Gus Miftah. (Foto: Dok. Boshe VVIP Club)
KH Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah mengungkapkan awal mula dia mengisi kajian rutin di klub malam. Awalnya dia mendapat curhat dari beberapa pekerja klub malam dan kafe yang bingung mencari tempat kajian agama.
“Kalau ikut pengajian di luar dirasani (digunjingkan), apalagi yang bertato. Sementara di tempatnya bekerja tidak ada kegiatan itu. Jadi saya tembusi manajemennya dan alhamdulillah membuka pintu,” kata Gus Miftah saat ditemui wartawan di Ponpes Ora Aji yang diasuhnya di Kalasan, Sleman, Rabu (12/9/2018).
Dia juga menegaskan tidak berniat melacurkan agama atas jalan dakwah yang dijalaninya itu.
“Saya dianggap melacurkan agama, kepentingan ekonomi, tidak. Saya berangkat (dengan) biaya sendiri, konsumsi sendiri, tidak ada urusan masalah uang, sama sekali tidak ada. Benar-benar murni dakwah. Kalau tidak percaya silakan dikonfirmasi ke mereka,” tegasnya.
Saat ini Gus Miftah mengasuh 70 santri di Pondok Pesantren Ora Aji, Sleman.
“Ada dari berbagai daerah, Lombok, Lampung, Bengkulu, Yogya juga,” imbuh Gus Miftah.
Para santri yang diasuhnya itu memiliki ragam latar belakang. Ada beberapa mantan napi, mantan pegawai salon plus, dan mantan pegawai tempat hiburan malam.
“Seluruhnya gratis, makan, belajar ngaji, tinggal di sini,” ujarnya.
Ponpes milik Gus Miftah dinamai Ora Aji bukan tanpa alasan. Ora Aji adalah bahasa Jawa, sedangkan bahasa Indonesianya berarti ‘tidak berharga’.
“Nama ora aji, tidak berharga, maknanya kan tidak ada satupun yang berharga di mata Allah selain ketakwaan. Ini juga ada masjid, namanya Al Mbejaji, jadi orang masuk pondok dalam keadaan kurang bernilai, saya harapkan nanti santri saat keluar ngaji bisa menjadi manusia yang lebih bernilai,” urainya.
(Detik/Suara-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email