Pesan Rahbar

Home » » Ketika Mahasiswa Berotak Cingkrang “Kesurupan” Minta Jokowi Mundur, Siapakah Yang Salah?

Ketika Mahasiswa Berotak Cingkrang “Kesurupan” Minta Jokowi Mundur, Siapakah Yang Salah?

Written By Unknown on Friday 14 September 2018 | 14:45:00


Berikut sindiran dan kritik dari Eko Kuntadhi untuk Mahasiswa Universitas Islam Riau yang meminta Jokowi mundur karena harga BBM naik padahal tidak ada kenaikan harga premium.

Simak postingan Eko Kuntadhi melalui laman facebooknya:

“TELAT NYABUT, SALAH JOKOWI JUGA…”

Ada beberapa prestasi Universitas Islam Riau yang belakangan membuat namanya melambung. Pertama adalah kampus swasta itu bisa menghadirkan Sandiaga Uno untuk berbicara di depan mahasiswa.

Sebagai Cawapres Sandi diberi panggung di lembaga pendidikan tersebut oleh pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa. Mungkin karena kebanyakan pengurus BEM-nya adalah anak liqo, group pengajian yang biasa berafiliasi ke partai PKS, partai pendukung Prabowo-Sandi (Bosan).

Beberapa hari setelah Sandi memberikan ceramah di hadapan mahasiswa muncul berbagai inisiatif dan keberanian. Para mahasiswa asuhan parpol itu lalu menggelar demontrasi. Tuntutannya sama persis seperti ocehan senior-seniornya di TV atau twitter: soal dolar, soal isu barang mahal. Isu tambahan sebagai tempelan adalah kasus PLTU Riau yang sedang ditangani KPK.

Menurut mahasiswa harga BBM naik. Padahal di pasaran harga Premium tetap anteng di posisinya Rp 6.550 perliter. Kalau harga Pertamax sejak dulu memang fkuktuatif. Lagipula Pertamax digunakan buat mobil mewah. Masa sih, mahasiswa menyalurkan aspirasi agar para pengguna mobil mewah dapat subsidi? Itu kan, bangke.

Tapi hal itu tetap dituntut mahasiswa UIR. Pemerintah pasti bingung: ini para mahasiswa lagi kesurupan apaan sih? Kok, tumben demonstrasi membela orang-orang kaya.

Menurut mahasiswa harga bahan pokok mahal. Wajar, sebagian mereka adalah mahasiswa fakultas hukum, gak banyak mengerti soal inflasi yang rendah. Pokoknya kalau politisj pujannya bilang harga bahan pokok naik, mereka mengiyakan saja. Gak ngecek harga-harga di pasaran. “Gue kan, mahasiswa, bukan pelayan Warteg. Masa di suruh ke pasar.”

Anggapan mereka senada dengan Sandiaga Uno, yang mengatakan ada ibu Lia di Riau, berkelahi dengan suaminya disebabkan uang Rp 100 ribu buat belanja hanya dapat cabe dan bawang. Sandi jelas berbohong. Mahasiswa yang otaknya cingkrang hobi mememah kebohongan. Klop.

Entahlah, mungkin saja Sandiaga gak tahu, sebelum belanja bu Lia sudah beli pulsa buat HPnya. Jadi yang buat beli cabe bawang itu cuma uang kembalinya.

Ribuan mahasiswa UIR itu melakukan demonstrasi ke gedung DPRD. Disana mereka menerobos masuk. Membacakan tuntutan. Salah satunya, meminta Jokowi meletakkan jabatan. Di halaman gedung DPRD itu juga mereka membakar keranda yang dibawa. Hallo, antum gak salah ya, akhi?

Itu prestasi pertama kampus UIR. Ada prestasi lainnya yang bikin eneg.

Seorang anak kelas VI SD, di Pekanbaru, Riau, belakangan gundah. Dia gak bisa meneruskan sekolahnya. Pasalnya, diketahui dia telah hamil.

Lho, kok, bisa? Bisa dong. Ini akibat ulah dua orang staf Universitas Islam Riau (UIR). Keduanya adalah SU (60 tahun) dan RP (50 tahun). Nah, hasil para lelaki inilah yang membuat anak kecil itu hamil.

Anak itu sendiri adalah tetangga SU. Biasanya SU mengajaknya dengan alasan untuk membantu di kampus dengan kompensasi tambahan uang jajan. Ibunya yang bekerja sebagai pemulung percaya saja. Nyatanya SU membawa anak itu ke hotel. Disanalah dia digarap bersama RP.

Karena digarap berbarengan di bawah ancaman, siswi malang itu gak tahu siapa bapak dari bayi yang dikandungnya. Sekarang kasusnya sedang didalami kepolisian Pekanbaru. Semoga kedua staf UIR itu membusuk di penjara.

Entahlah, apakah kelakuan SU dan PR memperkosa siswi SD itu sebagai bagian dari protes mereka karena harga Pertamax yang naik? Kita gak tahu.

Saya jadi ingat teman saya, simpatisan partai dakwah. Belakangan dia sering mengeluh soal beratnya beban hidup.

“Sekarang hidup terasa berat banget. Beda sama jaman SBY dulu. Hidup ana lebih ringan. Gak seberat sekarang.”

“Terus kamu maunya gimana?,” tanyaku.

“Ya, Presiden harus mundur, dong,” jawabnya yakin.

Tetiba Abu Kumkum nyeletuk. “Ya, akhi. Ketika jaman SBY awal anakmu ada berapa?”

“Baru satu kang…”

“Sekarang?”

“Enam!”

“Terus antum nuntut Presiden mundur? Problemnya itu karena antum selalu telat nyabut, kenapa Presiden yang disalahin. Salahin aja istrimu, kenapa jarang pakai daleman.”

(Eko-Kuntadhi/Suara-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: