadang saya juga harus memanggul tripod granat. Untuk itu, sangat sulit bila saya harus mengenakan chadur," jawab wanita itu membela diri.
"Chadur masih tetap lebih baik buat wanita," jawab Imam Khomeini pendek.
"Dari sejak saat itu, saya selalu mengenakan chadur," jawab wanita itu mengakui. (Sumber: Wawancara Situs Sajid dengan Tahereh Hadidehchi)
Inilah Kultur Kami
Ketika diwawancarai oleh Oriana Falanci tentang hijab, jawaban-jawaban logis dan tegar Imam Khomeini ra membuat koresponden jurnal berbahasa Prancis yang pernah melakukan banyak wawancara dengan para tokoh politik dunia ini marah dan murka. Tapi wawancara ini berhasil membongkar sebuah rahasia yang telah berhail memenangkan Revolusi Islam Iran. Keberlanjutan revolusi ini juga bergantung kepada bagaimana kita memelihara dan menjaga bendera ini.
Mari kita simak sekelumit wawancara tersebut berikut ini:
Falanci: Pada kesempatan ini, saya ingin mengajukan banyak pertanyaan kepadamu. Seperti masalah chadur yang dipakaikan kepada saya dengan paksa supaya saya dapat berjumpa denganmu. Kamu juga memaksa kaum wanita untuk mengenakannya. Coba kamu jelaskan mengapa kamu memaksakan kaum wanita menyembunyikan diri mereka di bawah pakaian yang sangat sulit dikenakan dan juga tidak bermanfaat ini? Dengan pakaian seperti ini, mereka jelas tidak bisa bergerak bebas. Padahal kaum wanita ini tidak berbeda dengan kaum pria. Mereka telah berjuang, merasakan penjara, disiska, dan seperti kaum pria mengobarkan revolusi?
Imam Khomeini: Kaum wanita yang telah melakukan revolusi ini adalah mereka yang mengenakan pakaian Islami, bukan wanita-wanita berpakaian sok mewah dan berias seperti kalian yang berlenggak-lenggok ke sana ke sini dengan tujuan untuk mencari perhatian kaum pria. Boneka-boneka yang bertata rias di tengah jalan dan sengaja mempertunjukkan lekuk-lekuk tubuh mereka tidak pernah bangkit untuk melawan Ridha Syah. Mereka ini tidak pernah melakukan satu hal pun yang bermanfaat. Mereka ini juga tidak tahu bagaimana bertindak supaya bisa bermanfaat, tidak dalam kancah sosial, tidak dalam ranah politik, dan tidak pula dalam bidang spesialisasi yang mereka miliki. Alasanya, karena mereka mempertontonkan diri mereka untuk kaum pria. Mereka hanya bisa menghilangkan fokus, dan mereka pun tidak merasa terganggu lantaran masalah ini. Di samping itu, mereka juga dapat mengacaukan fokus dan mengganggu wanita yang lain.
Falanci: Ini tidak benar, wahai Imam. Maksudku bukan hanya bentuk pakaian, tapi segala sesuatu yang dapat membuat kaum wanita terbelakang. Kaum wanita ini tidak bisa mengenyam pendidikan di perguruan tinggi bersama kaum pria. Mereka juga tidak bisa bekerja bersama kaum pria. Malah mereka tidak bisa berenang bersama kaum pria dan tidak pula bisa melompat di kolam renang dengan mengenakan chadur ini. Bagaimana mungkin wanita bisa berenang dengan mengenakan chadur ini?
Imam Khomeini: Seluruh masalah ini tidak ada hubungannya dengan kalian. Kultur dan budaya kami tidak ada hubungannya dengan kalian. Jika kalian tidak menghendaki pakaian Islami, kalian tidak dipaksa untuk mengenakannya, karena pakaian Islami hanya diperuntukkan kepada wanita dan pemuda yang memiliki bobot diri.
Falanci: Terima kasih. Karena kamu mengizinkan, maka saya akan secepat mungkin melepas chadur ini. Tapi tolong kamu nilai, apakah wanita seperti saya yang selalu hidup di tengah kaum pria adalah seorang wanita yang tidak beretika dan tidak memiliki bobot diri?
Imam Khomeini: Hal ini hanya diketahui oleh naluri kalian sendiri. Saya tidak menilai masalah-masalah yang bersifat pribadi. Saya tidak bisa tahu apakah kehidupan kalian akhlaki atau tidak. Saya juga tidak tahu bagaimana kalian hidup bersama para tentara itu. Seluruh apa yang telah kukatakan ini bersumber dari pengalaman panjang selama ini. Jika wanita tidak menjaga pakaian Islami, mereka tidak akan bisa bekerja secara sehat. Lebih dari itu, undang-undang kita juga tidak akan menjadi undang-undang yang bernilai.
Wanita Bukan Alat Permainan Kaum Pria
Sekalipun Imam Khomeini ra menilai bahwa chadur adalah sebuah hijab yang sempurna, tapi ia masih memberikan peluang bagi pakaian-pakaian lain yang sejenis chadur, seperti manto yang tidak menimbulkan kerusakan.
Dalam prinsip Imam Khomeini ra, jika bentuk pakaian wanita tertentu dapat menimbulkan kerusakan dan bertentangan dengan akhlak, maka jenis pakaian semacam ini harus dilarang di masyarakat.
Ketika masih berada di Paris, Imam Khomeini ra pernah ditanya oleh para wartawan tentang batas-batas hijab Islami. Ketika menjawab pertanyaan ini, ia menjawab, "Iya, dalam Islam, seorang wanita harus mengenakan hijab. Tapi hijab ini tidak harus berbentuk chadur. Ia dapat memilih setiap bentuk dan model pakaian yang dapat berfungsi sebagai hijab. Kita dan Islam tidak menginginkan wanita menjadi barang komersial dan boneka di tangan kaum pria. Islam menginginkan menjaga kemuliaan wanita dan menciptakannya menjadi sebuah insan yang serius dan fungsional. Kita tidak mengizinkan wanita hanya menjadi alat pemuas nafsu bagi kaum pria." (Sahefeh-ye Nur, jld. 5, hlm. 294).
Dalam sebuah kesempatan yang lain, Imam Khomeini ra juga pernah berkata, "Hijab bangsa Iran dan hijab Islami memang sudah seukuran seperti ini. Islam tidak pernah mengenal batas. Tetapi, kadang-kadang ada sebagian tangan asing yang memainkan pengaruh sehingga terjadi kerusakan dan dekadensi etika. Kita harus mencegah semua ini." (Sahefeh-ye Nur, jld. 3, hlm. 499).
Dalam sebuah penegasan, Rahbar pernah menyatakan bahwa Imam Khomeini ra adalah satu-satunya figur yang telah berhasil mengembalikan hijab setelah peristiwa pelarangan hijab di Iran.
"Imam Khomeini ra adalah seorang pemberani dan tak tertandingi yang telah berhasil mengembalikan hijab kepara negara ini. Tak ada orang lain selain Imam yang dapat melakukan hal ini. Ini adalah salah satu keistimewaan yang dimiliki oleh Imam. Tak seorang pun dari para ulama besar kala itu yang berani menegaskan bahwa kaum wanita harus keluar ke jalanan dengan mengenakan hijab. Dari sejak permulaan kemenangan Revolusi Islam, Imam Khomeini sudah menegaskan supaya masyarakat keluar dengan mengenakan hijab," ungkap Ayatullah Khamenei. (Pidato di hadapan para komandan Sepah Pasdaran, tanggal 5-3-1998).
Imam Khomeini ra tidak pernah kenal kompromi dalam masalah ini. Ia senantiasa mengajak seluruh lapisan masyarakat supaya selalu menjaga pakaian lahiriah Islami negara.
Ketika memperoleh informasi bahwa di daerah pantai masih banyak pria dan wanita yang campur, serta sering terjadi tindakan-tindakan amoral, Imam Khomeini ra sangat geram.
Ia pernah menengaskan, "Guna mencegah pengumbaran syahwat, Islam tidak mengizinkan mereka pergi ke laut dan berenang dengan bercampur. Islam akan mengazab mereka ini. Sebelum kemenangan Revolusi Islam kita, setelah kaum wanita itu pergi ke laut dengan pakaian seperti itu, mereka juga datang ke kota dengan pakaian yang serupa. Masyarakat kita juga tidak berani untuk memprotes.
Sekarang, jika kejadian serupa masih terulang, maka kita akan memperjelas posisi mereka. Pemerintah juga akan mempertegas posisi mereka. Dan pemerintah, seperti pernah dilaporkan oleh Menteri Negara, telah berhasil mencegah tindakan-tindakan tak senonoh tersebut. Sekalipun pemerintah tidak mau mencegah, niscaya rakyat pasti akan mencegah. Mana mungkin rakyat Mazandaran dan Rasyt mengizinkan pantai mereka masih kotor seperti seperti kala itu? Memangnya rakyat Bandar Anzali sudah mati sehingga mereka mengizinkan pria dan wanita pergi bersama ke laut untuk berfoya-foya?"
"Peradaban mereka memang seperti ini. Kebebasan yang mereka inginkan tidak lebih dari semua ini. Mereka hanya ingin bebas berjudi dan bebas berfoya-foya bersama."
"Kebebasan harus dalam ruang lingkup undang-undang. Islam mencegah setiap bentuk kerusakan dan menganugerahkan seluruh kebebasan yang tidak tercampuri oleh kerusakan. Selama kita masih hidup, kita tidak akan mengizinkan semampu kita kebebasan yang mereka inginkan itu terwujud." (Sahifeh-ye Nur, jld. 8, hlm. 339).
Boneka Ridha Khani, Permainan Musuh Revolusi
Sekalipun demikian, Imam Khomeini ra masih menekankan supaya menangani masalah penyingkapan hijab ini diserahkan kepada kepolisian. Oleh karena itu, pada peristiwa pemukulan wanita dan pemudi-pemudi berhijab buruk di jalanan umum yang dilakukan oleh sebagian orang yang berhasil menyusup ke dalam tubuh Revolusi Islam atau orang yang tak tahu menahu masalah, ia mengeluarkan pesan tertulis berikut ini:
"Dengan nama Allah Yang Mahas Pengasih lagi Maha Penyayang
Pemukulan terhadap wanita di jalan umum dan pasar-pasar mungkin dilakukan oleh mereka yang menyeleweng dan menentang Revolusi Islam. Untuk itu, tak seorang pun berhak main hakim sendiri. Ikut campur tangan dalam masalah ini untuk seluruh muslimin adalah haram. Kepolisian dan komite-komiter tertentu harus mencegah kejadian ini supaya tidak terulang lagi.
21 Sya'ban 1400
Ruhullah Musawi Khomeini"
Imam Khomeini ra menilai, pelarangan hijab dan pembentukan golongan minoritas yang terbentuk dari wanita dan pemudi-pemudi jalanan merupakan sebuah pengkhianatan yang pernah dilakukan oleh rezim tagut. Menurutnya, ini adalah salah satu pengkhianatan besar Reza Syah. Dalam sistem negara Islam, semua ini harus dilawan.
Imam Khomeini ra pernah berkata, "Penguasa bejat (Reza Syah) itu telah melakukan sebuah pengkhianatan; yaitu pelarangan hijab. Ia bukannya mengaktifkan setengah penduduk yang hidup di negara ini. Sebaliknya, ia malah menonaktifkan separuh lainnya yang setengahnya didominasi oleh kaum pria. Mereka (para penguasa) telah menciptakan boneka-boneka seperti ini. Para boneka ini ditempatkan di instansi-instansi pemerintah dan ada pula yang dilepas di jalanan. Boneka-boneka yang ada di instansi-instansi pemerintah telah mencegah para pegawai lain untuk melaksanakan tugas mereka dengan baik. Sementara itu, boneka-boneka yang bebas berkeliaran di jalan-jalan telah menjerumuskan para pemuda kita ke dalam jurang kerusakan dan berhasil merebut aktifitas para pemuda kita." (Sahifeh-ye Nur, jld. 17, hlm. 59).
Kesimpulannya, guna menjaga nilai kewanitan kaum wanita dan supaya kepribadian mereka tidak diinjak-injak di tengah masyarakat, Imam Khomeini ra sangat menekankan masalah hijab. Dalam sebuah kesempatan, ia menekankan, "Kalian harus sadari, hijab yang telah ditetapkan oleh Islam bertujuan memelihara nilai-nilai yang dimiliki oleh kalian. Seluruh perintah Allah, baik untuk kaum wanita maupun kaum pria, bertujuan supaya nilai-nilai hakiki yang mereka miliki dan mungkin diinjak-injak lantaran godaan setan, tangan-tangan kaum imperialis, dan kaki tangan mereka hidup kembali." (Sahifeh-ye Nur, jld. 19, hlm. 185).
Kita sekarang sedang menyaksikan penginjak-injakan nilai-nilai kaum wanita dan pria di dunia Barat dan negara-negara yang telah terbarat-baratkan dengan bingkisan menarik bernama "kebebasan", "demokrasi", dan "persamaan hak kaum pria dan wanita". Tapi Imam Khomeini ra sebagai poros utama penegakan keamanan sosial, etika, dan spiritual masyarakat senantiasa menekankan masalah hijab. Usaha ini berlanjut sehingga mayoritas masyarakat menerima prinsip ini dan malah menjadi motor pendorongnya. Usaha ini juga sampai pada sebuah titik sehingga tamu-tamu asing yang ingin menginjakkan kaki di tanah Republik Islam Iran sudah tahu harus mengenakan minimal hijab Islami.
Guna meneruskan cita-cita suci Imam Khomeini ra ini, para aparatur negara harus lebih mencincingkan lengan baju, karena mereka yang telah kalah dipermalukan pada peristiwa Kudeta 1388 dua tahun lalu itu telah menurunkan pasukan pejalan kaki mereka. Pasukan ini yang sudah tidak segan-segan lagi menghina Imam Khomeini ra dan kesucian bulan Muharam telah berbaris siaga untuk merusak hijab dan memasyarakatkan budaya telanjang.
(Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email